Perbandingan Kadar Vitamin E Plasma pada Berbagai Derajat Keparahan Akne Vulgaris

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Akne Vulgaris
Akne vulgaris merupakan gangguan dari unit pilosebasea yang umum
dijumpai, dapat sembuh sendiri, dan terutama ditemukan pada remaja. Akne
vulgaris ditandai dengan adanya papul folikular non inflamasi (komedo) dan pada
bentuk yang berat dijumpai adanya papul inflamasi, pustul dan nodul. Akne
vulgaris mengenai daerah kulit dengan populasi kelenjar sebasea yang paling
padat, yaitu pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung.1
2.1.1 Epidemiologi
Data prevalensi tergantung pada waktu penelitian dan populasi yang
dinilai. Pada sebuah penelitian berbasis masyarakat, akne vulgaris tercatat 56%
pada pria dan 45% pada wanita usia antara 14 sampai 16 tahun dan tercatat
sebagai derajat sedang sampai berat sebanyak 11%. Puncak prevalensi dan
keparahan terjadi antara usia 14 sampai 17 tahun pada wanita sebanyak 40%, dan
16 sampai 19 tahun pada pria sebanyak 35%. Sebuah penelitian dari Amerika
Serikat menunjukkan bahwa prevalensi pada usia remaja pertengahan mencapai
hampir 100%. Di sisi lain, hanya sekitar 20% penderita yang membutuhkan
bantuan dokter. Sebuah penelitian terhadap remaja di Selandia Baru diidentifikasi
akne vulgaris pada 91% pria dan 79% wanita pada pelajar. Akne vulgaris derajat

berat tercatat pada 6,9% pria dan hanya 1% pada wanita. Pada sebuah penelitian
prevalensi berdasarkan populasi dari Australia menunjukkan bahwa tingkat
prevalensi secara keseluruhan adalah 36,1%, mulai dari 27,7% pada usia 10-12

7
Universitas Sumatera Utara

8

tahun sampai 93,3% pada usia 16-18 tahun. Ini jarang pada anak laki-laki antara
usia 10 sampai 12 tahun, tetapi pada usia 16 sampai 18 tahun anak laki-laki lebih
mungkin untuk menderita akne vulgaris dibanding perempuan. Akne vulgaris
derajat sedang sampai berat dijumpai pada 17% dari pelajar (24% laki-laki dan
11% perempuan). Komedo, papul dan pustul adalah gambaran klinis yang paling
umum dan 1:4 kasus dijumpai parut. Sebuah penelitian lanjut di Portugal
mengidentifikasi tingkat prevalensi tertinggi yaitu 82,4% pada usia 10-12 tahun
dan yang teridentifikasi hanya 44% dari kasus yang mencari pengobatan.15
Di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan,
berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis selama periode Januari –
Desember 2008, dari total 5.573 pasien yang berobat ke Poliklinik Ilmu

Kesehatan Kulit dan Kelamin, 107 pasien (1,91%) diantaranya merupakan pasien
dengan diagnosis akne vulgaris. Dari jumlah tersebut, 8,41% berusia 0-12 tahun,
90,6% berusia 13-35 tahun dan hanya 0,93% yang berusia 36-65 tahun.4
Sedangkan pada periode Januari – Desember 2011, dari total 5.644 pasien yang
berobat ke Poliklinik Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 88
pasien (1,55%) diantaranya merupakan pasien dengan diagnosis akne vulgaris.
Dari jumlah tersebut 1,13% berusia 0-12 tahun, 87,5% berusia 13-35 tahun dan
11,36 % yang berusia 36-65 tahun. Hal ini menggambarkan bahwa penderita akne
vulgaris yang terbanyak adalah usia remaja dan dewasa muda.
2.1.2 Etiologi dan patogenesis
Patogenesis akne vulgaris jelas multifaktorial, melibatkan empat faktor
utama yang membantu menjelaskan variasi luas dalam manifestasi klinis; (1)
Perubahan diferensiasi epitel folikular yang mengarah kepada hiperproliferasi dan

Universitas Sumatera Utara

9

deskuamasi abnormal, menyebabkan lesi prekusor dari semua lesi akne vulgaris
lainnya, yaitu mikrokomedo. (2) Peningkatan produksi sebum. (3) Proliferasi dari

P.acne. (4) Inflamasi menyebabkan terbentuknya sitokin pro inflamasi yang
diproduksi oleh P.acne dan mungkin dari asam lemak bebas yang dihasilkan
melalui hidrolisis sebum trigliserida oleh lipase yang disekresi oleh P.acne.
Ruptur folikular dapat menyebabkan inflamasi yang lebih berat dan kronis.3
Hiperproliferasi epidermal folikular adalah kejadian yang pertama sekali
dikenal dalam perkembangan akne vulgaris. Penyebab pasti yang mendasari
hiperproliferasi ini tidak diketahui. Saat ini, ada 3 buah hipotesis yang telah
diajukan untuk menjelaskan mengapa epitelium folikular bersifat hiperproliferatif
pada individu dengan akne vulgaris. Pertama, hormon androgen, yang telah
dikenal sebagai pencetus awal. Komedo, lesi klinis yang menyebabkan
pembentukan sumbatan pada muara folikular, mulai timbul disekitar usia pubertas
pada orang-orang dengan akne vulgaris. Derajat akne vulgaris komedonal pada
usia prapubertas berhubungan dengan kadar hormon androgen adrenal yaitu
dehydroepiandrosterone sulphate (DHEA-S). Apalagi, reseptor hormon androgen
ditemukan pada folikel-folikel dimana komedo berasal. Selain itu individu dengan
malfungsi reseptor androgen ternyata tidak akan mengalami akne vulgaris. Kedua,
perubahan komposisi lipid, yang telah diketahui berperan dalam perkembangan
akne vulgaris. Para penderita akne vulgaris biasanya mempunyai produksi sebum
yang berlebihan dan kulit yang berminyak. Produksi sebum yang berlebihan ini
dapat melarutkan lipid epidermal normal dan menyebabkan suatu perubahan

dalam konsentrasi relatif dari berbagai lipid. Berkurangnya konsentrasi asam
linoleat ditemukan pada individu dengan lesi akne vulgaris, dan menariknya,

Universitas Sumatera Utara

10

keadaan ini akan normal kembali setelah pengobatan yang berhasil dengan
menggunakan isotretinoin. Penurunan relatif asam linoleat dapat mengaktifkan
pembentukan komedo. Inflamasi adalah faktor hipotesis ketiga yang terlibat
dalam pembentukan komedo. Interleukin-1α (IL-1α)

adalah suatu sitokin

proinflamasi yang telah digunakan pada suatu model jaringan untuk menginduksi
hiperproliferasi epidermal folikular dan pembentukan akne vulgaris. Walaupun
inflamasi tidak terlihat baik secara klinis maupun mikroskopis pada lesi awal akne
vulgaris, ia tetap memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan
akne vulgaris dan komedo.3
Peningkatan produksi sebum adalah faktor kunci yang berperan dalam

pembentukan akne vulgaris. Produksi dan ekskresi sebum diatur oleh sejumlah
hormon dan mediator yang berbeda. Hormon androgen khususnya, meningkatkan
pembentukan dan pelepasan sebum. Kebanyakan pria dan wanita dengan akne
vulgaris memiliki kadar hormon androgen yang bersirkulasi dalam jumlah yang
normal. Sejumlah agen lain seperti growth hormone (GH) dan insulin-like growth
factor (IGF), juga mengatur kelenjar sebasea dan dapat berperan dalam
perkembangan akne vulgaris.3
Propionibacterium acnes merupakan suatu organisme mikroaerofilik yang
ditemukan pada banyak lesi akne vulgaris. Walaupun tidak ditemukan pada lesi
yang paling awal dari akne vulgaris, P. acnes ini hampir pasti dapat ditemukan
pada lesi-lesi yang lanjut. Adanya P. acnes akan meningkatan proses inflamasi
melalui sejumlah mekanisme. Propionibacterium acnes menstimulasi inflamasi
melalui produksi mediator-mediator proinflamasi yang berdifusi melalui dinding
folikel. Penelitian terkini menunjukkan bahwa P. acnes mengaktifkan toll-like

Universitas Sumatera Utara

11

receptor-2 (TLR-2) pada monosit dan neutrofil. Aktivasi TLR-2 ini kemudian

akan memicu produksi sitokin proinflamasi yang multipel, seperti IL-12, IL-8,
dan tumor necrosis factor (TNF). Hipersensitivitas terhadap P. acnes dapat juga
menjelaskan mengapa beberapa individu mengalami akne vulgaris inflamasi
sedangkan yang lain tidak.3
Inflamasi mungkin merupakan suatu fenomena primer atau sekunder.
Kebanyakan bukti sampai saat ini menyatakan bahwa akne vulgaris merupakan
suatu respons inflamasi sekunder terhadap P. acnes. Meskipun demikian, ekspresi
IL-1α telah diidentifikasi dalam mikrokomedo dan dapat berperan dalam
pembentukan akne vulgaris.3
Faktor-faktor eksternal jarang ditemukan pada akne vulgaris. Beberapa
bahan kosmetik dan minyak rambut dapat memperburuk akne vulgaris. Sejumlah
obat-obatan seperti steroid, litium, anti epilepsi dan iodium dapat mencetuskan
akne vulgaris. Hiperplasia adrenal kongenital, polycystic ovarian syndrome
(PCOS), dan kelainan-kelainan endokrin yang lain dengan peningkatan produksi
dan pelepasan androgen dapat memicu perkembangan akne vulgaris.3
2.1.3 Gambaran klinis
Lesi kulit pada akne vulgaris adalah erupsi polimorf dengan gejala
predominan salah satunya berupa komedo, papul yang tidak beradang dan pustul,
nodul dan kista yang beradang. Tempat predileksi akne vulgaris adalah pada
daerah dengan jumlah kelenjar sebasea yang padat seperti wajah, bahu, dada

bagian atas dan punggung bagian atas. Umumnya keluhan penderita adalah
keluhan estetik walaupun terkadang dapat disertai rasa gatal.3,16,17

Universitas Sumatera Utara

12

Komedo adalah gejala patognomonik pada akne vulgaris berupa papul
milier yang ditengahnya mengandung sebum. Komedo dapat terbagi dua yaitu
komedo terbuka (black head, open comedo) berwarna hitam karena mengandung
unsur melanin yang teroksidasi dan komedo tertutup ( white head, close comedo)
yang letaknya lebih dalam dan tidak mengandung unsur melanin.17
2.1.4 Gradasi akne vulgaris
Metode untuk pengukuran derajat keparahan akne vulgaris meliputi
gradasi sederhana berdasarkan pada pemeriksaan klinis, penghitungan lesi, dan
yang memerlukan instrumen seperti fotografi, fotografi fluorosen, fotografi
cahaya polarisasi, video mikroskopi, dan pengukuran produksi sebum. Ada dua
pengukuran yang sering digunakan yaitu gradasi dan penghitungan lesi.18,19
Gradasi akne vulgaris adalah suatu metode subyektif yang digunakan
untuk menetapkan keparahan akne vulgaris berdasarkan observasi lesi yang

dominan, evaluasi keberadaan/ ketidakberadaan lesi inflamasi dan luasnya area
kulit yang terlibat. Penghitungan lesi meliputi pencatatan jumlah tiap tipe lesi
akne dan menetapkan derajat keparahan secara keseluruhan.18
Ada berbagai pola pembagian gradasi penyakit akne vulgaris yaitu:
A. James dan Tisserand (1958) membuat gradasi sebagai berikut18 :
Derajat 1 : Akne non inflamasi sederhana dengan komedo dan sedikit papul.
Derajat 2 : Komedo, papul dan sedikit pustul.
Derajat 3 : Papul inflamasi yang besar, pustul dan beberapa kista yang melibatkan
wajah, leher dan batang tubuh bagian atas.
Derajat 4 : Lebih berat, kista bergabung.

Universitas Sumatera Utara

13

B. Pillsbury (1963) membuat gradasi sebagai berikut17 :
Derajat 1 : Komedo dimuka.
Derajat 2 : Komedo, papul, pustul dan peradangan lebih dalam di muka.
Derajat 3: Komedo,papul, pustul dan peradangan lebih dalam di muka, dada,
punggung.

Derajat 4 : Akne konglobata.
C. Frank (1970) membuat gradasi sebagai berikut17 :
Derajat 1 : Akne komedonal non-inflamasi.
Derajat 2 : Akne komedonal inflamasi.
Derajat 3 : Akne papular.
Derajat 4 : Akne papulo pustular.
Derajat 5 : Akne agak berat.
Derajat 6 : Akne berat.
Derajat 7 : Akne nodulo kistik/konglobata.
D. Sjarif M. Wasitaatmadja (1982) Bagian Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin FK
UI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo membuat gradasi akne vulgaris yang akurat,
sederhana dan mudah diterapkan. Kriterianya adalah sebagai berikut17 :
1. Ringan, bila : - Beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi.
- Sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi.
- Sedikit lesi beradang pada 1 predileksi.
2. Sedang, bila : - Banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi.
- Beberapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi.
- Beberapa lesi beradang pada 1 predileksi.
- Sedikit lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi.


Universitas Sumatera Utara

14

3.Berat, bila

: - Banyak lesi tak beradang pada lebih dari satu predileksi.
- Banyak lesi beradang pada 1 atau lebih predileksi.

Catatan : sedikit 10 lesi
tak beradang : komedo, papul
beradang

: pustul, nodus dan kista

Pengukuran derajat keparahan akne vulgaris terus menjadi tantangan bagi
dermatologis. Tidak ada sistem gradasi yang telah diterima secara umum. Sistem
gradasi yang ideal bila18:
1. Akurat dan reproduktif.
2. Memiliki kapasitas dokumentasi untuk verifikasi di masa depan.

3. Sederhana digunakan untuk beberapa kali pemantauan.
4. Tidak memakan waktu.
5. Mudah digunakan.
6. Merefleksikan kriteria subjektif seperti faktor psikologis.
2.1.5 Diagnosis
Diagnosis akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan
ekskohleasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstraktor
(sendok Unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai massa padat seperti
lilin atau massa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya kadang berwarna hitam.17
Pada pemeriksaan histopatologi, mikrokomedo ditandai dengan dilatasi
folikel dengan sumbatan keratin padat. Sehubungan dengan perkembangan penyakit,
folikel terbuka dan menjadi dilatasi, dan terbentuk komedo terbuka. Dinding

Universitas Sumatera Utara

15

folikular menipis, dan dapat pecah. Inflamasi dan bakteri mungkin jelas, dengan atau
tanpa pecahnya folikular. Folikular pecah disertai dengan inflamasi yang menyusup
ke dermis. Kemudian dapat dijumpai fibrosis dan jaringan parut.3
Secara umum pemeriksaan laboratorium tidak diindikasikan untuk pasien
akne

vulgaris

kecuali

yang

diduga

pasien

dengan

hiperandrogenisme.

Dehydroepiandrosterone sulphate dapat bekerja sebagai prekusor testosteron dan
dehidrotestoteron (DHT). Meningkatnya kadar serum androgen telah dijumpai pada
kasus akne kistik dan pada kasus akne vulgaris yang berhubungan dengan kondisi
endokrin yang bervariasi yaitu hiperplasia adrenal kongenital ; defisiensi 11-β dan
21-β hidroksilase, tumor adrenal atau tumor ovari, dan penyakit polikista ovari. Pada
kebanyakan pasien akne vulgaris, walau bagaimanapun, serum androgen masih
dalam batas normal.1
2.1.6 Diagnosis banding akne vulgaris
Walaupun satu tipe lesi dapat lebih dominan, akne vulgaris didiagosis
dengan adanya berbagai lesi akne vulgaris (komedo, pustul, papul, dan nodul) di
wajah, punggung atau dada. Diagnosis biasanya mudah tetapi akne vulgaris dapat
dikaburkan dengan folikulitis, rosasea, atau dermatitis perioral. Folikulitis, rosasea
dan dermatitis perioral tidak memiliki komedo.1
Folikulitis adalah peradangan pada folikel rambut yang dapat disebabkan
Staphylococcus aureus atau Pytirosporum ovale . Lesi berupa papul atau pustul
yang eritrematosa dan ditengahnya terdapat rambut, biasanya multipel. Tempat
predileksi biasanya ditungkai bawah. Sedangkan lesi Pityrosporum folliculitis
berupa papul-papul dan kadang-kadang pustul superfisial dengan dasar kulit
eritematosa yang tidak berbatas tegas disertai rasa gatal ringan, dan umumnya

Universitas Sumatera Utara

16

berlokasi pada badan bagian atas. Kultur dari lesi di kulit untuk menyingkirkan
folikulitis gram negatif harus dilakukan jika tidak terdapat respons terhadap
pengobatan atau jika tidak ada perbaikan.20
Rosasea merupakan penyakit peradangan kronik di daerah muka dengan
gejala eritema, pustul, telangiektasi dan kadang-kadang disertai hipertrofi kelenjar
sebasea. Tidak terdapat komedo kecuali bila kombinasi dengan akne vulgaris.17,21
Dermatitis perioral yang terjadi terutama pada wanita dan anak-anak
dengan gejala klinis berupa papul eritema , vesikel, dan pustul yang diskret dan
berkelompok

di sekitar mulut. Lesi terasa gatal, kulit kering dan tidak ada

komedo.16,17,22
Komedo tertutup sering dibingungkan dengan milia. Milia merupakan
kista keratin epidermal distribusinya terutama di infraorbital. Kista bisa berasal
dari folikel sebasea. Milia primer muncul pada bantalan folikel rambut velus pada
wajah sedangkan sekunder merupakan hasil kerusakan pada unit pilosebasea.16,23
Terkadang, dermatitis herpetiformis dapat muncul sebagai erupsi pustular
pada wajah, tetapi ini biasanya sangat gatal tidak seperti akne vulgaris. Penyakit
linear IgA dapat juga muncul tetapi sangat jarang sebagai lesi papular pada wajah
tanpa komedo. Biopsi, termasuk pemeriksaan imunofluorosensi, penting untuk
konfirmasi diagnosis.16
Erupsi akneformis yang disebabkan oleh induksi obat, misalnya
kortikosteroid, isoniazid (INH), barbiturat, bromida, yodida, difenil hidantoin,
trimetadion, adrenocorticotropic hormone (ACTH), dan lainnya. Klinis berupa
erupsi papulo pustul mendadak tanpa adanya komedo di hampir seluruh bagian

Universitas Sumatera Utara

17

tubuh. Dapat disertai demam dan dapat terjadi pada semua usia. Dan biasanya
membaik dengan penghentian obat.17,24
2.2 Vitamin E
Vitamin E ditemukan di Universitas California, Berkeley, pada tahun 1922
oleh Herbert Evans dan Katherine Bishop yang mengamati bahwa defisiensinya
menyebabkan resorpsi janin dalam tikus. Zat aktif diisolasi dari minyak tepung
gandum pada tahun 1936, juga di Berkeley, dan bernama “tokoferol” dari kata
Yunani tokos (melahirkan) dan pherein (untuk membawa) ditambah akhiran –ol
menunjukkan suatu fenol atau alkohol.8,25
Vitamin E adalah sekelompok zat, tokoferol dan tokotrienol, dijumpai
terutama pada minyak sayuran. Masing-masing memiliki kelompok kepala
kromanol dan rantai samping phytyl. Rantai samping tokoferol jenuh, sedangkan
tokotrienol memiliki 3 ikatan ganda. Jumlah yang berbeda dan penempatan dari
kelompok metil pada cincin aromatis menghasilkan bentuk α,β,γ, dan δ dari
tokoferol dan tokotrienol. Setiap bentuk terjadi secara alamiah sebagai
stereoisomer single. Vitamin E sintetis mengandung hingga delapan isomer,
masing-masing dengan aktivitas biologisnya sendiri.25

Universitas Sumatera Utara

18

Gambar 2.1 Struktur dari tokoferol dan tokotrienol
*dikutip dari kepustakaan no. 26 sesuai aslinya

Universitas Sumatera Utara

19

D-α tokoferol adalah jenis vitamin E yang paling umum diserap dari diet
manusia, kecuali tokotrienol mendominasi di daerah dunia dimana minyak
tanaman tropis yang digunakan untuk memasak dan sebagai sumber makanan. Dα tokoferol sekitar 36% lebih aktif dibanding sintetis campuran isomer.20 Vitamin
E banyak dijumpai pada sayur-sayuran, terutama bayam, alpokat, jagung, minyak
sayuran, biji bunga matahari, kedele, gandum, kacang dan margarin. Juga dapat
dijumpai pada beberapa daging dan produk susu. Pada manusia, vitamin E secara
alami terjadi pada membran sel dan organela. Ini memproteksi membran sel dari
peroksidase dan menangkap radikal bebas. Vitamin E merupakan bagian penting
dari diet, tetapi ada resiko bila mengkonsumsi terlalu banyak. Dianjurkan untuk
mengkonsumsi 400 IU vitamin E per hari dalam bentuk kapsul gel. Vitamin E
dapat meningkatkan kemungkinan timbulnya memar bila diminum dalam dosis
besar. Tentu saja, dosis lebih besar dari 3000 mg perhari ketika dikonsumsi dalam
jangka panjang dapat menimbulkan efek samping.27
Vitamin E diakui benar efektivitasnya sebagai penghambat oksidasi lipid
pada makanan dan sistem biologi, dan mekanismenya sebagai antioksidan juga
baik dipahami. Aktivitas antioksidan dari tokoferol dan tokotrienol dapat diterima
secara luas terutama karena kemampuan mereka untuk menyumbangkan hidrogen
fenoliknya pada lipid radikal bebas. Dampak yang lebih rendah tercapai melalui
pemuasan singlet oksigen.26
Vitamin E adalah antioksidan yang dapat menyumbangkan atom hidrogen
disebut donor hidrogen. Vitamin E terlokalisasi dalam membran dan lipoprotein
dimana ia dapat menghentikan reaksi rantai radikal dari lipid peroksidase. Oleh
karena itu vitamin E disebut antioksidan pemecah rantai. Vitamin E (TocH) selalu

Universitas Sumatera Utara

20

menyumbangkan

atom

hidrogen

ke

radikal

lipid

peroksil

yang akan

mempropagasi reaksi rantai dari lipid peroksida.28
Autooksidasi asam lemak tak jenuh ganda terdiri dari inisiasi, propagasi
rantai dan reaksi pemecahan rantai. Reaksi inisiasi bersifat lambat dan terbatas.
Inisiasi terjadi oleh karena panas, cahaya atau bahan logam. Reaksinya:
I +

L.

LH

+ IH (lambat)

Dimana I adalah inisiator, LH asam lemak dan L. adalah alkil radikal yang
terbentuk dari asam lemak tak jenuh ganda. Kemudian diikuti propagasi melalui
reaksi rantai:
L.

LOO.

+ O2

LOO. + LH
Dimana

LOO.

adalah

LOOH
radikal

+

bebas

L.
peroksil

dan

LOOH merupakan

hidroperoksida yang stabil dari asam lemak. Tokoferol kemudian memecah dan
mengakhiri rantai ini melalui:
LOO . + TocH

LOOH + Toc.

Dimana TocH adalah tokoferol dan Toc. adalah radikal tokoferoksil, yang relatif
stabil, kemudian memecah reaksi rantai. Radikal tokoferoksil ini dapat bereaksi
dengan radikal peroksil yang lain untuk membentuk senyawa yang tidak
berbahaya, termasuk tokoferil quinon. Reaksinya:
Toc. + LOO.

Toc-OOL

Alternatif lain, radikal tokoferoksil ini dapat direduksi kembali ke alfa-tokoferol
dengan vitamin C (AH-) pada permukaan antara air dan lipid. Reaksinya:
Toc. + AH-

TocH + A-

Universitas Sumatera Utara

21

Namun, apakah interaksi sinergis antara vitamin E dan vitamin C terjadi in vivo
masih merupakan kontroversi.28,29
2.3 Vitamin E dan Akne Vulgaris
Pada akne vulgaris terjadi perubahan komposisi dari sebum, dan produksi
ROS oleh neutrofil terlibat dalam iritasi dan destruksi dari dinding folikel,
berperan dalam terjadinya inflamasi pada akne vulgaris.7,30
Dimana sudah diketahui bahwa P.acnes memiliki peranan penting dalam
proses inflamasi akne vulgaris, menghasilkan faktor kemotaktik untuk neutrofil,
menyebabkan pelepasan enzim hidrolitik yang merusak dinding folikel sebagai
akibat fagositosis

P.acnes oleh neutrofil yang ditarik ke lokasi inflamasi.

Penetrasi ke dalam dermis, P.acnes merangsang sistem imun, membentuk suatu
reaksi benda asing oleh lemak sebasea, rambut dan sel epitel, yang selanjutnya
menyebabkan inflamasi. Telah dilaporkan bahwa radikal bebas oksigen, yang
dibentuk oleh neutrofil pada dinding folikel untuk membunuh mikroorganisme,
mungkin menyebabkan kerusakan sel pada lokasi inflamasi.31
Neutrofil menghasilkan radikal bebas berupa radikal superoksida anion,
hidrogen peroksida dan radikal hidroksil.32 Proteksi antioksidan yang tidak kuat
dan/atau peningkatan produksi ROS membuat suatu kondisi yang disebut sebagai
stres oksidatif, yang berperan terhadap munculnya penyakit inflamasi kulit.
Vitamin E merupakan salah satu antioksidan yang baik.6,7
El-akawi et al. (2005) melakukan penelitian kadar vitamin E dalam plasma
pada 100 orang pasien dengan akne vulgaris dengan derajat berat, sedang dan
ringan dan 100 subyek kontrol. Derajat keparahan akne vulgaris ditetapkan
berdasarkan GAGS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar vitamin E secara

Universitas Sumatera Utara

22

bermakna lebih rendah pada pasien dengan akne vulgaris derajat berat
dibandingkan dengan akne vulgaris derajat sedang, ringan dan kontrol.9
Abulnaja (2008) melakukan penelitian status oksidan/antioksidan pada
wanita dewasa yang gemuk dengan akne vulgaris menunjukkan bahwa kadar
vitamin E secara bermakna lebih rendah pada wanita gemuk dan normal dengan
akne vulgaris dibandingkan wanita gemuk dan normal tanpa akne vulgaris.10
Ayres dan Mihan (1981) telah melaporkan keberhasilan pengobatan
terhadap lebih dari 100 pasien akne vulgaris yang menerima 100.000 IU vitamin
A dengan 800 IU vitamin E setiap hari. Kebanyakan merespon dalam beberapa
minggu dan kontrol pemeliharaan diperoleh dengan dosis yang lebih rendah.11
Michaelson (1984) memberikan 0,2 mg selenium ditambah 10 mg
tokoferil suksinat dua kali sehari pada 29 orang pasien akne vulgaris selama 6
sampai 12 minggu, dijumpai hasil yang baik, terutama pada pasien dengan akne
pustular dan dengan aktivitas GSH-Px yang rendah. Efek menguntungkannya
biasanya pararel dengan peningkatan yang lambat dari GSH-Px. Setelah 6 sampai
8 minggu penghentian pengobatan, kadar GSH-Px kembali seperti semula
sebelum pengobatan.12,13
Zat antioksidan yang mengandung beberapa zat gizi oral telah menjadi
subyek penelitian selama 12 minggu pada 48 pasien akne vulgaris. Antioksidan
ini dimakan tiga kali sehari dengan total 45 mg zinc, 180 mg vitamin C, 18 mg
campuran karotenoid, 45 IU d-alfa-tokoferol asetat dan 390 mcg kromium.
Perbaikan yang bermakna tercatat dalam evaluasi dokter setelah 8 minggu, dan
setelah 12 minggu 79% dari pasien ditemukan memiliki peningkatan 80% atau

Universitas Sumatera Utara

23

lebih. Karena ini merupakan penelitian open-label, kesimpulan yang luas tidak
dapat dibuat mengenai hasilnya.14
Diantara lipid permukaan kulit, squalene, sebuah molekul triterpenoid
spesifik terhadap sebum manusia, tampaknya berperan sebagai pengikat singlet
oxygen, memproteksi kulit dari lipid peroksidase; terkadang, oksidasinya
menghasilkan squalene peroksida yang terbukti bersifat komedogenik. Pasokan
vitamin E ke kulit berperan dalam

membatasi efek potensi berbahaya dari

squalene peroksida. Vitamin E ditemukan dalam lipid permukaan kulit sebagai
konstituen penting dari sebum manusia. Data terbaru yang dikumpulkan secara in
vivo telah mengkonfirmasi temuan ini dan menunjukkan perbedaan bermakna
dalam komposisi sebum pasien akne vulgaris dibanding dengan subyek sehat yang
berkaitan dengan kadar squalene peroksida dan vitamin E. Secara khusus kadar
squalene peroksida lebih tinggi dan penurunan kadar vitamin E telah terdeteksi
pada akne vulgaris.7,33,34

Universitas Sumatera Utara

24

2.4 Kerangka Teori

Kadar vitamin
E plasma
rendah




Aktifitas fisik
berlebihan
Merokok

Peningkatan

Stres oksidatif

ROS

Inflamasi





Peningkatan
produksi sebum
Hiperproliferasi
folikular
P.acnes meningkat

Akne
vulgaris

Gambar 2.2 Diagram kerangka teori penelitian

Universitas Sumatera Utara

25

2.5 Kerangka Konsep

Akne vulgaris derajat ringan

Kadar vitamin E
plasma

Akne vulgaris derajat sedang

Akne vulgaris derajat berat

Gambar 2.3 Diagram kerangka konsep penelitian

Universitas Sumatera Utara