Klasifikasi Kelainan Bentuk Sel Darah Merah Menggunakan Radial Basis Function Network

6

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1. Sel Darah Merah
Sel darah merah atau eritrositmemiliki fungsi yang sangat penting bagi
kelangsungan hidup manusia. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang
berfungsi untuk mengikat oksigen untuk diedarkan keseluruh tubuh. Sel darah
merah berbentuk seperti cakram bikonkaf yang berdiameter 7,5mikron, tebal
tepi sekitar 2 mikron dan bagian tengahnya lebih kurang 1 mikron.
(Wulandary, 2014).Bagian tepi sel darah merah terlihat lebih merah daripada
bagian pusatnya dikarenakan bentuknya yang bikonkaf sehingga menyebabkan
hemoglobin terkumpul lebih banyak dibagian tepi sel (Tahir,. et, al. 2012)
Gambar sel darah merah normal, bisa dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. sel darah merah normal
Keadaan kurangnya oksigen menyebabkan sel darah merah selain tidak bisa
melakukan fungsi sebagai mana mestinya, juga bisa mengakibatkan bentuk sel
darah merah itu sendiri menjadi tidak normal. Kelainan bentuk sel darah merah
terdiri dari berbagai macam bentuk. Kelainan-kelainan bentuk sel darah merah

dapat mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit yaitu :
1. Achanthocytosis
Kelainan bentuk sel darah merah yang memiliki satu atau lebih tonjolan
sitoplasma yang runcing dan tidak teratur pada tepi selnya.
2. Cigar Cell.
Kelainan sel darah merah yang berbentuk seperti pensil.

Universitas Sumatera Utara

7

3. Echinocytes.
Kelainan sel darah merah yang memiliki tonjolan sitoplasma yang teratur
seperti duri.
4. Schistocytosis
Kelainan sel darah merah yang berbentuk tidak teratur akibat dari
fragmentasi.
5. Target Cell
Kelainan bentuk sel darah merah yang menyerupai sasaran tembak.


2.2. Pengolahan Citra Digital
Citra (image) merupakan komponen multimedia yang mengandung informasiinformasi penting didalamnya. Pengolahan citra digital adalah ilmu yang
mempelajari tentang proses mengolah informasi dari suatu citra dengan cara
memperbaiki kualitas citra, mentransformasi citra, memilih ciri citra yang
bertujuan untuk menganalisis, mengumpulkan informasi, atau mempelajari
suatu objek yang ada pada citra.Kumpulan piksel-piksel yang disusun dalam
larik dua-dimensi disebut citra.Dalam proses pengolahan citra, yang menjadi
input adalah sebuah citra dan citra hasil dari proses pengolahan tersebut
merupakan outputnya. (Wulandary, 2014). Beberapa teknik yang digunakan
dalam pengolahan citra digital:
a. Grayscale.
Pada tahap ini citra sel darah merah yang berwarna (RGB) diubah menjadi
citra grayscale (gambar keabuan). Proses konversi bisa dilihat dalam
persamaan (2.1)
I = (R + G + B) / 3

(2.1)

I : Tingkat keabuan
R : Tingkat intensivitas warna merah

G : Tingkat intensivitas warna hijau
B : Tingkat intensivitas warna biru

Universitas Sumatera Utara

8

b. Threshold.
Pada tahap ini bertujuan untuk mengubah citra grayscale menjadi citra
biner atau hitam putih sehingga dapat dibedakan daerah antara background
dari citra. (Subekti, et al. 2013). Proses thresholding bisa dilihat pada
persamaan (2.2).
g (x,y)

=

{

1,jika f(x,y) ≥ T
0,jika f(x,y) ˂ T


(2.2)

dengan g(x,y) merupakan sebuah citra biner hasil dari proses grayscale
f(x,y) dan T menyatakan nilai untuk hasil thresholding. Pada penelitian ini,
thresholding

yang

digunakan

adalah

metode

otsu.

Metode

ini


menganalisis deskriminandengan membedakan antara dua atau lebih
kelompok secara alami untuk menentukan suatu variabel. (Kumaseh,
2013)

c. Zoning.
tujuan tahap ini untuk mendapatkan ciri dari karakteristik sel darah merah
yang telah mengalami tahapan pra-pengolahan. Pada penelitian ini
digunakan ektraksi ciri zoning. Kelebihan dari ekstraksi zoning ini adalah
kemampuannya untuk mengekstrak suatu karakter dengan perhitungan
yang cepat dan kompleksitas yang rendah. (Winda, et. al, 2012)

d. Deteksi Tepi Canny (Canny Edge Detection)
Dalam jarak yang singkat, perubahan nilai tingkat derajat keabuan suatu
citra yang besar sangat berguna dalam proses segmentasi dan identifikasi
citra untuk mencirikan informasi objek yang ada pada citra. Perubahan
tersebut dinamakan tepi dalam suatu citra. Dalam penelitian ini, digunakan
deteksi tepi canny. Algoritma canny dapat melakukan deteksi tepi secara
optimum karena algoritma ini memenuhi beberapa kriteria (Kamal &
Basuki, 2013) :

1. Dalam mendeteksi kriteria citra, algoritma ini mampu menandai
semua tepi dengan baik dan dalam menentukan tingkat ketebelan tepi
memiliki fleksibilitas yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara

9

2. Antara tepi yang dideteksi oleh algoritma canny dengan tepi citra yang
asli, algoritma ini mampu menghasilkan jarak yang minimum
sehingga algoritma ini memiliki kriteria lokalisasi yang baik.
3. Dalam tiap tepi, algoritma canny hanya memiliki satu respon yang
mudah dideteksi sehingga dapat menghindari adanya kerancuan pada
proses pengolahan citra pada tahap berikutnya.

2.3. Jaringan Saraf Tiruan
Jaringan saraf tiruan (JST) merupakan sebuah sistem yang memiliki cara kerja
yang meniru cara kerja sistem saraf manusia. Jaringan saraf tiruan ini memiliki
beberapa neuron yang berfungsi sebagai unit pemroses informasi


dan

hubungan antar neuron yang disebut sebagai sinapsis yang memiliki sejumlah
bobot yangakan digunakan untuk operasi perkalian. Untuk menghitung nilai
output atau keluarannya, unit pengolah (neuron) akan membentuk penjumlahan
bobot dari masukkannya dan menggunakan fungsi aktivasi.(Nugroho, 2012).
Dalam jaringan saraf tiruan, terdapat beberapa fungsi aktivasi yang dapat
digunakan yaitu :

1. Fungsi Linier, yaitu fungsi aktivasi yang memiliki nilai output dan input
yang sama. Fungsi linier dapat dilihat pada persamaan (2.3)
(2.3)

f(x) = x

2. Fungsi Undak Biner, yaitu fungsi aktivasi yang nilai inputnya dari suatu
variabel yang bernilai kontinu dikonversikan ke suatu output biner.
Fungsi Undak Biner dapat dilihat pada persamaan (2.4)
0, jika x ≤ 0


f(x) = { 1, jika x > 0

(2.4)

3. Fungsi Symetric Saturating Linear, yaitu fungsi aktivasi yang memiliki
nilai 1, -1, atau sama dengan nilai inputnya. Jika nilai input yang
dimasukkan lebih dari 1,maka fungsi aktivasi ini akan memiliki nilai 1,
dan jika nilai inputnya kurang dari -1, maka fungsi ini akan bernilai -1,

Universitas Sumatera Utara

10

sedangkan jika nilai inputnya berada diantara -1 dan 1, maka nilai fungsi
aktivasi ini akan

sama dengan inputnya. Fungsi aktivasisymetric

saturating lineardapat dilihat pada persamaan (2.5)


{

f(x) =

-1, jika x ≤ -1
x, jika -1 ≤ x ≤ 1

(2.5)

1, jika x ≥ 1

4. Fungsi Sigmoid Biner, yaitu fungsi aktivasi yang memiliki nilai antara 0
sampai 1. Fungsi aktivasi sigmoid biner bisa dilihat pada persamaan
(2.6)

f(x) =

1

(2.6)


( 1 + edx)

2.4. Radial Basis Function Network (RBFN)
Radial Basis Function Network (RBFN)merupakan salah satu jenis jaringan
saraf tiruan yang memiliki penggabungan pelatihan terbimbing dan tak
terbimbing sekaligus sehingga pelatihan pada jaringan saraf tiruan ini disebut
sebagai pelatihan hibrida. Jaringan saraf tiruan radial basis function teridiri
dari unit lapisan masukan (input layer), unit lapisan tersembunyi (hidden
layer), dan unit lapisan keluaran (output layer).(Nugroho, 2012). Data input
akan diproses secara nonlinear dengan fungsi aktivasi pada lapisan
tersembunyi setelah lapisan input menerima suatu input x dan dari lapisan
tersembunyi, secara linier outputnya akan diproses pada lapisan keluaran.
Proses yang terjadi darilapisan input ke lapisan tersembunyi memiliki sifat
nonlinier dan akan bersifat linier pada lapisan tersembunyi ke lapisan keluaran.
Fungsi aktivasinya bersifat radial dan outputnya berupa hasil penjumlahan.
Oleh karena itu, jaringan radial basis function ini disebut sebagai jaringan saraf
feed-forward (Purwitasari, et., al. 2011). Pada lapisan tersembunyi, akan
digunakan fungsi basis sebagai fungsi aktivasinya yaitu (Juliaristi, 2014) :


Universitas Sumatera Utara

11

a. Fungsi Multikuadaratik, dapat dilihat pada persamaan (2.7)
φ(x) = (x2 +σ2)1/2

(2.7)

b. Fungsi Invers Multikuadratik, dapat dilihat pada persamaan (2.8)
φ(x) = 2 1 2 1/2
(2.8)
(x +σ )
c. Fungsi Gaussian, dapat dilihat pada persamaan (2.9)
2
2
φ(x) = e(-x /2σ )

(2.9)

Arsitektur jaringan saraf tiruan Radial Basis Function bisa dilihat pada
Gambar 2.2.(Tahir et al. 2012).

(Sumber : Tahir et.al, 2012)
Gambar 2.2 Arsitektur Umum Jaringan Saraf Tiruan RBF

Nugroho (2012) menjelaskan cara kerja algoritma radial basis function
network yang memiliki tahapan sebagai berikut :
1. Langkah 1 :Tentukan fungsi-fungsi basis yang akan
digunakan
2. Langkah 2 : Pada lapisan tersembunyi di setiap node,
tentukan centersecara acak

Universitas Sumatera Utara

12

3. Langkah 3 : Pada lapisan tersembunyi, tentukan bobot
sebanyak node yang akan digunakan
4. Langkah 4 : Memberikan nilai inisialisasi bobot w = [0 0 0
...0 ] sebagai nilai awal, lalu atur laju konvergensi (0