Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pencapaian Nihil Kecelakaan (zero accident) di PT. PLN (Persero) Area Medan Tahun 2017

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Nihil Kecelakaan Kerja
Nihil kecelakaan (zero accident) yaitu tidak terjadinya kecelakaan yang

mengakibatkan kehilangan hari kerja kurang dari 48 jam (Hadipoetro, 2014).
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
PER-01/MEN/I/2007 tentang Pedoman Pemberian Penghargaan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3), kecelakaan nihil adalah kondisi tidak terjadi kecelakaan di
tempat kerja yang mengakibatkan pekerja sementara tidak mampu bekerja
(STMB) selama 2 x 24 jam dan atau menyebabkan terhentinya proses dan atau
rusaknya peralatan tanpa korban jiwa dimana kehilangan waktu kerja tidak
melebihi shift berikutnya pada kurun tertentu dan jumlah jam kerja orang tertentu.
2.2

Penghargaan Nihil Kecelakaan Kerja
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik

Indonesia


PER-01/MEN/I/2007

tentang

Pedoman

Pemberian

Penghargaan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), penghargaan kecelakaan nihil adalah
tanda penghargaan keselamatan dan kesehatan kerja yang diberikan pemerintah
kepada manajemen perusahaan yang telah berhasil melaksanakan program
keselamatan dan kesehatan kerja sehingga mencapai nihil kecelakaan kerja pada
jangka waktu tertentu. Penghargaan nihil kecelakaan kerja diberikan dalam bentuk
piagam dan bendera emas yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri
Tenaga Kerja Republik

Indonesia kepada perusahaan yang telah berhasil


mencegah terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja tanpa menghilangkan waktu
kerja.
13
Universitas Sumatera Utara

14

Kriteria

kecelakaan

kerja yang menghilangkan waktu kerja menurut

program nihil kecelakaan kerja antara lain :
a.

Kecelakaan kerja yang menyebabkan tenaga kerja tidak dapat kembali
bekerja dalam waktu 2 x 24 jam.


b.

Kecelakaan kerja ataupun insiden tanpa korban jiwa (manusia/tenaga kerja)
yang menyebabkan terhentinya proses/aktivitas kerja maupun kerusakan
peralatan/mesin/bahan melebihi shift kerja normal berikutnya. Kecelakaan
nihil diberikan kepada perusahaan berdasarkan pengelompokan :

1. Jumlah tenaga kerja
a. Perusahaan besar : jumlah tenaga kerja keseluruhan lebih dari 100 orang.
b. Perusahaan menengah : jumlah tenaga kerja keseluruhan antara 50-100
orang.
c. Perusahaan kecil : jumlah tenaga kerja keseluruhan sampai dengan 49
orang.
2. Sektor usaha berdasarkan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) dan
bobot risiko bahaya sesuai dengan penjelasan Undang-Undang RI No. 1
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 2 ayat (1), yaitu lima variabel
potensi bahaya yang terdiri atas : mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat-alat
kerja, peralatan lainnya, bahan-bahan dan sebagainya; lingkungan; sifat
pekerjaan; cara kerja; dan proses produksi.


Universitas Sumatera Utara

15

2.3

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pencapaian Nihil Kecelakaan (zero
accident)

2.3.1

Komitmen Perusahaan
Manajemen keselamatan kerja yang efektif menuntut adanya komitmen

perusahaan terhadap kondisi kerja yang aman. Akan tetapi, lebih penting lagi,
program keselamatan dan kesehatan kerja yang didesain dan dikelola dengan baik
juga

dapat


menyumbangkan

keuntungan

melalui

pengurangan

biaya

yang

berhubungan dengan kecelakaan kerja. Upaya ini harus dikoordinasikan dari
tingkat manajemen puncak untuk memasukkan semua anggota organisasi. Hal itu
juga harus tercermin dalam tindakan manajerial. (Mathis dan Jackson, 2003).
Komitmen adalah niat atau tekad untuk melaksanakan sesuatu yang
menjadi daya dorong yang sangat kuat untuk mencapai tujuan. Tekad dan
keinginan

tersebut,


akan

tercermin dalam sikap

dan tindakannya tentang

keselamatan dan kesehatan kerja. Tanpa komitmen dari semua unsur dalam
organisasi, khususnya para pemimpin, pelaksana keselamatan dan kesehatan kerja
tidak akan berjalan dengan baik. Komitmen bukan sekadar diucapkan atau
dituangkan dalam tulisan dan instruksi, tetapi harus diwujudkan secara nyata
dalam tindakan dan sikap sehari-hari (Ramli, 2013).
Menurut Nujhani (2013), Komitmen ialah tekad, keinginan, dan penyertaan
tertulis pengusaha atau pengurus dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan
kerja. Menurut Aranya (2013), komitmen merupakan sebuah keterikatan ataupun
perjanjian untuk melakukan suatu yang terbaik dalam organisasi atau kelompok
tertentu.

Universitas Sumatera Utara


16

Berbagai bentuk komitmen yang dapat ditunjukkan oleh pemimpin dan
manajemen dalam keselamatan dan kesehatan kerja antara lain (Ramli, 2013) :
1.

Dengan memenuhi semua ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja yang
berlaku

dalam

organisasi,

seperti

penggunaan

alat

keselamatan


yang

diwajibkan dan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja lainnya.
2.

Memasukkan isu keselamatan dan kesehatan kerja dalam setiap kesempatan,
rapat manajemen, dan pertemuan lainnya.

3.

Secara berkala dan konsisten mengkomunikasikan keinginan dan harapannya
mengenai keselamatan dan keselamatan kerja kepada semua pemangku
kepentingan.

4.

Melibatkan diri dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan keselamatan dan
kesehatan kerja, seperti pertemuan keselamatan, kampanye keselamatan dan
kesehatan kerja, pertemuan audit keselamatan dan kesehatan kerja.


5.

Memberikan dukungan nyata dalam bentuk sumber daya yang diperlukan
untuk melaksanakannya keselamatan dan kesehatan kerja dalam organisasi.

6.

Memberikan keteladanan keselamatan dan kesehatan kerja yang baik dengan
menjadikan keselamatan dan kesehatan kerja sebagai bagian dari integral
dalam setiap kebijakan organisasi.
Adapun

pengusaha

dan

pengurus

perusahaan


harus

menunjukkan

komitmen terhadap keselamatan dan kesehatan kerja yang diwujudkan dalam:
1.

Menempatkan organisasi keselamatan dan kesehatan kerja pada posisi yang
dapat menentukan keputusan perusahaan;

Universitas Sumatera Utara

17

2.

Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas, dan sarana-sarana lain
yang diperlukan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja;


3.

Menetapkan

personil yang

memiliki tanggung

jawab,

wewenang,

dan

kewajiban yang jelas dalam penanganan keselamatan dan kesehatan kerja;
4.

Merencanakan keselamatan dan kesehatan kerja yang terkoordinasi;

5.

Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan keselamatan dan
kesehatan kerja.
Kelima komitmen dan kebijakan tersebut diadakan peninjauan ulang

secara teratur. Setiap tingkat pemimpin dalam perusahaan harus menunjukkan
komitmen terhadap keselamatan dan kesehatan kerja sehingga sistem manajemen
keselamatan

dan

kesehatan

kerja

berhasil diterapkan

dan dikembangkan.

Demikian pula tenaga kerja dan orang lain yang berada di tempat kerja harus
berperan serta dalam menjaga dan mengendalikan pelaksanaan keselamatan dan
kesehatan kerja (Siswanto, 2003).

2.3.2

Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Membuat kebijakan dan peraturan keselamatan kerja serta mendisiplinkan

pelaku pelanggaran, merupakan komponen penting usaha-usaha keselamatan
kerja. Dukungan terhadap perlunya perilaku kerja yang aman dan memberikan
umpan balik terhadap praktik-praktik keselamatan kerja yang positif, juga sangat
penting dalam meningkatkan keselamatan para pekerja (Mathis dan Jackson,
2003).
Menurut Sastrohadiwiryo (2001), kebijakan adalah arah yang ditentukan
untuk dipatuhi dalam proses kerja dan organisasi perusahaan. Kebijakan yang

Universitas Sumatera Utara

18

ditetapkan manajemen menuntut partisipasi dan kerja sama semua pihak.
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja menggarisbawahi hubungan kerja
manajemen dan karyawan dalam rangka pelaksanaan program keselamatan dan
kesehatan kerja yang efektif.
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja diartikan sebagai suatu
pernyataan tertulis yang ditandatangai oleh pengusaha dan atau pengurus yang
memuat keseluruhan visi, misi, dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad
melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja, kerangka dan program kerja yang
mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan
operasional (Silaban, 2015).
Kebijakan

keselamatan

dan

kesehatan

kerja

dibuat

melalui proses

konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja yang selanjutnya harus
dijelaskan dan disebarluaskan kepada semua tenaga kerja, pemasok, dan
pelanggan. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja bersifat dinamik dan
selalu ditinjau ulang dalam rangka peningkatan kinerja keselamatan dan kesehatan
kerja (Siswanto, 2003).
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus tertulis dan formal karena
(Silaban, 2015) :
1.

Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pedoman kerja seharihari.

2.

Mempermudah pelaksanaan dan pengawasan.

3.

Mempermudah pekerja untuk mengikuti ketentuan dan peraturan keselamatan
dan kesehatan kerja (hak dan kewajiban).

Universitas Sumatera Utara

19

4.

Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja menjadi pedoman dalam
menyusun peraturan keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan.
Kebijakan ini dimaksudkan untuk menjelaskan kepada karyawan, pemasok

dan pelanggan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja adalah bagian yang
terpisahkan dari seluruh operasi (Hadipoetro, 2014).
Suatu kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja yang baik diisyaratkan
memenuhi kriteria sebagai berikut (Ramli, 2013) :
1.

Sesuai dengan sifat dan skala risiko keselamatan dan kesehatan kerja
organisasi.
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja adalah perwujudan dari visi dan
misi suatu organisasi, sehingga harus disesuaikan dengan sifat dan skala
risiko organisasi. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja tentu berbeda
antara suatu organisasi dengan organisasi lainnya, tergantung dari sifat dan
skala risiko yang dihadapi, serta strategi bisnis organisasi.

2.

Mencakup komitmen untuk peningkatan berkelanjutan
Dalam kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus tersirat adanya
komitmen

untuk

peningkatan

berkelanjutan.

Aspek

keselamatan

dan

kesehatan kerja tidak statis karena berkembang sejalan dengan teknologi,
operasi, dan proses produksi. Karena itu, kinerja keselamatan dan kesehatan
kerja

harus

terus

menerus

ditingkatkan

selama

organisasi beroperasi.

Komitmen untuk peningkatan berkelanjutan akan memberikan dorongan bagi
semua

unsur

dalam

organisasi

untuk

terus

menerus

meningkatkan

keselamatan dan kesehatan kerja dalam organisasi.

Universitas Sumatera Utara

20

3. Termasuk

adanya

komitmen untuk

sekurangnya memenuhi perundangan

keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku dan persyaratan lainnya yang
diacu

organisasi.

Hal ini berarti bahwa manajemen akan mendukung

pemenuhan semua persyaratan dan norma keselamatan dan kesehatan kerja,
baik yang disyaratkan dalam perundangan maupun petunjuk praktis atau
standar yang berlaku bagi aktivitasnya.
4. Didokumentasikan, diimplementasikan, dan dipelihara
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus didokumentasikan artinya
bukan hanya dalam bentuk ungkapan lisan atau pernyataan manajemen, tetapi
dibuat tertulis sehingga dapat diketahui dan dibaca oleh semua pihak
berkepentingan. Di samping itu kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
tersebut

harus

diimplementasikan,

bukan

sekadar

bagian

dari manual

keselamatan dan kesehatan kerja. Salah satu bentuk implementasinya adalah
dengan menggunakan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja sebagai
acuan dalam setiap kebijakan organisasi, pengembangan strategi bisnis, dan
rencana kerja organisasi. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja juga
harus dipelihara, artinya selalu disempurnakan sesuai dengan perkembangan,
tuntutan, dan kemajuan organisasi.
5. Dikomunikasikan kepada seluruh pekerja
Hal ini berarti agar pekerja memahami maksud dan tujuan kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja, kewajiban serta peran semua pihak dalam
keselamatan dan kesehatan kerja. Komunikasi kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja dapat dilakukan melalui berbagai cara atau media, misalnya

Universitas Sumatera Utara

21

ditempatkan di lokasi-lokasi kerja, dimasukkan dalam buku saku keselamatan
dan kesehatan kerja, website organisasi atau bahan pembinaan, dan pelatihan.
6. Tersedia bagi pihak lain yang terkait
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja juga harus diketahui oleh pihak
lain yang terkait dengan bisnis atau aktivitas organisasi seperti konsumen,
pemasok, instansi pemerintah, mitra bisnis, pemodal, atau masyarakat sekitar.
Dengan mengetahui kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja tersebut,
mereka dapat mengantisipasi, mendukung atau mengapresiasi keselamatan
dan kesehatan kerja organisasi. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
harus dapat diakses misalnya melalui situs organisasi.
7. Ditinjau ulang secara berkala
Hal ini untuk memastikan bahwa kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
masih relevan dan sesuai bagi organsisasi. Kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja bersifat dinamis dan harus selalu disesuaikan dengan kondisi
baik internal maupun eksternal organisasi. Karena itu harus ditinjau secara
berkala apakah masih revelan dengan kondisi organisasi.
Pengembangan

kebijakan

keselamatan

dan

kesehatan

kerja

harus

mempertimbangkan faktor berikut (Ramli, 2013) :
1.

Kebijakan dan objektif organisasi secara korporat
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus sejalan atau mendukung
kebijakan umum atau strategi bisnis yang ditetapkan.

2.

Risiko dan potensi bahaya yang ada dalam organisasi

Universitas Sumatera Utara

22

Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya adalah untuk
merespon risiko keselamatan dan kesehatan kerja yang ada dalam organisasi.
Karena itu dalam mengembangkan kebijakan keselamatan dan kesehatan
kerja harus mempertimbangkan faktor risiko.
3.

Peraturan dan standar keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja didasarkan pada berbagai standar
dan ketentuan perundangan dan standar lain yang terkait dengan kegiatan
bisnis organisasi. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus dapat
menjawab

kebutuhan

untuk

memenuhi

persyaratan

perundangan

yang

berlaku.
4.

Kinerja keselamatan dan kesehatan kerja
Kebijakan

keselamatan

dan

kesehatan

kerja

disusun

dengan

mempertimbangkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja sebelumnya,
sehingga kebijakan tersebut dapat menjadi pedoman untuk peningkatan
berkelanjutan. Kinerja keselamatan dan kesehatan kerja secara berkala harus
dievaluasi
keselamatan

melalui

kajian

dan

kesehatan

manajemen.
kerja

harus

Dengan

demikian,

bersifat

dinamis

kebijakan
dan

harus

disempurnakan secara berkala.
5.

Persyaratan pihak luar
Persyaratan yang diminta oleh pihak lain yang terkait dengan organisasi,
misalnya mitra usaha, konsumen, pemerintah atau pihak lainnya.

Universitas Sumatera Utara

23

6.

Peningkatan berkelanjutan
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja juga harus dapat memberikan
ruang untuk peningkatan berkelanjutan. Masalah keselamatan dan kesehatan
kerja akan selalu timbul selama organisasi masih hidup atau beroperasi.
Karena itu, upaya keselamatan dan kesehatan kerja harus terus menerus
ditingkatkan.

7.

Ketersediaan sumber daya
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja tidak dapat direalisir karena
sumber daya organisasi tidak mendukung. Sebaliknya kebijakan keselamatan
dan kesehatan kerja sering dibuat tanpa mempertimbangkan kemampuan
organisasi sumber daya yang tersedia, sehingga tidak mampu direalisir.
OHSAS 18001 menekankan peningkatan berkelanjutan. Dengan demikian,
target pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak harus dicapai secara
instan atau melampaui kemampuan organisasi untuk mencapainya.

8.

Peran pekerja
OHSAS 18001 mensyaratkan adanya peran pekerja dalam pengembangan dan
penyusunan kebijakan, sehingga akan memperoleh dukungan dan partisipasi
aktif dari semua pihak. Pengembangan keselamatan dan kesehatan kerja dapat
dilakukan misalnya melalui komite keselamatan dan kesehatan kerja, Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3), atau perwakilan pekerja
lainnya sehingga mereka merasa memiliki dan turut bertanggung jawab untuk
merealisirnya.

Universitas Sumatera Utara

24

9.

Partisipasi semua pihak
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja tidak akan berhasil jika tidak
didukung oleh semua pihak dalam organisasi. Diperlukan peran semua pihak
termasuk pihak terkait dengan bisnis organisasi seperti kontraktor atau pihak
eksternal lainnya.
Kebijakan

keselamatan

harus

dibuat

tertulis,

ditanda

tangani oleh

pimpinan tertinggi perusahaan. Kebijakan perusahaan ini hendaklah dijelaskan
kepada semua tenaga kerja dan copy-nya diedarkan dan menjadi pegangan khusus
bagi semua pekerja dalam melakukan tugasnya (Hadipoetro, 2014).

2.3.3

Komunikasi dan Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2.3.3.1 Komunikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Aspek komunikasi sangat penting dalam keselamatan dan kesehatan kerja.
Banyak

kecelakaan

terjadi

karena

kurang

baiknya

komunikasi

sehingga

memengaruhi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja organisasi (Ramli, 2013).
OHSAS 18001 (2013), menyatakan organisasi harus mempunyai prosedur
untuk memastikan bahwa informasi yang berhubungan dengan keselamatan dan
kesehatan kerja dikomunikasikan pada dan dari karyawan dan pihak terkait
lainnya.
Komunikasi keselamatan dan kesehatan kerja dapat dibedakan atas
(Ramli, 2013) :
1.

komunikasi manusia dengan manusia secara langsung. Komunikasi ini sering
juga disebut dengan ; komunikasi personal (personnal communication), yaitu
komunikasi keselamatan dan kesehatan kerja yang diberikan secara langsung

Universitas Sumatera Utara

25

kepada pekerja. Informasi-infornasi keselamatan dan kesehatan kerja tersebut
dapat diberikan secara langsung melalui tatap muka; dan komunikasi
kelompok

(group

communication),

yaitu komunikasi keselamatan dan

kesehatan kerja yang diberikan kepada kelompok tertentu, misalnya dalam
proses observasi, safety talk, penyuluhan keselamatan dan kesehatan kerja,
dan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja.
2.

Komunikasi manusia dengan manusia melalui alat/media komunikasi seperti
telpon, buletin, poster, spanduk, situs internet, safety letter, dan lainnya.
Komunikasi ini banyak digunakan di lingkungan kerja misalnya komunikasi
antara petugas petugas di ruang kontrol dengan petugas di lapangan,
komunikasi

keselamatan

dan

kesehatan

kerja

dengan

para

pekerja.

komunikasi keselamatan dan kesehatan kerja antara manusia dengan manusia
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Komunikasi internal, yaitu komunikasi di lingkungan organisasi baik
secara horizontal atau vertikal, dari bawah ke atas atau dari atas ke bawah
di seluruh jajaran organisasi.
b. Komunikasi eksternal, yaitu aliran komunikasi antara organisasi dengan
semua unsur di luar perusahaan seperti konsumen, instansi terkait,
pemasok, kontraktor, asosiasi profesi, media massa, dan lainnya.
3.

Komunikasi manusia dengan alat kerja. Peralatan seperti mesin, unit proses,
peralatan adalah benda mati yang dioperasikan oleh manusia. Dalam proses
operasi tersebut terjadi komunikasi antara manusia dengan alat kerja.

Universitas Sumatera Utara

26

2.3.3.2 Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Salah satu cara untuk mendorong keselamatan dan kesehatan kerja
karyawan

adalah

melibatkan

seluruh

karyawan

dalam

pelatihan

tentang

keselamatan dan kesehatan kerja dan membangun komunikasi yang terus menerus
sehingga dapat meningkatkan kesadaran karyawan (Mathis dan Jackson, 2003)
Pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan Knowledge, Skill, dan Atittute
(KSA) sehingga harus dirancang sesuai atau spesifik dengan kebutuhan masingmasing pekerja. Kebutuhan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja antara satu
perusahaan dengan perusahaan memiliki perbedaan sesuai sifat bahaya, skala
kegiatan, dan kondisi pekerja. Karena itu pelatihan keselamatan dan kesehatan
kerja dikembangkan untuk kebutuhan organisasi (Ramli, 2013). Mangkuprawira
(2002), berpendapat bahwa pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja bagi
karyawan adalah sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu
serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu dalam melaksanakan
tanggung jawabnya dengan semakin baik sesuai dengan standar.
Menurut Stemmer (2002), Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja
merupakan salah satu faktor yang menjadi kontrol atas tindakan tidak aman yang
dilakukan oleh pekerja. Smith dan Sonesh (2011), mengemukakan bahwa
pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja mampu menurunkan risiko terjadinya
kecelakaan kerja. Semakin besar pengetahuan karyawan akan kesehatan dan
keselamatan kerja maka semakin kecil terjadinya risiko kecelakaan kerja,
demikian sebaliknya semakin minimnya pengetahuan karyawan akan kesehatan
dan keselamatan kerja maka semakin besar risiko terjadinya kecelakaan kerja.

Universitas Sumatera Utara

27

Jika perusahaan mempekerjakan pekerja kontrak untuk sementara waktu
dan mereka diberi tugas yang seandainya tugas tersebut dikerjakan oleh pekerja
tetap akan dianggap perlu menjalani pelatihan, maka para majikan diminta untuk
memberikan

pelatihan yang sama kepada pekerja kontrak

tersebut.

Jika

perusahaan mempekerjakan kontraktor dipersilnya, kontraktor ini pun perlu
memperoleh informasi tentang risiko yang mungkin dihadapi dan diberi pelatihan
cara-cara menghindari risiko tersebut (Ridley, 2008).
Untuk

menjamin

kualitas

pelatihan,

manajemen

perusahaan

perlu

meninjau materi pelatihan maupun kompetensi dari instruktur serta kapan dan
bagaimana
diperhatikan

menyediakan
dalam

pelatihan

pelatihan

keselamatan

keselamatan

kerja.

kerja

Hal-hal yang

adalah

sebagai

perlu
berikut

(Hadipoetro, 2014) :
1.

Dalam pelatihan keselamatan harus termasuk hal sebagai berikut :
a. Hukum dan peraturan keselamatan
b. Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) dan prosedur gawat darurat
c. Pelaporan kecelakaan
d. Komunikasi hazard
e. Pelaporan zat berbahaya
f.

2.

Prosedur dan penggunaan alat pelindung diri (APD)

Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja baru mencakup
tanggung jawab, peraturan, regulasi, dan hak pekerja. Dalam hal ini pelatihan
ditujukan untuk :

Universitas Sumatera Utara

28

a. Memaparkan tanggung jawab para tenaga kerja baru menurut peraturan
yang berlaku.
b. Memperkenalkan

peraturan-peraturan

mengenai

keselamatan

dan

kesehatan dalam perusahaan.
c. Memperkenalkan hak-hak mereka menurut peraturan yang berlaku.
d. Memperkenalkan kebijakan-kebijakan regulasi atau standar yang berlaku
pada departemen baru dimana mereka ditempatkan.
3.

Pelatihan

keselamatan

dan

kesehatan

kerja

juga

mencakup

informasi

mengenai tindakan yang harus diambil dalam keadaan darurat seperti :
a. Apa yang harus dilakukan apabila pekerja mengalami kecelakaan serius
ataupun mengalami gejala penyakit berat
b. Bagaimana dan kapan mengevakuasi korban di tempat kerja
c. Bagaimana dan kapan menyembunyikan alarm kebakaran, melaporkan
kejadian kebakaran kepada petugas pemadam kebakaran terdekat, dan
menggunakan alat pemadam kebakaran yang tersedia
d. Kapan dan bagaimana memutuskan arus listrik, gas, dan potensi-potensi
bahaya yang lain
4.

Pelaksana program pelatihan keselamatan di dalam perusahaan : direktur
pelatihan, personil departemen pelatihan, direktur keselamatan, ahli teknik
yang bekerja di pabrik, ahli teknik keselamatan, ahli teknik industri,
supervisor, konsultan, ahli keselamatan dari perusahaan asuransi, personil
pemadam kebakaran, personil medis serta operator mesin, kendaraan, dan
perlengkapan.

Universitas Sumatera Utara

29

5.

Waktu pelaksanaan pelatihan keselamatan
Pelatihan keselamatan kerja harus dilakukan pada saat penerimaan tenaga
kerja baru (initial training) dan sesudahnya, sebanyak yang diperlukan.
Pelatihan dapat dijadwalkan sebelum, selama atau setelah jam kerja.

6.

Lokasi program pelatihan keselamatan meliputi : tempat kerja, simulasi
tempat kerja, kantor, ruang kelas, laboratorium, dan lingkup di luar
perusahaan.

7.

Sarana/prasarana presentasi program pelatihan keselamatan seperti :
a. Ruang kelas harus dibatasi pada jumlah 15-25 peserta.
b. Ruang pelatihan harus memiliki ventilasi yang baik, penerangan yang baik
dan jauh dari sumber bising maupun gangguan lainnya.
c. Ruang pelatihan harus dilengkapi dengan peralatan dan alat peraga yang
memadai untuk menyampaikan materi.
d. Aset terpenting yang harus dimiliki oleh seorang instruktur adalah
ketulusan, antusiasme, dan pengetahuan terhadap subyek yang dibawakan.
Tidaklah

mutlak

untuk

memiliki latar belakang pendidikan maupun

pelatihan.
Teknik-teknik khusus yang digunakan harus sesuai dengan level pelatihan
yang diberikan meliputi (Ridley, 2008) :
1.

Perkuliahan dan percakapan

2.

Video dan film

3.

Peran langsung dimainkan oleh peserta pelatihan

4.

Studi kasus yang dapat diajukan ke pelatihan

Universitas Sumatera Utara

30

5.

Diskusi kelompok

6.

Latihan dan praktik di luar kelas (pada persil) atau menggunakan pemodelan
di atas kertas

7.

Pelatihan langsung di tempat kerja
Pelatihan keselamatan dan keselamatan kerja diklasifikasikan sebagai

berikut (Ramli, 2013) :
1.

Induksi keselamatan dan kesehatan kerja (safety induction), yaitu pelatihan
yang diberikan sebelum seseorang mulai bekerja atau memasuki suatu tempat
kerja.

2.

Pelatihan khusus keselamatan dan kesehatan kerja berkaitan dengan tugas dan
pekerjaannya masing-masing.

3.

Pelatihan umum keselamatan dan kesehatan kerja, yaitu program pelatihan
yang bersifat umum dan diberikan kepada semua pekerja mulai level
terbawah sampai manajemen puncak.

2.3.4

Inspeksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Penyelidikan
Kecelakaan

2.3.4.1 Inspeksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Inspeksi (pemeriksaan) tempat kerja merupakan komponen dari program
keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja yang harus dilaksanakan oleh
manajemen dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
sebagaimana yang diamanahkan pada pasal 3 UU RI No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja. Dengan demikian tenaga kerja melaksanakan pekerjaannya
berada dalam keadaan nyaman, sehat, aman, dan produktif.

Universitas Sumatera Utara

31

Inspeksi

keselamatan

dan

kesehatan

kerja

adalah

kegiatan

memeriksa/mengecek/mengukur segala sesuatu dan mencatat apakah sesuai atau
tidak terhadap standar keselamatan dan kesehatan kerja. Suatu pemeriksaan secara
umum terhadap suatu unit operasi yang dilaksanakan oleh pekerja unit operasi
fasilitas secara rutin dan terjadwal yang merupakan definisi dari inspeksi
keselamatan dan kesehatan kerja (Hadipoetro, 2014).
Menurut Sucofindo (1998), inspeksi keselamatan kerja adalah suatu usaha
untuk mendeteksi adanya kondisi dan tindakan yang tidak aman dan segera
memperbaikinya sebelum kondisi dan tindakan sempat menyebabkan suatu
kecelakaan. Inspeksi tempat kerja ialah kegiatan memonitoring fungsi yang
ditetapkan dalam suatu organisasi untuk mencari dan melaporkan eksistensi dan
kondisi potensial yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja (Silaban, 2015).
OHSA (Occupational Safety and Health Administration), menyatakan
bahwa inspeksi diprioritaskan pada :
1.

Tempat yang menimbulkan bencana dan kecelakaan fatal.

2.

Adanya keluhan tenaga kerja.

3.

Industri yang berbahaya.

4.

Bahaya terhadap kesehatan tenaga kerja.
Pelaksanaan inspeksi harus disesuaikan dengan keadaan khusus operasi

yang bersangkutan. Lingkup kegiatan inspeksi, antara lain (Ramli, 2013) :
a.

mengidentifikasi potensi permasalahan.

b.

mengidentifikasi peralatan yang tidak baik.

Universitas Sumatera Utara

32

c.

mengidentifikasi tindakan pekerja yang tidak aman.

d.

mengidentifikasi efek dari suatu perubahan atau modifikasi.

e.

mengidentifikasi tindakan perbaikan yang tidak memadai.

f.

memberi informasi kepada pimpinan tentang masalah-masalah yang ada.

g.

menunjukkan

kesungguhan

manajemen

dalam

melaksanankan

program

keselamatan dan kesehatan kerja.
Adapun manfaat inspeksi tempat kerja ialah (Silaban, 2015) :
a.

Menaikkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja seperti yang diharapkan.

b.

Menurunkan kemungkinan kerugian karena kecelakaan dan penyakit akibat
kerja dengan meniadakan unsafe actions dan unsafe condition dan
memperbaiki keadaan lingkungan kerja.

c.

Lebih memprioritaskan dan mempertimbangkan penekanan kecelakaan kerja
yang potensial daripada menganalisis fakta yang terjadi sesudah suatu cedera
terjadi.

d.

Mengikutsertakan tenaga kerja untuk tertarik mempertahankan keberadaan
keselamatan dan kesehatan kerja yang baik dari dirinya dan bagi orang lain.
Inspeksi tempat kerja bertujuan untuk mengidentifikasi sumber-sumber

bahaya potensial yang ada di tempat kerja, mengevaluasi tingkat risiko terhadap
tenaga kerja serta mengendalikan sampai tingkat yang aman bagi keselamatan dan
kesehatan kerja. Inspeksi tempat kerja tidak ditujukan untuk mencari keselahan
orang, melainkan untuk menemukan dan menentukan lokasi bahaya potensial
yang dapat mengakibatkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Universitas Sumatera Utara

33

Waktu pelaksanaan inspeksi, yakni (Hadipoetro, 2014) :
a.

Inspeksi informal atau tidak direncanakan.
Inspeksi

informal

biasanya

dilakukan

pada

saat

manajer/supervisor

melaksanakan tugasnya yang biasa. Walaupun inspeksi yang formal ini, baik,
tetapi tidak sistematis, segingga untuk tujuan loss control mungkin akan
terdeteksi sebagian namun tidak akan mencapai gambaran keseluruhan.
b.

Inspeksi formal atau direncanakan.
Inspeksi formal biasanya dilakukan oleh sebuah tim kecil yang dapat
melakukan inspeksi umum dan inspeksi bagian yang kritis (critical parts),
seperti komponen dari mesin, peralatan, material, struktur atau area yang
dapat menyebabkan bahaya lebih besar dibanding komponen lain ketika ia
mengalami kerusakan atau salah penggunaan. Program inspeksi yang efektif
akan

memastikan

bahwa

seluruh

bagian yang kritis ini diidentifikasi,

dievaluasi, dan dijaga untuk selalu dalam kondisi baik.

2.3.4.2 Penyelidikan Kecelakaan
Penyelidikan kecelakaan merupakan upaya untuk mencari fakta dari suatu
kejadian, kemudian mempelajari faktor penyebabnya sehingga kejadian serupa
dapat dicegah dan tidak terulang kembali di kemudian hari (Hadipoetro, 2014).
Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja mensyaratkan perusahaan
memiliki prosedur mengenai penyelidikan kecelakaan berkaitan dengan tata cara,
petugas yang berwenang, tim investigasi, teknik investigasi, sistem pelaporan, dan
tindak lanjut hasil investigasi. Penyelidikan kecelakaan harus dilakukan oleh
orang yang memiliki kompetensi berikut (Ramli, 2013) :

Universitas Sumatera Utara

34

1.

Pengetahuan teknis yang cukup mengenai aktivitas dan operasi terkait dengan
kecelakaan.

2.

Bersifat objektif, tidak memihak, dan dapat bekerja sama.

3.

Kemampuan berkomunikasi tertulis dan lisan.

4.

Pengetahuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja khususnya konsep
kecelakaan.

5.

Kemampuan menganalisis permasalahan secara sistematis.
Keterangan lengkap harus diperoleh melalui penyelidikan secara hati-hati

dan cermat terhadap setiap kasus kecelakaan kerja. Dalam penyelidikan peristiwa
kecelakaan yang terpenting adalah mencari fakta (fact finding), sama sekali bukan
mencari siapa yang bersalah atau bertanggung jawab pada kejadian tersebut
(Silaban, 2015).
Dalam melaksanakan penyelidikan terhadap kecelakaan kerja, maka
tahapan kegiatan penyelidikan yang harus dilakukan meliputi hari (Hadipoetro,
2014) :
1. Perencanaan penyelidikan
Setelah terjadi kecelakaan atau insiden, maka perusahaan menindak lanjuti
dengan melakukan suatu perencanaan penyelidikan kecelakaan disesuaikan
dengan waktu, tempat, besarnya kerugian serta faktor-faktor lainnya yang
mungkin mempunyai pengaruh dalam terjadinya kecelakaan yang dimaksud.

Universitas Sumatera Utara

35

2. Penetapan petugas atau tim penyidik
Penetapan petugas atau tim penyidik tergantung dari besar atau kecilnya
keparahan korban dan atau kerusakan material atau lingkungan, atau dengan
kata lain besarnya derajat potensial kecelakaan kerja yang terjadi.
3. Pelaksanaan penyelidikan
Pelaksanaan tugas penyelidikan oleh Tim Penyelidik harus mengikuti rencana
penyelidikan yang disusun menurut situasi kejadiannya dan potensi timbulnya
kerugian. Langka-langkah penyelidikan adalah sebagai berikut :
a. Kegiatan awal
Ketua Tim Penyelidik memperkenalkan anggotanya kepada pimpinan
setempat. Dalam rangka menjalankan tugasnya, Tim harus dilengkapi
dengan surat tugas, mengingat konsekuensi hukum yang mungkin timbul.
Tim juga harus melengkapi dirinya dengan kelengkapan penyelidikan
berupa log books, log sheet, strip charts, dan data komputer tempat
kecelakaan dan kegiatan yang terjadi setelah kecelakaan harus juga
diambil gambarnya.
b. Kegiatan di tempat kejadian, yaitu :
i.

Mewawancarai para saksi mata sebelum yang bersangkutan lupa
atau terpengaruh oleh pembicaraan dengan karyawan lainnya.

ii.

Menelaah persyaratan para saksi dan cari hubungannya dengan
proses kejadian.

iii.

Memberitahukan para saksi bahwa masih ada kemungkinan dimintai
keterangan lagi di lain waktu.

Universitas Sumatera Utara

36

iv.

Meminta penjelasan (briefing) dari pimpinan/penanggung jawab
setempat.

v.

Meminta/menyiapkan bagan organisasi.

vi.

Melakukan

hubungan

formal (contact

person) dengan bagian

setempat.
vii.

Mengumpulkan bukti-bukti dan menjaga jangan sampai hilang.

viii.

Menelaah semua foto dan bila perlu mengambil foto tempat-tempat
yang masih dicurigai.

ix.

Membicarakan metode analisis yang akan ditempuh.

x.

Menyiapkan kantor tempat Tim bekerja sekaligus sebagai pusat
koordinasi.

c. Kelengkapan data dan informasi
Untuk dilengkapinya analisis diperlukan pula kelengkapan data dan
informasi sebagai bahan analisis tersebut, yaitu :
i.
ii.

Bukti-bukti fisik, foto-foto.
Hasil wawancara dengan saksi mata, petugas keadaan darurat,
karyawan lain dan petugas, kepala shift, pimpinan setempat, bagian
pemeliharaan, bagian engineering/rekayasa, dan pengendalian mutu.

iii.

Gambar skema dan sketsa.

iv.

Gambar desain awal, prosedur operasi, sistem pemeliharaan dan
keselamatan kerja dari unit tersebut.

d. Data lain
i.

Alur proses.

Universitas Sumatera Utara

37

ii.

Catatan pemeliharaan, inspeksi, perubahan, dan kewenangannya dan
bahan yang diproses.

iii.

Catatan kondisi waktu.

iv.

Catatan tambahan dari engineering/teknik.

v.

Catatan pekerja kontraktor.

vi.

Laporan audit keselamatan kerja.

vii.

Laporan insiden yang lalu.

viii.

Catatan personil : pelatihan, penghargaan, pembagian tugas, dan
kerja lembur.

ix.

Laporan dari forensik.

e. Bila perlu hasil analisis specimen dari laboratorium untuk dianalisis.
4.

Identifikasi fakta-fakta
Identifikasi fakta-fakta kecelakaan atau insiden harus mencakup hal-hal
sebagai berikut :
a. Sumber kecelakaan, seperti bahan berbahaya/kimia, mekanika, listrik,
atau radiasi.
b. Penyebab kecelakaan
i.

Penyebab langsung, seperti terbentur, terjatuh, terjepit, kelelahan,
dan kontak dengan bahan beracun.

ii.

Penyebab tidak langsung, seperti penggunaan alat yang tidak benar,
tindakan yang tidak

memenuhi standar, pengaman yang tidak

memadai, dan alat pelindung yang kurang memadai atau tidak benar.
iii.

Penyebab dasar, seperti kurang pengetahuan dan kurang keahlian.

Universitas Sumatera Utara

38

5. Analisis penyebab kecelakaan
Setelah

semua

fakta-fakta

yang

bertalian

dengan

kecelakaan/ insiden

terkumpul, kemudian dilakukan analisis untuk mencari penyebab utama
terjadinya kecelakaan dan selanjutnya

adalah menentukan cara tindak

lanjutnya.
6. Penyusunan laporan penyelidikan
Laporan

penyelidikan

kecelakaan

secara

lengkap

dapat

menggunakan

formulir dan harus diserahkan kepada pimpinan perusahaan dan manajemen
terakhir
Penulisan

lainnya
laporan

setelah

penyelidikan

kecelakaan

selesai

hasil

penyelidikan

kecelakaan

harus

dilaksanakan.
singkat,

jelas,

komunikatif serta menyeluruh, antara lain meliputi :
a. Identifikasi
Berisi rincian nama perusahaan, lokasi kecelakaan, nama dan jabatan
sekarang, lukanya, kerusakan peralatan/aset, dan bahaya potensial yang
dimungkinkan.
b. Evaluasi besarnya risiko kerugian
Diperkirakan besarnya (magnitude) dan frekuensi (kekerapan) yang
mungkin rimbul dari kecelakaan sejenis.
c. Uraian kejadian/peristiwa
d. Analisis penyebab kecelakaan/insiden
e. Rekomendasi dan rencana tindak lanjut
Cantumkan tindakan yang sudah dilakukan dan rekomendasi untuk
tindakan

pencegahan

selanjutnya.

Jalur

laporan

penyelidikan

Tim

Universitas Sumatera Utara

39

diserahkan kepada pimpinan tertinggi setempat atau kepada pejabat yang
memerintahkan dilakukan penyelidikan.
Adapun tujuan penyelidikan kecelakaan ialah untuk (Ramli, 2013) :
1.

Mencari faktor utama penyebab

kecelakaan untuk

mencegah terulang

kejadian yang serupa.
2.

Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja yang mengalami kecelakaan
dengan melakukan penyelidikan dapat diketahui faktor penyebab utama, dan
tidak menjadikan pekerja sebagai kambing hitam penyebab kecelakaan.

3.

Sebagai bahan laporan kecelakaan pada institusi terkait termasuk kepentingan
asuransi kecelakaan.

4.

Mengetahui kelemahan yang ada dalam sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja.
Penyelidikan kecelakaan sebaiknya dilakukan secepat mungkin setelah

kejadian. Namun, pelaksanaannya sangat bergantung pada kondisi setempat, sifat
kecelakaan, skala kecelakaan, dan kerugian yang ditimbulkan. Untuk kecelakaan
ringan dan skala kerugian terbatas, penyelidikan mungkin dapat dilakukan dengan
segera oleh pengawas atau petugas setempat. Untuk kecelakaan besar yang
memiliki dampak luas, penyelidikan perlu dilakukan oleh tim khusus baik dari
dalam maupun luar perusahaan, seperti instansi pemerintah atau kepolisian
(Ramli, 2013).

2.3.5

Evaluasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja mensyaratkan untuk

melakukan evaluasi keselamatan dan kesehatan kerja oleh manajemen secara

Universitas Sumatera Utara

40

berkala. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja juga mensyaratkan
agar

evaluasi keselamatan

dan

kesehatan

kerja ini dikomunikasikan dan

dikonsultasikan dengan semua pihak yang terlibat. Evaluasi keselamatan dan
kesehatan kerja yang dilakukan oleh manajemen merupakan bagian penting dalam
keselamatan dan kesehatan kerja untuk memastikan bahwa penerapan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja telah berjalan sesuai dengan rencana
yang diharapkan. Evaluasi keselamatan dan kesehatan kerja dilakukan secara
menyeluruh dan tidak bersifat detail untuk isu tertentu. Aspek yang dibahas dalam
evaluasi keselamatan dan kesehatan kerja, antara lain (Ramli, 2013) :
1.

Kesesuaian kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja yang sedang berjalan.

2.

Penyempurnaan objektif keselamatan dan kesehatan kerja untuk peningkatan
berkelanjutan.

3.

Kecukupan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan proses pengendalian
bahaya.

4.

Tingkat risiko saat ini dan efektivitas dari sistem pengendalian.

5.

Kecukupan sumber daya yang disediakan.

6.

Evaluasi kecelakaan dalam kurun waktu tertentu.

7.

Evaluasi penerapan prosedur keselamatan dan kesehatan kerja.

8.

Hasil dari audit keselamatan dan kesehatan kerja, baik internal maupun
eksternal.
Hasil evaluasi keselamatan dan kesehatan kerja ini dapat merumuskan

langkah-langkah perbaikan dan peningkatan kinerja keselamatan dan kesehatan
kerja periode berikutnya. Langkah perbaikan ini harus konsisten dengan hasil

Universitas Sumatera Utara

41

kinerja keselamatan dan kesehatan kerja, potensi risiko, kebijakan keselamatan
dan kesehatan kerja, ketersediaan sumber daya manusia, dan prioritas yang
diinginkan (Ramli, 2013).

2.4

Kerangka Pikir
Faktor pencapaiaan nihil
kecelakaan (zero accident)

Komitmen Perusahaan
Kebijakan K3
Komunikasi dan Pelatihan K3
Inspeksi

K3

dan

Pencapaian Nihil Kecelakaan
Kerja (zero accident)

Penyelidikan

Kecelakaan
Evaluasi K3

Gambar 2.1 Kerangka Pikir
Kerangka pikir di atas menggambarkan variabel-variabel yang akan
digunakan dalam pembuatan pedoman wawancara dalam penelitian ini. Variabelvariabel

yang digunakan diambil dari teori-teori yang sudah ada sebelumnya.

Teori yang dipakai menurut Mathis dan Jackson, variabel dikembangkan atau
disesuaikan dengan kondisi yang ada di PT. PLN (Persero) Area Medan.

Universitas Sumatera Utara