Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pencapaian Nihil Kecelakaan Kerja Pada PT. Expro Indonesia di Kota Batam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nihil Kecelakaan Kerja
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia PER-01/MEN/I/2007 tentang Pedoman Pemberian Penghargaan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), kecelakaan nihil adalah kondisi tidak
terjadi kecelakaan di tempat kerja yang mengakibatkan pekerja sementara tidak
mampu bekerja (STMB) selama 2 x 24 jam dan atau menyebabkan terhentinya
proses dan atau rusaknya peralatan tanpa korban jiwa dimana kehilangan waktu
kerja tidak melebihi shift berikutnya pada kurun tertentu dan jumlah jam kerja
orang tertentu. Nihil kecelakaan kerja yaitu tidak terjadinya kecelakaan yang
mengakibatkan kehilangan hari kerja kurang dari 48 jam (Hadipoetro, 2014).
2.2 Penghargaan Nihil Kecelakaan Kerja
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia PER-01/MEN/I/2007 tentang Pedoman Pemberian Penghargaan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), penghargaan kecelakaan nihil adalah
tanda penghargaan keselamatan dan kesehatan kerja yang diberikan pemerintah
kepada manajemen perusahaan yang telah berhasil melaksanakan program
keselamatan dan kesehatan kerja sehingga mencapai nihil kecelakaan kerja pada
jangka waktu tertentu. Penghargaan nihil kecelakaan kerja diberikan dalam

bentuk piagam dan plakat yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri
Tenaga Kerja Republik Indonesia kepada perusahaan yang telah berhasil

11
Universitas Sumatera Utara

12

mencegah terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja tanpa menghilangkan waktu
kerja.
Kriteria kecelakaan kerja yang menghilangkan waktu kerja menurut
program nihil kecelakaan kerja antara lain:
a. Kecelakaan kerja yang menyebabkan tenaga kerja tidak dapat kembali
bekerja dalam waktu 2 x 24 jam.
b. Kecelakaan kerja ataupun insiden tanpa korban jiwa (manusia/tenaga
kerja) yang menyebabkan terhentinya proses/aktivitas kerja maupun
kerusakan peralatan/mesin/bahan melebihi shift kerja normal berikutnya.
Kecelakaan nihil diberikan kepada perusahaan berdasarkan pengelompokan:
1. Jumlah tenaga kerja
a. Perusahaan besar: jumlah tenaga kerja keseluruhan lebih dari 100 orang

b. Perusahaan menengah: jumlah tenaga kerja keseluruhan antara 50-100
orang
c. Perusahaan kecil: jumlah tenaga kerja keseluruhan sampai dengan 49
orang
2. Sektor usaha berdasarkan klasifikasi lapangan usaha Indonesia (KLUI) dan
bobot resiko bahaya sesuai dengan penjelasan Undang-undang Nomor 1
tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 2 ayat (1) yaitu lima variabel
potensi bahaya yang terdiri dari: mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat-alat
kerja, peralatan lainnya, bahan-bahan dan sebagainya; lingkungan; sifat
pekerjaan; cara kerja; dan proses produksi.

Universitas Sumatera Utara

13

2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pencapaian Nihil Kecelakaan Kerja
2.3.1 Komitmen Perusahaan
Komitmen merupakan jiwa dari keberhasilan penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja dalam perusahaan. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja mensyaratkan adanya komitmen semua elemen dalam perusahaan. Dengan

demikian, aspek keselamatan dan kesehatan kerja dapat dijalankan dan
dilaksanakan di seluruh fungsi dalam perusahaan yang mencakup semua aktivitas,
fungsi dan departemen atau bagian. Komitmen manajemen mengenai keselamatan
dan kesehatan kerja harus ditunjukkan dengan nyata dalam kegiatan dan sikap
sehari-hari yang selanjutnya tertuang dalam setiap kebijakan perusahaan. Untuk
mendukung keberhasilan keselamatan dan kesehatan kerja, manajemen harus
menunjukkan komitmen yang dapat dilihat dan dirasakan oleh semua elemen
dalam organisasi. Komitmen yang terlihat ini sangat menentukan karena akan
menjadi acuan dan pedoman bagi semua pihak dalam menjalankan keselamatan
dan kesehatan kerja (Ramli, 2013).
2.3.2 Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Kebijakan dan disiplin keselamatan dan kesehatan kerja merupakan
persyaratan penting dalam penerapan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja dalam perusahaan. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
adalah suatu pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh pengusaha dan/ atau
pengurus yang memuat seluruh visi dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad
melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja, serta kerangka dan program kerja

Universitas Sumatera Utara


14

yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan
operasional (Ramli, 2013).
Kebijakan ini dimaksudkan untuk menjelaskan kepada karyawan, pemasok
dan pelanggan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja adalah bagian yang
terpisahkan dari seluruh operasi (Hadipoetra, 2014).
Setiap pengusaha tidak hanya harus memiliki peraturan tertulis, tetapi juga
detail organisasi untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut beserta
informasi tentang aturan-aturan dan prosedur-prosedur yang digunakan untuk
mencapai tujuan organisasi (Ridley, 2008).
Penyusunan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dilakukan melalui
suatu proses meliputi langkah-langkah berikut: (Ramli, 2013)
1. Tinjauan awal kondisi keselamatan dan kesehatan kerja
Penyusunan kebijakan dilakukan dengan mempertimbangkan hasil
tinjauan awal yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil tinjauan awal ini
diharapkan dapat memberikan warna dan arah yang jelas tentang kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan sehingga akan lebih realitas
dan tidak sekedar slogan belaka.
2. Proses konsultasi antara pengurus dan wakil pekerja/ buruh

Pengembangan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus
dilakukan melalui konsultasi dengan pengurus dan wakil pekerja.
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja hendaknya menjadi pedoman
bersama bagi semua unsur dalam perusahaan mulai dari level tertinggi
sampai pekerja terbawah. Untuk itu, pengembangan dan penyusunan

Universitas Sumatera Utara

15

kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus melibatkan semua pihak
termasuk pekerja. Hal ini dimaksudkan agar kebijakan ini mendapat
dukungan dari semua pihak karena mereka terlibat dalam proses
pengembangannya.
Suatu kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja yang baik diisyaratkan
memenuhi kriteria sebagai berikut: (Ramli, 2010)
1. Sesuai dengan sifat dan skala risiko keselamatan dan kesehatan kerja
organisasi
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja adalah perwujudan dari visi
dan misi suatu organisasi, sehingga harus disesuaikan dengan sifat dan

skala risiko organisasi. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja tentu
berbeda antara suatu organisasi dengan organisasi lainnya, tergantung sifat
dan skala risiko yang dihadapi, serta strategi bisnis organisasi.
2. Mencakup komitmen untuk peningkatan berkelanjutan
Dalam kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus tersirat adanya
komitmen untuk peningkatan berkelanjutan. Aspek keselamatan dan
kesehatan kerja tidak statis karena berkembang sejalan dengan tekonologi,
operasi dan proses produksi. Karena itu, kinerja keselamatan dan
kesehatan kerja harus terus menerus ditingkatkan selama organisasi
beroperasi. Komitmen utuk peningkatan berkelanjutan akan memberikan
dorongan bagi semua unsur dalam organisasi untuk terus menerus
meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja dalam organisasi.

Universitas Sumatera Utara

16

3. Termasuk adanya komitmen untuk sekurangnya memenuhi perundangan
keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku dan persyaratan lainnya
yang diacu organisasi

Hal ini berarti bahwa manajemen akan mendukung pemenuhan semua
persyaratan dan norma keselamatan dan kesehatan kerja, baik yang
disyaratkan dalam perundangan maupun petunjuk praktis atau standar
yang berlaku bagi aktivitasnya.
4. Didokumentasikan, diimplementasikan dan dipelihara
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus didokumentasikan
artinya bukan hanya dalam bentuk ungkapan lisan atau pernyataan
manajemen, tetapi dibuat tertulis sehingga dapat diketahui dan dibaca oleh
semua pihak berkepentingan. Di samping itu kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja tersebut harus diimplementasikan, bukan sekedar bagian
dari dari manual keselamatan dan kesehatan kerja. Salah satu bentuk
implementasinya adalah dengan menggunakan kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja sebagai acuan dalam setiap kebijakan organisasi,
pengembangan strategi bisnis dan rencana kerja organisasi. Kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja juga harus dipelihara, artinya selalu
disempurnakan sesuai dengan perkembangan, tuntutan dan kemajuan
organisasi.
5. Dikomunikasikan kepada seluruh pekerja
Hal ini berarti agar pekerja memahami maksud dan tujuan kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja, kewajiban serta peran semau pihak


Universitas Sumatera Utara

17

dalam

keselamatan

dan

kesehatan

kerja.

Komunikasi

kebijakan

keselamatan dan kesehatan kerja dapat dilakukan melalui berbagai cara

atau media, misalnya ditempatkan di lokasi-lokasi kerja, dimasukkan
dalam buku saku keselamatan dan kesehatan kerja, website organisasi atau
bahan pembinaan dan pelatihan.
6. Tersedia bagi pihak lain yang terkait
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja juga harus diketahui oleh
pihak lain yang terkait dengan bisnis atau aktivitas organisasi seperti
konsumen, pemasok, instansi pemerintah, mitra bisnis, pemodal, atau
masyarakat sekitar. Dengan mengetahui kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja tersebut, mereka dapat mengantisipasi, mendukung atau
mengapresiasi keselamatan dan kesehatan kerja organisasi. Kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja harus dapat diakses misalnya melalui
situs organisasi.
7. Ditinjau ulang secara berkala
Hal ini untuk memastikan bahwa kebijakan keselamatan dan kesehatan
kerja masih relevan dan sesuai bagi organsisasi. Kebijakan keselamatan
dan kesehatan kerja bersifat dinamis dan harus selalu disesuaikan dengan
kondisi baik internal maupun eksternal organisasi sehingga harus ditinjau.
Pengembangan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus
mempertimbangkan faktor berikut: (Ramli, 2010)


Universitas Sumatera Utara

18

1. Kebijakan dan objektif organisasi secara korporat
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus sejalan atau mendukung
kebijakan umum atau strategi bisnis yang ditetapkan.
2. Risiko dan potensi bahaya yang ada dalam organisasi
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya adalah untuk
merespon risiko keselamatan dan kesehatan kerja yang ada dalam
organisasi. Karena itu dalam mengembangkan kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja harus mempertimbangkan faktor risiko.
3. Peraturan dan standar keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja didasarkan pada berbagai
standar dan ketentuan perundangan dan standar lain yang terkait dengan
kegiatan bisnis organisasi. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
harus

dapat


menjawab

kebutuhan

untuk

memenuhi

persyaratan

perundangan yang berlaku.
4. Kinerja keselamatan dan kesehatan kerja
Kebijakan

keselamatan

dan

kesehatan

kerja

disusun

dengan

mempertimbangkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja sebelumnya,
sehingga kebijakan tersebut dapat menjadi pedoman untuk peningkatan
berkelanjutan. Kinerja keselamatan dan kesehatan kerja secara berkala
harus dievaluasi melalui kajian manajemen. Dengan demikian, kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja harus bersifat dinamis dan harus
disempurnakan secara berkala.

Universitas Sumatera Utara

19

5. Persyaratan pihak luar
Persyaratan yang diminta oleh pihak lain yang terkait dengan organisasi,
misalnya mitra usaha, konsumen, pemerintah atau pihak lainnya.
6. Peningkatan berkelanjutan
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja juga harus dapat memberikan
ruang untuk peningkatan berkelanjutan. Masalah keselamatan dan
kesehatan kerja akan selalu timbul selama organisasi masih hidup atau
beroperasi. Karena itu, upaya keselamatan dan kesehatan kerja harus terus
menerus ditingkatkan.
7. Ketersediaan sumberdaya
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja tidak dapat direalisir karena
sumberdaya

organisasi

tidak

mendukung.

Sebaliknya

kebijakan

keselamatan dan kesehatan kerja sering dibuat tanpa mempertimbangkan
kemampuan organisasi sumberdaya yang tersedia, sehingga tidak mampu
direalisir. OHSAS 18001 menekankan peningkatan berkelanjutan. Dengan
demikian, target pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak harus
dicapai secara instan atau melampaui kemampuan organisasi untuk
mencapainya.
8. Peran pekerja
OHSAS 18001 mensyaratkan adanya peran pekerja dalam pengembangan
dan penyusunan kebijakan, sehingga akan memperoleh dukungan dan
partisipasi aktif dari semua pihak. Pengembangan keselamatan dan
kesehatan kerja dapat dilakukan misalnya melalui komite keselamatan dan

Universitas Sumatera Utara

20

kesehatan kerja, Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(P2K3), atau perwakilan pekerja lainnya sehingga mereka merasa
memiliki dan turut bertanggung jawab untuk merealisirnya.
9. Partisipasi semua pihak
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja tidak akan berhasil jika tidak
didukung oleh semua pihak dalam organisasi. Diperlukan peran semua
pihak termasuk pihak terkait dengan bisnis organisasi seperti kontraktor,
atau pihak eksternal lainnya.
Berdasarkan masukan yang diterima dan dihimpun dari semua pihak,
disusun kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja. Kebijakan ini harus
ditandatangani oleh pimpinan tertinggi dalam organisasi atau unit kegiatan.
Selanjutnya kebijakan tersebut dikomunikasikan kepada semua pihak. Kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja juga harus mudah dimengerti, dipahami dan
didokumentasikan serta didistribusikan kepada semua pihak terkait dalam
organisasi (Ramli, 2010).
2.3.3 Komunikasi dan Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2.3.3.1 Komunikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja mensyaratkan adanya
prosedur mengenai komunikasi untuk menjamin bahwa semua informasi
mengenai keselamatan dan kesehatan kerja telah disampaikan kepada semua pihak
terkait. Terdapat berbagai jenis komunikasi keselamatan dan kesehatan kerja yang
dilakukan untuk menyampaikan informasi-informasi keselamatan dan kesehatan

Universitas Sumatera Utara

21

kerja kepada semua unsur dalam organisasi, baik internal maupun eksternal. Jenisjenis komunikasi keselamatan dan kesehatan kerja antara lain: (Ramli, 2013)
1. Komunikasi Personal
Komunikasi personal adalah komunikasi keselamatan dan kesehatan kerja
yang diberikan secara langsung kepada pekerja. Informasi-infornasi
keselamatan dan kesehatan kerja tersebut dapat diberikan secara langsung
melalui tatap muka.
2. Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok adalah komunikasi keselamatan dan kesehatan
kerja yang diberikan kepada kelompok tertentu, misalnya dalam bentuk
Safety Talk, Tools Box Safety Meeting, pertemuan kelompok dan
sosialisasi.
2.3.3.2 Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan Knowledge, Skill, dan Atittute
(KSA) sehingga harus dirancang sesuai atau spesifik dengan kebutuhan masingmasing pekerja. Kebutuhan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja antara satu
perusahaan dengan perusahaan memiliki perbedaan sesuai sifat bahaya, skala
kegiatan dan kondisi pekerja. Karena itu pelatihan keselamatan dan kesehatan
kerja dikembangkan untuk kebutuhan organisasi (Ramli, 2010).
Jika perusahaan mempekerjakan pekerja kontrak untuk sementara waktu
dan mereka diberi tugas yang seandainya tugas tersebut dikerjakan oleh pekerja
tetap akan dianggap perlu menjalani pelatihan, maka para majikan diminta untuk
memberikan pelatihan yang sama kepada pekerja kontrak tersebut. Jika

Universitas Sumatera Utara

22

perusahaan mempekerjakan kontraktor di persilnya, kontraktor ini pun perlu
memperoleh informasi tentang risiko yang mungkin dihadapi dan diberi pelatihan
cara-cara menghindari risiko tersebut (Ridley, 2008).
Untuk menjamin kualitas pelatihan, manajemen perusahaan perlu
meninjau materi pelatihan maupun kompetensi dari instruktur serta kapan dan
bagaimana menyediakan pelatihan keselamatan kerja. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pelatihan keselamatan kerja adalah sebagai berikut:
(Hadipoetro, 2014)
1. Dalam pelatihan keselamatan harus termasuk hal sebagai berikut:
a) Hukum dan peraturan keselamatan
b) Pertolongan pertama pada kecelakaan dan prosedur gawat darurat
c) Pelaporan kecelakaan
d) Komunikasi hazard
e) Pelaporan zat berbahaya
f) Prosedur dan penggunaan alat pelindung diri (APD)
2. Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja baru
mencakup tanggung jawab, peraturan, regulasi, dan hak pekerja. Dalam
hal ini pelatihan ditujukan untuk:
a) Memaparkan tanggung jawab para tenaga kerja baru menurut peraturan
yang berlaku
b) Memperkenalkan peraturan-peraturan mengenai keselamatan dan
kesehatan dalam perusahaan
c) Memperkenalkan hak-hak mereka menurut peraturan yang berlaku

Universitas Sumatera Utara

23

d) Memperkenalkan kebijakan-kebijakan regulasi atau standar yang
berlaku pada departemen baru dimana mereka ditempatkan
3. Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja juga mencakup informasi
mengenai tindakan yang harus diambil dalam keadaan darurat seperti:
a) Apa yang harus dilakukan apabila pekerja mengalami kecelakaan serius
ataupun mengalami gejala penyakit berat
b) Bagaimana dan kapan mengevakuasi korban di tempat kerja
c) Bagaimana dan kapan menyembunyikan alarm kebakaran, melaporkan
kejadian kebakaran kepada petugas pemadam kebakaran terdekat, dan
menggunakan alat pemadam kebakaran yang tersedia
d) Kapan dan bagaimana memutuskan arus listrik, gas dan potensi-potensi
bahaya yang lain
4. Pelaksana program pelatihan keselamatan di dalam perusahaan: direktur
pelatihan, personil departemen pelatihan, direktur keselamatan, ahli teknik
yang bekerja di pabrik, ahli teknik keselamatan, ahli teknik industri,
supervisor, konsultan, ahli keselamatan dari perusahaan asuransi, personil
pemadam kebakaran, personil medis serta operator mesin, kendaraan dan
perlengkapan.
5. Waktu pelaksanaan pelatihan keselamatan
Pelatihan keselamatan kerja harus dilakukan pada saat penerimaan tenaga
kerja baru (initial training) dan sesudahnya, sebanyak yang diperlukan.
Pelatihan dapat dijadwalkan sebelum, selama atau setelah jam kerja.

Universitas Sumatera Utara

24

6. Lokasi program pelatihan keselamatan meliputi: tempat kerja, imulasi
tempat kerja, kantor, ruang kelas, laboratorium dan lingkup di luar
perusahaan.
7. Sarana/prasarana presentasi program pelatihan keselamatan seperti:
a) Ruang kelas harus dibatasi pada jumlah 15-25 peserta
b) Ruang pelatihan harus memiliki ventilasi yang baik, penerangan yang
baik dan jauh dari sumber bising maupun gangguan lainnya
c) Ruang pelatihan harus dilengkapi dengan peralatan dan alat peraga
yang memadai untuk menyampaikan materi
d) Aset terpenting yang harus dimiliki oleh seorang instruktur adalah
ketulusan, antusiasme, dan pengetahuan terhadap subyek yang
dibawakan. Tidaklah mutlak untuk memiliki latar belakang pendidikan
maupun pelatihan.
Organisasi harus mengembangkan standar pelatihan bagi seluruh individu
di lingkungan kerjanya. Materi pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja yang
baik dan efektif meliputi: (Ridley, 2008)
1. Pelatihan pengenalan dasar
a. Untuk seluruh pekerja
Menjangkau seluruh aspek ketenagakerjaan yang meliputi:
a) Tindakan pencegahan kebakaran dan berlatih melakukan evakuasi
b) Rincian produk perusahaan
c) Berkeliling persil untuk mengidentifikasi tempat fasilitas-fasilitas
perusahaan

Universitas Sumatera Utara

25

d) Fasilitas yang berhubungan dengan kesehatan kerja seperti tempat
P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan)
e) Kegiatan pencegahan kecelakaan
f) Aturan-aturan keselamatan kerja yang harus dipatuhi
g) Tertib keamanan dan kebakaran
h) Siapa yang harus dihubungi jika ada keraguan
b. Untuk kontraktor dan para pekerjanya
a) Aturan keselamatan setempat yang harus dipenuhi
b) Beberapa bahaya khusus dalam area kerja mereka
c) Sistem kerja yang aman dan sistem prosedur izin-kerja
d) Prosedur penanganan keadaan darurat dan evakuasi
e) Rute akses yang diperbolehkan
f) Izin penggunaan fasilitas kenyamanan, seperti kantin, toilet, P3K dan
sebagainya
2. Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja yang berkelanjutan
a. Untuk seluruh pekerja
a) Menegaskan kembali aturan keselamatan kerja
b) Menyampaikan kemungkinan bahaya yang bakal ditemui di tempat
kerja dan cara menghindarinya
c) Alat keselamatan kerja dan cara penggunaannya
d) Mengeluarkan, memakai, dan memelihara alat pelindung diri (APD)
e) Menegaskan kembali prosedur penanganan keadaan darurat dan
evakuasi

Universitas Sumatera Utara

26

f) Tindakan-tindakan pada saat terjadi kecelakaan
g) Prosedur pengidentifikasian bahaya
b. Untuk para penyelia
a) Instruksi yang lebih rinci tentang ketentuan hukum, regulasiregulasi, dan kode-kode praktek kerja yang disetujui
b) Kewajiban berhari-hari berdasarkan kebiasaan
c) Cara-cara penilaian risiko
d) Pemanfaatan inspeksi keselamatan kerja
e) Penyelidikan kecelakaan kerja
f) Tindakan pencegahan kebakaran dan tanggung jawab khusus
g) Kebutuhan akan ketentuan higienitas khusus dan personal
h) Komite keselamatan kerja dan proses perwakilan keselamatan kerja
i) Hubungan dunia industri dalam keselamatan dan kesehatan kerja
c. Untuk para manajer
a) Penafsiran perundang-undangan keselamatan dan kesehatan kerja
b) Menilai keselamatan kerja dari sudut pandang ekonomi: biaya
penanganan kecelakaan kerja, pertanggungan majikan dan ganti rugi
kecelakaan kerja, manajemen risiko dan keuntungan pelaksanaan
keselamatan kerja dan ketentuannya
c) Budaya keselamatan kerja
d) Inspeksi dan audit keselamatan kerja
e) Memantau kinerja keselamatn kerja
f) Memotivasi pelaksanaan program keselamatan kerja

Universitas Sumatera Utara

27

g) Mengintegrasikan keselamatan kerja sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari pekerjaan
d. Untuk perwakilan kerja (yang ditunjuk oleh serikat pekerja atau
sukarela)
a) Peran masing-masing dalam keselamatan dan kesehatan kerja
b) Hak mereka yang menyangkut: pelatihan khusus, waktu pelaksanaan
inspeksi, penyelidikan kecelakaan kerja dan keanggotaan komite
keselamatan kerja
Sebelum diberikan pelatihan harus dinilai terlebih dahulu dan disesuaikan
agar dapat memenuhi kebutuhan yang telah teridentifikasi, dengan: (Ridley, 2008)
1. Menganalisis kebutuhan pelatihan
2. Mengonsep rencana pelatihan
3. Mengembangkan suatu program pelatihan
4. Menentukan sasaran pelatihan
5. Memberi penjelasan singkat kepada para pembicara atau instruktur
6. Menyiapkan alat-alat peraga pelatihan dan alat bantu visual
7. Menerapkan program tersebut ke dalam materi pelatihan
8. Mengevaluasi keefektifan pelatihan
9. Merevisi program, pembicara, dan alat bantu pelatihan untuk pelatihan
berikutnya
Teknik-teknik khusus yang digunakan harus sesuai dengan level pelatihan
yang diberikan meliputi: (Ridley, 2008)
1. Perkuliahan dan percakapan

Universitas Sumatera Utara

28

2. Video dan film
3. Peran langsung dimainkan oleh peserta pelatihan
4. Studi kasus yang dapat diajukan ke pelatihan
5. Diskusi kelompok
6. Latihan dan praktik di luar kelas (pada persil) atau menggunakan
pemodelan di atas kertas
7. Pelatihan langsung di tempat kerja
2.3.4 Inspeksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Penyelidikan
Kecelakaan
2.3.4.1 Inspeksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Inspeksi atau pemeriksaan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan
salah satu alat kontrol atau pengawasan manajemen yang bersifat klasik terhadap
kegiatan perusahaan yang telah banyak diterapkan dalam upaya menemukan
masalah yang dihadapi di lapangan, termasuk untuk memperkirakan besarnya
risiko. Inspeksi keselamatan dan kesehatan kerja adalah salah satu upaya yang
bersifat proaktif dan bertujuan untuk memastikan apakah fasilitas kerja di
lapangan telah dikelola secara baik dilihat dari aspek keselamatan dan kesehatan
kerja. Inspeksi keselamatan dan kesehatan kerja dalam pelaksanaannya dapat
dilakukan secara internal oleh perusahaan sendiri ataupun pihak luar (eksternal)
perusahaan. Pelaksanaan oleh pihak luar dapat dilakukan oleh instansi pemerintah
berwenang, seperti Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi serta Migas
yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku (Ramli, 2013).

Universitas Sumatera Utara

29

Pelaksanaan inspeksi harus disesuaikan dengan keadaan khusus operasi
yang bersangkutan. Lingkup kegiatan inspeksi, antara lain: (Ramli, 2013)
a. mengidentifikasi potensi permasalahan
b. mengidentifikasi peralatan yang tidak baik
c. mengidentifikasi tindakan pekerja yang tidak aman
d. mengidentifikasi efek dari suatu perubahan atau modifikasi
e. mengidentifikasi tindakan perbaikan yang tidak memadai
f. memberi informasi kepada pimpinan tentang masalah-masalah yang ada
g. menunjukkan kesungguhan manajemen dalam melaksanankan program
keselamatan dan kesehatan kerja
Macam-macam inspeksi keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai
berikut: (Ramli, 2013)
1. Inspeksi secara berlanjut (kontinu)
Inspeksi jenis ini biasanya dilakukan di lingkungan produksi yang
dilaksanakan oleh para operator, pekerja pemeliharaan, atau petugas
keselamatan dan kesehatan kerja yang dilakukan secara berlanjut dan
berulang. Misalnya pemeriksaan terhadap peralatan perlindungan diri,
perkakas, dan mesin.
2. Inspeksi terencana (planned inspection)
Adalah inspeksi yang sudah direncanakan dan terjadwal pada kurun waktu
tertentu. Inspeksi ini biasanya dilakukan untuk peralatan-peralatan teknis
yang diisyaratkan menurut perundangan, seperti bejana bertekanan, katup
pengaman, dan lainnya.

Universitas Sumatera Utara

30

a. Inspeksi secara periodik
Inspeksi ini biasanya dilakukan oleh berbagai ahli, misalnya ahli
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
b. Inspeksi untuk menjamin kelayakan peralatan
Inspeksi ini dilakukan oleh para ahli dari luar perusahaan, seperti ahli
boiler, bejana tekan, PSV (pressure safety valve) dan crane.
c. Inspeksi oleh inspektur pemerintah
Terbagi dua yaitu inspeksi secara insidental dan inspeksi secara umum.
Inspeksi secara incidental, misalnya mengambil contoh udara, bising,
panas, radiasi dan lainnya. Inspeksi secara umum meliputi pemeriksaan
jalan, pagar dan air.
2.3.4.2 Penyelidikan Kecelakaan Kerja
Penyelidikan kecelakaan merupakan upaya untuk mencari fakta dari suatu
kejadian, kemudian mempelajari faktor penyebabnya sehingga kejadian serupa
dapat dicegah dan tidak terulang kembali di kemudian hari (Hadipoetro, 2014).
Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja mensyaratkan
perusahaan memiliki prosedur mengenai penyelidikan kecelakaan berkaitan
dengan tata cara, petugas yang berwenang, tim investigasi, teknik investigasi,
sistem pelaporan dan tindak lanjut hasil investigasi. Penyelidikan kecelakaan
harus dilakukan oleh orang yang memiliki kompetensi berikut: (Ramli, 2013)
1. Pengetahuan teknis yang cukup mengenai aktivitas dan operasi terkait
dengan kecelakaan
2. Bersifat objektif, tidak memihak dan dapat bekerja sama

Universitas Sumatera Utara

31

3. Kemampuan berkomunikasi tertulis dan lisan
4. Pengetahuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja, khususnya
konsep kecelakaan
5. Kemampuan menganalisis permasalahan secara sistematis
Penyelidikan kecelakaan sebaiknya dilakukan secepat mungkin setelah
kejadian. Namun, pelaksanaannya sangat bergantung pada kondisi setempat, sifat
kecelakaan, skala kecelakaan dan kerugian yang ditimbulkan. Untuk kecelakaan
ringan dan skala kerugian terbatas, penyelidikan mungkin dapat dilakukan dengan
segera oleh pengawas atau petugas setempat. Untuk kecelakaan besar yang
memiliki dampak luas, penyelidikan perlu dilakukan oleh tim khusus baik dari
dalam maupun luar perusahaan, seperti instansi pemerintah atau kepolisian
(Ramli, 2013).
2.3.5 Evaluasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja mensyaratkan untuk
melakukan evaluasi keselamatan dan kesehatan kerja oleh manajemen secara
berkala. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja juga mensyaratkan
agar evaluasi keselamatan dan kesehatan kerja ini dikomunikasikan dan
dikonsultasikan dengan semua pihak yang terlibat. Evaluasi keselamatan dan
kesehatan kerja yang dilakukan oleh manajemen merupakan bagian penting dalam
keselamatan dan kesehatan kerja untuk memastikan bahwa penerapan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja telah berjalan sesuai dengan rencana
yang diharapkan. Evaluasi keselamatan dan kesehatan kerja dilakukan secara

Universitas Sumatera Utara

32

menyeluruh dan tidak bersifat detail untuk isu tertentu. Aspek yang dibahas dalam
evaluasi keselamatan dan kesehatan kerja, antara lain: (Ramli, 2013)
1. Kesesuaian kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja yang sedang
berjalan
2. Penyempurnaan objektif keselamatan dan kesehatan kerja untuk
peningkatan berkelanjutan
3. Kecukupan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan proses pengendalian
bahaya
4. Tingkat risiko saat ini dan efektivitas dari sistem pengendalian
5. Kecukupan sumber daya yang disediakan
6. Evaluasi kecelakaan dalam kurun waktu tertentu
7. Evaluasi penerapan prosedur keselamatan dan kesehatan kerja
8. Hasil dari audit keselamatan dan kesehatan kerja, baik internal maupun
eksternal
Hasil evaluasi keselamatan dan kesehatan kerja ini dapat merumuskan
langkah-langkah perbaikan dan peningkatan kinerja keselamatan dan kesehatan
kerja periode berikutnya. Langkah perbaikan ini harus konsisten dengan hasil
kinerja keselamatan dan kesehatan kerja, potensi risiko, kebijakan keselamatan
dan kesehatan kerja, ketersediaan sumber daya manusia dan prioritas yang
diinginkan (Ramli, 2013).
2.4 Kerangka Pikir
Pencapaian nihil kecelakaan kerja dipengaruhi oleh komitmen perusahaan,
kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja, komunikasi dan pelatihan

Universitas Sumatera Utara

33

keselamatan dan kesehatan kerja, inspeksi keselamatan dan kesehatan kerja dan
penyelidikan kecelakaan, serta evaluasi keselamatan dan kesehatan kerja.
Komitmen Perusahaan
Kebijakan K3
Komunikasi dan Pelatihan K3
Inspeksi K3 dan Penyelidikan
Kecelakaan
Evaluasi K3

Pencapaian Nihil
Kecelakaan Kerja

Gambar 2.4 Kerangka Pikir
Kerangka pikir di atas menggambarkan variabel yang akan dipakai dalam
pembuatan pedoman wawancara dalam penelitian ini. Variabel-variabel yang
digunakan diambil dari teori-teori yang sudah ada sebelumnya. Teori yang dipakai
menurut Mathis dan Jackson. Hanya saja untuk variabel dikembangkan atau
disesuaikan dengan kondisi yang ada pada PT. Expro Indonesia itu sendiri.

Universitas Sumatera Utara