Makalah Penelitian BAB I DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Pendidikan adalah pilar utama dalam pembentukan mental/ karakter seorang siswa.
Pendidikan yang baik akan membentuk mental atau karakter siswa yang lurus dan
terarah. Pembinaan mental yang baik pada akhirny a akan bermuara pada kebaikan di
kehidupan yang akan datang. Kehidupan di tengah-tengah masyarakat yang penuh
dengan persoalan-persoalan yang rumit. Dengan berbekal pendidikan yang baik, maka siswa
akan mempunyai mental/ karakter yang kuat, dan mempunyai pengetahuan yang luas.
Pengetahuan yang luas bisa diperoleh dari bangku sekolah. Di sekolah anak -anak akan
memperoleh
ilmu
pengetahuan
yang
diberikan
oleh
guru-guru
mereka.
Dalam
pembelajaran guru dan peserta didik sering dihadapkan pada berbagai masalah, baik
yang berkaitan dengan mata pelajaran maupun yang menyangkut hubungan social.
Pemecahan masalah pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai cara, melalui diskusi
kelas, tanya jawab antara guru dan peserta didik, penemuan dan inkuiri. Guru yang kreatif
senantiasa mencari pendekatan baru dalam memecahkan masalah, tidak terpaku pada cara
tertentu yang monoton, melainkan memilih variasi lain yang sesuai.
Bermain peran merupakan salah satu alternative yang dapat ditempuh. Hasil penelitian
dan percobaan yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa bermain peran
merupakan salah satu model yang dapat digunakan secara efektif dalam pembelajaran. Dalam
hal ini, bermain peran (role playing) diarahkan pada pemecahan masalah yang menyangkut
hubungan antar manusia, terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik. Dalam
bermain drama, memerlukan cara/ strategi untuk mengajarkan. Strategi yang cocok
untuk meningkatkan keterampilan bermain drama adalah strategi bermain peran (role
playing)
1
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat dikemukakan dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana penerapan strategi bermain peran (role playing) dapat meningkatkan
kemampuan apresiasi drama?
2. Bagaimana perencanaan pembelajaran apresiasi drama menggunakan strategi bermain
peran (role playing)?
3. Kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi pada penerapan strategi bermain peran
(role playing) dalam pembelajaran apresiasi drama?
4. Bagaimana mengatasi kendala-kendala penerapan strategi bermain peran (role
playing) dalam pembelajaran apresiasi drama?
C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini adalah
1. Untuk mendeskripsikan bagaimana strategi bermain peran(role playing)
2. Untuk mendeskripsikan Perencanaan pembelajaran apresiasi drama menggunakan strategi
bermain peran
3. Untuk mendeskripsikan kendala-kendala penerapan strategi bermain peran dalam
pembelajaran apresiasi drama
4. Untuk mendeskripsikan bagaimana cara mengatasi kendala-kendala penerapan strategi
bermain peran dalam pembelajaran apresiasi drama
BAB II
PEMBAHASAN
A. Strategi Pembelajaran
2
Dalam kegiatan belajar mengajar, strategi sangat penting untuk memperlancar tujuan
pembelajaran. Strategi pembelajaran yang ditetapkan oleh guru akan bergantung
padapendekatan pembelajaran yang digunakan; sedangkan bagaimana menjalankan strategi
tersebut dapat ditetapkan berbagai metode pembelajaran. Menurut Kemp, 1995 (dalam Wina
Sanjaya:
294)
menjelaskan
bahwa
strategi
pembelajaran
adalah
suatu
kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan oleh guru dan siswa agar tujuan pembelajaran
dapat dicapai secara efektif dan efisien. Pada dasarnya strategi menunjuk sebuah
perencanaan untuk mencapai suatu tujuan. Dengan kata lain strategi adalah “A plan of
operation achieving omething.” (Wina Sanjaya, 2008: 295). Istilah lain yang juga
memiliki kemiripan dengan strategi adalah pendekatan (approach).
Menurut Wijianta strategi pembelajaran dikelompokkan menjadi beberapa bagian,
yaitu:
1. Strategi pembelajaran langsung (direct instruction)
Strategi ini berpusat pada guru dan paling sering digunakan. Dalam strategi ini
termasuk di dalamnya adalah metode-metode ceramah, pertanyaan didaktif, praktek
dan latihan, serta demonstrasi. Strategi ini efektif digunakan untuk memperluas
informasi atau mengembangkan keterampilan langkah demi langkah.
2. Strategi pembelajaran tidak langsung (Indirect Instruction)
Strategi ini memperlihatkan bentuk keterlibatan tinggi siswa dalam melakukan
observasi, penyelidikan, dan pembentukan hipotesis. Peran guru beralih dari
penceramah
menjadi
fasilitator,
pendukung
dan
sumber
personal.
Guru
memberikan umpan balik kepada siswa ketika melakukan inkuiri. Strategi ini
mengisyaratkan digunakannya bahan-bahan cetak dan sumber-sumber manusia.
3. Strategi pembelajaran interaktif (interactive Instruction)
Merujuk pada bentuk diskusi dan saling berbagi di antara peserta didik. Strategi
ini dikembangkan dalam rentang pengelompokkan dan metode-metode interaktif.
Di dalamnya terdapat bentuk-bentuk diskusi kelas, diskusi kelompok kecil, atau
pengerjaan tugas kelompok dan kerjasama siswa secara berpasangan.
3
4. Strategi belajar melalui pengalaman (Experiental Learning)
Menggunakan bentuk induktif, berpusat pada siswa, dan berorientasi pada
aktivitas. Penekanan dalam strategi ini adalah proses belajar, bukan hasil belajar.
5. Strategi belajar Mandiri ( Independent Study )
Strategi
ini
merujuk
pada
penggunaan
metode-metode
pembelajaran
yang
tujuannya adalah mempercepat pengembangan inisiatif individu siswa, percaya diri,
dan perbaikan diri. Fokus strategi ini adalah merencanakan belajar mandiri siswa di
bawah bimbingan dan supervise dari guru.
Menurut (Masnur Muslich, 2007: 67) strategi pembelajaran meliputi aspek yang
lebih luas daripada metode pembelajaran. Strategi pembelajaran merupakan cara
pandang dan pola piker guru dalam mengajar. Dalam mengembangkan strategi
pembelajaran paling tidak guru perlu mempertimbangkan beberapa hal, antara
lain: bagaimana mengaktifkan siswa, bagaimana siswa membangun peta konsep,
bagaimana mengumpulkan
informasi
dengan
stimulus
pertanyaan
efektif,
bagaimana menggali informasi dari media cetak, bagaimana membandingkan dan
mensintesakan informasi, bagaimana mengamati kerja siswa secara aktif, serta
bagaimana melakukan kerja praktik.
B. Strategi Pembelajaran Drama
Strategi pembelajaran drama berkaitan dengan dua hal yaitu:
1) strategi pembelajaran teks drama dan
2) strategi pembelajaran drama pentas.
4
Strategi pembelajaran teks drama yang diuraikan meliputi: (a) strategi stratta, (b) strategi
analisis, (c) role playing (bermain peran), (d) sosio drama dan (e) simulasi. Strategi
pembelajaran drama pentas meliputi: (a) pementasan drama di kelas dan, (b) pementasan
drama oleh teater sekolah (Herman J. Waluyo, 2008: 186). Strategi yang digunakan dalam
pembelajaran apresiasi drama di sini adalah salah satu strategi pembelajaran teks drama,
yaitu bermain peran (role playing). Bermain peran dalam pembelajaran merupakan
usaha
untuk memecahkan
masalah
melalui
peragaan,
serta
langkah-langkah
identifikasi masalah, analisis, pemeranan, dan diskusi. Untuk kepentingan tersebut,
sejumlah peserta didik bertindak sebagai pemeran dan yang lainnya sebagai pengamat.
Seorang pemeran harumampu menghayati peran yang dimainkannya.
Melalui peran, peserta didik berinteraksi dengan
orang
lain
yang
juga
membawakan peran tertentu sesuai dengan tema yang dipilih. Strategi Role Playing
(bermain peran) termasuk metode pementasan drama yang sangat sederhana. Peran
diambil dari kisah kehidupan nyata sehari -hari (bukan imajinatif).Role Playing dan
sosiodrama merupakan langkah awal dalam pengajaran drama. Dalam Role playing
dan sosiodrama ini ada hal -hal yang perlu diperhatikan.
Ada sepuluh hal
yang dikemukakan oleh Torrance, 1976 (dalam Herman J.
Waluyo, 2008: 189), yaitu sebagai berikut:
1) Jika mengadakan role playing, hendaknya dapat mencoba peranan dari situasi, jadi
orangnya. Aktivitas ini jangan digunakan sebagai terapi.
2) Tujuannya harus bersifat pendidikan, bukan memiliki hiburan.
3) Jangan buru-buru, siswa harus mempunyai kesempatan untuk mengikuti peranannya
dan situasi kedalaman dan meliputi beberapa aspek.
4) Problem dan konflik hendaknya berhubungan dengan hal yang akan digunakan
siswa, dan berkenaan dengan hal yang akan digunakan siswa.
5) Situasi hendaknya tepat dengan tingkat daya tarik siswa dan kematangannya.
6) Perasaan yang kompleks tidak boleh secara mudah diubah.
7) Fokus dari usaha kelompok ditujukan untuk mencoba cara yang dapat ditempuh
untuk mengelola kelakuan seefektif mungkin.
8) Situasi hendaknya bersifat open ended.
9) Tekanan juga ditujukan untuk membantu siswa belajar
sendiri.
5
berfikir untuk mereka
10) Situasi dan respon dari actor berkembang. Jangan bicara terlalu banyak untuk diri
sendiri.
Shaffel dan
Shaffel,
1967
(dalam
Herman
J.
Waluyo,
2008:
196)
menyebutkan ada Sembilan langkah dalam role playing, yaitu:
(1) memotivasi kelompok;
(2) memilih pemeran ( casting );
(3) menyiapkan pengamat;
(4) menyiapkan tahap-tahap peran;
(5) pemeranan (pentas di depan kelas);
(6) diskusi dan evaluasi I (spontanitas) ;
(7) pemeranan (pentas) ulang;
(8) diskusi dan evaluasi II, pemecahan masalah, dan
(9) membagi pengalaman dan menarik generalisasi. Dari role playing dapat
dicapai aspek perasaan, sikap, nilai, persepsi, keterampilan pemecahan
masalah, dan pemahaman terhadap pokok permasalahan.
Unsur sampingan yang dapat dicapai melalui role playing adalah:
(1) analisis nilai dan perilaku pribadi,
(2) pemecahan masalah,
(3) empati terhadap orang lain,
(4) masalah social dan nilai; dan
(5) kemampuan mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat orang lain.
Selama pembelajaran berlangsung, setiap pemeranan dapat melatih sikap
empati,
simpati,
rasa
benci,
marah,
senang,
dan
peran
lainnya.
Pemeranan tenggelam dalam peran yang dimainkannya sedangkan pengamat
melibatkan dirinya secara emosional dan
perasaan dengan perasaan yang tengah
berusaha
mengidentifikasikan
bergejolak dan
menguasai
pemeranan. Pada pembelajaran bermain peran, pemeranan tidak dilakukan
secara tuntas sampai masalah dapat dipecahkan.
Hal ini dimaksudkan untuk mengundang rasa kepenasaran peserta didik yang
menjadi pengamat agar turut aktif mendiskusikan dan mencari jalan ke luar. Dengan
demikian, diskusi setelah bermain peran akan berlangsung hidup dan menggairahkan peserta
didik. Hakekat pembelajaran bermain peran terletak pada keterlibatan emosional pemeran dan
pengamat dalam situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Melalui bermain peran
dalam
pembelajaran,
diharapkan
para
peserta
didik
dapat
(1)
mengeksplorasi
perasaannya; (2) memperoleh wawasan tentang sikap, nilai, dan persepsinya; (3)
mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi;
dan (4) mengeksplorasi inti permasalahan yang
6
diperankan
melalui berbagai cara.
Pembelajaran partisipatif memiliki prinsip tersendiri dalam kegiatan belajar dan
kegiatan pembelajaran. Prinsip dalam kegiatan belajar adalah bahwa pesertadidik memiliki
kebutuhan belajar, memahami teknik belajar, dan berperilaku belajar. Prinsip dalam
kegiatan membelajarkan bahwa pendidik menguasai metode dan teknik pembelajaran,
memaham materi atau bahan belajar yang cocok dengan kebutuhan belajar, dan
berperilaku membelajarkan peserta didik. Prinsip-prinsip tersebut dijabarkan dalam
langkah operasional kegiatan pembelajaran, sebagai wujud interaksi dukasi antara
pendidik dengan peserta didik dan/atau antar peserta didik. Pendidik berperan untuk
memotivasi,
menunjukkan,
dan
membimbing
peserta
didik
supaya peserta
didik
melakukan kegiatan belajar. Seangkan peserta didik berperan untuk mempelajari,
mempelajari kembali, memecahkan masalah guna meningkatkan taraf hidup dengan
berpikir dan berbuat di dalam dan terhadap dunia kehidupannya. Penerapan metode role
palaying (bermain peran) adalah metode yang cocok untuk pembelajaran apresiasi
drama. Karena dengan metode role playing (bermain peran), pembelajaran apresiasi
drama akan dapat dilaksanakan dengan baik.
C. Pembelajaran Apresiasi Drama
Menurut Moody (dalam Suminto A. Sayuti, 1985: 197) pengajaran sastra
membekali para siswa dengan empat keterampilan, yakni mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis. Dalam pengajaran sastra khususnya drama merupakan perpaduan
antara keempat keterampilan tersebut. Pembelajaran apresiasi drama memang lebih
menekankan pada keterampilan berbicara, tetapi tidak tertutup kemungkinan, bahwa
mendengar (pada menyimak pementasan drama), membaca (berlatih dialog/ naskah
drama), dan menulis (menulis tekas drama/ scenario). Jadi, keempatempatnya saling
berkaitan.
Istilah
apresiasi
berasal
dari
bahasa
Latin
“apreciatio”
yang
berarti
“mengindahkan” atau “menghargai”.
Apresiasi
menurut Grove (dalam Aminudin, 1991: 34) memberikan pengertian
bahwa (1) pengenalan melalui perasaan tau kepekaan batin; dan (2) pemahaman dan
pengakuan
terhadap
nilai-nilai
keindahan
yang diungkapkan pengarang. Apresiasi
melibatkan tiga unsur inti yakni: (1) aspek kognitif, (2) aspek emotif, dan (3) aspek
7
evaluative, Squire dan Taba (dalam Aminudin, 1991: 34). Aspek kognitif berkaitan
dengan pengetahuan, keterlibatan intelegensi pembaca dalam memahami unsure-unsur
kesastraan yang bersifat objektif. Aspek emotif berkaitan dengan unsure psikis,
keterlibatan unsure emosi pembaca atau penikmat dalam upaya menghayati unsure-unsur
karya sastra yang ditonton/ dilihat. Aspek emotif
ini sangat berperanan sekali dalam
memhami unsure-unsur secara subjektif. Sedangkan aspek
evaluatif
berkaitan
dengan
sebuah penilaian terhadap suatu karya sastra yang dibaca dan dilihat. Penilaian sebuah
karya sastra itu bisa dilaksanakan apabila dia sudah membaca atau menonton dalam hal ini
sebuah pementasan drama. Baik buruknya sebuah pementasan drama bergantung pada
bagaimana unsure-unsur pendukung dalam drama dapat berperan secara pas sesuai dengan
karakter masing-masing tokoh.
Drama adalah salah satu genre sastra yang berada pada dua dunia seni, yaitu
seni sastra dan seni pertunjukan atau teater. Orang yang melihat drama sebagai seni
sastra menunjukkan perhatiannya pada seni tulis teks drama yang dinamakan juga dengan seni
lakon. Teknik penulisan teks drama berbeda dengan teknik penulisan puisi atau prosa. Orang
yang menganggap drama sebagai seni pertunjukan (teater) fokus perhatiannya ditujukan
pada pertunjukannya atau pementasannya, tidak semata pada teksnya saja.
Teks sastra menurut pandangan mereka hanyalah bagian dari seni pertunjukan
yang harus berpadu dengan unsur lainnya, yaitu: gerak, suara, bunyi, musik, dan rupa.
Bahkan sumber ekspresi seni pertunjukan tidak hanya teks drama melainkan juga teksteks
lainnya di luar unsur sastra, seperti: teks pidato, pledoi, dan penyidikan, berita di media
massa, esai, dan lain-lain. Baik drama sebagai karya sastra maupun sebagai bagian dari
kelengkapan teater, teks drama selalu mengarah pada pementasan. Hal inilah yang
membedakan genre sastra drama dengan genre sastra puisi maupun prosa fiksi. Arah
terhadap pementasan itu menyebabkan drama identik dengan pementasan. Berdasarkan
pembelajaran yang ditawarkan, guru dapat merancang pembelajaran drama yang mengajak
siswa
beraktivitas
dengan
kegiatan
drama.
Misalnya,
guru
akan melaksanakan
pembelajaran menulis pengalaman yang manarik dalam bentuk drama.
Untuk menulis naskah drama tentunya diperlukan pemahaman tentang unsur-unsur
yang terdapat di dalam teks drama. Sebagai sebuah teks sastra, drama merupakan suatu genre
8
sastra yang mempunyai konvensi (kaidah) yang dikelompokkan ke dalam dua kelompok
besar. Pertama, yang berhubungan dengan kaidah bentuk, yaitu adanya alur dan
pengaluran, tokoh dan penokohan, latar ruang dan waktu, dan perlengkapan (sarana).
Kedua, yang berhubungan dengan kaidah stilistika, yaitu bahasa serta dialog yang
digunakan sesuai dengan lingkungan sosial, watak yang diemban tokoh, serta amanat
yang disampaikan melalui dialogdialog yang dikemukakan. Fungsi pengajaran sastra
menurut Situmorang (1983: 25) adalah penciptaan watak/ karakter, yaitu untuk
menanamkan rasa cinta sastra, sehingga setelah dewasa anak didik akan dewasa pula
dalam kegemaran, kemampuan apresiasi, dan penilaian terhadap hasil -hasil sastra.
D. Langkah-langkah penerapan bermain peran (role playing) dalam pembelajaran
Apresiasi drama
1.
2.
3.
4.
5.
Guru menyusun/ menyiapkan skenario yang akan ditampilkan;
Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dua hari sebelum KBM;
Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang;
Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai;
Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah
dipersiapkan;
6. Masing-masing siswa duduk di kelompoknya, masing-masing sambil memperhatikan
mengamati skenario yang sedang diperagakan;
7. Setelah selesai dipentaskan, masing-masing siswa diberikan kertas sebagai lembar
kerja untuk membahas;
8. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya;
9. Guru memberikan kesimpulan secara umum;
10. Evaluasi;
11. Penutup;
9
E. Kendala-kendala dalam pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama dengan strategi
bermain peran (role playing) dan cara mengatasinya
1. Segi waktu
Waktu yang dibutuhkan dalam pembelajarn apresiasi drama dengan strategi ini
lebih lama dibandingkan dengan pembelajaran lainnya. Apalagi bagi siswa yang masih
awam tentang
bermain
peran/
drama.
Mereka
membutuhkan
waktu
untuk
menghafalkan dialog-dialog teks drama yang akan diperankan;
2. Materi/ bahan
Materi yang dibutuhkan dalam pembelajaran ini masih sangat terbatas. Di perpustakaan
sekolah buku-buku, majalah, yang ada hubungannya dengan pembelajaran apresiasi
drama masih sedikit. Hal ini sangat menghambat kelancaran proses pembelajaran
apresiasi drama;
3. Guru
Kurangnya pengetahuan guru tentang drama, sehingga pembelajaran drama menjadi
tidak
menarik.
Bahkan
cenderung
terkesan
diabaikan,
hanya sekedar
Sedangkan pelaksanaan/ praktek bermain drama masih sangat kurang;
4. Siswa,
10
teori.
Siswa kurang memahami tentang bermain drama. Kurangnya keberanian dalam
memerankan seorang tokoh. Mereka masih cenderung menghafalkan saja, sehingga
penjiwaannya kurang.
Kendala-kendala tersebut bisa diatasi dengan cara:
1) dengan menambah alokasi waktu di luar jam pelajaran, sehingga menjadi kegiatan
ekstrakurikuler;
2) dengan melengkapi koleksi buku-buku, majalah, teks drama, di perpustakaan;
3) dengan mengadakan pelatihan-pelatihan bagi guru tentang pembelajaran apresiasi
drama yang kreatif dan menyenangkan;
4) dengan melatih keberanian siswa dengan cara sering mengadakan pentas drama
meskipun paling sederhana, misalnya tiap akhir semester atau tiap akhir tahun
pelajaran.
11
BAB III
PENUTUP
1. Simpulan
Simpulan yang dapat diambil berdasarkan pembahasan makalh adalah:
1. Penggunaan strategi bermain peran (role playing) dalam pembelajaran apresiasi drama
sangat cocok digunakan. Karena dengan strategi ini siswa diharapkan dapat
memerankan masing-masing tokoh dalam drama dengan sebaik-baiknya.
2. Langkah-langkah strategi bermain peran (role playing), antara lain: (1) Guru
menyusun/ menyiapkan skenario yang akan ditampilkan; (2) Menunjuk beberapa
siswa untuk mempelajari skenario dua hari sebelum KBM; (3) Guru membentuk
kelompok siswa yang anggotanya 5 orang; (4)Memberikan penjelasan tentang
kompetensi yang ingin dicapai;(5) Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk
untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan; (6) Masing-masing siswa
duduk di kelompoknya, masing-masing sambil memperhatikan mengamati skenario
yang sedang diperagakan; (7) Setelah selesai dipentaskan, masing-masing siswa
diberikan kertas sebagai lembar kerja untuk
membahas;
(8)
Masing-masing
kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya; (9) Guru memberikan kesimpulan
secara umum; (10) Evaluasi;
3. Kendala-kendal yang dihadapi dalam penerapan strategi pembelajaran bermain
peran (role playing), antara lain: waktu, materi/ bahan, kemampuan guru, dan
12
kesiapan siswa. Keempat kendala tersebut bias diatasi dengan menambah alokasi
waktu di luar jam pelajaran, melengkapi materi (buku-buku, majala-majalah, teks-teks
drama, dll di perpustakaan), mempersiapkan guru dengan baik, misalnya dengan
pelatihan-pelatihan tentang apresiasi drama), melatih siswa dengan baik dan sering
mengadakan pentas.
2. Saran
Saran bagi guru bahasa khususnya dan guru lain pada umumnya, agar terus belajar
mengembangkan
strategi
dan
metode
pembelajaran
yang
sesuai.
Agar
dalam
pembelajaran (khususnya drama) menjadi lebih menarik dan menyenangkan. Sehngga
tercipta suasana pembelajaran yang tidak membosankan.masih banyak strategi dan cara untuk
mengajarkan
materi pelajaran
yang sesuai. Semua tergantung kita sebagai guru, agar
pandaipandai memilih strategi yang cocok.
13
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Sudrajat. 2008. “Model Pembelajaran Inovatif”
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/19/model-pembelajaran-inovatif-2/
(Diunduh minngu, 20 Oktober 2013 pukul 19.00 wib)
Herman J. Waluyo. 2008. Drama Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: PT. Hanindita
Graha Widya. John Herf. 2007. “Peran Guru SD dalam menyikapi KTSP” http:
//johnherf.wordpress.com/2007/03/13/peran -guru-sd-menyikapi-ktsp/.). (Diunduh minngu,
20 Oktober 2013 pukul 19.00 wib)
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/19/model-pembelajaran-inovatif-2/ (Diunduh
minngu, 20 Oktober 2013 pukul 19.00 wib)
Masnur Muslich. 2007. KTSP: Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual.
Jakarta: PN. Bumi Aksara. Situmorang. B.P. 1983. Puisi dan Metodologi
14
Pengajarannya. Ende Flores NTT: Nusa Indah.
Suminto A. Sayuti. 2008. “Pengajran Sastra yang Menyebalkan dan KTSP “ (Makalah)
disajikan dalam lokakarya Apresiasi Sastra daerah di Bogor. Tanggal 12-16 Agustus.
15
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Pendidikan adalah pilar utama dalam pembentukan mental/ karakter seorang siswa.
Pendidikan yang baik akan membentuk mental atau karakter siswa yang lurus dan
terarah. Pembinaan mental yang baik pada akhirny a akan bermuara pada kebaikan di
kehidupan yang akan datang. Kehidupan di tengah-tengah masyarakat yang penuh
dengan persoalan-persoalan yang rumit. Dengan berbekal pendidikan yang baik, maka siswa
akan mempunyai mental/ karakter yang kuat, dan mempunyai pengetahuan yang luas.
Pengetahuan yang luas bisa diperoleh dari bangku sekolah. Di sekolah anak -anak akan
memperoleh
ilmu
pengetahuan
yang
diberikan
oleh
guru-guru
mereka.
Dalam
pembelajaran guru dan peserta didik sering dihadapkan pada berbagai masalah, baik
yang berkaitan dengan mata pelajaran maupun yang menyangkut hubungan social.
Pemecahan masalah pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai cara, melalui diskusi
kelas, tanya jawab antara guru dan peserta didik, penemuan dan inkuiri. Guru yang kreatif
senantiasa mencari pendekatan baru dalam memecahkan masalah, tidak terpaku pada cara
tertentu yang monoton, melainkan memilih variasi lain yang sesuai.
Bermain peran merupakan salah satu alternative yang dapat ditempuh. Hasil penelitian
dan percobaan yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa bermain peran
merupakan salah satu model yang dapat digunakan secara efektif dalam pembelajaran. Dalam
hal ini, bermain peran (role playing) diarahkan pada pemecahan masalah yang menyangkut
hubungan antar manusia, terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik. Dalam
bermain drama, memerlukan cara/ strategi untuk mengajarkan. Strategi yang cocok
untuk meningkatkan keterampilan bermain drama adalah strategi bermain peran (role
playing)
1
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat dikemukakan dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana penerapan strategi bermain peran (role playing) dapat meningkatkan
kemampuan apresiasi drama?
2. Bagaimana perencanaan pembelajaran apresiasi drama menggunakan strategi bermain
peran (role playing)?
3. Kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi pada penerapan strategi bermain peran
(role playing) dalam pembelajaran apresiasi drama?
4. Bagaimana mengatasi kendala-kendala penerapan strategi bermain peran (role
playing) dalam pembelajaran apresiasi drama?
C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini adalah
1. Untuk mendeskripsikan bagaimana strategi bermain peran(role playing)
2. Untuk mendeskripsikan Perencanaan pembelajaran apresiasi drama menggunakan strategi
bermain peran
3. Untuk mendeskripsikan kendala-kendala penerapan strategi bermain peran dalam
pembelajaran apresiasi drama
4. Untuk mendeskripsikan bagaimana cara mengatasi kendala-kendala penerapan strategi
bermain peran dalam pembelajaran apresiasi drama
BAB II
PEMBAHASAN
A. Strategi Pembelajaran
2
Dalam kegiatan belajar mengajar, strategi sangat penting untuk memperlancar tujuan
pembelajaran. Strategi pembelajaran yang ditetapkan oleh guru akan bergantung
padapendekatan pembelajaran yang digunakan; sedangkan bagaimana menjalankan strategi
tersebut dapat ditetapkan berbagai metode pembelajaran. Menurut Kemp, 1995 (dalam Wina
Sanjaya:
294)
menjelaskan
bahwa
strategi
pembelajaran
adalah
suatu
kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan oleh guru dan siswa agar tujuan pembelajaran
dapat dicapai secara efektif dan efisien. Pada dasarnya strategi menunjuk sebuah
perencanaan untuk mencapai suatu tujuan. Dengan kata lain strategi adalah “A plan of
operation achieving omething.” (Wina Sanjaya, 2008: 295). Istilah lain yang juga
memiliki kemiripan dengan strategi adalah pendekatan (approach).
Menurut Wijianta strategi pembelajaran dikelompokkan menjadi beberapa bagian,
yaitu:
1. Strategi pembelajaran langsung (direct instruction)
Strategi ini berpusat pada guru dan paling sering digunakan. Dalam strategi ini
termasuk di dalamnya adalah metode-metode ceramah, pertanyaan didaktif, praktek
dan latihan, serta demonstrasi. Strategi ini efektif digunakan untuk memperluas
informasi atau mengembangkan keterampilan langkah demi langkah.
2. Strategi pembelajaran tidak langsung (Indirect Instruction)
Strategi ini memperlihatkan bentuk keterlibatan tinggi siswa dalam melakukan
observasi, penyelidikan, dan pembentukan hipotesis. Peran guru beralih dari
penceramah
menjadi
fasilitator,
pendukung
dan
sumber
personal.
Guru
memberikan umpan balik kepada siswa ketika melakukan inkuiri. Strategi ini
mengisyaratkan digunakannya bahan-bahan cetak dan sumber-sumber manusia.
3. Strategi pembelajaran interaktif (interactive Instruction)
Merujuk pada bentuk diskusi dan saling berbagi di antara peserta didik. Strategi
ini dikembangkan dalam rentang pengelompokkan dan metode-metode interaktif.
Di dalamnya terdapat bentuk-bentuk diskusi kelas, diskusi kelompok kecil, atau
pengerjaan tugas kelompok dan kerjasama siswa secara berpasangan.
3
4. Strategi belajar melalui pengalaman (Experiental Learning)
Menggunakan bentuk induktif, berpusat pada siswa, dan berorientasi pada
aktivitas. Penekanan dalam strategi ini adalah proses belajar, bukan hasil belajar.
5. Strategi belajar Mandiri ( Independent Study )
Strategi
ini
merujuk
pada
penggunaan
metode-metode
pembelajaran
yang
tujuannya adalah mempercepat pengembangan inisiatif individu siswa, percaya diri,
dan perbaikan diri. Fokus strategi ini adalah merencanakan belajar mandiri siswa di
bawah bimbingan dan supervise dari guru.
Menurut (Masnur Muslich, 2007: 67) strategi pembelajaran meliputi aspek yang
lebih luas daripada metode pembelajaran. Strategi pembelajaran merupakan cara
pandang dan pola piker guru dalam mengajar. Dalam mengembangkan strategi
pembelajaran paling tidak guru perlu mempertimbangkan beberapa hal, antara
lain: bagaimana mengaktifkan siswa, bagaimana siswa membangun peta konsep,
bagaimana mengumpulkan
informasi
dengan
stimulus
pertanyaan
efektif,
bagaimana menggali informasi dari media cetak, bagaimana membandingkan dan
mensintesakan informasi, bagaimana mengamati kerja siswa secara aktif, serta
bagaimana melakukan kerja praktik.
B. Strategi Pembelajaran Drama
Strategi pembelajaran drama berkaitan dengan dua hal yaitu:
1) strategi pembelajaran teks drama dan
2) strategi pembelajaran drama pentas.
4
Strategi pembelajaran teks drama yang diuraikan meliputi: (a) strategi stratta, (b) strategi
analisis, (c) role playing (bermain peran), (d) sosio drama dan (e) simulasi. Strategi
pembelajaran drama pentas meliputi: (a) pementasan drama di kelas dan, (b) pementasan
drama oleh teater sekolah (Herman J. Waluyo, 2008: 186). Strategi yang digunakan dalam
pembelajaran apresiasi drama di sini adalah salah satu strategi pembelajaran teks drama,
yaitu bermain peran (role playing). Bermain peran dalam pembelajaran merupakan
usaha
untuk memecahkan
masalah
melalui
peragaan,
serta
langkah-langkah
identifikasi masalah, analisis, pemeranan, dan diskusi. Untuk kepentingan tersebut,
sejumlah peserta didik bertindak sebagai pemeran dan yang lainnya sebagai pengamat.
Seorang pemeran harumampu menghayati peran yang dimainkannya.
Melalui peran, peserta didik berinteraksi dengan
orang
lain
yang
juga
membawakan peran tertentu sesuai dengan tema yang dipilih. Strategi Role Playing
(bermain peran) termasuk metode pementasan drama yang sangat sederhana. Peran
diambil dari kisah kehidupan nyata sehari -hari (bukan imajinatif).Role Playing dan
sosiodrama merupakan langkah awal dalam pengajaran drama. Dalam Role playing
dan sosiodrama ini ada hal -hal yang perlu diperhatikan.
Ada sepuluh hal
yang dikemukakan oleh Torrance, 1976 (dalam Herman J.
Waluyo, 2008: 189), yaitu sebagai berikut:
1) Jika mengadakan role playing, hendaknya dapat mencoba peranan dari situasi, jadi
orangnya. Aktivitas ini jangan digunakan sebagai terapi.
2) Tujuannya harus bersifat pendidikan, bukan memiliki hiburan.
3) Jangan buru-buru, siswa harus mempunyai kesempatan untuk mengikuti peranannya
dan situasi kedalaman dan meliputi beberapa aspek.
4) Problem dan konflik hendaknya berhubungan dengan hal yang akan digunakan
siswa, dan berkenaan dengan hal yang akan digunakan siswa.
5) Situasi hendaknya tepat dengan tingkat daya tarik siswa dan kematangannya.
6) Perasaan yang kompleks tidak boleh secara mudah diubah.
7) Fokus dari usaha kelompok ditujukan untuk mencoba cara yang dapat ditempuh
untuk mengelola kelakuan seefektif mungkin.
8) Situasi hendaknya bersifat open ended.
9) Tekanan juga ditujukan untuk membantu siswa belajar
sendiri.
5
berfikir untuk mereka
10) Situasi dan respon dari actor berkembang. Jangan bicara terlalu banyak untuk diri
sendiri.
Shaffel dan
Shaffel,
1967
(dalam
Herman
J.
Waluyo,
2008:
196)
menyebutkan ada Sembilan langkah dalam role playing, yaitu:
(1) memotivasi kelompok;
(2) memilih pemeran ( casting );
(3) menyiapkan pengamat;
(4) menyiapkan tahap-tahap peran;
(5) pemeranan (pentas di depan kelas);
(6) diskusi dan evaluasi I (spontanitas) ;
(7) pemeranan (pentas) ulang;
(8) diskusi dan evaluasi II, pemecahan masalah, dan
(9) membagi pengalaman dan menarik generalisasi. Dari role playing dapat
dicapai aspek perasaan, sikap, nilai, persepsi, keterampilan pemecahan
masalah, dan pemahaman terhadap pokok permasalahan.
Unsur sampingan yang dapat dicapai melalui role playing adalah:
(1) analisis nilai dan perilaku pribadi,
(2) pemecahan masalah,
(3) empati terhadap orang lain,
(4) masalah social dan nilai; dan
(5) kemampuan mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat orang lain.
Selama pembelajaran berlangsung, setiap pemeranan dapat melatih sikap
empati,
simpati,
rasa
benci,
marah,
senang,
dan
peran
lainnya.
Pemeranan tenggelam dalam peran yang dimainkannya sedangkan pengamat
melibatkan dirinya secara emosional dan
perasaan dengan perasaan yang tengah
berusaha
mengidentifikasikan
bergejolak dan
menguasai
pemeranan. Pada pembelajaran bermain peran, pemeranan tidak dilakukan
secara tuntas sampai masalah dapat dipecahkan.
Hal ini dimaksudkan untuk mengundang rasa kepenasaran peserta didik yang
menjadi pengamat agar turut aktif mendiskusikan dan mencari jalan ke luar. Dengan
demikian, diskusi setelah bermain peran akan berlangsung hidup dan menggairahkan peserta
didik. Hakekat pembelajaran bermain peran terletak pada keterlibatan emosional pemeran dan
pengamat dalam situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Melalui bermain peran
dalam
pembelajaran,
diharapkan
para
peserta
didik
dapat
(1)
mengeksplorasi
perasaannya; (2) memperoleh wawasan tentang sikap, nilai, dan persepsinya; (3)
mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi;
dan (4) mengeksplorasi inti permasalahan yang
6
diperankan
melalui berbagai cara.
Pembelajaran partisipatif memiliki prinsip tersendiri dalam kegiatan belajar dan
kegiatan pembelajaran. Prinsip dalam kegiatan belajar adalah bahwa pesertadidik memiliki
kebutuhan belajar, memahami teknik belajar, dan berperilaku belajar. Prinsip dalam
kegiatan membelajarkan bahwa pendidik menguasai metode dan teknik pembelajaran,
memaham materi atau bahan belajar yang cocok dengan kebutuhan belajar, dan
berperilaku membelajarkan peserta didik. Prinsip-prinsip tersebut dijabarkan dalam
langkah operasional kegiatan pembelajaran, sebagai wujud interaksi dukasi antara
pendidik dengan peserta didik dan/atau antar peserta didik. Pendidik berperan untuk
memotivasi,
menunjukkan,
dan
membimbing
peserta
didik
supaya peserta
didik
melakukan kegiatan belajar. Seangkan peserta didik berperan untuk mempelajari,
mempelajari kembali, memecahkan masalah guna meningkatkan taraf hidup dengan
berpikir dan berbuat di dalam dan terhadap dunia kehidupannya. Penerapan metode role
palaying (bermain peran) adalah metode yang cocok untuk pembelajaran apresiasi
drama. Karena dengan metode role playing (bermain peran), pembelajaran apresiasi
drama akan dapat dilaksanakan dengan baik.
C. Pembelajaran Apresiasi Drama
Menurut Moody (dalam Suminto A. Sayuti, 1985: 197) pengajaran sastra
membekali para siswa dengan empat keterampilan, yakni mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis. Dalam pengajaran sastra khususnya drama merupakan perpaduan
antara keempat keterampilan tersebut. Pembelajaran apresiasi drama memang lebih
menekankan pada keterampilan berbicara, tetapi tidak tertutup kemungkinan, bahwa
mendengar (pada menyimak pementasan drama), membaca (berlatih dialog/ naskah
drama), dan menulis (menulis tekas drama/ scenario). Jadi, keempatempatnya saling
berkaitan.
Istilah
apresiasi
berasal
dari
bahasa
Latin
“apreciatio”
yang
berarti
“mengindahkan” atau “menghargai”.
Apresiasi
menurut Grove (dalam Aminudin, 1991: 34) memberikan pengertian
bahwa (1) pengenalan melalui perasaan tau kepekaan batin; dan (2) pemahaman dan
pengakuan
terhadap
nilai-nilai
keindahan
yang diungkapkan pengarang. Apresiasi
melibatkan tiga unsur inti yakni: (1) aspek kognitif, (2) aspek emotif, dan (3) aspek
7
evaluative, Squire dan Taba (dalam Aminudin, 1991: 34). Aspek kognitif berkaitan
dengan pengetahuan, keterlibatan intelegensi pembaca dalam memahami unsure-unsur
kesastraan yang bersifat objektif. Aspek emotif berkaitan dengan unsure psikis,
keterlibatan unsure emosi pembaca atau penikmat dalam upaya menghayati unsure-unsur
karya sastra yang ditonton/ dilihat. Aspek emotif
ini sangat berperanan sekali dalam
memhami unsure-unsur secara subjektif. Sedangkan aspek
evaluatif
berkaitan
dengan
sebuah penilaian terhadap suatu karya sastra yang dibaca dan dilihat. Penilaian sebuah
karya sastra itu bisa dilaksanakan apabila dia sudah membaca atau menonton dalam hal ini
sebuah pementasan drama. Baik buruknya sebuah pementasan drama bergantung pada
bagaimana unsure-unsur pendukung dalam drama dapat berperan secara pas sesuai dengan
karakter masing-masing tokoh.
Drama adalah salah satu genre sastra yang berada pada dua dunia seni, yaitu
seni sastra dan seni pertunjukan atau teater. Orang yang melihat drama sebagai seni
sastra menunjukkan perhatiannya pada seni tulis teks drama yang dinamakan juga dengan seni
lakon. Teknik penulisan teks drama berbeda dengan teknik penulisan puisi atau prosa. Orang
yang menganggap drama sebagai seni pertunjukan (teater) fokus perhatiannya ditujukan
pada pertunjukannya atau pementasannya, tidak semata pada teksnya saja.
Teks sastra menurut pandangan mereka hanyalah bagian dari seni pertunjukan
yang harus berpadu dengan unsur lainnya, yaitu: gerak, suara, bunyi, musik, dan rupa.
Bahkan sumber ekspresi seni pertunjukan tidak hanya teks drama melainkan juga teksteks
lainnya di luar unsur sastra, seperti: teks pidato, pledoi, dan penyidikan, berita di media
massa, esai, dan lain-lain. Baik drama sebagai karya sastra maupun sebagai bagian dari
kelengkapan teater, teks drama selalu mengarah pada pementasan. Hal inilah yang
membedakan genre sastra drama dengan genre sastra puisi maupun prosa fiksi. Arah
terhadap pementasan itu menyebabkan drama identik dengan pementasan. Berdasarkan
pembelajaran yang ditawarkan, guru dapat merancang pembelajaran drama yang mengajak
siswa
beraktivitas
dengan
kegiatan
drama.
Misalnya,
guru
akan melaksanakan
pembelajaran menulis pengalaman yang manarik dalam bentuk drama.
Untuk menulis naskah drama tentunya diperlukan pemahaman tentang unsur-unsur
yang terdapat di dalam teks drama. Sebagai sebuah teks sastra, drama merupakan suatu genre
8
sastra yang mempunyai konvensi (kaidah) yang dikelompokkan ke dalam dua kelompok
besar. Pertama, yang berhubungan dengan kaidah bentuk, yaitu adanya alur dan
pengaluran, tokoh dan penokohan, latar ruang dan waktu, dan perlengkapan (sarana).
Kedua, yang berhubungan dengan kaidah stilistika, yaitu bahasa serta dialog yang
digunakan sesuai dengan lingkungan sosial, watak yang diemban tokoh, serta amanat
yang disampaikan melalui dialogdialog yang dikemukakan. Fungsi pengajaran sastra
menurut Situmorang (1983: 25) adalah penciptaan watak/ karakter, yaitu untuk
menanamkan rasa cinta sastra, sehingga setelah dewasa anak didik akan dewasa pula
dalam kegemaran, kemampuan apresiasi, dan penilaian terhadap hasil -hasil sastra.
D. Langkah-langkah penerapan bermain peran (role playing) dalam pembelajaran
Apresiasi drama
1.
2.
3.
4.
5.
Guru menyusun/ menyiapkan skenario yang akan ditampilkan;
Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dua hari sebelum KBM;
Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang;
Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai;
Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah
dipersiapkan;
6. Masing-masing siswa duduk di kelompoknya, masing-masing sambil memperhatikan
mengamati skenario yang sedang diperagakan;
7. Setelah selesai dipentaskan, masing-masing siswa diberikan kertas sebagai lembar
kerja untuk membahas;
8. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya;
9. Guru memberikan kesimpulan secara umum;
10. Evaluasi;
11. Penutup;
9
E. Kendala-kendala dalam pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama dengan strategi
bermain peran (role playing) dan cara mengatasinya
1. Segi waktu
Waktu yang dibutuhkan dalam pembelajarn apresiasi drama dengan strategi ini
lebih lama dibandingkan dengan pembelajaran lainnya. Apalagi bagi siswa yang masih
awam tentang
bermain
peran/
drama.
Mereka
membutuhkan
waktu
untuk
menghafalkan dialog-dialog teks drama yang akan diperankan;
2. Materi/ bahan
Materi yang dibutuhkan dalam pembelajaran ini masih sangat terbatas. Di perpustakaan
sekolah buku-buku, majalah, yang ada hubungannya dengan pembelajaran apresiasi
drama masih sedikit. Hal ini sangat menghambat kelancaran proses pembelajaran
apresiasi drama;
3. Guru
Kurangnya pengetahuan guru tentang drama, sehingga pembelajaran drama menjadi
tidak
menarik.
Bahkan
cenderung
terkesan
diabaikan,
hanya sekedar
Sedangkan pelaksanaan/ praktek bermain drama masih sangat kurang;
4. Siswa,
10
teori.
Siswa kurang memahami tentang bermain drama. Kurangnya keberanian dalam
memerankan seorang tokoh. Mereka masih cenderung menghafalkan saja, sehingga
penjiwaannya kurang.
Kendala-kendala tersebut bisa diatasi dengan cara:
1) dengan menambah alokasi waktu di luar jam pelajaran, sehingga menjadi kegiatan
ekstrakurikuler;
2) dengan melengkapi koleksi buku-buku, majalah, teks drama, di perpustakaan;
3) dengan mengadakan pelatihan-pelatihan bagi guru tentang pembelajaran apresiasi
drama yang kreatif dan menyenangkan;
4) dengan melatih keberanian siswa dengan cara sering mengadakan pentas drama
meskipun paling sederhana, misalnya tiap akhir semester atau tiap akhir tahun
pelajaran.
11
BAB III
PENUTUP
1. Simpulan
Simpulan yang dapat diambil berdasarkan pembahasan makalh adalah:
1. Penggunaan strategi bermain peran (role playing) dalam pembelajaran apresiasi drama
sangat cocok digunakan. Karena dengan strategi ini siswa diharapkan dapat
memerankan masing-masing tokoh dalam drama dengan sebaik-baiknya.
2. Langkah-langkah strategi bermain peran (role playing), antara lain: (1) Guru
menyusun/ menyiapkan skenario yang akan ditampilkan; (2) Menunjuk beberapa
siswa untuk mempelajari skenario dua hari sebelum KBM; (3) Guru membentuk
kelompok siswa yang anggotanya 5 orang; (4)Memberikan penjelasan tentang
kompetensi yang ingin dicapai;(5) Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk
untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan; (6) Masing-masing siswa
duduk di kelompoknya, masing-masing sambil memperhatikan mengamati skenario
yang sedang diperagakan; (7) Setelah selesai dipentaskan, masing-masing siswa
diberikan kertas sebagai lembar kerja untuk
membahas;
(8)
Masing-masing
kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya; (9) Guru memberikan kesimpulan
secara umum; (10) Evaluasi;
3. Kendala-kendal yang dihadapi dalam penerapan strategi pembelajaran bermain
peran (role playing), antara lain: waktu, materi/ bahan, kemampuan guru, dan
12
kesiapan siswa. Keempat kendala tersebut bias diatasi dengan menambah alokasi
waktu di luar jam pelajaran, melengkapi materi (buku-buku, majala-majalah, teks-teks
drama, dll di perpustakaan), mempersiapkan guru dengan baik, misalnya dengan
pelatihan-pelatihan tentang apresiasi drama), melatih siswa dengan baik dan sering
mengadakan pentas.
2. Saran
Saran bagi guru bahasa khususnya dan guru lain pada umumnya, agar terus belajar
mengembangkan
strategi
dan
metode
pembelajaran
yang
sesuai.
Agar
dalam
pembelajaran (khususnya drama) menjadi lebih menarik dan menyenangkan. Sehngga
tercipta suasana pembelajaran yang tidak membosankan.masih banyak strategi dan cara untuk
mengajarkan
materi pelajaran
yang sesuai. Semua tergantung kita sebagai guru, agar
pandaipandai memilih strategi yang cocok.
13
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Sudrajat. 2008. “Model Pembelajaran Inovatif”
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/19/model-pembelajaran-inovatif-2/
(Diunduh minngu, 20 Oktober 2013 pukul 19.00 wib)
Herman J. Waluyo. 2008. Drama Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: PT. Hanindita
Graha Widya. John Herf. 2007. “Peran Guru SD dalam menyikapi KTSP” http:
//johnherf.wordpress.com/2007/03/13/peran -guru-sd-menyikapi-ktsp/.). (Diunduh minngu,
20 Oktober 2013 pukul 19.00 wib)
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/19/model-pembelajaran-inovatif-2/ (Diunduh
minngu, 20 Oktober 2013 pukul 19.00 wib)
Masnur Muslich. 2007. KTSP: Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual.
Jakarta: PN. Bumi Aksara. Situmorang. B.P. 1983. Puisi dan Metodologi
14
Pengajarannya. Ende Flores NTT: Nusa Indah.
Suminto A. Sayuti. 2008. “Pengajran Sastra yang Menyebalkan dan KTSP “ (Makalah)
disajikan dalam lokakarya Apresiasi Sastra daerah di Bogor. Tanggal 12-16 Agustus.
15