Analisa Konsumsi Dan Biaya Energi Pada Mesin Pengering Pakan Ternak Sistem Pompa Kalor Dengan Daya 1 PK

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Pengeringan
Pengeringan adalah proses perpindahan panas dan uap air secara simultan
yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang
dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang
biasanya berupa panas. Proses pengeringan berlaku apabila bahan yang
dikeringankan kehilangan sebahagian atau keseluruhan air yang dikandungnya.
Proses utama yang terjadi pada proses pengeringan adalah penguapan. Penguapan
terjadi apabila air yang dikandung oleh suatu bahan teruap, yaitu apabila panas
diberikan kepada bahan tersebut.
Prinsip pengeringan biasanya akan melibatkan dua kejadian yaitu panas
yang diberikan pada bahan dan air harus dikeluarkan dari bahan. Dua fenomena
ini menyangkut pindah panas ke dalam dan pindah massa ke luar. Yang dimaksud
dengan pindah panas adalah peristiwa perpindahan energi dari udara ke dalam
bahan yang dapat menyebabkan berpindahnya sejumlah massa (kandungan air)
karena gaya dorong untuk keluar dari bahan (pindah massa).
Dalam pengeringan umumnya diinginkan kecepatan pengeringan yang
maksimum, oleh karena itu diusahakan untuk mempercepat pindah panas dan
pindah massa. Perpindahan panas dalam proses pengeringan dapat terjadi melalui
dua cara yaitu pengeringan langsung dan pengeringan tidak langsung.

Pengeringan langsung yaitu sumber panas berhubungan dengan bahan yang
dikeringkan, sedangkan pengeringan tidak langsung yaitu panas dari sumber
panas dilewatkan melalui permukaan benda padat (conventer) dan conventer

Universitas Sumatera Utara

tersebut yang berhubungan dengan bahan. Setelah panas sampai ke bahan maka
air dari sel-sel bahan akan bergerak ke permukaan bahan kemudian keluar.
2.2 Pengeringan Buatan
Pengeringan dengan menggunakan alat pengering dimana, suhu,
kelembapan udara, kecepatan udara dan waktu dapat diatur dan di awasi.
Keuntungan Pengering Buatan:











Tidak tergantung cuaca
Kapasitas pengeringa dapat dipilih sesuai dengan yang diperlukan
Tidak memerlukan tempat yang luas
Kondisi pengeringan dapat dikontrol
Pekerjaan lebih mudah.

2.2.1 Jenis Jenis Pengeringan Buatan
Berdasarkan media panasnya,


Pengeringan adiabatis ; pengeringan dimana panas dibawa ke alat
pengering oleh udara panas, fungsin udara memberi panas dan



membawa air.
Pengeringan isotermik; bahan yang dikeringkan berhubungan langsung
dengan alat/ plat logam yang panas.


2.2.2 Proses pengeringan:





Proses pengeringan diperoleh dengan cara penguapan air
Dengan cara menurunkan RH dengan mengalirkan udara panas
disekeliling bahan
Proses perpindahan panas; proses pemanasan dan terjadi panas
sensible dari medium pemanas ke bahan, dari permukaan bahan




kepusat bahan.
Proses perpindahan massa ; proses pengeringan (penguapan), terjadi
panas laten, dari permukaan bahan ke udara
Panas sensible ; panas yang dibutuhkan/ dilepaskan untuk menaikkan

/menurunkan suhu suatu benda

Universitas Sumatera Utara



Panas laten ; panas yang diperlukan untuk mengubah wujud zat dari
padat kecair, cair ke gas, dst, tanpa mengubah suhu benda tersebut.

2.2.3 Faktor faktor yang mempengaruhi pengeringan.
Pada pengeringan selalu diinginan kecepatan pengeringan yang maksimal.
Oleh karena itu perlu dilakukan usah- usah untuk memercepat pindah panas dan
pindah massa ( pindah massa dalam hal ini adalah perpindahan air keluar dari
bahan yang dikeringksan dalam proses pengeringan tersebut.
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk memperoleh kecepatan
pengeringan maksimum, yaitu :
(a)

Luas permukaan


(b)

Suhu

(c)

Kecepatan udara

(d)

Kelembaban udara

(e)

Tekanan

(f)

Waktu.


Dalam rancang mesin ini faktor yang perlu diperhatikan untuk memperoleh
kecepatan pengeringan maksimum adalah :


Suhu
Semakin besar perbedaan suhu ( antara medium pemanas dengan
bahan bahan) maka akan semakin cepat proses pindah panas
berlangsung sehingga mengakibatkan proses penguapan semaki cepat
pula. Atau semkain tinggi suhu udara pengeringan maka aka semakin
besar anergi panas yang dibawa ke udara yang akan menyebabkan
proses pindahan panas semakin cepat sengingga pindah massa akan



berlangsung juga dengan cepat.
Kecepatan udara

Universitas Sumatera Utara

Umumnya udara yang bergerak akan lebih banyak mengambil uap air

dari permukaan bahan yang dikeringkan. Udara yang bergerak adalah
udara yang mempunyai kecepatan gerak yang tinggi yang berguna
untuk mengambil uap air dan menghilangkan uapa air dari permukaan
bahan yang dikeringkan, sehingga dapat mencegah terjadinya udara


jenuh yang dapat memperlambat penghilangan air.
Kelembaban Udara (RH)
Semakin lembab udara di dalam ruang pengering dan sekitarnya maka
akan semakin lama proses pengerngan berkangsung kering, begitu juga
sebaliknya. Karena udara kering dapat mengabsorbsi dan menahan uap
air. Setiap bahan mempunyai keseimbangan kelembaban nisbi ( RH
keseimbangan) masing- masing, yaitu kelembaban pada suhu tertentu
dimana bahan tidak akan kehilangan air (pindah) ke atmosfir atau
tidak akan mengambil uap air dari atmosfir.
Jika RH udara < RH keseimbangan maka bahan masih dapat
dikeringkan
Jika RH udara > RH keseimbangan maka bahan malahan akan menarik




uap air dari udara.
Waktu
Semakin lama waktu (batas tertentu) pengeringan maka akan semakin
cepat proses pengeringan selesai. Dalam pengeringan diterapkan
konsep HTST (High Temperature Short Time), short time dapat
menekan biaya pengeringan.

2.3 Siklus Kompresi Uap
Sistem kompresi uap merupakan dasar sistem refrigerasi yang terbanyak di
gunakan, dengan komponen utamanya adalah kompresor, evaporator, alat
ekspansi (Throttling Device), dan kondensor. Keempat komponen tersebut
melakukan proses yang saling berhubungan dan membentuk siklus refrigerasi
kompresi uap.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1. Siklus Kompresi Uap
Pada diagram P-h, siklus kompresi uap dapat digambarkan pada gambar
2.2 sebagai berikut:

(P = kPa)

3

4

2

1
(h = kJ/kg)

Gambar 2.2. Siklus Refrigerasi Kompresi Uap pada Diagram P-h
Proses yang terjadi pada Siklus Refrigerasi Kompresi Uap adalah sebagai berikut:

1. Proses Kompresi (1 – 2)
Proses ini berlangsung di kompresor secara isentropik adiabatik. Kondisi
awal refrigeran pada saat masuk di kompresor adalah uap jenuh bertekanan
rendah, setelah di kompresi refrigeran menjadi uap bertekanan tinggi. Oleh karena
proses ini di anggap isentropik, maka temperatur keluar kompresor pun
muningkat. Besarnya kerja kompresi per satuan massa refrigeran bisa di hitung

dengan rumus

Wk =

(sumber : Dr.Eng. Himsar Ambarita, hal : 11)

Universitas Sumatera Utara

Dimana :
Wk = besarnya kerja kompresi yang di lakukan (kJ/kg)
= entalpi refrigeran saat masuk kompresor (kJ/kg)
= entalpi refrigeran saat keluar kompresor (kJ/kg)
ṁ = laju aliran refrigeran pada sistem (kg/s)
h1 diperoleh dari tekanan pada evaporator, h2 diperoleh dari tekanan pada
kondensor.
Dalam pengujian besarnya daya kompresor untuk melakukan kerja dapat
juga ditentukan dengan rumus:
....................................................................................(2.1)
Dimana :
= daya listrik kompresor (Watt)

= tegangan listrik (Volt)
= kuat arus listrik (Ampere)
= 0,6 – 0,8
2. Proses Kondensasi (2 – 3)
Proses ini berlangsung di kondensor, refrigeran yang bertekanan dan
temperatur tinggi keluar dari kompresor membuang kalor sehingga fasanya
berubah menjadi cair. Hal ini berarti bahwa di kondensor terjadi penukaran kalor
antara refrigeran dengan udara, sehingga panas berpindah dari refrigeran ke udara
pendingin dan akhirnya refrigeran mengembun menjadi cair.
Besarnya kalor per satuan massa refrigerant yang di lepaskan di
kondensor dinyatakan sebagai:

Universitas Sumatera Utara

( Sumber : Dr.Eng.Himsar Ambarita, hal : 14)
Dimana :
Qk = besarnya kalor dilepas di kondensor (kJ/kg)
= entalpi refrigeran saat masuk kondensor (kJ/kg)
= entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg)
3. Proses Ekspansi (3 – 4)
Proses ini berlangsung secara isoentalpi, hal ini berarti tidak terjadi
penambahanentalpi tetapi terjadi drop tekanan dan penurunan temperatur. Proses
penurunan tekanan terjadi pada katup ekspansi yang berbentuk pipa kapiler atau
orifice yang berfungsi mengatur laju aliran refrigerant dan menurunkan tekanan.
=

( Sumber : Dr.Eng.Himsar Ambarita, hal : 6)

Dimana :
h3 = entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg)
h4 = harga entalpi masuk ke evaporator (kJ/kg)
4.

Proses Evaporasi (4 – 1)
Proses ini berlangsung di evaporator secara isobar isotermal. Refrigerant

dalam wujud cair bertekanan rendah menyerap kalor dari lingkungan / media yang
di dinginkan sehingga wujudnya berubah menjadi gas bertekanan rendah.
Besarnya kalor yang diserap evaporator adalah

(Sumber: Dr.Eng.Himsar Ambarita, hal : 6)
Dimana :
= kalor yang di serap di evaporator ( kW )

Universitas Sumatera Utara

= harga entalpi ke luar evaporator (kJ/kg)
= harga entalpi masuk ke evaporator (kJ/kg)
Selanjutnya refrigeran kembali masuk ke kompresor dan bersirkulasi
kembali, begitu seterusnya sampai kondisi yang diinginkan tercapai.

2.3.1 Komponen Utama Siklus Kompresi Uap
Siklus refrigerasi kompresi uap merupakan silkus yang paling
umum digunakan untuk mesin pendingin dan pompa kalor. Komponen utama dari
sebuah siklus kompresi uap adalah :
1. Kompresor
Pada sistem mesin refrigerasi, kompresor berfungsi seperti jantung.
Kompresor berfungsi untuk mensirkulasikan refrigeran dan menaikan tekanan
refrigerant agar dapat mengembun di kondensor pada temperatur di atas
temperatur udara sekeliling.(www:Google/Komponen Utama Siklus Kompresi
Uap).
Berdasarkan cara kerjanya, kompresor yang biasa dipakai pada sistem
refrigerasi dapat dibagi menjadi:
KOMPRESOR

ROTARY

VANE

SCROLL

RECIPROCATING

ROLLING
PISTON

SCREW

EJEKTOR

CENTRIFUGAL

TURBO

AXIAL

Gambar 2. 3 Pembagian Kompresor (Teknik Pendingin & Pengkondisian Udara
,Dr. Eng. Himsar Ambarita, 2012, hal : 46)

Universitas Sumatera Utara

Kompresor yang memerangkap refrigeran dalam suatu ruangan yang
terpisah dari saluran masuk dan keluarnya, kemudian dimampatkan. Kompresor
ini dapat dibagi lagi menjadi:
a. Bolak-balik (reciprocating) kompresor torak.
b. Putar (rotary)
c. Kompresor sudu luncur (rotary vane atau sliding vane)
d. Kompresor ulir (screw)
e. Kompresor gulung (Scroll)
2. Kondensor,
Kondensor berfungsi sebagai untuk membuang kalor ke lingkungan,
sehingga uap refrigeran akan mengembun dan berubah fasa dari uap ke cair.
Sebelum masuk ke kondenser refrigeran berupa uap yang bertemperatur dan
bertekanan tinggi, sedangkan setelah keluar dari kondenser refrigeran berupa
cairan jenuh yang bertemperatur lebih rendah dan bertekanan sama (tinggi) seperti
sebelum masuk ke kondensor.
Dilihat dari proses perpindahan panasnya kondensor terdiri dari dua jenis, jenis
kondensor yaitu kondensor kontak langsung dan kondensor permukaan.
1.

Kondensor Jet
Kondensor jet adalah kondensor kontak langsung yang banyak digunakan.

Kondensor jet digunakan pada pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) yang
siklus kerjanya terbuka. Perpindahan panas pada kondensor jet dilakukan dengan
menyemprotkan air pendingin ke aliran uap secara langsung. Air kondensat yang
terkumpul di kondensor sebagian digunakan sebagai air pendingin kondensor dan
selebihnya dibuang.
2.

Kondensor Permukaan

Universitas Sumatera Utara

Pada kondensor permukaan, uap terpisah dari air pendingin, uap berada
diluar pipa-pipa sedangkan air pendingin berada didalam pipa. Perpindahan panas
dari uap ke air terjadi melalui perantaraan pipa-pipa. Pada kondensor jenis ini
kemurnian air pendingin tidak menjadi masalah karena terpisah dari air
kondensat.
Jenis- jenis kondensor yang kebanyakan dipakai adalah sebagai berikut:
1)

Kondensor pipa ganda (Tube and Tube)
Jenis kondensor ini terdiri dari susunan dua pipa koaksial, dimana

refrigeran mengalir melalui saluran yang berbentuk antara pipa dalam dan pipa
luar, dari atas ke bawah. Sedangkan air pendingin mengalir di dalam pipa dalam
dengan arah yang berlawanan dengan arah aliran refrigeran.

Gambar 2.4 Kondensor pipa ganda (Tube and Tube Condensor )
Keterangan :
a. Uap refrigeran masuk

e. Tabung luar

b. Air pendingin keluar

f.

c. Air pendingin masuk

g. Tabung dalam

Sirip bentuk bunga

d. Cairan refrigeran keluar

Universitas Sumatera Utara

2) Kondensor tabung dan koil ( Shell and Coil )
Kondensor tabung dan koil adalah kondensor yang terdapat koil pipa air
pendingin di dalam tabung yang di pasang pada posisi vertikal. Tipe kondensor ini
air mengalir dalam koil, endapan dan kerak yang terbantuk dalam pipa harus di
bersihkan dangan bahan kimia atau detergen.
3) Kondensor pendingin udara
Kondensor pendingin udara adalah jenis kondensor yang terdiri dari koil pipa
pendingin yang bersirip pelat (tembaga atau aluminium). Udara mengalir dengan
arah tegak lurus pada bidang pendingin, gas refrigeran yang bertemperatur tinggi
masuk ke bagian atas dari koil dan secara berangsur mencair dalam alirannya ke
bawah.
4) Kondensor tabung dan pipa horizontal (Shell and Tube)
Kondensor tabung dan pipa horizontal adalah kondensor tabung yang di
dalamnya banyak terdapat pipa – pipa pendingin, dimana air pendingin mengalir
dalam pipa – pipa tersebut. Ujung dan pangkal pipa terikat pada pelat pipa,
sedangkan diantara pelat pipa dan tutup tabung dipasang sekat untuk membagi
aliran air yang melewati pipa – pipa.

Gambar 2.5 Kondensor selubung dan tabung (Shell and Tube condenser)

Universitas Sumatera Utara

Keterangan :
1. Saluran air pendingin keluar

6. Pengukur muka cairan

2. Saluran air pendingin masuk

7. Saluran masuk refrigeran

3. Pelat pipa

8. Tabung keluar refrigeran

4. Pelat distribusi

9. Tabung

5. Pipa bersirip
Pembagian kondensor berdasarkan medium yang digunakan dapat dibagi
atas 3 bagian, yaitu: (1) Kondensor berpendingin udara, (2) Kondensor
berpendingin air, dan (3) Kondensor berpendingin gabungan (Evaporative
Condenser).
Tabel 2.1. Perbandingan kondensor berpendingin udara dan air
Pendingin
Parameter

Udara

Pendingin Air

Perbedaan temperatur, Tc-Tpendingin

6 s/d 22 oC

6 s/d 12 oC

12 s/d 20

0,007 s/d 0,02

Laju aliran pendingin per TR

m3/mnt

m3/mnt

Luas perpindahan panas per TR

10 s/d 15 m2

0,5 s/d 1 m2

Kecepatan fluida pendingin

2,5 s/d 6 m/s

2 s/d 3 m/s

Daya pompa/blower per TR

75 s/d 100W

Kecil

TR = Ton of Refrigerasi ( Beban di evaporator) 1TR = 3,5 KW
Sumber, ASHRAE Inc., (2008). ASHRAE Handbook – HVAC Systems and
Equipment. SI Edition. Atlanta.

3. Katup Ekspansi,
Komponen utama yang lain untuk mesin refrigerasi adalah katup ekspansi.
Katup ekspansi ini dipergunakan untuk menurunkan tekanan dan untuk
mengekspansikan secara adiabatik cairan yang bertekan dan bertemperatur tinggi
sampai mencapai tingkat tekanan dan temperatur rendah, atau mengekspansikan
refrigeran cair dari tekanan kondensasi ke tekanan evaporasi, refrigeran cair

Universitas Sumatera Utara

diinjeksikan keluar melalui oriffice, refrigeran segera berubah menjadi kabut yang
tekanan dan temperaturnya rendah.
Selain itu, katup ekspansi juga sebagai alat kontrol refrigerasi yang berfungsi :
1. Mengatur jumlah refrigeran yang mengalir dari pipa cair menuju evaporator
sesuai dengan laju penguapan pada evaporator.
2. Mempertahankan perbedaan tekanan antara kondensor dan evaporator agar

penguapan pada evaporator berlangsung pada tekanan kerjanya.
4. Evaporator,
Evaporator berfungsi melakukan perpindahan kalor dari ruangan yang
didinginkan ke refrigeran yang mengalir di dalamnya melalui permukaan
dindingnya. Pada diagaram P – h dari siklus kompresi uap sederhana, evaporator
mempunyai tugas merealisasikan garis 1–4. Setelah refrigeran turun dari
kondensor melalui katup ekspansi masuk ke evaporator dan di uapkan, kemudian
dikrim ke kompresor. Pada prinsipnya evaporator hampir sama dengan kondensor,
yaitu sama – sama APK yang fungsinya mengubah fasa refrigeran. Bedanya, jika
pada kondensor refrigeran berubah dari uap menjadi cair, maka pada evaporator
berubah dari cair menjadi uap.
Berdasarkan model perpindahan panasnya, evaporator dapat dibagi menjadi dua
jenis yaitu :
1. Natural Convention
Pada evaporator natural convention, fluida pendingin dibiarkan mengalir
sendiri karena adanya perbedaan massa jenis, umumnya evaporator ditempatkan
di tempat yang lebih tinggi. Fluida yang bersentuhan dengan evaporator akan turn
suhunya dan massa jenisnya akan naik, sebagai akibatnya fluida ini akan turun
dan mendesak fluida dibawahnya untuk bersirkulasi. Sistem ini hanya mampu
pada refrigerasi dengan kapasitas – kapasitas kecil seperti kulkas.
2. Forced convention
Evaporator ini menggunakan blower untuk memaksa terjadinya aliran udara
sehingga terjadi konveksi dengan laju perpindahan panas yang lebih baik.

2. 4 Refrigrant

Universitas Sumatera Utara

Refrigerant adalah fluida kerja utama pada suatu siklus refrigerasi yang
bertugas menyerap panas pada temperatur dan tekanan rendah dan membuang
panas pada temperatur dan tekanan tinggi. Umumnya refrigerant mengalami
perubahan fasa dalam satu siklus.
1. Kecepatan refrigeran pada titik 4
V4 = w . v4………………...………………..…………………….……..………(2.2)
(Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Edisi II, W.F. Stoecker, hal :251)
v4= Volume spesifik cair jenuh (m3/kg)
2. Bilangan Reynolds

Re = V3.D/µ4. v4-

….………………….…………………..…………….….…(2.3)
(Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Edisi II, W.F. Stoecker, hal :251)

µ3 = Viskositas cair jenuh

D = Diameter dalam pipa kapiler = 2 mm
3. Faktor gesek
f=
0,33/Re0.25……….…………….…………....……...…………….….…(2.4)
(Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Edisi II, W.F. Stoecker, hal :251)

3. Faktor gesek rata-rata untuk tiap ruas
fm=
f3 + f4
……….………..….……………………..…..………….….…(2.5)
2

Universitas Sumatera Utara

(Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Edisi II, W.F. Stoecker, hal :251)
5. Kecepatan rata-rata refrigeran
Vm

=

V3 +V 4
………………..……..…………..…..………….….…(2.6)
2

2
.

∆L Vm 
(
)
(V4 − V3 ) ……………………..….….…(2.7)
=


A
m
x
P
P
f
x

 3
m
4
D 2v 


(Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Edisi II, W.F. Stoecker, hal :251)
2.4.1. Pengelompokan Refrigrant
Refrigerant dirancang untuk ditempatkan didalam siklus tertutup atau tidak
bercampur dengan udara luar. Tetapi, jika ada kebocoran karena sesuatu hal yang
tidak diinginkan, maka refrigerant akan keluar dari system dan bisa saja terhirup
manusia. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka refrigerant harus
dikategorikan aman atau tidak aman. Ada dua faktor yang digunakan untuk
mengklassifikasikan refrigerant berdasarkan keamanan, yaitu bersifat racun
(toxicity) dan bersifat mudah terbakar (flammability).
Berdasarkan toxicity, refrigerants dapat dibagi dua kelas, yaitu kelas A
bersifat tidak beracun pada konsentrasi yang ditetapkan dan kelas B jika bersifat
racun. Batas yang digunakan untuk mendefinisikan sifat racun atau tidak adalah
sebagai berikut. Refrigerant dikategorikan tipe A jika pekerja tidak mengalami
gejala keracunan meskipun bekerja lebih dari 8 jam/hari (40 jam/minggu) di

Universitas Sumatera Utara

lingkungan yang mengandung konsentrasi refrigerant sama atau kurang dari 400
ppm (part per million by mass). Sementara kategori B adalah sebaliknya.
Berdasarkan flammability, refrigerant dibagi atas 3 kelas, kelas 1, kelas 2,
dan kelas 3. Yang disebut kelas 1 jika tidak terbakar jika diuji pada tekanan 1 atm
(101 kPa) temperature 18,3°C. Kelas 2 jika menunjukkan keterbakaran yang
rendah saat konsentrasinya lebih dari 0,1 kg/m3 pada 1 atm 21.1°C atau kalor
pembakarannya kurang dari 19 MJ/kg. Kelas 3 sangat mudah terbakar.
Refrigerant ini akan terbakar jika konsentrasinya kurang dari 0,1 kg kg/m3
atau kalor pembakarannya lebih dari 19 MJ/kg. Berdasarkan defenisi ini, sesuai
standard 34-1997, refrigerants diklassifikasikan menjadi 6 kategori, yaitu:
(Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Edisi II, W.F. Stoecker ).
1. A1: Sifat racun rendah dan tidak terbakar
2. A2: Sifat racun rendah dan sifat terbakar rendah
3. A3: Sifat racun rendah dan mudah terbakar
4. B1: Sifat racun lebih tinggi dan tidak terbakar
5. B2: Sifat racun lebih tinggi dan sifat terbakar rendah
6. B3: Sifat racun lebih tinggi dan mudah terbakar
Tabel 2. 2. Pembagian Refrigerant berdasarkan keamanan
Refrigerant
number
10
11
12
13
13B1
14
21
22

Chemical Formula
CCl4
CCl3F
CCl2F2
CClF3
CBrF3
CF4
CHCl2F
CHClF2

Safety group
Old
2
1
1
1
1
1
2
1

New
B1
A1
A1
A1
A1
A1
B1
A1

Universitas Sumatera Utara

23
30
32
40
50
113
114
115
116
123
124
125
134a
142b
143a
152a
170
218

CHF3
CH2CL2
CH2F2
CH3Cl
CH4
CCl2FCClF2
CClF2CClF2
CClF2CF3
CF3CF3
CHCl2CF3
CHClFCF3
CHF2CF3
CF3CH2F
CClF2CH3
CF3CH3
CHF2CH3
CH3CH3
CF3CF2CF3

A1
B2
A2
B2
A3
A1
A1
A1
A1
B1
A1
A1
A1
A2
A2
A2
A3
A1

2
2
3a
1
1
1

3b
3b
3a

Sumber, ASHRAE Inc., (2008). ASHRAE Handbook – HVAC Systems and Equipment. SI Edition.
Atlanta.

2.4.2. Persyaratan Refrigerant
Beberapa persyaratan dari penggunaan refrigerant adalah sebagai berikut:

a. Tekanan Evaporasi dan Tekanan Kondensasi
Tekanan evaporasi refrigerant sebaiknya lebih tinggi dari atmosfer. Hal ini
menjaga agar udara luar tidak masuk ke siklus jika terjadi kebocoran minor.
Tekanan kondensasi refrigerant sebaiknya tidak terlalu tinggi. Tekanan yang
tinggi pada kondensor akan membuat kerja kompressor lebih tinggi dan
kondensor harus dirancang untuk tahan pada tekanan tinggi, hal ini akan
menambah biaya.

b. Sifat ketercampuran dengan pelumas (oil miscibility)

Universitas Sumatera Utara

Refrigerant yang baik jika dapat bercampur dengan oli dan membantu
melumasi kompressor. Oli sebaiknya kembali ke compressor dari kondensor,
evaporator, dan part lainnya. Refrigerant yang tidak baik justru melemahkan sifat
pelumas dan membentuk semacam lapisan kerak yang melemahkan laju
perpindahan panas. Sifat seperti ini harus dihindari.
c. Tidak mudah bereaksi (Inertness)
Refrigerant yang bersifat inert tidak bereaksi dengan material lainnya untuk
menghindari korosi, erosi, dan kerusakan lainnya.
d. Mudah dideteksi kebocorannya (Leakage Detection)
Kebocoran refrigerant sebaiknya mudah di deteksi, jika tidak akan
mengurangi performansinya. Umumnya refrigerant tidak berwarna (colorless) dan
tidak berbau (odorless). Metode deteksi kebocoran refrigerant:
a. Halide torch, jika udara mengalir di atas permukaan tembaga yang dipanasi
dengan api methyl alcohol, uap dari refrigerant akan berdekomposisi dan
mangubah warna api. Lidah api menjadi hijau pada kebocoran kecil, dan
mengecil dan kemerahan pada kebocoran besar.
b. Electronic detector, caranya dengan melepaskan arus pada inonisasi refrigerant
yang telah terdekomposisi. Tetapi tidak dapat digunakan untuk jika udara
mengandung zat yang mudah terbakar.
c. Bubble method, campuran sabun yang mudah menggelembung dioleskan pada
bagian yang diduga bocor. Jika terjadi gelembung, berarti terjadi kebocoran.
d. ODP, singkatan dari Ozone Depletion Potential, potensi penipisan lapisan
ozon. Faktor yang dijadikan pembanding adalah kemampuan CFC-11 (R-11)

Universitas Sumatera Utara

e. merusak lapisan ozon. Jika suatu refrigerant X mempunyai 6 ODP, artinya
refrigerant itu mempunyai kemampuan 6 kali R-11 dalam merusak ozon.
Tabel 2.3 Nilai ODP beberapa Refrigerant
Refrigerant
CFC-11
CFC-12
CFC-13B1
CFC-113
CFC-114
CFC-115
CFC/HFC-500
CFC/HCFC-502
HCFC-22
HCFC-123
HCFC-124
HCFC-142b
HCFC-125
HFC-134a
HFC-152a

Chemical Formula
CCl3F
CCl2F2
CBrF3
CCl2FCClF2
CClF2CClF2
CClF2CF4
CFC-12(73.8%)/HFC-152a(26.2%)
HCFC-22(48.8%)/CFC-115(51.2%)
CHClF2
CHCl2CF3
CHCClF3
CH3CClF2
CHF2CF3
CF3CH2F
CH3CHF2

ODP Value
1.0
1.0
0
0.8
1.0
0.6
0.74
0.33
0.05
0.02
0.02
0.06
0
0
0

Sumber, ASHRAE Inc., (2008). ASHRAE Handbook – HVAC Systems and Equipment. SI Edition.
Atlanta

f. GWP adalah global warming potential, ada dua jenis angka (indeks) yang biasa
digunakan untuk menyatakan potensi peningkatan suhu bumi. Pertama HGWP
(halocarbon global warming potential) yaitu perbandingan potensi pemanasan
global suatu refrigerant dibandingkan dengan R-11. GWP yang menggunakan
CO2 sebagai acuan. Sebagai contoh perhitungan 1 lb R-22 mempunyai efek
pemanasan global yang sama dengan 4100 lb gas CO2 pada 20 tahun pertama
dilepas ke atmosfer. Dan turun menjadi 1500 lb CO2 setelah 100 tahun.

Universitas Sumatera Utara

2.5 Pengering Pompa Kalor
Prinsip kerja dari mesin pengering pakan ternak adalah udara bebas masuk
ke evaporator, kemudian temperatur udara diturunkan hingga suhu 160 C
kemudian udara dikompres di kompresor dan dikondensasi di kondensor.
Melalui skema siklus refrigrasi kompresi uap, panas yang dikeluarkan oleh
kondensor dimanfaatkan untuk mengeringkan pakan ternak. Udara panas dari
kondensor dialirkan ke saluran pengeringan, selanjutnya udara hasil pengeringan
dibuang ke udara bebas. Demikian seteruanya siklus dari udara pengering tersebut
bersikulasi.
Skema dari pengering pakaian ini terlihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.6 Skema pengeringan
Sumber: (Pal U.S 2010)
2.6 Kinerja Alat Pengering
Kinerja alat pengering salah satunya dapat ditentukan dari efisiensi
pengeringan. Efisiensi pengeringan merupakan perbandingan antara energi yang
digunakan untuk menguapkan kandungan air bahan dengan energi untuk
memanaskan udara pengering. Efisiensi pengeringan biasanya dinyatakan dalam

Universitas Sumatera Utara

persen. Semakin tinggi nilai efisiensi pengeringan maka alat pengering tersebut
semakin baik.
2.6.1 Efisiensi Pengeringan
Perhitungan efisiensi pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan
persamaan:
.................................................................................... (2.8)

(Dipl.

Ing (FH) D. Butz, Dipl. Ing (FH) M. Schwarz, Fachhochschule Fulda, Food
technology 2004 hal :142)
Dimana:
Qp adalah energi yang digunakan untuk pengeringan (kJ)
Q adalah energi untuk memanaskan udara pengering (kJ)
2.6.2 Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukan
banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air biasanya dinyatakan
dengan persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam gram air untuk setiap
100 gram bahan yang disebut dengan kadar air basis basah (bb). Berat bahan
kering atau padatan adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa
waktu tertentu sehingga beratnya tetap atau konstan (Safrizal, 2010).
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot
bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan
tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah
(wet basis) (Safrizal, 2010).
Kadar air basis basah dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

……………….......……..……. (2.9)
Dimana:
Kabb

= Kadar air basis basah (%)

Wa

= Berat air dalam bahan (g)

Universitas Sumatera Utara

Wk

= Berat kering mutlak bahan (g)

Wt

= Berat total (g) = Wa + Wk

Kadar air basis kering adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam
bahan dengan berat padatan yang ada dalam bahan. Kadar air berat kering dapat
ditentukan dengan persamaan berikut:
......................................................(2.10)

Dimana:
Kabk

= Kadar air basis kering (%)

Wa

= Berat air dalam bahan (g)

Wk

= Berat kering mutlak bahan (g)

Wt

= Berat total (g) = Wa + Wk

Kadar air basis kering adalah berat bahan setelah mengalami pengeringan
dalam waktu tertentu sehingga beratnya konstan. Pada proses pengeringan, air
yang terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan meskipun
demikian yang diperoleh disebut juga sebagai berat bahan kering (Ramadhani,
2011).

2.6.3 Pengertian Laju Pengeringan
Laju pengeringan (drying rate; kg/jam) adalah banyaknya air yang diuapkan
tiap satuan waktu atau penurunan kadar air bahan dalam satuan waktu. Penurunan
kadar air produk selama proses pengeringan dihitung dengan menggunakan
persamaan 2.11 (Suntivarakorn, Satmarong, Benjapiyaporn, & Theerakulpisut,
2010). [Ref. International Journal of Aerospace & Mechanical
Engineering;Oct2010, Vol. 4 Issue 4, hal. 220]

Universitas Sumatera Utara

Dimana :
We = Berat pakan sebelum pengeringan (kg)
Wf = Berat pakan setelah pengeringan (kg)
t = Waktu pengeringan (jam)
Laju pengeringan biasanya meningkat di awal pengeringan kemudian
konstan dan selanjutnya semakin menurun seiring berjalannya waktu dan
berkurangnya kandungan air pada bahan yang dikeringkan. Laju pengeringan
merupakan jumlah kandungan air bahan yang diuapkan tiap satuan berat kering
bahan dan tiap satuan waktu (Earle 1983; Mujumdar 2006).

2.6.4 Nilai Laju Ekstraksi Air Spesifikc (Spesific Moisture Extraction Rate)
Nilai laju ekstraksi air spesifik atau specific moisture extraction rate
(SMER) merupakan perbandingan jumlah air yang dapat diuapkan dari bahan
dengan energi listrik yang digunakan tiap jam atau energi yang dibutuhkan untuk
menghilangkan 1 kg air . Dinyatakan dalam kg/kWh.
Perhitungan SMER menggunakan persamaan (Mahlia, Hor and Masjuki
2010):

SMER

=

mudara

X
................................................... (2.12)
x Cp x (Tin − Tout ) +Wc

Dimana :
Mudara = laju aliran massa udara ( kg/s)
Cp

= Panas Jenis udara (kJ/kg)

Tin

= Temperatur udara masuk evaporator (0C)

Tout

= Temperatur udara keluar evaporator (0C)

Wc

= Daya kompressor (kW)

Universitas Sumatera Utara

X

= Air yang di serap

2.6.5 Konsumsi Energi Spesifik (Specific Energy Consumption)
Energi yang dikonsumsi spesifik atau specific energy consumption (SEC)
adalah perbandingan energi yang dikonsumsi dengan kandungan air yang hilang,
dinyatakan dalam kWh/kg dan dihitung dengan menggunakan persamaan (Mahlia,
Hor and Masjuki 2010):

SEC

=

mudara x Cp x (Tin − Tout ) +Wc
...............................................(2.13)
X

Dimana :
Mudara = laju aliran massa udara ( kg/s)
Cp

= Panas Jenis udara (kJ/kg)

Tin

= Temperatur udara masuk evaporator (0C)

Tout

= Temperatur udara keluar evaporator (0C)

Wc

= Daya kompressor (kW)

X

= Air yang di serap

2.6.6 Biaya Pokok Produksi
Biaya pokok produksi merupakan biaya yang dibutuhkan dalam
menguapkan 1 kg air dalam satuan rupiah/kWh. Dalam hal ini biaya pokok
produksi merupakan perkalian antara spesific energy consumption (kWh/kg)
dengan tarif dasar listik (Rupiah/kWh).

Universitas Sumatera Utara