Pertanggung Jawaban Notaris Akibat Adanya Pemalsuan Identitas Diri Debitor Dalam Akta Perjanjian Kredit Pada Bank

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Notaris sebagai pejabat umum yang dalam istilah Belanda yaitu Openbare
Ambtenaren yang terdapat dalam Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris (Regliment op Het
Notaris Ambt In Indonesia, Stb.1860:3) menyebutkan bahwa Notaris adalah pejabat
umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau
oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik,
menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan
dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum
tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.1 Sedangkan
dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan
Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 (UUJN) menyebutkan bahwa
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan
memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini atau
berdasarkan Undang-Undang lainnya.2
Notaris adalah pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah untuk membantu
masyarakat umum dalam hal membuat perjanjian-perjanjian yang ada atau timbul


1

G.H.S. L.Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, jakarta, 1992, hal.3
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Jabatan Notaris
Nomor 30 Tahun 2004.
2

1

Universitas Sumatera Utara

2

dalam masyarakat. Pentingnya perjanjian-perjanjian tertulis ini dibuat dihadapan
seorang Notaris adalah sebagai jaminan hukum serta memenuhi hukum pembuktian
yang kuat dan legal bagi para pihak yang melakukan perjanjian, khususnya dalam
Perjanjian Kredit.
Akta Notaris lahir karena adanya keterlibatan langsung dari pihak yang
menghadap Notaris, merekalah yang menjadi pemeran utama dalam pembuatan
sebuah akta sehingga terciptalah sebuah akta yang otentik. Akta Notaris adalah akta

otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang
ditetapkan dalam Undang-Undang. Akta yang dibuat Notaris menguraikan secara
otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang disaksikan oleh
para penghadap dan saksi-saksi.
Akta yang dibuat oleh Notaris harus mengandung syarat-syarat yang
diperlukan agar tercapai sifat otentik dari akta itu misalnya dalam pembacaan akta
menerangkan bahwa harus mencantumkan identitas diri para pihak, menandatangani
akta dan sebagainya.
Tujuan pembacaan akta oleh Notaris adalah agar para pihak saling mengetahui
isi dari akta tersebut sebab isi dari akta itu merupakan kehendak para pihak.
Pembacaan akta ini juga dilakukan agar pihak yang satu tidak merasa dirugikan
apabila terdapat keterangan atau redaksi akta yang memberatkan atau merugikan
terhadap pihak yang lain. Begitu pentingnya peranan Notaris yang diberikan oleh
negara, dimana Notaris sebagai pejabat umum dituntut bertanggung jawab terhadap
akta yang dibuatnya.

Universitas Sumatera Utara

3


Akta yang dibuat oleh Notaris dapat menjadi alas hukum atas status harta
benda, hak dan kewajiban seseorang. Kekeliruan atas akta yang dibuat Notaris dapat
menyebabkan tercabutnya hak seseorang atau terbebaninya seseorang atas suatu
kewajiban, oleh karena itu Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus
mematuhi berbagai ketentuan yang tersebut dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.3
Suatu akta otentik, bukan karena penetapan Undang-Undang tetapi karena
dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum, seperti yang dimaksud dalam
Pasal 1868 KUH Perdata adalah sebagai berikut :
1. Bahwa akta itu dibuat dan diresmikan dalam bentuk menurut hukum
2. Bahwa akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum
3. Bahwa akta itu dibuat dihadapan yang berwenang untuk membuatnya
ditempat dimana membuat
Notaris adalah kepanjangan tangan negara dimana Notaris menunaikan tugas
negara dibidang hukum perdata. Dalam kaitan ini, negara dalam rangka memberikan
perlindungan hukum dibidang privat kepada warga negara telah melimpahkan
sebagian wewenangnya kepada Notaris untuk membuat akta otentik.
Dalam melaksanakan tugasnya membuat akta otentik, seorang Notaris wajib
menjalankan ketentuan dalam UUJN. Notaris diwajibkan untuk bertindak jujur,
seksama, mandiri, dan tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait
dalam perbuatan hukum sesuai dengan Pasal 16 angka 1 huruf (a) UUJN. Karenanya


3

Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan
Etika, UII Press, Yogyakarta, hal.46.

Universitas Sumatera Utara

4

Notaris harus bertindak hati-hati dan cermat serta teliti dalam menjalankan prosedur
untuk membuat akta otentik.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh penghadap diatur dalam Pasal 39 UUJN
yaitu sebagai berikut :
1.

Penghadap harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut ;
a.

Paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah

dan

b.
2.

Cakap melakukan perbuatan hukum

Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh
2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling sedikit 18 (delapan
belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum
atau diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya

3.

Pengenalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan secara tegas
dalam akta

Meskipun jabatan Notaris telah berjalan sejak lama, bahkan sejak masa Hindia
Belanda, namun dalam prakteknya masih dijumpai beberapa kendala yang harus
dihadapi Notaris dalam menjalankan tugasnya. Beberapa kendala yang dihadapi

Notaris pada kondisi tertentu sangat berpeluang memicu terjadinya perbuatan
melawan hukum baik dalam lingkup administrasi, perdata maupun pidana. Masalah
Notaris secara konvensional, yaitu :4

4

Edmond Makarim, Notaris dan Transaksi Elektronik : Kajian hukum tentang Cybernotary
atau Electronic Notary, penerbit oleh Raja Grafindo, 2012.

Universitas Sumatera Utara

5

1.

Keterbatasan ruang penyimpanan akta dan jurnal

2.

Pelanggaran syarat-syarat keotentikan


3.

Pemalsuan identitas diri penghadap

4.

Benturan kepentingan

5.

Perlindungan kerahasiaan

6.

Pertanggung jawaban pajak

Sehubungan dengan kewenangan tersebut Notaris dapat dibebani tanggung
jawab atas perbuatannya/pekerjaannya dalam membuat akta otentik. Tanggung jawab
Notaris sebagai pejabat umum meliputi tanggung jawab profesi Notaris itu sendiri

yang berhubungan dengan akta adalah :5
Tanggung jawab Notaris secara perdata atas akta yang dibuatnya, dalam hal
ini adalah tanggung jawab terhadap kebenaran materiil akta, dalam
konsruksi perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum disini
dalam sifat aktif maupun pasif. Aktif dalam artian melakukan perbuatan
yang dapat menimbulkan kerugian pada pihak lain. Sedangkan pasif, dalam
artian tidak melakukan perbuatan yang merupakan keharusan, sehingga
pihak lain menderita kerugian. Jadi unsur dari perbuatan melawan hukum
disini yaitu adanya perbuatan melawan hukum, adanya kesalahan dan
adanya kerugian yang ditimbulkan.
Perbuatan melawan hukum disini diartikan luas, yaitu suatu perbuatan tidak
saja melanggar Undang-Undang, tetapi juga melanggar kepatutan, kesusilaan atau
hak orang lain menimbulkan kerugian. Suatu perbuatan dikategorikan perbuatan
melawan hukum apabila perbuatan tersebut :
1.

Melanggar hak orang lain

2.


Bertentangan dengan aturan hukum

5

M. Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal.35-49

Universitas Sumatera Utara

6

3.

Bertentangan dengan kesusilaan

4.

Bertentangan dengan kepatutan dalam memperhatikan kepentingan diri
dan harta orang lain dalam pergaulan hidup sehari-hari. Notaris harus
menjalankan jabatannya sesuai dengan Kode Etik Notaris, yang mana
dalam melaksanakan tugasnya seorang Notaris diwajibkan :

a.

Senantiasa menjunjung tinggi hukum dan asas negara serta bertindak
sesuai dengan makna sumpah jabatannya

b.

Mengutamakan pengabdiannya kepada kepentingan masyarakat dan
negara.6

Dalam kenyataannya yang terjadi dilapangan bahwa Notaris pada saat
pembuatan akta tidak lagi memeriksa identitas diri /Kartu Tanda Penduduk
penghadap sebagai bukti pada saat membuat akta, walaupun pada dasarnya dalam
perjanjian kredit mengenai data identitas diri /Kartu Tanda Penduduk penghadap
telah dilaksanakan survei yang dilakukan oleh Bank selaku Kreditor, akibatnya
Notaris yang harus menanggung atas ulah dari debitor apabila ternyata debitor
melampirkan identitas diri /Kartu Tanda Penduduk yang tidak sesuai berdasarkan
yang aslinya. Kadangkala dengan kesibukan Notaris dan pegawai Notaris yang
kurang memahami akibat yang terjadi apabila dalam akta ternyata penghadapnya
menggunakan identitas diri yang palsu, misalnya untuk mengatasi pemalsuan

identitas diri /Kartu Tanda Penduduk yang dilakukan penghadap tidak salah apabila
Notaris meminta Kartu Tanda penduduk yang asli gunanya untuk menyesuaikan
6

Komar Andasasmita, Notaris I, Sumur Bandung, Bandung 1981, Ps. 1, hal. 158

Universitas Sumatera Utara

7

dengan Kartu Tanda Penduduk dengan fotocopinya dan meminta penghadap untuk
melampirkan pasport suami isteri atau kalau perlu Notaris meminta Kartu Keluarga
dan Buku Nikah yang dikeluarkan oleh Camat atau pihak yang berwenang lainnya.
Apabila ternyata identitas diri/ KTP yang dilampirkan oleh penghadap
tersebut ternyata palsu maka bukan lagi Notaris yang bertanggung jawab terhadap
pemalsuan tersebut, karena Notaris sudah menjalankan prosedur yang diatur oleh
Undang-Undang dalam proses pembuatan akta.
Pada dasarnya hubungan hukum antara Notaris dengan penghadap yang telah
membuat akta otentik dihadapan Notaris tidak dapat dikonstruksikan atau ditentukan
pada awal pertemuan atau hubungan antara Notaris dengan penghadap, karena pada
saat pertemuan tersebut belum terjadi permasalahan. Untuk mengetahui hubungan
hukum antara Notaris dengan penghadap harus dikaitkan dengan ketentuan Pasal
1869 KUH Perdata yaitu suatu akta yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya
atau karena suatu cacat dalam bentuknya, tidak dapat diperlakukan sebagai akta
otentik, namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan dibawah tangan.
Para ahli bersepakat bahwa unsur-unsur perjanjian itu terdiri dari :7
a.

Unsur esensalia

b.

Unsur naturalia

c.

Unsur aksidentalia

7

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaya, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, 2010 PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 84

Universitas Sumatera Utara

8

Unsur pertama lazim disebut dengan bagian inti perjanjian, unsur kedua dan
ketiga disebut bagian non inti perjanjian. Unsur esensalia adalah unsur yang mutlak
harus ada untuk terjadinya perjanjian, agar perjanjian ini sah dan ini merupakan
syarat sahnya suatu perjanjian. Jadi keempat syarat dalam Pasal 1320 KUH Perdata
merupakan unsur esensalia perjanjian. Dengan kata lain, sifat esensalia perjanjian
adalah sifat yang menentukan perjanjian itu tercipta (constructive oordeel). Unsur
naturalia adalah unsur yang lazim melekat pada perjanjian, yaitu unsur yang tanpa
diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian secara diam-diam dengan sendirinya
dianggap ada dalam perjanjian. Unsur ini merupakan sifat bawaan (natuur) atau
melekat pada perjanjian. Sedangkan unsur aksidentalia artinya unsur yang harus
dimuat atau dinyatakan secara tegas didalam perjanjian oleh para pihak, misalnya jika
terjadi perselisihan para pihak telah menentukan tempat yang dipilih.
Profesi Notaris yang memerlukan suatu tanggung jawab baik individual
maupun sosial terutama ketaatan terhadap norma-norma hukum positif dan kesediaan
untuk tunduk pada kode etik profesi, bahkan merupakan suatu hal yang wajib
sehingga akan memperkuat norma hukum positif yang sudah ada.8 Hal tersebut yang
melatar belakangi pentingnya untuk dilakukan penelitian dengan judul “Pertanggung
Jawaban Notaris Akibat Adanya Pemalsuan Identitas Diri Debitor Dalam Akta
Perjanjian Kredit Pada Bank”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut :
8

Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana, PT. Bayu
Indra Grafika, Yogyakarta, 1995,hlm.4.

Universitas Sumatera Utara

9

1. Bagaimana kedudukan akta perjanjian kredit pada bank akibat adanya
pemalsuan identitas diri debitor?
2. Bagaimana tanggung jawab Notaris akibat adanya pemalsuan identitas diri
debitor dalam akta perjanjian kredit pada bank ?
3. Bagaimana sanksi hukum dan perlindungan hukum bagi Notaris akibat adanya
pemalsuan identitas diri debitor dalam akta perjanjian kredit pada bank ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kedudukan akta perjanjian kredit pada bank akibat adanya
pemalsuan identitas diri debitor.
2. Untuk mengetahui tanggung jawab Notaris akibat adanya pemalsuan identitas
diri debitor dalam akta perjanjian kredit pada bank
3. Untuk mengetahui sanksi hukum dan perlindungan hukum bagi Notaris akibat
adanya pemalsuan identitas diri debitor dalam akta perjanjian kredit pada
bank.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan sejumlah manfaat yang berguna baik secara teoritis
maupun secara praktis sebagai berikut :
1. Secara teoritis bermanfaat bagi kalangan akademisi sebagai bahan pengkajian
dan menganalisa lebih lanjut serta menambah khasanah Ilmu Kenotariatan

Universitas Sumatera Utara

10

tentang bagaimana pertanggung jawaban Notaris akibat adanya pemalsuan
identitas diri debitor dalam akta perjanjian kredit pada bank.
2. Secara praktis bermanfaat bagi diri sendiri, bagi Notaris dalam menjalankan
tugasnya agar Notaris lebih berhati-hati dalam keaslian kelengkapan
administrasi para penghadap khususnya didalam pembuatan akta perjanjian
kredit sehingga tidak ada salah satu pihak yang merasa dirugikan, Ikatan
Notaris Indonesia (INI), serta seluruh masyarakat pada umumnya.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan
dilingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Program Studi
Magister Kenotariatan Sumatera Utara belum ada penelitian sebelumnya yang
berjudul “Pertanggung Jawaban Notaris Akibat Adanya Pemalsuan Identitas Diri
Debitor Dalam Akta Perjanjian Kredit Pada Bank” terutama dalam permasalahan
yang sama. Akan tetapi ada satu judul tesis yang berkaitan dengan topik dalam tesis
ini yaitu :
Putu Vera Purnama Diana, NIM. 1292461018 mahasiswi Magister
Kenotariatan, Universitas Udayana Denpasar, dengan judul thesis
“Pertanggung Jawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta Berdasarkan
Pemalsuan Surat Oleh Para Pihak”.
Rumusan permasalahan yang dibahas adalah :
1. Bagaimanakah tanggung jawab Notaris dalam hal terjadinya pemalsuan
surat yang dilakukan olah para pihak dalam pembuatan akta Notaris
menurut Undang-Undang Jabatan Notaris ?
2. Apakah notaris dapat dimintai pertanggung jawaban pidana bila muncul
kerugian terhadap salah satu pihak sebagai akibat adanya dokumen palsu
dari salah satu pihak ?

Universitas Sumatera Utara

11

Dari judul penelitian tersebut tidak ada kesamaan dengan penelitian yang
penulis lakukan. Dengan demikian judul ini belum ada yang membahasnya sehingga
penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1.

Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik

atau proses tertentu terjadi, 9 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya
pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya. Kerangka teori adalah
kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau
permasalahan (problem) yang menjadi perbandingan atau pegangan teoritis dalam
penelitian.10
Di dalam suatu teori sedikitnya terdapat tiga unsur, yaitu : Pertama, penjelasan
mengenai hubungan antara berbagai unsur dalam suatu teori. Kedua, teori menganut
sistem deduktif, yaitu bertolak dari suatu yang umum dan abstrak menuju suatu yang
khusus dan nyata. Ketiga, teori memberikan penjelasan atau gejala yang
dikemukakannya. Fungsi teori dalam suatu penelitian adalah untuk memberikan
pengarahan kepada penelitian yang akan dilakukan. Hukum merupakan sarana untuk
mengatur

kehidupan

sosial.

Tujuan

hukum

adalah

mewujudkan

keadilan

(rechtgerechtgheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit), kepastian hukum (rechtszekerheid)

9

JJ M, Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, (Jilid I),
Jakarta, FE UI, 1996, hal.203
10
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju Bandung, 1994, hal.80

Universitas Sumatera Utara

12

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perlindungan hukum
dan teori kepastian hukum.
Teori

perlindungan

hukum

menjelaskan

bahwa

hukum

bertujuan

mengintegrasikan dan mengkoordinasikan sebagai kepentingan dalam masyarakat
karena dalam suatu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu
hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak.
Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman
terhadap hak asasi manusia yang dirugikan oleh orang lain dan perlindungan itu
diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan
oleh hukum.11
Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir
dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh
masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk
mengatur hubungan perilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseroan
dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.
Dalam hal ini seorang Notaris dalam proses membuat akta harus menjaga dan
melindungi kepentingan-kepentingan para pihak sebagai perseorangan, dalam
menjaga dan melindungi kepentingan-kepentingan tersebut Notaris tidaklah
melanggar ketentuan dalam UUJN dan hukum perdata.
Notaris sebagai pejabat umum, yang berarti kepadanya diberikan dan
dilengkapi dengan kewenangan atau kekuasaan umum yang menyangkut publik
11

Ibid, hal. 54

Universitas Sumatera Utara

13

openbaar gezag.12 Agar suatu akta memiliki kekuatan bukti otentik, maka haruslah
ada kewenangan dari Pejabat Umum yang dalam hal ini Notaris, untuk membuat akta
otentik yang bersumber dari Undang-Undang.13
Notaris diangkat oleh pemerintah selaku representasi kekuasaan umum
(openbaar gezag), demi kepentingan publik. Dimana otoritas Notaris diberikan
langsung oleh Undang-Undang, demi pelayanan kepentingan publik dan bukan demi
kepentingan pribadi Notaris sendiri. Hal ini, dikarenakan kewajiban-kewajiban yang
diemban Notaris merupakan kewajiban jabatan (ambtsplicht) sehingga Notaris wajib
melakukan perintah jabatannya, sesuai dengan isi sumpah pada saat hendak
memangku jabatan Notaris. Dengan batasan dimana seorang Notaris dapat dikatakan
mengabaikan tugas atau kewajiban jabatan apabila Notaris tidak melakukan perintah
Undang-Undang yang dibebankan kepadanya.
Notaris berwenang membuat akta otentik, karena diberi kewenangan oleh
Undang-Undang, sebagai alat bukti yang sempurna bagi para pihak, ahli waris,
maupun sekalian orang yang mendapatkan hak dari akta tersebut. Oleh karenanya,
siapa saja yang hendak menyangkal atas kebenaran akta tersebut, maka pihak yang
menyangkal tersebutlah yang membuktikannya. Menurut Subekti, akta berbeda
dengan surat, selanjutnya dikatakan bahwa “kata akta bukan berarti surat melainkan
harus diartikan dengan perbuatan hukum, berasal dari kata acte yang dalam bahasa
Perancis berarti perbuatan.14
12
R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1983, hal. 44
13
Budi Untung, Hukum Koperasi dan Peran Notaris Indonesia, Andi Yogyakarta, 2005,
hal.30
14
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1980, hal. 29

Universitas Sumatera Utara

14

Jabatan yang dimiliki Notaris merupakan jabatan kepercayaan dimana
seseorang bersedia mempercayakan sesuatu kepadanya, sebagai kepercayaan maka
Notaris melaksanakan kepercaaan yang telah diberikan kepadanya selaku Notaris.
Notaris dalam menjalankan jabatannya selaku pejabat umum, selain terkait pada suatu
aturan jabatan juga terkait pada sumpah jabatan yang diucapkannya pada saat
diangkat sebagai Notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 30 tahun 2004 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris
yang menyatakan :15
“bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, seksama,
mandiri, dan tidak berpihak”.
“bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan
kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan
tanggung jawab saya sebagai notaris ......”.
Artinya Notaris dalam menjalankan jabatannya harus mematuhi segala
prosedur dalam proses pembuatan akta, termasuk mendengar keterangan-keterangan,
melihat dan menyesuaikan identitas Kartu Tanda Penduduk (KTP) fotocopy dengan
yang aslinya secara langsung yang dimiliki oleh para penghadap, kebalikannya,
walaupun dalam perjanjian kredit pihak bank telah melakukan survei terhadap debitor
masih dimungkinkan debitor memalsukan identitas dirinya pada saat pembuatan akta
perjanjian kredit.
Dalam pembuatan aktanya, Notaris haruslah di lihat dan di nilai apa adanya,
dan setiap orang harus dinilai benar berkata seperti yang dituangkan dalam akta

15

UUJN No.2 Tahun 2014 perubahan atas PJN No.30 tahun 2004 Pasal 4,Indonesian Legal
Center Publishing cetakan ke II edisi revisi, 2013,hal.4.

Universitas Sumatera Utara

15

tersebut. Karena Notaris dalam jabatannya hanya bersifat formal, artinya Notaris
hanya berfungsi mencatat atau menuliskan apa-apa saja yang dikehendaki dan
dikemukakan oleh para pihak yang menghadap Notaris tersebut. Karenanya Notaris
harus menyelidiki secara materil hal-hal yang dikemukakan para penghadap,
sehingga jika ada yang mendalilkan akta tersebut tidak benar, maka yang mendalilkan
tersebut harus dapat membuktikan dalil yang menyatakan tidak benar tersebut.
Notaris sebagai perangkat hukum harus berdiri pada kepentingan negara yang
mana hal ini mengacu kepada kepentingan publik guna terselesaikannya proses
hukum dalam peradilan sehingga dapat menghasilkan keputusan yang adil,
bermanfaat, dan menjamin kepastian. Hal ini mengacu pada Nota Kesepahaman
antara Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan Ikatan Notaris Indonesia dan
Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah No.Pol.1056/V/2006 dan Nomor : 01/MOU/PPINI/2006, tanggal 9 Mei 2006, yang ditandatangani di Jakarta pada tanggal 9 Mei
2006 oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Ketua Umum Ikatan
Notaris Indonesia. Dalam hal terdapat kesalahan yang bersifat pribadi, maka haruslah
Notaris diperlakukan seperti warga masyarakat biasa yang dapat diminta dan dituntut
pertanggung jawabannya, namun terhadap kesalahan yang terkait dengan tugas
pekerjaan atau jabatannya maka kedudukan akta-aktanya tetaplah dijamin dan
terhadap Notaris perlu diberi perlindungan hukum sesuai prosedur peraturan
perundang-undangan yang berlaku terkait dengan jabatannya.
Profesi hukum khususnya Notaris merupakan profesi yang menuntut
pemenuhan nilai moral dan pengembangannya. Nilai moral merupakan kekuatan

Universitas Sumatera Utara

16

yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur, oleh karena itu Notaris dituntut
supaya memiliki moral yang kuat. Franz Magnis Suseno mengemukakan 5 (lima)
kriteria nilai moral yang kuat mendasari kepribadian profesional hukum. Adapun
kriteria tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :16
a. Kejujuran, kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional
hukum mengingkari misi profesinya, sehingga menjadi munafik, licik, penuh
tipu diri. Dua sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu (1) sikap terbuka, ini
berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan melayani secara bayaran atau
secara cuma-cuma. (2) sikap wajar, ini berkenaan dengan perbuatan yang
tidak berlebihan, tidak otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas
dan tidak memeras.
b. Otentik. Otentik artinya menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan
keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Otentik pribadi profesional hukum
antara lain : (1) tidak menyalahgunakan wewenang, (2) tidak melakukan
perbuatan yang merendahkan martabat (perbuatan tercela), (3) mendahulukan
kepentingan klien, (4) berani berinisiatif dan berbuat sendiri dengan
kebijakan, tidak semata-mata menunggu perintah atasan, (5) tidak mengisolasi
diri dari pergaulan.
c. Bertanggung jawab. Dalam menjalankan tugasnya, profesional hukum wajib
bertanggung jawab, artinya (1) kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin

16

Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, jakarta,
2008, hal. 29

Universitas Sumatera Utara

17

apa saja termasuk lingkup profesinya, (2) bertindak secara proporsional tanpa
membedakan perkara bayaran dan perkara cuma-cuma (prodeo).
d. Kemandirian moral. Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh atau
tidak mudah mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan
membentuk penilaian sendiri. Mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli
oleh pendapat mayoritas, tidak terpengaruh oleh pertimbangan untung rugi
(pamrih), menyesuaikan diri dengan nilai kesusilaan agama.
e. Keberanian moral. Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suatu hati
nurani yang menyatakan kesediaan untuk menanggung resiko konflik.
Keberanian tersebut antara lain : (1) menolak segala bentuk korupsi, kolusi,
suap dan pungli, (2) menolak tawaran damai ditempat atas tilang karena
pelanggaran jalan raya, (3) menolak segala bentuk cara penyelesaian melalui
jalan belakang yang tidak sah.
Dalam penelitian ini teori kepastian hukum yang dikemukakan oleh Utrecht,
menurutnya hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum (recht zakerheit)
dalam pergaulan manusia dan hubungan-hubungan dalam pergaulan kemasyarakatan.
Hukum menjamin kepastian pada pihak yang satu terhadap pihak yang lain. 17 Van
Apeldoorn juga sependapat dimana dengan adanya kepastian hukum berarti ada
perlindungan hukum. 18 Dikaitkan dengan adanya pemalsuan identitas diri debitor

17
18

E. Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia, Jakarta:Balai Buku Ichtiar, 1957
Ibid

Universitas Sumatera Utara

18

dalam akta perjanjian kredit pada bank, pada dasarnya dalam teori kepastian hukum
akan dapat diketahui status hukumnya terhadap akta yang di buat dihadapan Notaris.
2.

Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi

diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu yang
konkrit, yang disebut dengan operasional defenition

19

. Pentingnya defenisi

operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran
mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab
permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar
secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah
ditentukan.
Menghindari

kesimpangsiuran

dalam

menafsirkan

istilah-istilah

yang

digunakan dalam penelitian ini, dikemukakan beberapa defenisi operasional sebagai
berikut:
1.

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
ini.20

2.

Kreditor adalah pihak (perorangan, perusahaan yang berbadan hukum
maupun tidak berbadan hukum) yang memiliki piutang kepada pihak lain
atas suatu benda tertentu yang dapat dinilai secara ekonomi, biasanya
19

Sutan Reny Sjahdeini, Kebebasan berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para
Pihak Dalam Perjanjian Kredit di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, jakarta, 1993, hal.10
20
Pasal I angka 1 UU No. 2 Tahun 2014 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris

Universitas Sumatera Utara

19

dalam bentuk perjanjian dimana pihak kreditor tersebut memiliki hak untuk
menagih piutang tersebut.21
3.

Debitor adalah pihak yang berhutang kepada pihak lain, biasanya
menerima sesuatu dari kreditur yang dapat dinilai secara ekonomi dan
debitor

tersebut

memiliki

kewajiban

untuk

melaksanakan

pembayaran/pelunasan dari hutang-hutangnya tersebut.22
4.

Akta otentik adalah suatu akta menurut undang-undang, dibuat oleh atau
dibuat dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu
ditempat mana akta dibuat.23

5.

Akta dibawah tangan adalah akta yang sengaja yang dibuat oleh para pihak
untuk pembuktian tanpa bantuan dari seorang Pejabat pembuat akta dengan
kata lain akta dibawah tangan adalah akta yang dimaksudkan oleh para
pihak sebagai alat bukti, tetapi tidak dibuat oleh atau dihadapan pejabat
umum pembuat akta (irmadevita.com/2012)

6.

Perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang,
dimana perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil permufakatan antara
pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan-hubungan hukum
antara keduanya. Perjanjian ini bersifat konsensual obligator, yang dikuasai
oleh bagian umum KUH Perdata.24

21
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung
2000, hal.77
22
Ibid, hal.78
23
Prof. R. Subekti, SH, KUH Perdata, Alumni, Bandung, hal. 419
24
Mariam Darus Badrulzaman, ibid hal 35

Universitas Sumatera Utara

20

7.

Perbuatan melawan hukum adalah tiap perbuatan melanggar hukum, yang
membawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang yang karena
kesalahannya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut25

8.

Kredit macet (problem loan) adalah kredit yang mengalami kesulitan
pelunasan akibat adanya faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau karena
kondisi diluar kemampuan debitur.(Siamat,1993,hal.220)

9.

Pertanggung jawaban adalah hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum
bagi seorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang
melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk memberi pertanggung
jawabannya.26

10. Dapat dibatalkan adalah salah satu pihak dapat memintakan pembatalan
akta itu, perjanjian sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak
dibatalkan oleh Hakim atas permintaan pihak yang berhak meminta
pembatalan tadi (pihak yang tidak cakap/pihak yang memberikan
sepakatnya secara tidak bebas), (irmadevita.com/2012)
11. Batal demi hukum adalah dari semula tidak pernah ada dilahirkan suatu
perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan (irmadevita.com/2012)
12. Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara
yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris.27

25

pasal 1365 KUH Perdata terdapat dalam Buku III
Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan hukum bagi pasien, Prestasi Pustaka,
Jakarta, 2010, hal.48
27
UUJN No.2 Tahun 2014, op.,cit.hal 3
26

Universitas Sumatera Utara

21

G. Metode Penelitian
1.

Sifat dan Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif karena

bertitik tolak pada analisis terhadap peraturan perundang-undangan28dan dikokohkan
oleh wawancara-wawancara penulis dengan para informan yang berwenang sebagai
nara sumbernya. Penelitian yang mengacu pada teori-teori, doktrin-doktrin, normanorma, asas-asas (prinsip-prinsip), kaidah-kaidah yang berkaitan dengan Pertanggung
jawaban Notaris akibat adanya pemalsuan identitas diri debitor dalam akta perjanjian
kredit pada bank. Untuk menunjang diperolehnya data yang aktual dan akurat,
penelitian yang dilakukan bersifat analisis deskriptif, yaitu penelitian yang
menggambarkan fakta-fakta tentang objek penelitian baik dalam kerangka sistematis
maupun sinkronisasi berdasarkan aspek yuridis, dengan tujuan menjawab
permasalahan yang menjadi objek penelitian. 29 Pendekatan dalam penelitian ini
dilakukan melalui pendekatan perundang-undangan (statue approach) dilakukan
dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan
isu hukum yang sedang ditangani.30
2.

Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data mempunyai hubungan erat dengan sumber data, karena

dengan pengumpulan data akan diperlukan data yang diperlukan untuk selanjutnya
28
Philipus M. Hadjon, Pengkajian Ilmu Hukum, makalah disampaikan pada pelatihan hukum
Normatif, Lembaga Penelitian Universitas Airlangga, Surabaya, 1997, hal,11-12
29
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan ketiga, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2001, hal.116-117
30
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian hukum, Kencana, Jakarta, 2009, hal.93

Universitas Sumatera Utara

22

dianalisis sesuai kehendak yang diharapkan. Berkaitan dengan hal tersebut dalam
penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data kepustakaan atau Library
Research .
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh melalui data sekunder yaitu data
yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan yang
bersumber dari:
a) Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan
mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini
diantaranya adalah :
1.

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945

2.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

3.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata

4.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

5.

Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) tanggal 27 januari
2005 di Bandung

6.

Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) tanggal 28 Mei 2015
di Banten

7.

Permenkumham Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Majelis Kehormatan
Notaris mengatur Penegak hukum tidak bisa serta merta melakukan
pemanggilan kepada Notaris terutama yang berkaitan dengan akta atau
protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris

Universitas Sumatera Utara

23

8.

Undang-Undang Perbankan No.10 Tahun 1998 tentang perubahan atas
Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan

9.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

10. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria
11. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 37 Tahun 1998 tentang
Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
b) Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan
bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan
hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari
kalangan ahli hukum, serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan
masalah pertanggung jawaban Notaris akibat adanya pemalsuan identitas diri
debitor dalam akta perjanjian kredit pada bank.
c) Bahan Hukum Tertier yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, jurnal
ilmiah, esiklopedia yang berhubungan atau berkaitan dengan materi
penelitian.
3.

Alat Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan

melalui tahap-tahap penelitian antara lain :

Universitas Sumatera Utara

24

a)

Studi Kepustakaan (Library Research).
Studi Kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsi-

konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan
dengan permasalahan penelitian.31
b) Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau
informan dengan menggunakan alat yang dinamakan panduan wawancara. Sehingga
penelitian ini berusaha menggali informasi dari informan yang berkaitan dengan
penelitian ini. Pengumpulan data penunjang atau data tambahan yang diperoleh guna
menambah dan melengkapi data sekunder yang diperoleh, dengan mengadakan
wawancara dengan beberapa informan atau Notaris yang terdiri dari :
1. Notaris/PPAT Ika Susilawaty, SH, Mkn di Kabupaten Aceh Besar
2. Notaris /PPAT Alfina SH di Kabupaten Aceh Besar
3. Notaris /PPAT Natigor Halomoan, SH, di Kota Medan
4. Notaris /PPAT Andre Yusak Pardamaian, SH, Mkn di Kota Medan
Gunanya untuk mendapatkan suatu perbandingan atas permasalahan yang ada
sehingga menghasilkan suatu kesimpulan. Dimana wawancara ini dilakukan secara
langsung.

31

Muis, Pedoman Penulisan Skripsi dan Metode Penelitian Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, Medan,1990, hal 48

Universitas Sumatera Utara

25

4.

Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan

data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan suatu kesimpulan yang ekstrak dan tepat seperti yang disarankan
oleh data. 32 Didalam penelitian hukum normatif, maka maksud pada hakekatnya
berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum
tertulis, sistematisasi yang berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis
tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.33 Sebelum dilakukan
analisis, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data
yang dikumpulkan baik melalui studi dokumen. Setelah itu keseluruhan data tersebut
akan dianalisis dan disistematisasikan secara kualitatif yang artinya menjelaskan
dengan kalimat sendiri semua kenyataan yang terungkap dari data sehingga
menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini, dengan tujuan untuk memperoleh suatu kesimpulan yang ekstrak dan
tepat.

32

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002,

33

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal.25

hal.106

Universitas Sumatera Utara