Pengembangan Konsep Diversi dan Restoratif Justice Pada Tindak Pidana Pencurian yang dilakukan oleh Orang Dewasa (Studi Pada: Polresta Medan)

BAB II
PENANGANAN TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN
OLEH ORANG DEWASA PADA POLRESTA MEDAN

A. Jenis-Jenis Tindak Pidana Pencurian pada Polresta Medan
1. Jenis-Jenis Pencurian menurut KUHP di Indonesia
Secara umum jenis-jenis tindak pidana pencurian diatur pada Kitab
undang-undang hukum pidana di dalam bab XXII tentang Pencurian yang
dimulai dari pasal 362-372. Setiap pasalnya mengatur jenis pencurian yang
berbeda-beda berdasarkan berat ringannya tindak pidana tersebut dilihat dari
unsur objektif dan subjektif serta sanksi yang dikenakan terhadap pelakunya.
Pencurian Pasal 362 KUHP merumuskan:
“Barangsiapa mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau
sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan
memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian
dengan pidana penjara, selama-lamanya lima tahun atau denda paling
banyak Rp.900,-,”
Unsur-unsur pencurian dalam Pasal 362 KUHP, yaitu:
a. Unsur-unsur obyektif, terdiri dari:
1) Mengambil
Menurut Van Bemmelen dan van Hattum, unsur mengambil

merupakan unsur terpenting atau unsur yang pertama dalam tindak
pencurian.33 Unsur mengambil ini mengalami berbagai penafsiran,
mengambil yang diartikan setiap perbuatan untuk membawa sesuatu benda
di bawah kekuasaannya yang nyata dan multak. Perbuatan mengambil
33

P.A.F. Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan-kejahatan Terhadap Harta Kekayaan ,
(Bandung: Sinar Baru, 1989), hal. 11.

Universitas Sumatera Utara

berarti perbuatan yang mengakibatkan barang dibawah kekuasaan yang
melakukan atau yang mengakibatkan barang diluar kekuasan pemiliknya.34
Dalam pencurian, mengambil yang dimaksud adalah mengambil
untuk menguasai benda tersebut secara melawan hukum, maksudnya
adalah waktu pencuri mengambil barang, barang tersebut belum ada dalam
kekuasaannya, apabila waktu memiliki barang itu sudah ada ditangannya,
maka perbuatan tersebut bukan termasuk pencurian tetapi penggelapan,
pencurian dikatakan selesai apabila barang tersebut sudah pindah tempat.
2) Suatu barang atau benda

Pengertian “barang” dalam Pasal 362 KUHP juga mengalami
perkembangan makna. Pengertian “barang” dalam Pasal 362 KUHP ini
pada awalnya menunjuk pada pengertian barang atau benda bergerak dan
berwujud, termasuk binatang.35
Dalam perkembangannya pengertian “barang” atau “benda” tidak
hanya terbatas pada benda atau barang berwujud dan bergerak, tetapi
termasuk dalam pengertian barang atau benda adalah “barang atau benda
tidak terwujud dan tidak bergerak”.36 Benda yang dikategorikan sebagai
benda tidak terwujud dan tidak bergerak tersebut antara lain halaman
dengan segala sesuatu yang dibangun diatasnya, pohon-pohon dan
tanaman yang tertanam dengan akarnya di dalam tanah, buah-buahan yang
belum dipetik, dan sebagainya.

34

Ibid., hal.12
R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentarkomentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, (Bogor:Politeia, 1996), hal.250
36
Ibid.
35


Universitas Sumatera Utara

Barang yang tidak ada pemiliknya, tidak dapat menjadi obyek
pencurian, yaitu barang dalam keadaan res nullus (barang yang pemiliknya
telah melepaskan haknya) dan res derelictae.37
3) Barang itu harus “seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain”
Unsur ini mengandung suatu pengertian, bahwa benda yang
diambil itu haruslah barang atau bendan yang ada pemiliknya, barang atau
benda yang tidak ada pemiliknya tidak dapat menjadi obyek pencurian.
Terhadap unsur “yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain” ini dapat
diilustrasikan dalam contoh sebagai berikut:38 “Dua orang A dan B secara
bersama-sama (patungan) membeli sepeda. Sepeda tersebut kemudian
disimpan di rumah A. ketika A sedang keluar rumah sepeda tersebut di
curi oleh B dan kemudian dijualnya. Dalam hal ini perbuatan B tersebut
tetap merupakan tindak pidana pencurian, sekalipun sebagian dari sepeda
tersebut adalah miliknya sendiri”.
b. Unsur –unsur subyektif, terdiri dari:
1) Dengan maksud
Istilah ini terwujud dalam kehendak, atau tujuan pelaku untuk

memilki barang secara melawan hukum. Sebagaimana telah dikemukakan,
bahwa unsur kesengajaan dalam rumusan tindak pidana dirumuskan
dengan berbagai istilah, termasuk didalamnya adalah istilah“dengan
maksud”. Dengan demikian, unsur “dengan maksud” dalam Pasal 362
37

H.A.K. Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II), (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 1989), hal. 19
38
Tongat, Hukum Pidana Materiil, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2006),
hal 41

Universitas Sumatera Utara

KUHP menunjuk adanya unsur kesengajaan dalam tindak pidana
pencurian.
2) Yang ditujukan untuk memiliki
Unsur “memiliki” untuk dirinya sendiri dalam rumusan Pasal 362
KUHP merupakan terjemahan dari kata zich toeeigenen. Istilah zich
toeeigenen sebenarnya mempunyai makna yang lebih luas dari sekedar


“memiliki”. Oleh beberapa sarjana, istilah tersebut diterjemahkan distilah
“menguasai”. Berkaitan dengan istilah zich toeeigenen ini, Prodjodikoro
berpendapat, bahwa istilah tersebut harus diterjemahkan sebagai berbuat
sesuatu terhadap suatu barang/benda seolah-olah pemilik barang itu, dan
dengan perbuatan tertentu si pelaku melangar hukum. Bentuk dari
perbuatan dari zich toeeigenen tersebut dapat bermacam-macam seperti
menjual, menyerahkan, meminjamkan, memakai sendiri, menggadaikan
dan sering bahkan bersifat negatif, yaitu tidak berbuat apa- apa dengan
barang itu, tetapi juga tidak mempersilahkan orang lain berbuat sesuatu
dengan barang itu tanpa persetujuannya.39
3) Secara melawan hukum
Secara

melawan

hukum

yakni


perbuatan

memiliki

yang

dikehendaki tanpa hak atau kekuasaan sendiri dari si pelaku. Pelaku harus
sadar bahwa barang yang diambilnya adalah milik orang lain.40

39

Wirjono Projodikoro, Tindak-Tindak Pidana tertentu di Indonesia , (Bandung : Eresco,
1986), hal.78
40
Tongat, op. cit., hal 19‐23

Universitas Sumatera Utara

Adapun jenis-jenis tindak pidana pencurian yang dimaksud, yaitu:
a. Pencurian biasa

Pencurian yang dimaksud disini adalah pencurian yang memenuhi
elemen-elemen seperti yang dimaksud pada penjelasan pasal 362 KUHP
sebagai berikut:
1) Perbuatan ‘mengambil’
2) Yang diambil harus ‘sesuatu barang’
3) Barang itu harus ‘seluruhnya atau sebagian merupakan
kepunyaan orang lain’
4) Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk
‘memiliki’ barang itu dengan ‘melawan hukum’ (melawan
hak)41
Sanksi yang diberikan kepada pelaku adalah penjara selamalamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900,- (jumlah
denda ini telah berubah sesuai dengan Perma no. 2 tahun 2012 tentang
penyesuaian batasan tindak pidana ringan dan jumlah denda dalam
KUHP)42.
b. Pencurian dengan pemberatan
Pencurian yang dimaksud dengan pemberatan adalah pencurian
biasa (pasal 362) disertai dengan salah satu keadaan seperti disebutkan
pada pasal 363 ayat (1), yaitu:

41


Lihat penjelasan pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana R.Soesilo
Berdasarkan Pasal 3 Perma no. 2 tahun 2012 tentang penyesuaian batasan tindak pidana
ringan dan jumlah denda dalam KUHP, tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan
dalam KUHP kecuali Pasal 303 ayat (1) dan ayat (2), 303 bis ayat (l) dan ayat (2), dilipatgandakan
menjadi 1.000 (seribu kali).
42

Universitas Sumatera Utara

1) Jika barang yang dicuri adalah hewan yang diterangkan dalam
pasal 101. Pencurian hewan dianggap berat karena hewan tersebut
milik petani yang terpenting.
2) Jika pencurian dilakukan pada waktu ada kejadian macam-macam
malapetaka seperti gempa bumi, banjir, dsb. Pencurian ini
dikategorikan sebagai pencurian berat karena pada kondisi tersebut
orang-orang tidak bisa terfokus pada barang-barangnya lagi
dikarenakan mereka sedang mendapat celaka.
3) Jika pencurian dilakukan pada waktu malam, dalam rumah atau
pekarangan yang tertutup (‘waktu malam’ lihat pasal 98 KUHP).

4) Jika pencurian itu dilakukan oleh dua orang atau lebih. Pelaku
haruslah semuanya sebagai pembuat atau yang turut melakukan
(lihat pasal 55 KUHP).
5) Jika dalam pencurian itu, pencuri masuk ketempat kejahatan atau
mencapai barang yang dicurinya dengan jalan membongkar,
memecah, dsb.43
Sanksi yang diberikan kepada pelaku adalah penjara selamalamanya tujuh tahun, apabila pencurian yang dilakukan dengan kondisi
seperti disebutkan pada huruf c disertai dengan salah satu dari kondisi
pada huruf d dan e, dihukum selama-lamanya sembilan tahun (lihat pasal
363 ayat (2) KUHP).

43

Lihat Penjelasan pasal 363 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana R.Soesilo

Universitas Sumatera Utara

c. Pencurian Ringan44
Pencurian ini adalah Pencurian biasa


(pasal 362) seperti

disebutkan dalam pasal 364 KUHP dengan kondisi sebagai berikut:
1) Pencurian biasa (pasal 362), asal harga barang yang dicuri tidak
lebih dari Rp 250,2) Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih (pasal 363 sub 4),
asal harga barang tidak lebih dari Rp 250,3) Pencurian dengan masuk ketempat barang yang diambilnya dengan
jalan membongkar, memecah, dsb. (pasal 363 sub 5), jika harga
tidak lebih dari Rp 250,- dan tidak dilakukan dalam rumah atau
pekarangan tertutup yang ada rumahnya.
Sanksi yang diberikan kepada pelaku adalah penjara selamalamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900,- (jumlah
denda ini telah berubah sesuai dengan Perma no. 2 tahun 2012 tentang
penyesuaian batasan tindak pidana ringan dan jumlah denda dalam KUHP)
d. Pencurian dengan kekerasan
1) Pencurian dengan kekerasan pasal 365 ayat (1)
Pencurian ini didahului, disertai, diikuti dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud akan menyiapkan
atau memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan supaya ada
kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi kawannya yang turut

44


Berdasarkan Pasal 1 Perma no. 2 tahun 2012 tentang penyesuaian batasan tindak pidana
ringan dan jumlah denda dalam KUHP, kata-kata "dua ratus lima puluh rupiah" dalam pasal 364
KUHP dibaca menjadi Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).

Universitas Sumatera Utara

melakukan untuk melarikan diri supaya barang yang dicuri tetap ada
ditangannya.
Berdasarkan penjelasan pasal 365 yang mengatur tentang
pencurian dengan kekerasan ini (pengertian kekerasan lihat pasal 89),
yang dimaksud dengan ‘kekerasan’ dapat pula berupa mengikat orang
yang punya rumah, menutup di dalam kamar, dsb. Sanksi yang
diberikan adalah hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun.
2) Pencurian dengan kekerasan pasal 365 ayat (2)
Pencurian yang dimaksud disini apabila perbuatan yang
dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada waktu malam hari di dalam
sebuah rumah atau pekarangan yang tertutup, yang ada rumahnya atau
dijalan umum atau didalam kereta api atau trem yang sedang berjalan.
Berdasarkan penjelasan pasal 365, sanksi yang diberikan
diperberat menjadi hukuman penjara 12 tahun apabila disertai dengan
salah satu kondisi yang diatur dalam pasal 363 ayat (1) atau
menjadikan ada orang mendapat luka berat.
3) Pencurian dengan kekerasan pasal 365 ayat (3)
Pencurian ini berakibat matinya orang, ancaman hukumannya
diperberat dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.
4) Pencurian dengan kekerasan pasal 365 ayat (4)
Pencurian yang dimaksudkan disini dilakukan oleh dua orang
bersama-sama atau lebih dan disertai pula salah satu hal yang
diterangkan dalam pasal 365 ayat (2) no. 1 dan 3 sehingga berakibat

Universitas Sumatera Utara

orang luka berat atau mati. Sanksi bagi pelaku adalah hukuman mati
atau hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selamalamanya dua puluh tahun.
e. Pencurian dalam kalangan keluarga
Pencurian yang diatur pada pasal 367 KUHP ini adalah pencurian
yang apabila dilakukan suami atau isterinya yang secara hukum tunduk
pada Kitab undang-undang hukum sipil (perdata), maupun hukum adat,
hukum islam, selama masih ada dalam tali perkawinan maka pencurian ini
hanya bisa dituntut apabila ada pengaduan dari pihak yang dirugikan
(isteri/suami) karena termasuk dalam delik aduan.
2. Klasifikasi Pencurian pada Polresta Medan
Berdasarkan data kriminalitas pencurian dari Polresta Medan pada tiga
tahun terakhir, terdapat jumlah kejahatan total atau crime total (CT) dan
kejahatan yang penanganannya sudah selesai atau crime clearance (CC)
dengan pembagian jenis kasus pencurian menjadi empat bagian, yaitu sebagai
berikut:
a. Pencurian dengan Kekerasan
b. Pencurian dengan Pemberatan
c. Pencurian Kendaraan Bermotor
d. Pencurian Biasa ( digabungkan dengan pencurian ringan)
Menurut H. Manurung, Kepala URBIN OPS SAT Reskrim Polresta
Medan, secara khusus pembagian atau jenis tindak pidana pencurian yang
terdapat pada Kepolisian Resor Kota Medan ada tiga. Klasifikasi Pencurian di

Universitas Sumatera Utara

Kepolisian ini, apabila didalam KUHP telah diatur jenis-jenis pencurian
berdasarkan pada unsur subjektif, objektif, dan berat ringannya sanksi maka di
kepolisian

juga

terdapat

klasifikasi

didasari

oleh

tingkat

kesulitan

pengungkapan atau penyidikannya. Adapun ketiga klasifikasi tersebut, yaitu:45
a. Perkara Pencurian Ringan/Mudah
Kondisi dimana pada perkara ini pelaku tertangkap tangan, yang
berarti alat bukti yang dibutuhkan sebagian besar telah dimiliki oleh
kepolisian, termasuk di dalamnya adalah saksi. Pencurian bisa saja
tergolong dalam jenis tindak pidana pencurian berat (sesuai KUHP)
namun si pelaku tertangkap tangan sehingga tergolong mudah untuk
diungkap.
b. Perkara Pencurian Sedang
Salah satu keadaan pada proses lidik dan sidik dimana tersangka
diketahui dan telah cukup saksi, telah juga terdapat barang bukti petunjuk
yang mengarah keterlibatan tersangka, tetapi dalam hal ini tersangka
melarikan diri atau belum tertangkap sehingga perlu dilakukan pengejaran.
Kondisi tersangka yang sudah tertangkap dalam kondisi sehat dan dia
bukan orang yang memiliki kelompok kejahatan tertentu.
c. Perkara Pencurian Berat/Sulit
Proses pengungkapan pencurian berat memerlukan proses lidik
yang panjang karena tersangka tidak diketahui dan bukti-bukti yang dapat
dijadikan petunjuk sangat minim. Kondisi nya saksi tidak mengetahui
45

Hasil wawancara dengan IPDA H. Manurung Kepala URBIN OPS. SAT Reskrim
Polresta Medan pada tanggal 5 Februari 2016 pukul 13.30 WIB

Universitas Sumatera Utara

secara langsung bagaimana tindak pidana ini terjadi, tersangka adalah
bagian dari kelompok kejahatan tertentu yang mungkin dilindungi ataupun
memiliki jabatan tertentu yang mempersulit penangkapan, dan dalam
perkara ini biasanya sangat dibutuhkan keterangan ahli untuk membantu
pengungkapannya.
3. Data Penanganan Kasus Pencurian pada Polresta Medan Sejajaran
tahun 2013, 2014, dan 2015
Adapun data jumlah tindak pidana pencurian sesuai klasifikasi pada
Polresta Medan yang dicatat sepanjang tiga tahun terakhir adalah, sebagai
berikut:
Tabel 1. Pencurian dengan Kekerasan
Tahun
No.

Uraian

1.

Kejahatan yang dilaporkan

2.

Kejahatan yang

Jumlah
2013

2014

2015

606

734

570

1910

266

461

375

1102

43,8%

62,8%

65,7%

57,6%

diselesaikan
3.

Persentasi

Keterangan:
1. Kejahatan yang dilaporkan adalah kejahatan yang telah dicatat dalam buku
registrasi B1 sebagai data semua laporan kejahatan yang masuk ke Sentra
Pelayanan Kepolisian Resor Kota Medan
2. Kejahatan yang diselesaikan adalah kejahatan yang dicatat dalam buku
register B2 sebagai kejahatan yang telah selesai diproses di tahap
Kepolisian dan dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
Sesuai dengan data pada Tabel 1. Bahwa penyelesaian tindak pidana
pencurian dengan kekerasan persentasinya hanya 57,6% dari total jumlah

Universitas Sumatera Utara

kejahatan yang dilaporkan, ini berarti penanganan yang dilakukan sepanjang
tiga tahun terakhir tingkat keberhasilannya masih tergolong rendah karena
hanya lebih 7,6% dari setengahnya kejahatan yang dilapor.
Tabel 2. Pencurian dengan Pemberatan
Tahun
No.

Uraian

Jumlah
2013

2014

2015

1.

Kejahatan yang dilaporkan

2,238

2,255

1,495

5988

2.

Kejahatan yang diselesaikan

1,023

1,135

957

3115

3.

Persentasi

45,7%

50,3%

64,01%

52,02%

Keterangan:
1. Kejahatan yang dilaporkan adalah kejahatan yang telah dicatat dalam buku
registrasi B1 sebagai data semua laporan kejahatan yang masuk ke Sentra
Pelayanan Kepolisian Resor Kota Medan
2. Kejahatan yang diselesaikan adalah kejahatan yang dicatat dalam buku
register B2 sebagai kejahatan yang telah selesai diproses di tahap
Kepolisian dan dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
Sesuai dengan data pada Tabel 2. Bahwa penyelesaian tindak pidana
pencurian dengan pemberatan persentasinya bahkan lebih rendah

dari

pencurian dengan kekerasan. Total jumlah kejahatan yang dilaporkan hampir
dua kali lipat dari jumlah kejahatan yang diselesaikan tiga tahun tersebut, ini
berarti penanganan yang dilakukan sepanjang tiga tahun terakhir tingkat
keberhasilannya masih tergolong rendah karena hanya lebih 2,02% dari
setengahnya kejahatan yang dilapor.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3. Pencurian Kendaraan Bermotor
Tahun
No.

Uraian

1.

Kejahatan yang dilaporkan

2.

Kejahatan yang diselesaikan

3.

Persentasi

Jumlah
2013

2014

2015

3,469

2,798

1909

8176

361

521

580

1462

10,4%

18,6%

30,3%

17,88%

Keterangan:
1. Kejahatan yang dilaporkan adalah kejahatan yang telah dicatat dalam buku
registrasi B1 sebagai data semua laporan kejahatan yang masuk ke Sentra
Pelayanan Kepolisian Resor Kota Medan
2. Kejahatan yang diselesaikan adalah kejahatan yang dicatat dalam buku
register B2 sebagai kejahatan yang telah selesai diproses di tahap
Kepolisian dan dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
Sesuai dengan data pada Tabel 3. Bahwa penyelesaian tindak pidana
pencurian kendaraan bermotor berjalan sangat lambat, persentasinya bahkan
berada pada angka 10-30% yang berarti tidak mencapai setengahnya dari total
jumlah kejahatan yang dilaporkan. Penanganan yang dilakukan sepanjang tiga
tahun terakhir tingkat keberhasilannya tergolong sangat rendah, hal ini
dikemukakan oleh penyidik di Polresta Medan dikarenakan sulitnya
menemukan tersangka dan barang bukti pada saat kejahatan telah terjadi.
Tabel 4. Pencurian Biasa (digabungkan dengan pencurian ringan)
Tahun
No.

Uraian

Jumlah
2013

2014

2015

1.

Kejahatan yang dilaporkan

526

611

405

1542

2.

Kejahatan yang diselesaikan

675

374

351

1400

3.

Persentasi

128,3%

61%

86,6%

90,79%

Universitas Sumatera Utara

Keterangan:
1. Kejahatan yang dilaporkan adalah kejahatan yang telah dicatat dalam buku
registrasi B1 sebagai data semua laporan kejahatan yang masuk ke Sentra
Pelayanan Kepolisian Resor Kota Medan
2. Kejahatan yang diselesaikan adalah kejahatan yang dicatat dalam buku
register B2 sebagai kejahatan yang telah selesai diproses di tahap
Kepolisian dan dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
Sesuai dengan data pada Tabel 4. Bahwa penyelesaian tindak pidana
pencurian biasa persentasinya adalah yang paling tinggi di bandingkan tiga
jenis pencurian lainnya. Total jumlah kejahatan yang dilaporkan hampir sama
jumlahnya dengan jumlah kejahatan yang diselesaikan tiga tahun tersebut, ini
berarti penanganan yang dilakukan sepanjang tiga tahun terakhir tingkat
keberhasilannya tergolong baik, hal ini juga dikarenakan penyelesaian perkara
lebih banyak menggunakan konsep diversi karena pelakunya kebanyakan
adalah anak jadi tidak memakan waktu yang panjang.46
Adapun persentasi jumlah kejahatan pencurian yang dapat diselesaikan
proses hukumnya tiga tahun terakhir secara keseluruhan dapat dilihat pada
tabel berikut:47

46

Hasil wawancara dengan IPDA Ridwan, Kasubnit Idik 7 bidang Ranmor Reskrim
Polresta Medan pada tanggal 5 Februari 2016 pukul 14.30 WIB
47
Diolah dari Data Kriminalitas Pencurian SAT Reskrim Polresta Medan Sejajaran tahun
2013, 2014, dan 2015 yang memberikan informasi jumlah kriminal total dan kriminal yang
diselesaikan prosesnya setiap tahun.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5. Persentasi kejahatan yang diselesaikan pada tindak pidana
Pencurian
Kejahatan yang diselesaikan (%)
No.

Jenis Kasus
2013

2014

2015

1.

Pencurian dengan Kekerasan

43,8

62,8

65,7

2.

Pencurian dengan Pemberatan

45,7

50,3

64,01

3.

Pencurian Kendaraan Bermotor

10

18,6

30,3

4.

Pencurian Biasa

128,3

61

86,6

56,95

48,17

61,65

Rata-rata

kejahatan

yang

diselesaikan

Dari penyajian data diatas, terdapat beberapa keterangan mengenai
penanganan tindak pidana pencurian pada Polresta Medan, yaitu:
1. Persentasi total kejahatan adalah 100% setiap tahunnya, jika diperbandingkan
dengan angka penyelesaian kejahatannya, persentasi penyelesaian kejahatan
tersebut rata-rata tidak bisa mencapai 100%.
2. Kejahatan pencurian yang telah selesai ditangani setiap tahunnya dapat terdiri
dari kejahatan pada tahun-tahun sebelumnya yang belum bisa diselesaikan
tahun itu juga dan kejahatan pada tahun penyelesaian penanganan perkara.
3. Pencurian dengan kekerasan, pemberatan, dan kendaraan bermotor proses
penyelesaiannya mengalami peningkatan.

Universitas Sumatera Utara

4. Proses pengungkapan kasus pencurian kendaraan bermotor tergolong berat,
hal ini dapat dilihat dari persentasi dari tahun ke tahun sangat kecil.
5. Pada tahun 2013, persentasi penyelesaian kejahatan pencurian biasa lebih
besar 28,3% melebihi 100% total kejahatan tahun tersebut, hal ini dapat
dikarenakan pengungkapan kasus tersebut tergolong ringan.
6. Kepala Sub Unit Idik 7 bidang Ranmor, Ridwan mengatakan bahwa pelaku
pencurian kendaraan bermotor dan pencurian biasa didominasi pelaku anak,
oleh karena itu upaya diversi/perdamaian yang dilakukan cukup membantu
penyelesaian penanganan kejahatan dengan lebih cepat.48
7. Jika dilihat dari persentasi rata-rata kejahatan yang diselesaikan setiap
tahunnya, jumlah kasus yang masih dalam proses penyelesaian tergolong
besar karena masih tersisa hampir setengahnya.

B. Sistem Penanganan Tindak Pidana Pencurian yang dilakukan oleh
Orang Dewasa pada Polresta Medan
Berbicara mengenai penanganan tindak pidana berarti berbicara mengenai
penegakan hukum pidana materil yakni kajian tentang ilmu hukum acara pidana.
Ilmu hukum pidana yang sangat luas pembahasannya dalam konteks pembahasan
ini khusus membahas suatu proses penegakan hukum dalam sistem peradilan
pidana umum di Indonesia pada tahap penyelidikan dan penyidikan yang
dilakukan oleh Kepolisian resor kota Medan untuk menangani Kejahatan
Pencurian.

48

Hasil wawancara dengan IPDA Ridwan, Kasubnit Idik 7 bidang Ranmor Reskrim
Polresta Medan pada tanggal 5 Februari 2016 pukul 14.30 WIB

Universitas Sumatera Utara

1. Tahap Penyelidikan
Penyelidikan dan Penyidikan dalam hal penanganan tindak pidana
dilakukan oleh penyelidik dan penyidik. Berdasarkan Ketentuan umum Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Penyelidik adalah setiap pejabat polisi
negara Republik Indonesia.49 Sejalan dengan pengertian tersebut, berdasarkan
peraturan kepolisian, Penyelidik diartikan pula pejabat Polri yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan.50
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari
dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang.51
Sebelum melakukan penyelidikan, dugaan telah terjadinya suatu tindak
pidana dapat diketahui oleh kepolisian melalui:
a. Laporan
Pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau
kewajibannya berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang
berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya
peristiwa pidana (Pasal 1 butir 24 KUHAP)
b. Pengaduan
Pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan
kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum
seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang
merugikan (Pasal 1 butir 25 KUHAP)
c. Tertangkap tangan
Tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak
pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu
dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai
sebagai orang yang melakukannya atau apabila sesaat kemudian
padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan
49

Lihat Pasal 1 butir 4 KUHAP
Pasal 1 butir 8 Perkap no.14 tahun 2012 tentang manajemen penyidikan tindak pidana
51
Hasil wawancara dengan IPDA H. Manurung Kepala URBIN OPS. SAT Reskrim
Polresta Medan pada tanggal 5 Februari 2016 pukul 13.30 WIB
50

Universitas Sumatera Utara

untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia
adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan
tindak pidana itu (Pasal 1 butir 19 KUHAP)
d. Media massa
Informasi mengenai peristiwa pidana juga dapat diperoleh oleh
kepolisian melalui media massa, contohnya dari televisi, surat
kabar, majalah, dan lain-lain.52
H. Manurung menyampaikan sistem penerimaan laporan pada Polresta
Medan sesuai dengan Perkap no.12 tahun 2009 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara
Republik Indonesia, yang mana setiap laporan dan/atau pengaduan yang
diterima bagian sentra pelayanan kepolisian (SPK), wajib dilakukan kajian
awal untuk menyaring perkara yang masuk, apakah memang merupakan
perkara dalam lingkup hukum pidana atau tidak. Tindak pidana yang
dilaporkan/diadukan juga wajib diperhatikan tempat kejadiannya (locus
delicti), apabila berada di luar wilayah hukum kesatuan yang menerima
laporan (Polresta Medan), petugas SPK wajib menerima laporan untuk
kemudian diteruskan/dilimpahkan ke kesatuan yang berwenang guna proses
penyidikan selanjutnya, apabila pelapor dan/atau pengadu pernah melaporkan
perkaranya ke tempat lain, atau perkaranya berkaitan dengan perkara lainnya,
pelapor/pengadu diminta untuk menjelaskan nama kantor Kepolisian yang
pernah menyidik perkaranya.53
Petugas reserse di SPK wajib meneliti identitas pelapor/pengaduan
untuk meneliti kebenaran informasi yang disampaikan, guna menegaskan

52

Mahmud Mulyadi, Bahan Kuliah Hukum Acara Pidana Semester Ganjil. Disampaikan
pada pertemuan ke-4 di Fakultas Hukum USU.
53
Hasil wawancara dengan IPDA H. Manurung Kepala URBIN OPS. SAT Reskrim
Polresta Medan pada tanggal 5 Februari 2016 pukul 13.30 WIB

Universitas Sumatera Utara

keabsahan informasi tersebut petugas meminta kepada pelapor/pengadu untuk
mengisi formulir pernyataan bahwa:
a. perkaranya belum pernah dilaporkan/diadukan di kantor kepolisian yang
sama atau yang lain,
b. perkaranya belum pernah diproses dan/atau dihentikan penyidikannya,
bersedia dituntut sesuai ketentuan hukum pidana yang berlaku, bilamana
pernyataan atau keterangan yang dituangkan di dalam Laporan Polisi
ternyata dipalsukan, tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau
merupakan tindakan fitnah.
Setelah mengetahui dugaan adanya peristiwa pidana yakni tindak
pidana pencurian maka pihak kepolisian dalam hal ini penyelidik dapat
melakukan beberapa upaya, yaitu:
a. pengolahan TKP
b. pengamatan (observasi)
c. wawancara (interview)
d. pembuntutan (surveillance)
e. penyamaran (under cover )
f. pelacakan (tracking), dan
g. penelitian dan analisis dokumen
Upaya tersebut sesuai dengan Peraturan Kapolri nomor 14 tahun 2012
tentang manajemen penyidikan tindak pidana. Upaya yang dilakukan tersebut
disesuaikan pula dengan jenis tindak pidananya, dalam hal tindak pidana
pencurian, biasanya untuk tindak pidana pencurian kategori ringan/mudah

Universitas Sumatera Utara

hanya perlu dilakukan kegiatan pengolahan TKP, pengamatan, dan
wawancara. Pencurian dengan kategori tingkat kesulitan pengungkapan
sedang dan berat/sulit akan dilakukan semua kegiatan tersebut, ditambah
dengan kegiatan pembuntutan, penyamaran, pelacakan, penelitian dan analisis
dokumen, serta upaya lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan sesuai kebutuhan penyelidikan.54
Kegiatan

penyelidikan

ini

dilakukan

sebelum

ada

Laporan

Polisi/Pengaduan untuk mencari dan menemukan Tindak Pidana. Sedangkan
sesudah ada Laporan Polisi/Pengaduan atau dalam rangka penyidikan,
kegiatan penyelidikan tersebut merupakan bagian atau salah satu cara dalam
melakukan penyidikan, yaitu:
a. Untuk menentukan suatu peristiwa yang terjadi merupakan tindak
pidana atau bukan,
b. Membuat terang suatu perkara sampai dengan menentukan pelakunya,
dan
c. dijadikan sebagai dasar melakukan upaya paksa.55
Kegiatan penyelidikan dilakukan guna memastikan bahwa Laporan
Polisi yang diterima dan ditangani penyelidik/penyidik merupakan tindak
pidana yang perlu diteruskan dengan tindakan penyidikan. Kegiatan
penyelidikan tersebut dapat dilakukan secara bersamaan dengan kegiatan
penyidikan, apabila terdapat kondisi perkara yang secara nyata telah cukup

54

Hasil wawancara dengan IPDA H. Manurung Kepala URBIN OPS. SAT Reskrim
Polresta Medan pada tanggal 5 Februari 2016 pukul 13.30 WIB
55
Lihat Pasal 11 Perkap no.14 tahun 2012 tentang manajemen penyidikan tindak pidana

Universitas Sumatera Utara

bukti pada saat Laporan Polisi dibuat, maka dapat dilakukan penyidikan
secara langsung tanpa melalui penyelidikan.56
Petugas penyelidik dalam melaksanakan tugas penyelidikan, wajib
dilengkapi dengan surat perintah penyelidikan yang ditandatangani oleh atasan
penyelidik selaku Penyidik dan wajib membuat laporan hasil penyelidikan
kepada pejabat pemberi perintah. Laporan hasil penyelidikan tersebut
disampaikan secara tertulis, atau lisan yang ditindaklanjuti dengan laporan
secara tertulis paling lambat 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam.57 Tahap
ini merupakan proses penanganan tindak pidana yang tidak dapat dipisahkan
dengan tahap penyidikan.
Berdasarkan Peraturan Kepolisian telah disebutkan pula penyelidik
sebelum melakukan penyelidikan wajib membuat rencana penyelidikan,
sekurang-kurangnya memuat:
a. surat perintah penyelidikan;
b. jumlah dan identitas penyidik/penyelidik yang akan melaksanakan
penyelidikan;
c. objek, sasaran dan target hasil penyelidikan;
d. kegiatan yang akan dilakukan dalam penyelidikan dengan metode
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. peralatan, perlengkapan yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan
penyelidikan;
f. waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan penyelidikan; dan
56

Hasil wawancara dengan IPDA H. Manurung Kepala URBIN OPS. SAT Reskrim
Polresta Medan pada tanggal 5 Februari 2016 pukul 13.30 WIB
57
Lihat Pasal 13 Perkap no.14 tahun 2012 tentang manajemen penyidikan tindak pidana

Universitas Sumatera Utara

g. kebutuhan anggaran penyelidikan.
Tindak pidana pencurian yang ditangani pada Polresta Medan hampir
semua melalui proses sidik dan lidik. Tindak pidana yang tidak dilanjutkan
prosesnya pada tahap penyidikan biasanya adalah pencurian dalam keluarga
yang

merupakan

delik

aduan,

selebihnya

tetap

dilanjutkan

proses

penyelidikannya sekalipun untuk mengungkapkannya diperlukan waktu yang
cukup panjang, apabila memang pengungkapannya dirasa sulit. Pencurian
kendaraan bermotor dapat dijadikan contoh, dari data tiga tahun ini
menunjukkan

angka

penyelesaian

kriminal

yang

cenderung

kecil

dibandingkan total angka kejahatannya, karena memang proses pengejaran
tersangka dan penyelesaian perkaranya memakan waktu lama.58
Angka tersebut tercatat dalam sistem administrasi penanganan tindak
pidana pada Polresta Medan yang memiliki dua jenis buku register, yaitu buku
register B1 dan B2, yang mana di dalam buku register B1 yang dicatat adalah
semua laporan-laporan adanya dugaan, namun di dalam buku B2 yang tercatat
adalah semua perkara yang lanjut pada tahap lidik dan sidik.
2. Tahap Penyidikan
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak
pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.59 Penyidik adalah
pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil
58

Hasil wawancara dengan IPDA H. Manurung Kepala URBIN OPS. SAT Reskrim
Polresta Medan pada tanggal 5 Februari 2016 pukul 13.30 WIB
59
Lihat Pasal 1 butir 2 KUHAP

Universitas Sumatera Utara

tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan
penyidikan.60
Pada tahap ini laporan adanya peristiwa pidana yang telah melalui
proses penyelidikan akan dilanjutkan ke tahap penyidikan. Sebelum
melaksanakan kegiatan penyidikan, penyidik wajib menyiapkan administrasi
penyidikan pada tahap awal meliputi: pembuatan tata naskah dan rencana
penyidikan. Pembuatan tata naskah sebagaimana dimaksud sekurangkurangnya meliputi:61
a. Laporan Polisi;
b. Laporan Hasil Penyelidikan bila telah dilakukan penyelidikan;
c. Surat Perintah Penyidikan;
d. SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan)
e. Rencana Penyidikan;
f. Gambar Skema Pokok Perkara; dan
g. Matrik untuk Daftar Kronologis Penindakan
Setiap penyidikan untuk satu perkara pidana tidak dibenarkan hanya
ditangani oleh satu orang penyidik, melainkan harus oleh Tim Penyidik
dengan ketentuan setiap tim penyidik sekurang-kurangnya terdiri dua orang
penyidik yang mana jika jumlah penyidik tidak memadai dibandingkan
dengan jumlah perkara yang ditangani oleh suatu kesatuan, maka satu orang

60
61

Lihat Pasal 1 butir 1 KUHAP
Lihat Pasal 30 ayat (2) Perkap no.12 tahun 2009

Universitas Sumatera Utara

penyidik dapat menangani lebih dari satu perkara, paling banyak tiga perkara
dalam waktu yang sama.62
Hukum Acara Pidana Indonesia juga telah mengatur kewajiban dan
wewenang penyidik, yaitu:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya
tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka;
d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan
penyitaan;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. mengambil sidik jari dan memotret seorang;
g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
i. mengadakan penghentian penyidikan;
j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung
jawab63
Penyidik wajib membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakantindakan tersebut dan dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud
diatas penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku.
Dikenal pula adanya penyidik pembantu, yaitu pejabat kepolisian
negara Republik Indonesia yang diangkat oleh Kepala Kepolisian negara
Republik Indonesia berdasarkan syarat kepangkatan sesuai dengan peraturan
pemerintah. Penyidik pembantu ini memiliki wewenang seperti penyidik yang
sudah disebutkan di atas, kecuali dalam hal penahanan, penyidik pembantu
hanya dapat melakukannya apabila mendapatkan pelimpahan wewenang dari
62

Hasil wawancara dengan IPDA H. Manurung Kepala URBIN OPS. SAT Reskrim
Polresta Medan pada tanggal 5 Februari 2016 pukul 13.30 WIB
63
Lihat Pasal 7 ayat (1) KUHAP

Universitas Sumatera Utara

penyidik. Penyidik pembantu juga berkewajiban membuat berita acara dan
menyerahkan berkas perkara kepada penyidik, kecuali perkara dengan acara
pemeriksaan singkat yang dapat langsung diserahkan kepada penuntut
umum.64
Guna menciptakan proses penyidikan yang efektif, efisien, dan
profesional, sebelum melakukan penyidikan, penyidik wajib membuat rencana
penyidikan. Rencana penyidikan tersebut diajukan kepada atasan penyidik
secara berjenjang sekurang-kurangnya memuat:
a. jumlah dan identitas penyidik;
b. sasaran/target penyidikan;
c. kegiatan yang akan dilakukan sesuai tahap penyidikan;
d. karakteristik dan anatomi perkara yang akan disidik;
e. waktu penyelesaian penyidikan berdasarkan bobot perkara;
f. kebutuhan anggaran penyidikan; dan
g. kelengkapan administrasi penyidikan.65
Tersangka yang dalam kondisi tertangkap tangan, perkara dalam
keadaan tertentu, atau dalam keadaan sangat mendesak yang membutuhkan
penanganan yang sangat cepat, penyidik dapat melakukan tindakan
penyidikan dengan seketika di Tempat Kejadian Perkara (TKP) tanpa harus
dibuat Laporan Polisi terlebih dahulu, namun Laporan Polisi dan administrasi
penyidikannya harus segera dilengkapi setelah penyidik selesai melakukan
tindakan pertama ditempat kejadian perkara.66

64
65

Lihat Pasal 10-12 KUHAP
Lihat Pasal 17 ayat (2) Perkap no.14 tahun 2012 tentang manajemen penyidikan tindak

pidana
66

Hasil wawancara dengan IPDA H. Manurung Kepala URBIN OPS. SAT Reskrim
Polresta Medan pada tanggal 5 Februari 2016 pukul 13.30 WIB

Universitas Sumatera Utara

Tindakan langsung tersebut harus tetap memedomani prosedur
penyidikan menurut KUHAP. Tindakan penyidikan yang dapat dilakukan
secara seketika atau langsung, antara lain:
a. melarang saksi mata yang diperlukan agar tidak meninggalkan TKP,
b. mengumpulkan keterangan dari para saksi di TKP,
c. menutup dan menggeledah lokasi TKP,
d. menggeledah orang di TKP yang sangat patut dicurigai,
e. mengumpulkan, mengamankan dan menyita barang bukti di TKP,
f. menangkap orang yang sangat patut dicurigai,
g. melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk kepentingan penyidikan.67
Penyatuan penanganan perkara juga dikenal pada tahap ini, masih
dalam rangka menciptakan proses penanganan tindak pidana yang efektif,
efisien, dan profesional. Penanganan suatu perkara tindak pidana yang
menyangkut objek yang sama atau pelaku yang sama, namun dilaporkan oleh
beberapa pelapor pada suatu kesatuan atau dibeberapa kesatuan yang berbeda,
dapat dilakukan penyatuan penanganan perkara pada satu kesatuan reserse
tersebut.68 Penyatuan penanganan perkara tersebut, dapat dilakukan dalam
kondisi, antara lain:
a. suatu perkara yang lokasi kejadiannya mencakup beberapa wilayah
kesatuan,

67

Lihat Pasal 16 ayat (3) Perkap no.12 tahun 2009
Hasil wawancara dengan IPDA H. Manurung Kepala URBIN OPS. SAT Reskrim
Polresta Medan pada tanggal 5 Februari 2016 pukul 13.30 WIB
68

Universitas Sumatera Utara

b. perkaranya merupakan sengketa antara dua pihak atau lebih yang masingmasing saling melaporkan ke SPK pada kesatuan yang sama atau
melaporkan ke SPK di lain kesatuan,
c. perkaranya merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka yang
sama dengan beberapa korban yang masing-masing membuat Laporan
Polisi di SPK yang sama atau SPK di beberapa kesatuan yang berbeda,
dan
d. perkaranya merupakan tindak pidana berganda yang dilakukan oleh
tersangka dengan banyak korban dan dilaporkan di SPK kesatuan yang
berbeda-beda.69
Proses penyelidikan dan penyidikan perkara pidana ini dapat memakan
waktu yang lama, jika dilihat kembali data jumlah kejahatan pencurian pada
Polresta Medan maka dapat disimpulkan bahwa jumlah penyelesaian kriminal
dapat lebih besar dibandingkan data jumlah total kriminalnya. Itu dikarenakan
penyelesaian perkara-perkara tahun sebelumnya pun sangat mungkin
diselesaikan pada tahun-tahun berikutnya. Tentunya bukan karena kelalaian
dari kepolisian, namun prosedur penyelidikan dan penyidikan harus dilalui
sedemikian rupa dan waktunya itu tergantung tingkat kesulitan perkaranya.70
Penentuan tingkat kesulitan perkara yang akan di sidik selambatlambatnya 3 (tiga) hari setelah diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan.
Tingkat kesulitan penyidikan perkara diatur pada Pasal 18 ayat (1) sampai

69

Lihat Pasal 17 ayat (2) Perkap no.12 tahun 2009
Hasil wawancara dengan IPDA H. Manurung Kepala URBIN OPS. SAT Reskrim
Polresta Medan pada tanggal 5 Februari 2016 pukul 13.30 WIB
70

Universitas Sumatera Utara

ayat (4) Perkap no.14 tahun 2012 tentang manajemen penyidikan tindak
pidana, dapat dikategorikan berdasarkan beberapa kriteria, yaitu:
a. Perkara Mudah
Kriteria Perkara mudah dapat dilihat berdasarkan beberapa hal, yaitu:
a. saksi cukup
b. alat bukti cukup
c. tersangka sudah diketahui atau ditangkap, dan
d. proses penanganan relatif cepat
b. Perkara Sedang
a. saksi cukup
b. terdapat barang bukti petunjuk yang mengarah keterlibatan tersangka
c. identitas dan keberadaan tersangka sudah diketahui dan mudah
ditangkap
d. tersangka tidak merupakan bagian dari pelaku kejahatan terorganisir
e. tersangka tidak terganggu kondisi kesehatannya, dan
f. tidak diperlukan keterangan ahli, namun apabila diperlukan ahli mudah
didapatkan.
c. Perkara Sulit
a. saksi tidak mengetahui secara langsung tentang tindak pidana yang
terjadi
b. tersangka belum diketahui identitasnya atau terganggu kesehatannya
atau memiliki jabatan tertentu;

Universitas Sumatera Utara

c. tersangka dilindungi kelompok tertentu atau bagian dari pelaku
kejahatan terorganisir;
d. barang Bukti yang berhubungan langsung dengan perkara sulit didapat;
e. diperlukan keterangan ahli yang dapat mendukung pengungkapan
perkara;
f.

diperlukan peralatan khusus dalam penanganan perkaranya;

g. tindak pidana yang dilakukan terjadi di beberapa tempat; dan
h. memerlukan waktu penyidikan yang cukup.
Batas waktu penyelesaian perkara diatur dalam Perkap no.12 tahun
2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di
Lingkungan

Kepolisian

Negara

Republik

Indonesia,

dihitung

mulai

diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan meliputi:
a. 120 (seratus dua puluh) hari untuk penyidikan perkara sangat sulit;
b. 90 (sembilan puluh) hari untuk penyidikan perkara sulit;
c. 60 (enam puluh) hari untuk penyidikan perkara sedang; atau
d. 30 (tiga puluh) hari untuk penyidikan perkara mudah;71
Proses penyidikan kemudian akan melalui proses sesuai batas waktu
yang ditentukan untuk menemukan bukti yang cukup bagi tersangka. Status
sebagai tersangka hanya dapat ditetapkan oleh penyidik kepada seseorang
setelah hasil penyidikan yang dilaksanakan memperoleh bukti permulaan yang
cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti yang diperoleh melalui gelar
perkara.
71

Hasil wawancara dengan IPDA Ridwan Kasubnit Idik 7 bidang Ranmor Reskrim
Polresta Medan pada tanggal 5 Februari 2016 pukul 14.30 WIB

Universitas Sumatera Utara

3. Tahap Pelimpahan Berkas
Pelimpahan berkas akan dilakukan oleh penyidik dari kepolisian
kepada

Jaksa Penuntut

Umum

pada

lembaga

Kejaksaan. Sebelum

melimpahkan berkas tersebut, penyidik akan menyelesaikan terlebih dahulu
berkas perkaranya dengan membuat resume berkas perkara. Pembuatan
resume berkas perkara tersebut sekurang-kurangnya memuat:
a. dasar Penyidikan;
b. uraian singkat perkara;
c. uraian tentang fakta-fakta;
d. analisis yuridis; dan
e. kesimpulan.72
Resume berkas perkara yang telah selesai dibuat, selanjutnya
memasuki tahap pemberkasan. Pemberkasan tersebut sekurang-kurangnya
memuat:
a. sampul berkas perkara;
b. daftar isi;
c. berita acara pendapat/resume;
d. laporan polisi;
e. berita acara setiap tindakan Penyidik/Penyidik pembantu;
f. administrasi Penyidikan;
g. daftar Saksi;
h. daftar Tersangka; dan

72

Lihat Pasal 72 ayat (1) dan (2) Perkap no.12 tahun 2014

Universitas Sumatera Utara

i. daftar barang bukti.73
Setelah pemberkasan dilakukan, selanjutnya berkas penyidikan harus
diserahkan kepada atasan penyidik untuk kemudian dilakukan penelitian
berupa pemeriksaan dokumen sesuai persyaratan formil dan materiilnya.
Pelimpahan berkas akan dilakukan ketika semua berkas telah dinyatakan
lengkap setelah penelitian tersebut dan segera disegel. Pelimpahan berkas
kepada JPU dilakukan melalui dua tahap, yaitu:
a. Tahap pertama, penyerahan berkas perkara
b. tahap kedua, penyerahan tanggung jawab Tersangka dan barang bukti
setelah berkas perkara dinyatakan lengkap.
Berkas perkara dianggap lengkap apabila dalam jangka waktu 14 hari
Jaksa Penuntut Umum tidak mengembalikan berkas perkara maka
penyidik/penyidik pembantu akan menyerahkan tersangka dan barang bukti
pada tahap kedua. Penyidikan yang dilakukan kepolisian dengan demikian
selesai dengan status tersangka yang akan berubah menjadi terdakwa dan
dimulai proses baru yaitu penuntutan.74

73

Lihat Pasal 127 Perkap no.12 tahun 2009
Hasil wawancara dengan IPDA H. Manurung Kepala URBIN OPS. SAT Reskrim
Polresta Medan pada tanggal 5 Februari 2016 pukul 13.30 WIB
74

Universitas Sumatera Utara