Pengaruh Aktivitas Masyarakat Pesisir Terhadap Kondisi Ekosistem Mangrove di Pantai Desa Sialang Buah Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai

6

TINJAUAN PUSTAKA

Wilayah dan Ekosistem Pesisir
Pesisir adalah wilayah yang unik, karena dalam konteks bentang alam,
wilayah pesisir merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan lebih jauh,
wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting ditinjau dari berbagai sudut
pandang perencanaan dan pengelolaan. Transisi antara daratan dan lautan di
wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang beragam dan sangat produktif
serta memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap manusia. Sejalan dengan
pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan sosial-ekonomi,
"nilai" wilayah pesisir terus bertambah. Konsekuensi dari tekanan terhadap pesisir
ini adalah masalah pengelolaan yang timbul karena konflik pemanfaatan yang
timbul akibat berbagai kepentingan yang ada di wilayah pesisir (Yessi, 2009).
Wilayah pesisir adalah suatu peralihan antara daratan dan lautan. Apabila
ditinjau dari garis pantai (coastline), suatu wilayah pesisir (pantai) memiliki dua
macam batas (boundaries), yaitu batas yang sejajar garis pantai (long shore) dan
batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross-shore). Potensi pembangunan
yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan dapat dibagi dalam tiga kelompok,
yaitu sumberdaya dapat pulih, sumberdaya tidak dapat pulih dan jasa-jasa

lingkungan (Mulyadi, 2005).
Kawasan pesisir adalah ruang daratan yang terkait erat dengan ruang
lautan. Kawasan pesisir sebagai suatu sistem, maka pengembangannya tidak dapat
terpisahkan dengan pengembangan wilayah secara luas. Dengan demikian
penataan ruang sebagai kawasan budidaya, kawasan lindung ataupun sebagai

Universitas Sumatera Utara

7

kawasan tertentu tetap menjadi arahan dalam pengembangan kawasan pesisir agar
penataan dan pemanfaatan ruangnya memberikan kesejahteraan masyarakat yang
meningkat dalam lingkungan yang tetap lestari (Adisasmita, 2006).
Umumnya ekosistem hutan bakau merupakan sumber daya alam (natural
resources) yang memiliki intensitas relasi yang tinggi dengan masyarakat,
mengingat hutan bakau mudah dijangkau dan berada pada kawasan-kawasan yang
sudah cukup terbuka/berkembang. Selain itu, potensi ekonomi hutan ini cukup
tinggi dengan didukung oleh kemudahan pemanfaatan dan pemasaran hasilnya.
Hal ini mendorong laju kerusakan ekosistem hutan bakau umumnya berlangsung
cepat (Balitbang Provinsi Sumut, 2005).

Kawasan pesisir Pangandaran merupakan daerah wisata yang berkembang,
kegiatan perikanan tambak, kawasan suaka alam, dan kawasan permukiman.
Monitoring dan evaluasi pemanfaatan lahan di pesisir Pangandaran perlu
dilakukan mengingat banyaknya aktivitas manusia di wilayah tersebut yang dapat
mempengaruhi kualitas lingkungan (Adiprima dan Sudradjat, 2010).

Ekositem Mangrove
Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan
bahasa Inggris grove. Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan baik untuk
komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut maupun
untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut.
Sedangkan dalam bahasa Portugis kata mangrove digunakan untuk menyatakan
individu spesies tumbuhan dan kata mangal untuk menyatakan komunitas
tumbuhan tersebut (Kusmana, dkk., 2005).

Universitas Sumatera Utara

8

Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung aktivitas

kehidupan di wilayah pantai dan memegang peranan penting dalam menjaga
keseimbangan siklus biologis di lingkungannya. Di samping itu, hutan mangrove
mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Indonesia memiliki sumberdaya hutan
mangrove yang sangat luas yang tersebar di wilayah pesisir di berbagai provinsi.
Potensi kekayaan alam tersebut perlu dikelola dan dimanfaatkan seoptimal
mungkin untuk mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Suwargana, 2008).
Kerusakan mangrove menyebabkan menurunnya fungsi lindung, biologi
dan pada akhirnya nilai ekonomi yang bisa dicapai juga berkurang. Oleh karena
itu, upaya pemulihan kondisi mangrove harus dilakukan secara terencana dengan
memperhatikan faktor. Keberhasilan rehabilitasi mangrove dapat meningkatkan
keanekaragaman dan populasi biota laut, termasuk golongan invertebrata.
Invertebrata merupakan komponen penting dalam ekosistem mangrove dan
menyediakan berbagai sumber makanan bagi manusia dan hewan lain yang lebih
tinggi tingkat tropiknya (Nontji, 1993).
Ekosistem mangrove merupakan penghasil detritus, sumber nutrien dan
bahan organik yang dibawa ke ekosistem padang lamun oleh arus laut. Ekosistem
lamun berfungsi sebagai penghasil bahan organik dan nutrien yang akan dibawa
ke ekosistem terumbu karang. Selain itu, ekosistem lamun juga berfungsi sebagai
penjebak sedimen (sedimen trap) sehingga sedimen tersebut tidak mengganggu

kehidupan terumbu karang. Selanjutnya ekosistem terumbu karang dapat
berfungsi sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak (gelombang) dan arus
laut (Rusdianti dan Sunito, 2012).

Universitas Sumatera Utara

9

Fungsi dan Manfaat Ekosistem Mangrove
Mangrove merupakan ekosistem utama yang pendukung kehidupan
penting diwilayah pesisir dan lautan. Menurut para ahli, mangrove merupakan
ekosistem yang unik dengan berbagai macam fungsi, yaitu : fungsi fisik, fungsi
biologis dan fungsi ekonomi. Ekosistem mangrove mempunyai produktivitas yang
tinggi dan mampu menopang keanekaragaman jenis yang tinggi (Naamin, 1991).
Mangrove biasanya berada di daerah estuarin sehingga merupakan daerah
tujuan akhir dari partikel-partikel organik ataupun endapan lumpur yang terbawa
dari daerah hulu akibat adanya erosi. Dengan demikian, daerah mangrove
merupakan daerah yang subur, baik daratannya maupun perairannya, karena selalu
terjadi transportasi nutrien akibat adanya pasang surut. Mangrove mempunyai
berbagai fungsi. Fungsi fisiknya yaitu untuk menjaga kondisi pantai agar tetap

stabil, melindungi tebing pantai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut,
serta sebagai perangkap zat pencemar. Fungsi biologis mangrove adalah sebagai
habitat benih ikan, udang, dan kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai
sumber keanekaragaman biota akuatik dan nonakuatik seperti burung, ular, kera,
kelelawar, dan tanaman anggrek, serta sumber plasma nutfah. Fungsi ekonomis
mangrove yaitu sebagai sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan
(balok, papan), serta bahan tekstil, makanan, dan obat-obatan (Gunarto, 2004).
Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan
penting di wilayah pesisir dan lautan. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai
penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai
macam biota perairan, penahan abrasi, amukan angin taufan, dan tsunami,
penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, dan lain sebagainya, hutan mangrove

Universitas Sumatera Utara

10

juga memiliki fungsi ekonomis penting seperti, penyedia kayu, daun mangrove
sebagai bahan baku obat-obatan dan lain-lain. Perakaran yang kokoh dari
mangrove ini memiliki kemampuan untuk meredam pengaruh gelombang,

manahan lumpur dan melindungi pantai dari erosi, gelombang pasang dan angin
taufan (Dahuri, dkk., 2004).
Menurut Rahmawati (2006), fungsi ekosistem mangrove mencakup fungsi
fisik, menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari erosi laut
(abrasi) dan intrusi air laut dan mengelolah bahan limbah. Fungsi biologis, tempat
pembenihan ikan, udang dan tempat pemijahan beberapa biota air, tempat
bersarangnya burung, habitat alami bagi berbagai jenis biota. fungsi ekonomis
sebagai sumber bahan bakar (arang kayu bakar), pertambakan, tempat pembuatan
garam, dan bahan bangunan. ekosistem mangrove baik secara sendiri maupun
bersama dengan ekosistem padang lamun dan terumbu karang berperan penting
dalam stabilisasi suatu ekositem pesisir, baik secara fisik maupun biologis,
disamping itu, ekosistem mangrove merupakan sumber plasma nutfah.
Disadari bahwa mangrove memberikan banyak manfaat bagi manusia.
Dengan demikian, mempertahankan areal-areal mangrove yang strategis,
termasuk tumbuhan dan hewannya, sangat penting untuk pembangunan ekonomi
dan sosial. Pada masa lalu, disaat tekanan penduduk masih rendah, hal tersebut
tidak menjadi masalah karena pada tingkat lokal manfaat mangrove biasanya
langsung disadari oleh masyarakat dan seringkali kawasan mangrove dilindungi
oleh hukum adat. Namun selama 2 - 3 dekade lalu, tekanan penduduk semakin
meningkat dengan tajam sehingga mengakibatkan permintaan akan sumberdaya

pertanian meningkat pula. Pada saat yang bersamaan, kegiatan perikanan dan

Universitas Sumatera Utara

11

kehutanan juga meningkat dengan pesat dan menjadi faktor utama dalam
perubahan lingkungan mangrove (Noor, dkk., 2006).

Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove
Tingkat pencemaran kawasan pesisir dan lautan Indonesia tingkat beban
pencemar (pollutan load) di Indonesia pada saat ini telah berada pada kondisi
yang sangat memprihatinkan. Sumber utama pencemaran pesisir dan lautan terdiri
dari tiga jenis kegiatan didaratan, yaitu kegiatan industri, kegiatan rumah tangga
dan kegiatan pertanian. Sehingga mengakibatkan kerusakan fisik, habitat
ekosistem wilayah pesisir Indonesia umumnya terjadi pada ekosistem mangrove,
terumbu karang dan rumput laut (Basri, dkk., 2007).
Hutan mangrove merupakan tipe ekosistem peralihan darat dan laut yang
mempunyai multi fungsi, yaitu selain sebagai sumberdaya potensial bagi
kesejahteraan masyarakat dari segi ekonomi, sosial juga merupakan pelindung

pantai dari hempasan ombak. Oleh karena itu, dalam usaha pengembangan
ekonomi kawasan mangrove seperti pembangkit tenaga listrik, lokasi rekreasi,
permukiman dan sarana perhubungan serta pengembangan pertanian pangan,
perkebunan, perikanan dan kehutanan harus mempertimbangkan daya dukung
lingkungan dan kelestarian sumberdaya pesisir. Pertumbuhan penduduk yang
sangat pesat menyebabkan tuntutan untuk mendayagunakan sumberdaya
mangrove terus meningkat. Secara garis besar ada dua faktor penyebab kerusakan
hutan mangrove, yaitu faktor manusia, yang merupakan faktor dominan penyebab
kerusakan hutan mangrove dalam hal pemanfaatan lahan yang berlebihan dan

Universitas Sumatera Utara

12

faktor alam seperti banjir, kekeringan, hama penyakit, yang merupakan faktor
penyebab yang relatif kecil (Rahmawati, 2006).
Berikut beberapa dampak dari kegiatan manusia terhadap ekosistem
mangrove dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Dampak dari Kegiatan Manusia Terhadap Ekosistem Mangrove
Kegiatan

Dampak potensial
Tebang habis

• Berubahnya komposisi tumbuhan : pohon-pohon
mangrove akan digantikan oleh spesies-spesies yang
nilai komersialnya rendah dan hutan mangrove yang
ditebang habis ini tidak lagi berfungsi sebagai
daerah mencari makan (feeding ground) dan daerah
pengasuhan (nursery ground) yang optimal bagi
bermacam ikan dan udang stadium muda yang
komersial penting.

Pengalihan aliran air

• Peningkatan

salinitas

hutan


rawa

mangrove

tawar, misalnya pada

menyebabkan dominasi dari spesies-spesies yang

pembangunan irigasi

lebih toleran terhadap air yang menjadi lebih asin,
ikan dan udang dalam stadium larva dan juvenil
mungkin

tak

dapat

mentoleransi


peningkatan

salinitas, karena mereka lebih sensitif terhadap
perubahan lingkungan.
• Menurunnya tingkat kesuburan hutan mangrove
karena pasokan zat-zat hara melalui aliran air tawar
berkurang.
Konversi menjadi lahan
pertanian, perikanan

• Mengancam stok ikan dan udang diperairan,
pertanian

dan

perikanan

lepas

pantai

yang

memerlukan hutan rawa mangrove sebagai nursery
ground larva dan/ atau stadium muda ikan dan
udang.
• Pencemaran laut oleh bahan-bahan pencemar yang
sebelum hutan mangrove dikonversi dapat diikat

Universitas Sumatera Utara

13

Tabel 1. Lanjutan
Kegiatan

Dampak Potensial
oleh substrat hutan mangrove.
• Pendangkalan perairan pantai karena pengendapan
sedimen yang sebelum hutan mangrove dikonversi
mengendap dihutan mangrove.
• Intruksi garam melalui saluran-saluran alam yang
bertahan keberadaaanya atau melalui saluran-saluran
buatan manusia yang bermuara di laut.
• Erosi garis pantai yang sebelumnya ditumbuhi
mangrove.

Pembuangan

sampah

cair (Sewage)

• Penurunan kandungan oksigen terlarut dalam air,
bahkan dapat terjadi karena anoksik dalam air
sehingga bahan organik yang terdapat dalam sampah
cair mengalami dekomposisi anaerobik yang antara
lain menghasilkan hidrogen sulfida (H2S) dan
amonia (NH3) yang keduanya merupakan racun bagi
organisme hewani dalam air. Bau H2S seperti telur
busuk yang dapat dijadikan indikasi berlangsungnya
dekomposisi anaerobik.

Pembuangan

sampah

padat

• Kemungkinan terlapisnya pnuematofora dengan
sampah yang akan mengakibatkan kematian pohonpohon mangrove.
• Perembesan bahan-bahan pencemar dalam sampah
padat yang kemudian larut dalam air ke perairan
disekitar pembuangan sampah.

Pencemaran
akibat

minyak
terjadinya

tumpahan minyak dalam
jumlah besar

• Kematian pohon-pohon mangrove akibat terlapisnya
pnuematofora oleh minyak.
• Kerusakan total ekosistem hutan mangrove di lokasi
penambangan dan ekstaksi mineral yang dapat
mengakibatkan musnahnya daerah asuhan

Universitas Sumatera Utara

14

Tabel 1. Lanjutan
Kegiatan

Dampak Potensial
(nursery ground) dapat mengakibatkan musnahnya

dan ekstrasi mineral

daerah asuhan bagi larva dan bentuk-bentuk juvenil
ikan dan udang yang berkomersial penting di lepas
pantai, dan dengan demikian mengancam regenerasi
ikan dan udang tersebut.
Di daratan sekitar hutan

• Pengendapan sedimen yang berlebihan yang dapat

mangrove

mengakibatkan

terlapisnya

pnuematofora

oleh

sedimen yang pada akhirnya dapat mematikan
pohon mangrove
Sumber : Dahuri, dkk., 2004
Masyarakat

di

sekitar

kawasan

hutan

mangrove

mempunyai

ketergantungan sangat besar terhadap ekosistem mangrove tersebut, karena
mereka dapat berperan sebagai perusak ataupun penjaga hutan mangrove, untuk
itu diperlukan upaya-upaya yang dapat memperbaiki dan meningkatkan partisipasi
masyarakat dan pengelolaan yang baik agar fungsi ganda dari hutan mangrove
dapat

berjalan

dengan

baik

dan

dapat

dimanfaatkan

secara

optimal

(Erwiantono, 2006).
Jika dilihat dari sumber (asal) kejadiannya, jenis-jenis kerusakan
lingkungan berasal dari luar sistem wilayah pesisir dan ada yang berlangsung
didalam wilayah pesisir itu sendiri. pencemaran dapat berasal dari limbah yang
dibuang oleh oleh berbagai kegiatan. Pembangunan (seperti tambak, perhotelan,
permukiman, dan industri) yang terdapat didalam wilayah pesisir dan juga berupa
kiriman dari berbagai kegiatan pembangunan didaerah lahan atas. Sedimentasi
atau pelumpuran yang terjadi diperairan pesisir sebagian berasal dari sedimentasi
dilahan atas (akibat penebangan hutan dan praktek pertanian yang tidak

Universitas Sumatera Utara

15

mengindahkan asas konservasi lahan dan lingkungan), yang terangkut aliran air
sungai atau air limpasan dan diendapkan diperairan pesisir. sementara itu,
kerusakan lingkungan berupa degradasi fisik habitat pesisir (mangrove, terumbu
karang dan padang lamun), eksploitasi lebih (over exploitation) sumberdaya alam,
abrasi pantai, konversi kawasan lindung, dan bencana alam, hampir semuanya
terjadi didalam wilayah pesisir. Secara garis besar kerusakan lingkungan yang
mengancam kelestarian sumber daya pesisir dan lautan di Indonesia meliputi :
pencemaran, degradasi fisik habitat, over-eksploitasi sumberdaya alam, abrasi
pantai, konversi kawasan lindung menjadi peruntukan pembangunan lainnya da
bencana alam (Dahuri, dkk., 2004).
Permasalahan utama mengenai hutan mangrove adalah terjadinya
degradasi baik secara kuantitas maupun kualitas sehingga dapat mengganggu
fungsi ekonomis dan ekologis mangrove. Tekanan terhadap habitat hutan
mangrove bersumber dari kebutuhan manusia untuk mengonvensi areal hutan
mangrove menjadi areal perumahan, industri dan pertanian. Secara turun-temurun
masyarakat menganggap bahwa hutan mangrove sebagai lahan kosong (lahan
tidak bermanfaat) sehingga seringkali dengan sengaja diahli fungsikan menjadi
peruntukan lain yang dianggap menguntungkan, misalnya untuk pengembangan
kota, daerah pertanian atau aquakultur. Selain itu meningkatnya permintaan
terhadap produksi kayu juga menyebabkan eksploitasi berlebihan terhadap hutan
mangrove. Kegiatan lain yang menyebabkan kerusakan hutan mangrove cukup
besar adalah pembukaan tambak-tambak untuk budidaya perairan. Kegiatan
terakhir ini yang memberikan kontribusi terbesar dalam perusakan hutan
mangrove. Dalam situasi seperti ini, habitat dasar dan fungsi hutan mangrove

Universitas Sumatera Utara

16

menjadi hilang dan kehilangan ini jauh lebih besar dari nilai penggantinya
( Muryani, dkk., 2011).
Dasawarsa ini terjadi penurunan luasan dan kualitas hutan mangrove
secara drastis. Ironisnya, sampai sekarang tidak ada data aktual yang pasti
mengenai luasan hutan mangrove, baik yang kondisinya baik, rusak maupun telah
berubah bentang lahannya, karena umumnya hutan mangrove tidak memiliki
boundary yang jelas. Estimasi kehilangan hutan selama tahun 1985 sampai
dengan tahun 1997 untuk pulau Sumatera sebesar 3.391.400 ha atau sebesar 61 %
(Simbolon, 2010).

Dampak Kerusakan Hutan Mangrove
Konsekuensi yang akan ditimbulkan akibat terjadinya aktivitas manusia
untuk mengeksploitasi dan mengonversi habis daerah pesisirnya, yaitu hilangnya
dan terkikisnya pulau-pulau kecil di Indonesia. Perlu memang untuk dicermati dan
direnungkan agar kehilangan pulau tidak terus berlanjut. Namun, yang paling
penting adalah mencegah hilangnya dan punahnya ekosistem dan habitat
mangrove dan pesisir, hilang dan punahnya keanekragaman hayati baik flora
maupun fauna baik di darat maupun di perairan (Vatria, 2012).
Manfaat ekonomi, sosial dan kemasyarakatan dari kawasan tersebut akan
terus menurun atau bahkan hilang, baik pada tingkat spesies maupun tingkat
ekosistem apabila bentuk pengelolaan dan relasi sosial ekonomi yang dibangun
antara ekosistem dengan masyarakat sekitar kawasan tidak mengalami perubahan.
Ditambah lagi dengan fenomena bahwa sampai dengan saat ini belum terbentuk
sistem pengelolaan kawasan mangrove yang efektif dan efisien di Pantai Timur

Universitas Sumatera Utara

17

Sumatera Utara dengan berbasis pada potensi kawasan yang ada. Fenomena di
atas secara langsung menimbulkan akibat berupa sumber daya alam akan terus
menurun, polusi akan meningkat hingga ke tingkat yang sulit dikendalikan,
jumlah petani dan nelayan miskin akan terus meningkat, tingkat kesehatan
masyarakat akan terus menurun, tingkat hubungan antara kriminal dan kemiskinan
akan terus meningkat (Siregar dan Purwoko, 2002).
Penebangan hutan mangrove secara besar-besaran untuk dikonversikan
menjadi usaha pertambakan dapat menyebabkan terputusnya siklus hidup
sumberdaya ikan dan udang di sekitarnya. Berkurangnya ikan dan udang di daerah
ini berarti mengurangi pendapatan nelayan-nelayan kecil yang biasanya
beroperasi di sekitar pantai, penyudu udang, pencari kepiting dan penjala ikan. Di
pesisir timur Sumatera Utara, berkurangnya ikan hasil tangkapan menyebabkan
sebagian nelayan beralih profesi sebagai penebang kayu di hutan mangrove, atau
setidaknya menebang kayu tersebut menjadi aktivitas alternatif pada saat musim
tidak melaut. Rusak atau hilangnya hutan mangrove mengakibatkan pula abrasi
pantai yang dapat menyapu pemukiman penduduk dan pada akhirnya justru akan
menghancurkan usaha pertambakan itu sendiri di kemudian hari. Selain itu,
dengan hilangnya mangrove, intrusi air laut akan semakin mudah meluas ke arah
daratan dan menyebabkan sumur-sumur air tawar tidak lagi dapat dimanfaatkan
(Simbolon, 2010).

Universitas Sumatera Utara