Tafsir hadist dan ayat tentang harta dan

BAB I
PENDAHULUAN
Harta dalam bahasa arab disebut “al-mal” menurut imam Hanafi harta adalah sesuatu
yang di gandrungi tabiat manusia dan memungkinkan untuk disimpan hingga dibutuhkan. harta
merupakan kebutuhan inti dalam kehidupan manusia. Secara umum harta merupakan sesuatu
yang disukai oleh manusia, banyak orang yang melakukan segala cara untuk mendapatkan harta
yang tanpa disadari bahwa sebenarnya harta itu mutlak milik Allah SWT.
Manusia termotivasi untuk mencari harta demi menjaga eksistensinya dan demi
menambah kenikmatan materi dan religi. Namun motivasi ini dibatasi tiga syarat yaitu harta ini
dikumpulkan dengan cara yang halal, dipergunakan untuk hal-hal yang halal, dan dari harta ini
harus dikeluarkan haknya Allah SWT. dalam hal ibadah pun kita memerlukan yang namanya
harta seperti ibadah naik haji kita memerlukan harta atau biaya yang banyak oleh karena itu
sebaiknya kita mengetahui bagaimana cara mencari harta yang baik dan halal.
Imam Hanafi membedakan harta dengan kepemilikan, menurutnya kepemilikan adalah
sesuatu yang dapat digunakan secara khusus dan tidak dicampuri penggunaannya oleh orang
lain, sedang harta adalah sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan. harta
yang dimiliki setiap individu selain didapatkan dan digunakan juga harus dijaga.
Harta dalam pandangan islam pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. Kemudian Allah
menyerahkannya kepada manusia untuk menguasai harta tersebut melalui izinnya sehingga orang
tersebut sah memiliki harta tersebut. Seorang muslim yang sudah sah memiliki harta tertentu
maka ia berhak memanfaatkan dan mengembangkan hartanya hanya saja ia harus tetap wajib

terkait tentang ketentuan-ketentuan hokum islam yang berkaitan dengan pemanfaatan dan
pengembangan harta.

1

BAB II
ISI
I.

TAFSIR HADIST DAN AYAT TENTANG HARTA
Harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani kehidupan di dunia ini,

sehingga oleh ulama ushul fiqh persoalan harta dimasukkan ke dalam salah satu al-dharuriyyat
al-khamsah (lima keperluan pokok), yang terdiri atas: agama, jiwa, akal keturunan dan harta.
Selain merupakan salah satu keperluan hidup yang pokok bagi manusia, harta juga
merupakan perhiasan kehidupan dunia, sebagai cobaan (fitnah), sarana untuk memenuhi
kesenangan dan sarana untuk menghimpun bekal bagi kehidupan akhirat.
Allah berfirman: Surat At-Taghaabun: 15
‫ظإن ل ععما أ عجمعوال هك هجم عوأ عجوعلاهدك هجم ظفتجن عمة عوال ل عهه ظعن جعدهه أ عججمر ع‬
‫عظظيمم‬

Artinya : Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu): di sisi Allah-lah
pahala yang besar.
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu)” arti dari kata ini
adalah yang melalaikan kamu dari akhirat sedangkan “di sisi Allah-lah pahala yang besar.” oleh
karena itu, janganlah kamu luputkan pahalamu karena disibukkan oleh harta dan anak.
Harta sebagai sarana untuk memenuhi kesenangan, Allah berfirman: Surat Ali-Imran: 14

Artinya : Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini,
yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,

2

binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik.
Allah Ta’alah memberitahukan berbagai jenis kelezatan yang di jadikan indah bagi
manusia dalam kehidupan dunia, yaitu wanita dan anak-anak. Allah memulai dengan wanita
karena ia merupakan fitnah paling berat. Dalam kitab sahih ditegaskan bawah Rasullah saw.
bersabda,
“Tiada aku tinggalkan fitnah yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki daripada (fitnah)
wanita”
Jika keinginan terhadap wanita itu ditujukan untuk menjaga kesucian dan memperoleh

anak yang banyak, maka hal demikian bahkan diharapkan, disukai, dan disunnahkan. Rasullah
saw. bersabda,
“Dunia merupakan harta benda yang paling baik ialah wanita yang salehah. Jika dipandang,
ia menyenangkannya, jika disuruh ia taat, jika ditinggal pergi ia menjaga kehormatan dirinya
dan harta suaminya”.
Nabi saw. bersabda,
“Kawinilah wanita yang mencintai kamu dan mampu beranak (subur), Karena aku akan
membanggakan kamu sebagai umat terbanyak pada hari kiamat”.
Demikian pula dengan harta kekayaan, kadang ia ditujukan untuk kemegahan dan
kesombongan. Hal demikian dicela dan kadang-kadang harta pun ditujukan untuk diinfakkan
kepada karib kerabat, sarana silaturahmi, dan untuk berbagai tujuan baik lainnya.
Cinta kepada kuda dapat dibagi menjadi tiga antara lain,
1. Cinta kepada kuda untuk digunakan didalam berperang di jalan Allah, barangsiapa yang
berniat demikian maka ia diberi pahala.
2. Kuda untuk tujuan kebanggaan dan kemegahan bagi umat islam, orang yang memilikinya
berdosa namun muslin lainnya tidak.

3

3. Memelihara kuda untuk tujuan pemeliharaan dan pemilikan keturunannya, dan dalam

melakukannya ia tidak melupakan hak Allah yang ada pada kuda. kecintaan demikian
dapat menutupi aib pemiliknya.
Imam Ahmad meriwayatkan dari suwaid bin hubairah, dari Nabi saw., “Sebaik-baiknya
harta seseorang ialah kuda (keledai) yang banyak beranak dan pohon kurma unggul yang
berbuah lebat.” (HR Ahmad). Firman Allah “binatang ternak” seperti unta, sapi, dan
kambing. “dan sawah ladang” yakni sawah yang digunakan untuk bercocok tanam. Kemudian
Allah Ta’alah berfirman, “itulah kesenangan kehidupan dunia” yakni sesungguhnya ini
merupakan kembang kehidupan dunia dan keindahannya yang fana dan cepat sirna. “dan pada
sisi Allah-lah tempat kembali yang baik,” yakni tempat kembali dan pahala yang baik.
Harta sebagai sarana untuk menghimpun bekal menuju kehidupan akhirat, Allah
berfirman: Surat Al-Baqarah: 262.

Artinya : “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak
mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan
tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak
ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Allah yang mahasuci lagi mahatinggi memuji orang-orang yang menginfakkan hartanya
pada jalan Allah, lalu mereka tidak mengiringi kebaikan dan sedekah yang telah mereka infakkan
itu dengan menyebut-nyebut pemberian mereka, tidak mengatakannya kepada siapa pun, dan
tidak mengungkit-ungkit baik dengan perkataan maupun perbuatan. Firman Allah “tidak

menyakiti,” yakni mereka tidak melakukan hal-hal yang tidak disukai terhadap orang yang
menerima kebaikan mereka, hal yang dapat menghapus kebaikan yang telah lalu. Kemudian
Allah menjanjikan kepada mereka balasan yang banyak atas perbuatan mereka itu Allah
4

berfirman “Bagi mereka pahala pada sisi Tuhan mereka.” yakni pahala mereka itu dijamin oleh
Allah bukan oleh selain dia. “tiada kekhawatiran atas mereka” dalam menghadapi berbagai
bencana yang akan mereka hadapi pada hari kiamat. “Dan tidak pula mereka bersedih hati” atas
kehidupan dunia dan kemilaunnya yang mereka tinggalkan dibelakang.
Untuk menumbuhkan silaturahmi, karena adanya perbedaan dan keperluan antara satu sama lain.
Firman Allah: Surat Al-Hasyr: 7.

Artinya : Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta
benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya
harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan
Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
Dari firman Allah di atas yakni, semua kota yang telah ditaklukkan secara demikian,
maka hukumnya disamakan dengan hokum-hukum harta rampasan perang Bani an-Nadhir. Oleh

karena itu Allah Ta-ala berfirman, “Adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang (sedang) dalam perjalanan,” dan seterusnya
dan ayat setelahnya. Demikianlah pihak-pihak yang berhak menerima harta fai’.
ImamAhmad meriwayatkan, sufyan bin ‘Amr dan Ma’mar memberitahu kami dari azZuhri, dari Malik bin Aus bin al-Hadatsan, dari ‘Umar ia berkata, “Harta Bani an-Nadhir
termasuk harta yang telah Allah berikan kepada Rasul-Nya, dengan tidak ada usaha terlebih
dahulu dari kaum muslimin untuk mengerahkan kuda dan untanya. Oleh karena itu harta
rampasan itu hanya khusus untuk Rasullah, beliau menafkahkan untuk keluarganya sebagai
nafkah untuk satu tahun. dan sisanya beliau manfaatkan untuk kuda-kuda perang dan
5

persenjataan di jalan-Nya.” Demikianlah hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad disini secara
ringkas. Diriwayatkan juga oleh sekelompok ahli hadist dalam kitab-kitab mereka kecuali Ibnu
majah dari hadist sufyan, dari ‘Amr bin Dinar, dari az-Zuhri.
Firman Allah “Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di
antara kamu.” Yakni kami jadikan pihak-pihak yang memperoleh bagian harta fai’ ini agar tidak
hanya dimonopoli oleh orang-orang kaya saja, lalu mereka pergunakan sesuai kehendak dan
hawa nafsu mereka, serta tidak mendermakan harta tersebut kepada fakir miskin sedikitpun. dan
firman Allah “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” Yakni apa pun yang beliau perintahkan kepada
kalian maka kerjakanlah, dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah. Karena beliau hanyalah

memerintahkan kepada kebaikan dan melarang keburukan.
II.

TAFSIR HADIST DAN AYAT TENTANG KEPEMILIKAN

1 Prinsip-Prinsip Dasar Kepemilikan (Tamlîk) Dalam Al-Qur’an
2 Ada dua prinsip dasar kepemilikan yang diungkap A lQur‟an.kepemilikan mutlak hanya
dimiliki oleh Allah SWT , dijelaskan dalam (Q.S.Ali Imrân [3]: 189.

Artinya : Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala
sesuatu.
Sedangkan kepemilikan manusia bersifat relatif , dijelaskan dalam (Q.S. al-Nisâ‟ [4]: 7).

Artinya : Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan
bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik
sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.

6

Berkaitan dengan kepemilikan manusia yang relatif tersebut, AM. Saefuddin5 menjelaskan cara

manusia mendapatkan hak kepemilikan:
a) Kepemilikan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya ekonomi,bukan menguasai
sumber daya tersebut. Seorang muslim yang tidak memanfaatkan atau memproduksi
manfaat dari sumber-sumber yang diamanatkan Allah tersebut akan kehilangan hak atas
sumber-sumber daya itu. Kepemilikan dalam konteks ini, berlaku terhadap pemilikan lahan
atas tanah.
b) Kepemilikan hanya terbatas sepanjang orang itu masih hidup, dan bila orang itu
meninggal, maka hak kepemilikannya harus didistribusikan kepada ahli warisnya. Hal ini
didasarkan pada Q.S. al-Baqarah [2]: 180.

Artinya : Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut,
jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara
ma'ruf [112], (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.
c) Kepemilikan perorangan tidak dibolehkan terhadap sumber-sumber yang menyangkut
kepentingan umum atau menjadi hajat hidup orang banyak. Sumber-sumber ini menjadi
milik umum atau milik negara, tidak dapat dimiliki secara perorangan atau kelompok
tertentu.
Prinsip dasar kedua yang dikemukakan Al-Qur‟an adalah kebolehan mencari,
mengumpulkan dan memiliki harta kekayaan selama ia diakui sebagai karunia dan amanah Allah
SWT. Al-Qur‟an tidak menentang kepemilikan harta sebanyak mungkin, bahkan Al-Qur‟an

secara tegas dan berulang-ulang memerintahkan agar berupaya sungguh-sungguh dalam mencari
rezki yang diistilahkan Al-Qur‟an dengan “fadhl Allâh”.
Pencapaian usaha manusia memenuhi kebutuhan hidupnya menyebabkan manusia perlu
memiliki alat pemenuhan untuk maksud tersebut.Hak milik pribadi bagi manusia merupakan hak
7

yang harus dihormati oleh siapa pun. Sebab, hak ini telah ditetapkan pula sebagai hak dasar yang
dimiliki setiap manusia. Hal ini dapat dilihat dalam berbagai pernyataan deklarasi yang
mencantumkan hak milik sebagai hak dasar manusia.
3

Konsep Kepemilikan(Tamlîk) Dalam Al-Qur’an
Salah satu titik terpenting sistem kepemilikan dalam Al-Qur‟an adalah pengakuan bahwa

alam semesta beserta isinya adalah milik Allah (Q.S. al-Hadîd [57]: 5)

Artinya : Kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan
segala urusan.
Allah pemilik harta secara mutlak, pemilik (penguasa) langit dan bumi. Dia Maha
Pencipta dan Pemilik yang hakiki segala sesuatu yang ada di bumi dan seluruh alam semesta. Dia

telah menciptakan segala sesuatu untuk kepentingan hidup manusia. pernyataan ini sebanyak 29
kali dengan redaksi yang bervariasi,8 di antaranya: Q.S. „Ali „Imrân [3]: 189.
Ayat ini secara eksplisit menjelaskan bahwa Allah sebagai penguasa mutlak dan hakiki
atas segala sesuatu. Kekuasaan-Nya sangat luas dan tidak terbatas, mencakup segala sesuatu
yang ada di alam semesta ini.
Para mufasir sepakat bahwa Allah pencipta langit dan bumi beserta isinya sekaligus
sebagai pemilik mutlak dan pengaturnya, serta mengetahui seluruh rincian sekecil apapun yang
terjadi pada keduanya.11 Sedangkan manusia adalah wakil yang mempunyai hak khilafah yang
bersifat nisbi atas harta benda sebagai pemilik sesungguhnya, sepanjang tidak melanggar aturanaturan Allah sebagai pemilik mutlak.
Dalam kaitan ini, Al-Qur‟an megungkapkan pula, bahwa Allah bukan hanya pemilik
mutlak segala sesuatu, tetapi juga Allah menciptakan bumi dan langit dengan sebenarnya. Hal ini
diungkapkan antara lain dalam Q.S. al-An„âm [6]: 73 sebagai berikut:

8

Artinya : Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dan benarlah perkataanNya di waktu Dia mengatakan: "Jadilah, lalu terjadilah", dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan
di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Dan Dialah Yang
Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.
Ayat di atas dengan jelas menyatakan bahwa Allah sebagai pencipta alam raya ini. Ayat
ini memiliki korelasi (munâsabat ayat) yang kuat dengan dua ayat sebelumnya yang menyatakan

bahwa, petunjuk-Nya adalah petunjuk yang sempurna, yaitu Islam, yakni penyerahan diri
kepada-Nya, yang tercermin antara lain dalam shalat serta amalan-amalan takwa lainnya.
Dapat dipahami bahwa penciptaan bumi ini untuk dikelola dan dimanfaatkan manusia
guna memenuhi kelangsungan dan perkembangan hidupnya. Dengan demikian bumi dan seluruh
isinya tidak dimaksudkan untuk dimiliki suatu kaum atau bangsa tertentu, melainkan untuk
semua jenis manusia. Oleh karena itu adalah hak setiap individu untuk berusaha mendapatkan
rezkinya di muka bumi ini dengan cara yang baik,tidak memonopoli kegiatan produksi,
konsumsi dan distribusi setiap barang ekonomi. Dengan demikian, setiap orang menikmati hak
yang sama dalam usaha masing-masing untuk mendapatkan rezki dan bebas bekerja selama
kegiatan-kegiatan itu tidak melawan hukum.

BAB III
9

KESIMPULAN
Harta dalam bahasa Arab disebut al-mal, berasal dari kata yang menurut bahasa
berarti condong, cenderung, atau miring. Al-mal juga diartikan sebagai segala sesuatu yang
menyenangkan manusia dan mereka pelihara, baik dalam bentuk materi, maupun manfaat.
Menurut bahasa umum, arti mal ialah uang atau harta. Adapun menurut istilah, ialah “segala
benda yang berharga dan bersifat materi serta beredar di antara manusia”
Harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani kehidupan di dunia
ini, sehingga oleh ulama ushul fiqh persoalan harta dimasukkan ke dalam salah satu aldharuriyyat al-khamsah (lima keperluan pokok), yang terdiri atas: agama, jiwa, akal keturunan
dan harta. Selain merupakan salah satu keperluan hidup yang pokok bagi manusia, harta juga
merupakan perhiasan kehidupan dunia, sebagai cobaan (fitnah), sarana untuk memenuhi
kesenangan dan sarana untuk menghimpun bekal bagi kehidupan akhirat.
Kata hak berasal dari bahasa Arab al-haqq, yang secara etimologi mempunyai beberapa
pengertian yang berbeda, di antaranya berarti: milik, ketetapan dan kepastian, menetapkan dan
mejelaskan, bagian (kewajiban), dan kebenaran. Kata milik berasal dari bahasa Arab al-milk,
yang secara etimologi berarti penguasaan terhadap sesuatu. Al Milk juga berarti sesuatu yang
dimilki (harta). Milk juga merupakan hubungan seseorang dengan suatu harta yang diakui oleh
syara’, yang menjadikannya mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta itu, sehingga ia dapat
melakukan tindakan hukum terhadap harta tersebut, kecuali adanya kalangan syara’. Kata milik
dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari kata al-milk dalam bahasa Arab.

10