Kekuatan Pembuatan Akta Otentik Yang Membatalkan Akta Notaris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 347/PDT.G/2012/PN-MDN)

(1)

TESIS

Oleh

YANTI MALA

137011084/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

YANTI MALA

137011084/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Nomor Pokok : 137011084

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH, MS, CN) (Dr.T.Keizerina Devi A,SH,CN,MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn 4. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum


(5)

Nim : 117011084

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : KEKUATAN PEMBUATAN AKTA OTENTIK YANG

MEMBATALKAN AKTA NOTARIS (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN NOMOR 347/PDT.G/2012/PN-MDN)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :YANTI MALA Nim :137011084


(6)

dimaksud dalam Undang-Undang ini/atau berdasarkan Undang-Undang Lain”, sehingga akta yang dibuat oleh Notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta otentik. Karenanya pembuktian akta atentik tersebut hanya dapat dibatalkan jika secara lahiriah, materil dan formal terbukti akta otentik tersebut cacat hukum, maka penelitian tentang “Kekuatan Pembuatan Akta Otentik Yang Membatalkan Akta Notaris (Studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 347/PDT.G/2012/PN-MDN) perlu diteliti.

Meneliti masalah tersebut diatas teori yang digunakan adalah kepastian hukum yang didukung oleh teori pertanggungjawaban hukum. Oleh Hans kelsen yang menyatakan bahwa pertanggungjawaban hukum sehubungan dengan kewajiban hukum yang diperintahkan dalam Undang-Undang, yaitu diterapkan dalam pelaksanaan Jabatan Notaris sebagai pejabat publik yang berwenang membuat akta otentik guna memberi kepastian hukum, dan perlindungan hukum bagi para pihak yang membuat perjanjian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan data sekunder.

Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa Usaha yang dilakukan Notaris dalam mencegah terjadinya pengingkaran oleh para pihak dalam akta Notaris adalah Notaris wajib melaksanakan seluruh kewajibannya sebagai Notaris seperti yang diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014 dan Kode Etik Notaris, Notaris dalam prakteknya harus benar-benar membacakan isi akta dan menerangkan kepada para penghadap tentang akta yang dibuatnya dihadapan para saksi baik dari pihak Notaris maupun Pihak penghadap, menyediakan halaman tersendiri untuk sidik jari yang disimpan sebagai barang bukti yang kuat sewaktu-waktu jika terjadi pengingkaran. Upaya Notaris terhadap sanksi perdata untuk akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan dan akta Notaris yang batal demi hukum adalah Notaris harus dapat membuktikan bahwa akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sempurna yang tidak melanggar ketentuan pasal 84 UUJN dengan memberikan perlawanan dan penjelasan bahwa akta yang dibuat berdasarkan permintaan para pihak sesuai prosedur dalam pembuatan akta, dan jika Notaris dapat membuktikan kebenaran aktanya dari aspek lahiriah, formal dan materil maka Notaris dapat menggugat balik kepada pihak yang menggugatnya sebagai upaya untuk mempertahankan hak dan kewajiban Notaris dalam menjalankan jabatannya, sedangkan upaya Notaris terhadap sanksi administratif adalah dengan mengajukan keberatan kepada Majelis Pengawas yang menjatuhkan sanksi kepadanya, dan jika tidak puas dapat mengajukan banding kepada instansi Majelis Pengawas yang lebih tinggi, dan dapat juga melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, jika Putusan Pengadilan Majelis Pengawas tidak memuaskan Notaris. Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan


(7)

pihak (Azas hukum Pacta Sunt Servanda), dan pembuatan akta otentik tidak dapat dibuktikan telah melanggar syarat subjektif dan objektifnya sehingga akta tidak dapat dibatalkan.


(8)

laws” so that the deeds drawn up by a Notary is authentic. Therefore, the authentic deeds can be cancelled when they are physically, materially, and formally legally defective. In this case, the research on the Evidentiary Value of Drawing up Authentic Deeds which Cancels Notarial Deeds (A Case Study on the Verdict of Medan District Court No. 347/PDT.G/2012/PN-MDN) needs to be conducted.

The research used legal certainty which was supported by the theory of legal responsibility. Hans Kelsen points out that legal responsibility, related to legal obligation under the law, is applied in the implementation of a Notarial Profession as a public official empowered to draw up authentic deeds in order to provide legal certainty and legal protection for those who make the contract. The research used judicial normative with descriptive analytic method and secondary data.

The conclusion of the research was that a Notary’s attempt to forestall the breach of the parties concerned in Notarial deeds was by performing his obligation as a Notary as it is stipulated in Notarial Act No. 2/2014 and notarial Code of Ethics. In practice, a Notary has to read the content of the deed and explain to the person appearing about the content before some witnesses, either from the Notary himself or from the person appearing, provide a special pages for finger prints as evidence, in case of any dispute in the future. A Notary’s attempt to deter civil sanction on notarial deeds which have evidentiary value as underhanded deeds and the cancelation by law is by proving that the deeds have complete evidentiary value and do not violate Article 84 of Notarial Act. He has to fight and explain that the deeds are made upon the request of the parties concerned according to the procedures. If he can prove it from the physical, formal, and material viewpoints, he can counter sue in order to defend his rights and obligation in performing his profession. A Notary’s attempt to deter administrative sanction is by filing a complaint to the Supervising Board that has imposed the sanction on him. If there is no sufficient response, he can file the complaint to the State Administrative Court. In the case of the Verdict of Medan District Court No. 347/PDT.G/2012/PN-MDN, the judge has applied law of evidence without violating the law because the deeds drawn up by the Notary has had legal certainty, based on the evidence presented by the plaintiff and the defendant which reveals that all deeds are similar and in line with Article 1338 of the Civil Code which states that all of the evidence reveals that the deeds are final and consecutive (the principle of Facta Sunt Servanda) and that the authentic deeds cannot be canceled since they do not violate the subjective and objective requirements.


(9)

OTENTIK YANG MEMBATALKAN AKTA NOTARIS (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN NOMOR 347/PDT.G/2012/PN-MDN)“, telah dapat diselesaikan. Selawat dan salam Penulis sampaikan kepangkuan Nabi Besar MUHAMMAD SAW, yang telah megantarkan umat manusia dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA (K), Selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang sangat terpelajar dan para pembantu Rektor Universitas Sumatera Utara yang sangat terpelajar, beserta para Asisten direktur, Sekretaris, dan para staf, Ketua Program S2 Magister kenotariatan yang sangat terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin Lubis, SH., MS, CN, dan Sekretaris Program S2 Magister Kenotariatan yang sangat terpelajar IbuDr. T. Keizerina Devi A., SH., CN, M.Hum yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat mengikuti pendidikan dalam Program S2 Magister Kenotariatan yang sangat berharga dan sangat dicintai ini.

Sangat disadari bahwa penelitian ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa adanya bimbingan maupun arahan dari dosen pembimbing dan dosen penguji, untuk itulah dengan rasa hormat Penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya terutama yang sangat penulis hormati dan sangat terpelajar Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Humsebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Ketua Pembimbing dan sebagai suri tauladan dan panutan bagi Penulis yang telah memberikan bimbingan mengenai materi penelitian, juga memberi ilmu materi perkuliahan selama Penulis berada di Magister Kenotariatan sehingga Penulis lebih dapat memahami ilmu khususnya Kenotariatan yang akhirnya sangat membantu Penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Kepada yang sangat Penulis hormati dan


(10)

kesabaran kepada Penulis hingga selesainya penulisan ini. Bapak merupakan contoh spirit bagi Saya untuk berani dalam meraih kesuksesan dan Penulis berharap semoga kelak dapat sukses seperti beliau. Kepada yang sangat Penulis hormati, sangat terpelajar dan sangat Penulis kagumi kepintaran dan kebaikannya Ibu Dr. T. Keizerina Devi, A., SH, CN, M.Hum yang telah membimbing dengan penuh perhatian, kesabaran, dan bersemangat dalam setiap waktu dan memberikan motivasi dan semangat pada Penulis dalam menyelesaikan tesis ini,

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada yang amat terpelajar kepada BapakDr. Syahril Sofyan, SH, MKn dan Bapak Syafnil Gani, SH, M.Hum yang masing-masing sebagai dosen penguji Penulis mulai dari tahap proposal tesis sampai dengan tahap ujian tesis yang selalu memberikan arahan dan petunjuk dalam menyempurnakan penulisan tesis ini hingga selesai.

Ucapan terima kasih kepada Ketua Majelis Pengawas Daerah BapakProf. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Humdi Deliserdang, terimakasih juga kepada IbuRisna Rahmi, SH, MKn selaku Ketua Pengurus Wilayah Kota Medan dan kepada Hakim Pengadilan Negeri Medan Bapak Agustinus, SH dan Ibu Sherliwaty, SH, serta terimakasih juga kepada Notaris Haiva Elisa, SH Notaris Kota Medan yang semuanya sangat membantu Penullis dengan selalu memberikan waktu luangnya untuk wawancara dan memberikan data yang diperlukan Penulis dalam dalam menyelesaikan tesis ini.

Terima kasih kepada rekan-rekan di Magister Kenotariatan yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan tesis ini yang selama ini, memberi semangat dan suport serta doa kepada Penulis hari demi hari dari awal sampai akhirnya penulis bisa menyelesaikan kuliah ini dengan semangat dan termotivasi untuk jadi yang lebih baik lagi.


(11)

tingginya kepada Papa yang tercinta Bapak Prof. Dr. H. Delfi Lutan, MSc, SpOG.Kyang telah membesarkan, mendidik, serta melimpahkan segala kasih sayang yang tiada henti-hentinya, selalu mendoakan Penulis siang dan malam, yang telah memberikan segala-galanya kepada Penulis agar penulis selalu dalam keadaan sehat, bahagia dan sukses, yang sampai kapanpun tidak akan dapat Penulis balas seluruh kasih sayang yang telah papa berikan kepada Penulis. Tanpa papa, mungkin Yanti tidak dapat meraih cita-cita dan dapat menimbah ilmu di Magister Kenotariatan Universitas sumatera Utara ini, Terima kasih papa, dan anak-anak ku yang sangat kusayangi yang selalu memberikan doa dan semangatnya kepada Penulis.

Terhadap kebaikan dan kemurahan hati semua pihak tersebut, Penulis hanya dapat mendoakan dan menyerahkan kepada Allah SWT semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal baik di dunia dan di akhirat kelak. Amiin Ya Rabal Alamin.

Hormat Penulis


(12)

Nama : YANTI MALA, SH, SPn Tempat/ Tgl Lahir : Medan / 21 Mei 1965

Status : Menikah

Alamat : Jalan Sei Blutu Pasar IX No. 103 Medan

II. ORANG TUA

Nama Bapak : Prof. Dr. H. Delfi Lutan, MSc. Sp.OG.K

Nama Ibu : Almh. Hj. Jumi Khayast

III. PENDIDIKAN

1. SD Harapan : 1972-1978

2. SMP Persit Kartika Candra Kirana : 1978-1981

3. SMA Bhayangkari : 1981-1984

4. S1 FH Panca Budi : 1994-1999

5. SPn Kenotariatan USU : 1999-2002 6. S2 Kenotariatan USU : 2013-2014


(13)

ABSTRACT

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR ISTILAH ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah... 9

C. Tujuan Penelitian... 10

D. Manfaat Penelitian... 10

E. Keaslian Penelitian ... 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 12

1. Kerangka Teori... 12

2. Konsepsi ... 20

G. Metode Penelitian... 23

BAB II USAHA YANG DAPAT DILAKUKAN NOTARIS DALAM MENCEGAH TERJADINYA PENGINGKARAN OLEH PARA PIHAK DALAM AKTA NOTARIS... 28

A. Karakter Akta Notaris ... 28

1. Pengertian Akta Notaris ... 28

2. Akta Notaris Sebagai Akta Otentik ... 29

3. Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Yang Sah ... 33

B. Kewenangan dan Tanggung Jawab Notaris ... 36

C. Asas-Asas Dalam Pelaksanaan Tugas Jabatan Notaris... 41


(14)

D. Usaha Yang Dapat Dilakukan Notaris Dalam Mencegah Terjadinya Pengingkaran Oleh Para Pihak Dalam Akta Notaris ... 55 a. Membacakan Isi Akta Notaris ... 55 b. Melaksanakan Seluruh Kewajiban Notaris ... 57 c. Melekatkan Surat dan Dokumen Serta Sidik Jari

Penghadap Pada Minuta Akta ... 60 BAB III UPAYA HUKUM NOTARIS TERHADAP SANKSI

PERDATA DAN SANKSI ADMINISTRATIF UNTUK AKTA NOTARIS YANG MEMPUNYAI KEKUATAN PEMBUKTIAN.. ... 63 A. Larangan Terhadap Notaris Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik . . 63 B. Upaya Hukum Notaris Terhadap Sanksi Perdata dan Sanksi

Administratif ... 66 1. Sanksi Perdata ... 66

a. Menjaga Batasan Akta Notaris Agar Tidak Menjadi Akta yang Mempunyai Kekuatan Pembuktian di Bawah Tangan... 69 b. Menjaga Batasan Akta Notaris Agar Tidak Batal

Demi Hukum ... 73 2. Sanksi Administratif ... 78 BAB IV ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN

PENGADILAN NEGERI MEDAN NOMOR

347/PDT.G/2012/PN-MDN PEMBUKTIAN TANPA MELANGGAR PRINSIP HUKUM ... 81

A. Perlindungan Hukum Bagi Notaris Dalam Menjalankan Jabatan... 81


(15)

2). Perbuatan tersebut Melawan Hukum ... 95

3). Adanya Kerugian Bagi Korban ... 95

4). Adanya Hubungan Klausal Antara Perbuatan dengan Kerugian ... 96

5). Adanya Kesalahan... 97

C. Analisa Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 347/pdt.g/2012/PN.Mdn... 97

1. Kasus Posisi... 97

2. Putusan Hakim ... 99

3. Analisa Putusan ... 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 107


(16)

Undang, dibuat oleh/dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta itu dibuat

2. Notaris = Pejabat Umum yang bewenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik. 3. Onkreukbaar= Tidak ada cacatnya

4. Onrechtmatigedaad =Perbuatan melawan hukum 5. van rechtswegenietig =batal demi hukum

6. Rechtszekerheid= kepastian hukum 7. Theoria= Perenung

8. Ttruth= kebenaran 9. Justice= keadilan

10.Law wants justice = hukum mengendalikan keadilan 11.individual right = hak asasi individu

12.fairness = Kepatutan

13.protection public interest = melidungi masyarakat . 14.social order =ketertiban sosial


(17)

18.BurgerlijkWetboek =Kitab Undang-Undang Hukum perdata 19.ambtelijkeakten= akta pejabat

20.partij-akten= akta para pihak

21.Pactasuntservanda= perjanjian yang mengikat para pihak 22.waarneembaarheid= Dapat segera atau mudah dilihat 23.Rechstaat= Negara hukum .

24.Standard of duty= standar kewajiban

25.trust and confidence =kepercayaan dan kerahasiaan 26.Good faith= itikad baik


(18)

3. PP = Peraturan Pemerintah, 4. Keppres =Keputusan Presiden ,

5. Perpu = Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 6. PN = Pengadilan Negeri

7. PPAT = Pejabat Pembuat Akta Tanah. 8. BW =Burgerlijk Wetboek

9. MARI = Mahkamah Agung Republik Indonesia 10. UUPA = Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria

11. SKMHT = Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan 12. UUD = Undang-Undang Dasar


(19)

dimaksud dalam Undang-Undang ini/atau berdasarkan Undang-Undang Lain”, sehingga akta yang dibuat oleh Notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta otentik. Karenanya pembuktian akta atentik tersebut hanya dapat dibatalkan jika secara lahiriah, materil dan formal terbukti akta otentik tersebut cacat hukum, maka penelitian tentang “Kekuatan Pembuatan Akta Otentik Yang Membatalkan Akta Notaris (Studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 347/PDT.G/2012/PN-MDN) perlu diteliti.

Meneliti masalah tersebut diatas teori yang digunakan adalah kepastian hukum yang didukung oleh teori pertanggungjawaban hukum. Oleh Hans kelsen yang menyatakan bahwa pertanggungjawaban hukum sehubungan dengan kewajiban hukum yang diperintahkan dalam Undang-Undang, yaitu diterapkan dalam pelaksanaan Jabatan Notaris sebagai pejabat publik yang berwenang membuat akta otentik guna memberi kepastian hukum, dan perlindungan hukum bagi para pihak yang membuat perjanjian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan data sekunder.

Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa Usaha yang dilakukan Notaris dalam mencegah terjadinya pengingkaran oleh para pihak dalam akta Notaris adalah Notaris wajib melaksanakan seluruh kewajibannya sebagai Notaris seperti yang diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014 dan Kode Etik Notaris, Notaris dalam prakteknya harus benar-benar membacakan isi akta dan menerangkan kepada para penghadap tentang akta yang dibuatnya dihadapan para saksi baik dari pihak Notaris maupun Pihak penghadap, menyediakan halaman tersendiri untuk sidik jari yang disimpan sebagai barang bukti yang kuat sewaktu-waktu jika terjadi pengingkaran. Upaya Notaris terhadap sanksi perdata untuk akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan dan akta Notaris yang batal demi hukum adalah Notaris harus dapat membuktikan bahwa akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sempurna yang tidak melanggar ketentuan pasal 84 UUJN dengan memberikan perlawanan dan penjelasan bahwa akta yang dibuat berdasarkan permintaan para pihak sesuai prosedur dalam pembuatan akta, dan jika Notaris dapat membuktikan kebenaran aktanya dari aspek lahiriah, formal dan materil maka Notaris dapat menggugat balik kepada pihak yang menggugatnya sebagai upaya untuk mempertahankan hak dan kewajiban Notaris dalam menjalankan jabatannya, sedangkan upaya Notaris terhadap sanksi administratif adalah dengan mengajukan keberatan kepada Majelis Pengawas yang menjatuhkan sanksi kepadanya, dan jika tidak puas dapat mengajukan banding kepada instansi Majelis Pengawas yang lebih tinggi, dan dapat juga melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, jika Putusan Pengadilan Majelis Pengawas tidak memuaskan Notaris. Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan


(20)

pihak (Azas hukum Pacta Sunt Servanda), dan pembuatan akta otentik tidak dapat dibuktikan telah melanggar syarat subjektif dan objektifnya sehingga akta tidak dapat dibatalkan.


(21)

laws” so that the deeds drawn up by a Notary is authentic. Therefore, the authentic deeds can be cancelled when they are physically, materially, and formally legally defective. In this case, the research on the Evidentiary Value of Drawing up Authentic Deeds which Cancels Notarial Deeds (A Case Study on the Verdict of Medan District Court No. 347/PDT.G/2012/PN-MDN) needs to be conducted.

The research used legal certainty which was supported by the theory of legal responsibility. Hans Kelsen points out that legal responsibility, related to legal obligation under the law, is applied in the implementation of a Notarial Profession as a public official empowered to draw up authentic deeds in order to provide legal certainty and legal protection for those who make the contract. The research used judicial normative with descriptive analytic method and secondary data.

The conclusion of the research was that a Notary’s attempt to forestall the breach of the parties concerned in Notarial deeds was by performing his obligation as a Notary as it is stipulated in Notarial Act No. 2/2014 and notarial Code of Ethics. In practice, a Notary has to read the content of the deed and explain to the person appearing about the content before some witnesses, either from the Notary himself or from the person appearing, provide a special pages for finger prints as evidence, in case of any dispute in the future. A Notary’s attempt to deter civil sanction on notarial deeds which have evidentiary value as underhanded deeds and the cancelation by law is by proving that the deeds have complete evidentiary value and do not violate Article 84 of Notarial Act. He has to fight and explain that the deeds are made upon the request of the parties concerned according to the procedures. If he can prove it from the physical, formal, and material viewpoints, he can counter sue in order to defend his rights and obligation in performing his profession. A Notary’s attempt to deter administrative sanction is by filing a complaint to the Supervising Board that has imposed the sanction on him. If there is no sufficient response, he can file the complaint to the State Administrative Court. In the case of the Verdict of Medan District Court No. 347/PDT.G/2012/PN-MDN, the judge has applied law of evidence without violating the law because the deeds drawn up by the Notary has had legal certainty, based on the evidence presented by the plaintiff and the defendant which reveals that all deeds are similar and in line with Article 1338 of the Civil Code which states that all of the evidence reveals that the deeds are final and consecutive (the principle of Facta Sunt Servanda) and that the authentic deeds cannot be canceled since they do not violate the subjective and objective requirements.


(22)

A. Latar Belakang

Negara Indonesia sebagai negara hukum menjamin segala hak warga negara sama kedudukannya di hadapan hukum dan pemerintahan. Pelaksanaan tugas dan kewajiban elemen-elemen pemerintahan dilakukan berdasar pada hukum atau peraturan perUndang-Undangan.1 Pada situasi yang sama setiap orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum. Pada kehidupan bermasyarakat yang sederhana tentunya hubungan diantara warganya lebih banyak didasarkan pada kebiasaan dan norma berdasarkan nilai dan moral yang ada dan tumbuh dari masyarakat itu sendiri. Pada kehidupan paling kompleks kepastian hukum sering kali menjadi tumpukan mekanisme roda kehidupan masyarakat, kita mengetahui bahwa kehidupan sering mengandung banyak ketidak pastian, oleh karena itu naluri setiap orang cenderung untuk mendapatkan jaminan yang mendekati kepastian. Kepastian hukum dalam hal ini diwakili oleh Akta Notaris yang dianggap dapat memberikan garansi atau jaminan kepada para pihak terhadap kejadian yang akan terjadi diantara para pihak pembuat perjanjian yang dituangkan dalam Akta tersebut, karena dambaan akan kepastian hukum inilah alan kepastian yuridis dengan meminta bantuan Notaris.

Dengan berkembangnya kehidupan perekonomian dan sosial budaya di masyarakat, maka kebutuhan akan Notaris makin sangat dirasakan perlunya dalam


(23)

kehidupan masyarakat, oleh karena itu kedudukan Notaris dianggap suatu fungsionaris di dalam masyarakat, Notaris dalam menjalani jabatannya sebagai Pejabat Umum, diangkat oleh Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia dan bekerja untuk Negara untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam pembuatan Akta otentik. Jabatan Notaris bukan suatu jabatan yang digaji dan Notaris tidak menerima gajinya dari Pemerintah, akan tetapi mereka mendapatkannya dari mereka yang meminta jasanya. Intinya, Notaris adalah pegawai pemerintah tanpa gaji dari pemerintah dan juga Notaris dipensiunkan oleh pemerintah tanpa mendapat pensiun dari pemerintah2.

Setiap masyarakat membutukan seseorang yang keterangan-keterangannya dapat diandalkan, dapat dipercaya yang tanda tangannya serta segelnya dapat memberikan jaminan dan bukti kuat sebagai seorang ahli yang tidak memihak dan penasehat hukum yang tidak ada cacatnya(onkreukbaaratauunimpeachable).3

Notaris dalam menjalani jabatannya sebagai Pejabat Umum, diangkat oleh Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia dan bekerja untuk Negara untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam pembuatan Akta otentik. Jabatan Notaris bukan suatu jabatan yang digaji dan Notaris tidak menerima gajinya dari Pemerintah, akan tetapi mereka mendapatkannya dari mereka yang meminta jasanya. Intinya, Notaris adalah pegawai pemerintah tanpa

2

G.H.S Lumban Tobing, SH, ”Peraturan Jabatan Notaris”, cet 3, (Jakarta: Erlangga, 1980), hal.36.

3 Tan Thong kie, Buku I Studi Notaris dan Serba Serbi Praktek Notariat, (Jakarta: Ichtiar


(24)

gaji dari pemerintah dan juga Notaris dipensiunkan oleh pemerintah tanpa mendapat pensiun dari pemerintah.4

Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum dan Undang-Undang yang mengatur Jabatan Notaris adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 yang menegaskan: “Notaris adalah Pejabat umum yang berwenang untuk membuat Akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang lainnya.5Melalui pengertian Notaris tersebut terlihat bahwa kewenangan seorang Notaris adalah menjadi Pejabat umum, sedangkan wewenangnya adalah membuat Akta otentik.

Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan Negara baik kewenangan maupun materi muatannya tidak berdasarkan peraturan perUndang-Undangan, delegasi atau mandat melainkan berdasarkan wewenang yang timbul dari freis ermessen yang dilekatkan pada administrasi Negara untuk mewujudkan suatu tujuan tertentu yang dibenarkan oleh hukum(beleidsregelataupolicyrules).6

Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus dilandasi aturan hukumnya sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik dan tidak bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya, dengan demikian jika seseorang 4G.H.SLumbanTobing, ”Peraturan Jabatan Notaris”, cet ke3, (Jakarta: Erlangga, 1980), hal36 5Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN) 6Bagir Manan,Hukum Positif Indonesia, (Yogyakarta: UI Press, 2004), hal 15


(25)

Pejabat (Notaris) melakukan sesuatu tidakan diluar wewenang yang telah ditentukan dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar wewenang.7

Notaris juga berwenang untuk membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan. Kewenangan Notaris membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan sepanjang bukan tindakan hukum dalam bentuk Akta jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, pembagian harta bersama, pemberian hak tanggungan, pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik karena tindakan hukum tersebut mutlak wewenang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Keperluan masyarakat akan alat bukti tertulis berupa Akta otentik sangat erat kaitannya dengan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (untuk selanjutnya akan disebut KUHPerdata)8 yaitu ”Suatu Akta otentik ialah suatu Akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang dibuat oleh atau dihadapan Pejabat umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana Akta dibuatnya”, dan pelaksanaan Pasal tersebut maka diundangkanlah Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 dan sekarang telah direvisi dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014.

Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris

sungguh-7Philipus M. Hadjon,Tentang Wewenang, Yuridika,(Fakultas Hukum Airlangga, Nomor 5 dan

6, Tahun XII, 1997), hal I.

8Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek),

diterjemahkan oleh R.Subekti dan R.Tjitrosudibio, Edisi Revisi, Cetakan ke 27, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1987), Pasal 1865 s/d 1945


(26)

sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi Akta Notaris, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perUndang-Undangan yang terkait bagi para pihak penandatanganan Akta. Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi Akta Notaris yang akan ditandatanganinya.9

Menurut Chairani Bustami dalam tesisnya yang berjudul Aspek-Aspek Hukum Yang Terkait Dalam Akta Perikatan Jual Beli Yang Dibuat Notaris Dalam Kota Medan, menyebutkan:

Masalah tanah adalah sangat aktual bagi manusia dimana saja, terutama dalam masa pembangunan. Timbulnya masalah-masalah tanah bukannya disebabkan karena tidak adanya peraturan-peraturan yang memadai, bukannya tidak ada manusia yang mampu melaksanakannya, melainkan lebih banyak disebabkan oleh kurangnya menguasai dan menghayati bidang keagrariaan/pertanahan, sehinga dalam pelaksanaannya terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku yang akan menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan dan persengketaan berjalannya dan tidak terdapat kepastian hukum bagi para pihak.Untuk mengatasi hal tersebut selain dengan mengeluarkan Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan lain seperti Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Keppres), Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang gunanya untuk lebih melengkapi dan menyempurnakan peraturan mengenai tanah yang secara keseluruhan peraturan-peraturan itu untuk mengatur tentang kehidupan masyarakat, untuk memelihara, memanfaatkan tanah dan lebih penting dari semua itu bahwa tanah mempunyai fungsi sosial.10

Dalam pembuatan Akta yang berkaitan dengan pertanahan dalam praktek

9

Paragraf V Penjelasan Undang-Undang Jabatan Notaris.

10 Chairani Bustami,Aspek-Aspek Hukum yang Terkait dalam Akta Perikatan Jual Beli yang

Dibuat Notaris dalam Kota Medan, (Medan : Tesis, Program Pascasarjana, Program Magister KeNotarisatan, Universitas Sumatera Utara, 2002), hal 69..


(27)

Notaris sehari-hari tentunya juga mengandung resiko-resiko hukum, dan salah satunya dapat dilihat pada Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 347/Pdt. G/2012/PN. Mdn yaitu pengingkaran atas pembuatan Akta yang telah disepakati bersama dihadapan Notaris, menurut P bahwa P telah dirugikan oleh A, B, dan N karena P merasa tidak pernah melakukan transaksi jual beli atas rumah dan bangunan yang dimilikinya baik kepada B maupun kepada pihak lainnya, itu artinya Akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi yang dibuat dihadapan Notaris tidak diakui oleh P bahwa P telah melepaskan haknya atas sebidang tanah dan bangunan, karena menurut P hanya meminjamkan surat-surat tanahnya kepada A yang menyatakan bahwa teman A bersedia memberikan pinjaman uang asalkan P bersedia menandatangani Surat Perjanjian Hutang Piutang yang telah dipersiapkan dikantor N, dan P merasa sangat terkejut tentang pengakuan lisan B bahwa yang ditandatangani P di kantor N adalah bukan Surat Perjanjian Hutang Piutang yang berkaitan dengan pinjaman uang oleh A sebagaimana yang diterangkan A dan B pada Tanggal 25 November 2010, melainkan yang ditandatangani P adalah Akte Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi Nomor 29 Tanggal 25 November 2010 yang diperbuat dan ditandatangani oleh N dan lembaran-lembaran surat dibawah tangan atas nama P dengan A tanggal 25 November 2010 yang telah mendapat legalisasi dengan Nomor 152/I/YM/XI/2010 tertanggal 29 November 2010 dari N.

Dalam hal ini menurut P, N dengan sengaja tidak berada di kantornya pada saat P menandatangani lembaran-lembaran surat tersebut dan pegawai yang ditugasi N dengan sengaja tidak membacakan serta menerangkan isi dan maksud dari


(28)

lembaran-lembaran surat yang akan ditandatangani oleh P.Dan dalam hal ini P beranggapan bahwa A, B dan C secara bersama-sama telah berbuat dengan itikat yang tidak baik dan secara tipu muslihat telah melakukan perbuatan melawan hukum (Onrecht matigedaad)terhadap P yang mengakibatkan penggugat merasa dirugikan. Dalam asas hukum nemo plus yuris, seseorang tidak dapat melakukan tindakan hukum yang melampaui hak yang dimilikinya, dan akibat dari pelanggaran tersebut batal demi hukum(van rechtswegenietig), yang berakibat perbuatan hukum tersebut dianggap tidak pernah ada dan karenanya tidak mempunyai akibat hukum dan apabila tindakan hukum tersebut mengakibatkan kerugian, maka pihak yang dirugikan dapat meminta ganti rugi kepada pihak-pihak yang melakukan perbuatan hukum tersebut.11

Asas nemo plus yuris memberikan perlindungan hukum kepada pemegang hak yang sebenarnya terhadap tindakan pihak lain yang mengalihkan haknya tanpa sepengetahuannya, oleh karena itu asasnemo plus yuris,selalu terbuka kemungkinan adanya gugatan kepada pemilik yang namanya tercantum dalam sertipikat dari orang yang merasa sebagai pemiliknya.12

Menurut asas itikad baik orang yang memperoleh sesuatu hak atas tanah dengan itikad baik, maka dia akan tetap menjadi pemegang hak yang sah menurut hukum, namun untuk membuktikan dan menilai itikad baik juga sulit karena hal itu berkaitan dengan batin dan perasaan seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum, dalam hal ini yang dianggap beritikad baik yaitu seseorang itu hanya bersedia 11Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, (Surabaya, Arloka, 2003),

hal 189


(29)

mendapatkan hak dari orang yang terdaftar haknya.13

Namun dalam Putusan ini hakim menolak gugatan dari P untuk seluruhnya dengan pertimbangan-pertimbangannya seperti yang tertuang dalam Akte Pelepasan Hak Dan Ganti Rugi tersebut telah mengikat para pihak (azas hukum facta sunt servanda) yang sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata yaitu “ semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya”, yang akhirnya pihak P melakukan memori banding terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 347/Pdt.G/2012/PN-MDN Tanggal 15 April 2013.

Otentisitas dari Akta Notaris bersumber dari Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014, dimana Notaris dijadikan sebagai “Pejabat Umum yang berwenang membuat AktaOtentikdan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang Lain”, sehingga Akta yang dibuat oleh Notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat Akta otentik. Dengan perkataan lain, suatu Akta yang dibuat oleh Notaris mempunyai sifat otentik, bukan oleh karena penetapan Undang-Undang, akan tetapi oleh karena Akta itu dibuat “oleh” atau“dihadapan” seorang Pejabat umum,14seperti yang disyaratkan dalam pasal 1868 KUHPerdata yang berbunyi “ Suatu Akta otentik adalah Akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana Akta itu dibuat. Pegawai yang berwenang yang dimaksud adalah Notaris 13J. Satrio,Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir Dari Perjanjian,(Bandung: Citra Aditya

Bakti, 1995), hal 177


(30)

seperti ketentuan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014, Notaris yang dalam profesinya, sesungguhnya merupakan institusi yang dengan Akta-Aktanya menimbulkan alat-alat pembuktian tertulis dan mempunyai sifat otentik. Alat pembuktian itu tidak semata-mata tergantung pada hukum materiil yang kita pakai untuk diterapkan kepada kita, karena yang penting adalah bahwa alat pembuktian itu dapat membuktikan dengan sah dan kuat tentang suatu peristiwa hukum, sehingga menimbulkan lebih banyak kepastian hukum (rechtszekerheid).15 Kebenaran atau otentiknya Akta Pelepasan Hak Dengan Ganti rugi oleh Notaris dapat dibuktikan dan berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penelitian ini menarik untuk diangkat menjadi judul penelitian tentang tesis tentang “Kekuatan Pembuatan Akta Otentik Yang Membatalkan Akta Notaris (Studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 347/PDT.G/2012/PN-MDN).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan pokok permasalahan yang akan diteliti dan dibahas secara lebih mendalam pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Apa usaha yang dapat dilakukan Notaris dalam mencegah terjadinya Pengingkaran oleh para pihak dalam Akta Notaris?

2. Bagaimana Upaya Hukum Notaris Terhadap Sanksi Perdata dan Sanksi Administratif untuk Akta Notaris yang Mempunyai Kekuatan Pembuktian? 3. Apakah Pertimbangan Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor

347/PDT.G/2012/PN-MDN telah Sesuai menurut Hukum Pembuktian? 15R. Soegondo Notodisoerjo,Opcit, hal 7


(31)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam tesis ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisa yang dapat dilakukan Notaris dalam mencegah terjadinya pengingkaran oleh para pihak dalam Akta Notaris. 2. Untuk mengetahui dan menganalisa upaya hukum Notaris terhadap Sanksi

Perdata dan Sanksi Administratif untuk Akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian.

3. Untuk mengetahui dan menganalisa pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 347/PDT.G/2012/PN-MDN telah Sesuai menurut Hukum Pembuktian

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu:

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para akademisi maupun masyarakat umum dan dapat memberi manfaat guna menambah khasanah ilmu hukum secara umum dan hukum perjanjian kenotariatan yang diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan peraturan khususnya dibidang kenotariatan.

2. Manfaat Praktis


(32)

permasalahan dalam perjanjian khususnya hal jual beli dan bagi para Notaris dalam hal menjaga kemurnian profesinya, sehingga dapat memberikan jalan keluar terhadap masalah yang akan diteliti dan pengengembangan ilmu pengetahuan hukum.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran terhadap judul penelitian tesis yang ada pada Program Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara penelitian dengan judul “Kekuatan Pembuatan Akta Otentik yang membatalkan Akta Notaris (Studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 347/PDT.G/2012/PN-MDN).” Belum pernah dilakukan, dan dapat dibuktikan secara akademik, tetapi peneliti yang pernah dilakukan sebelumnya adalah :

1. Tesis atas nama Meggie Francissia Shaptieni, Nim: 027011042 dengan judul Peranan Notaris Dalam Pembuatan Akta Kontrak Bisnis (Suatu Penelitian Di Kota Medan), Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Tesis atas nama Mirza Baharsan, Nim: 047011045 dengan judul Identifikasi Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Sengketa Atas Akta jual Beli Tanah Yang Dibuat Dihadapan Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (Kajian Putusan-Putusan Sengketa Akta Jual beli Tanah di Pengadilan Negeri Medan), Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(33)

Penyelesaian Masalah Pertanahan Pada Areal Perkebunan di Sumatera Utara (Studi Kasus Pada Areal PTPN-II), Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Tesis atas nama Arwin Engsun, Nim: 037011009, dengan judul Akta Notaris Yang Bersifat Simulasi dengan judul kekuatan Hukum, Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Tesis atas nama Syafrida Yanti, Nim: 117011094 dengan judul Akibat Hukum Terhadap Pembuatan Akta Otentik Yang Tidak Memenuhi Kewajiban Notaris Sebagaimana Mestinya Diamanatkan Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Analisa Putusan Nomor 09/PDT.G/PN-MBO), Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 6. Tesis atas nama T. Baswedan, Nim: 117011130 dengan judul Kajian Yuridis

Pembatalan Akta Pengikatan Jual Beli (PJB) Tanah Yang Dibuat Dihadapan Notaris, Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori berasal dari kata “Theoria”dalam bahasa Latin berarti perenungan, yang berasal dari kata “thea”dalam bahasa Yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas.

Teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya


(34)

memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum16 Agar kerangka teori yang meyakinkan, maka harus memenuhi syarat-syarat ;

a. Teori yang digunakan dalam membangun kerangka berfikir harus merupakan pilihan dari sejumlah teori yang dikuasai secara lengkap dengan mencakup perkembangan-perkembangan terbaru.

b. Analisis filsafat dari teori-teori keilmuan dengan cara berpikir keilmuan yang mendasari pengetahuan tersebut dengan pembahasan secara ekspilist mengenai postulat, asumsi dan prinsip yang mendasarinya.

c. Mampu mengidentifikasikan masalah yang tumbul sekitar disiplin keilmuan tersebut, teori merupakan pijakan bagi peneliti untuk memahami persoalan yang diteliti dengan benar dan sesuai dengan kerangka berfikir ilmiah.

Teori yang digunakan sebagai pisau analitis dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum yang didukung oleh teori pertanggungjawaban hukum. Kepastian hukum merupakan salah satu penganut aliran Positivisme yang lebih melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom atau hukum dalam bentuk peraturan tertulis, artinya karena hukum itu otonom, sehingga semata-mata untuk kepastian hukum dalam melegalkan kepastian hak dan kewajiban seseorang. Vant Kant berpendapat bahwa tujuan hukum adalah menjaga setiap kepentingan manusia agar tidak diganggu dan terjamin kepastiannya.17

Menurut William T. Gosselt untuk mencapai kepastian hukum maka peran

16

H.R. Otje Salman dan Anton F Susanto,Teori Hukum,(Bandung: Refika Aditama, 2005), hal 21

17Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan kualitatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu,


(35)

lain yang harus dimainkan oleh hukum dalam masyarakat yang bebas adalah menegakkan kebenaran dan keadilan, dan pandangan ini diperluas dengan ajaran asas Equity yang menyatakan bahwa hanya penegakan hukum yang mengandung nilai-nilai peradapan dan kemanusiaan dan kepatutan yang dapat mencapai kebenaran (truth) dan keadilan (Justice) dan setiap penegakan hukum yang bertitik tolak dari nilai-nilai peradaban dan kemanusiaan dan kepatutan, pasti mendekati kebenaran dan keadilan.18

Teori kepastian hukum yang digunakan dalam menganalisis permasalahan dalam tesis ini adalah, yaitu teori yang menjelaskan bagaimana hukum dapat mengatur pembuatan Akta-Akta yang dibuat oleh Notaris yang berkaitan dengan pertanahan dalam praktek sehari-hari seperti perjanjian jual beli sehingga jual beli terjadi dengan aman dan tertib tanpa menimbulkan sengketa atau akibat dari perbuatan Akta tersebut.

Menurut Yahya Harahap, hukum mengendalikan keadilan(law wants justice). Keadilan yang dikehendaki hukum harus mencapai nilai: persamaan (equality), hak asasi individu (individual right), kebenaran (truth), Kepatutan (fairness), dan melidungi masyarakat(protection public interest). Hukum yang mampu menegakkan nilai-nilai tersebut, jika dapat menjawab:

1. Kenyataan realita yang dihadapi masyarakat, 2. Mampu menciptakan ketertiban(to achieve order),

18 M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian


(36)

3. Hendak ditertibkan adalah masyarakat, oleh karena itu orde yang dikehendaki adalah ketertiban sosial (social order) yang mampu berperan menjamin penegakan hukum sesuai dengan ketentuan proses beracara yang tertib(ensuring due process), menjamin tegaknya kepastian hukum (ensuring certainty), menjamin keseragaman penegakan hukum (ensuring uniformity) menjamin tegaknya prediksi penegakan hukum (ensuring predictability)

Teori pertanggungjawaban digunakan untuk mengetahui tanggung jawab dan kewajiban Notaris menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dapat dianalisis sesuai dengan teori Hans Kelsen yang membagi tanggung jawab atau pertanggungjawaban hukum tersebut dalam 2 (dua) kategori, yakni:19 Seseorang bertanggung jawab atas pelanggarannya sendiri di mana individu yang diwajibkan dan yang bertanggung jawab adalah identik, si calon pelanggar dianggap bertanggung jawab. Seseorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukan orang lain, individu yang diwajibkan dan yang bertanggung jawab tidaklah identik.

Teori pertanggungjawaban diterapkan dalam pelaksanaan jabatan Notaris sebagai Pejabat publik yang berwenang membuat Akta otentik guna menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dan Akta yang dibuat dapat berfungsi sebagai alat bukti yang bersifat otentik yang merupakan bukti sempurna di pengadilan.

19Hans Kelsen, diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien,Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu


(37)

Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014, menentukan bahwa dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban:

1. Bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

2. Membuat Akta dalam bentuk minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol Notaris;

3. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta 4. Mengeluarkan grosse Akta, salinan Akta, atau kutipan Akta berdasarkan

minuta Akta;

5. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;

6. Merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali Undang-Undang menentukan lain;

7. Menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;

8. Membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;


(38)

9. Membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan Akta setiap bulan;

10. Mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke daftar pusat wasiat departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;

11. Mencatat dalam reportorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;

12. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang Negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

13. Membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat dibawah tangan dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris;

14. Menerima magang calon Notaris.

Jual beli yang dilakukan dengan Akta Notaris sebagai Akta otentik mempunyai nilai pembuktian. Kemampuan lahiriah Akta Notaris merupakan kemampuan Akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai Akta otentik, jika dilihat dari luar (lahirnya) sebagai Akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai syarat Akta otentik maka Akta tersebut berlaku sebagai Akta otentik sampai terbukti sebaliknya artinya sampai ada yang dapat


(39)

membuktikan bahwa Akta tersebut bukan Akta otentik secara lahiriah.

Akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris berkedudukan sebagai Akta otentik menurut tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, dan menurut Irwan Soerodjo bahwa ada 3 (tiga) hal unsuresenseliaagar terpenuhinya syarat formal suatu Akta otentik yaitu:20

1. Di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang. 2. Dibuat oleh dan Dihadapan Pejabat Umum.

3. Akta yang dibuat oleh atau dihadapan Pejabat Umum yang berwenang untuk itu dan ditempat dimana Akta itu dibuat.

Dalam tataran hukum (Kenotariatan) yang benar mengenai Akta Notaris dan Notaris, jika suatu Akta dipermasalahkan oleh para pihak maka:21

1. Para pihak datang kembali ke Notaris untuk membuat Akta pembatalan atas Akta tersebut dan dengan demikian Akta yang dibatalkan sudah tidak mengikat lagi para pihak dan para pihak menanggung dari segala akibat dari segala pembatalan tersebut. Pembatalan dengan cara seperti ini selaras dengan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1420 K/Sip/1987 Tanggal 1 Mei 1979, yng menyatakan bahwa Pengadilan tidak dapat membatalkan Akta Notaris tetapi hanya dapat menyatakan Akta Notaris yang bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum, berarti hanya para pihaklah yang membatalkannya.

20Irawan Soerodjo,Kepastian Hak atas Tanah di Indonesia, (Surabaya: Arloka, 2003), hal 148 21Habib Adjie,Opcithal 58


(40)

2. Jika para pihak tidak sepakat untuk membatalkan Akta bersangkutan, salah satu pihak dapat menggugat pihak lainnya dengan gugatan untuk mendegradasikan Akta Notaris menjadi Akta dibawah tangan, setelah didegradasikan maka hakim yang memeriksa gugatan dapat memberikan penafsiran tersendiri atas Akta Notaris yang sudah didegradasikan, apakah tetap mengikat para pihak atau dibatalkan dalam hal ini tergantung pembuktian dan penilaian hakim.

Dengan demikian karakter yuridis Akta Notaris yaitu Akta Notaris wajib dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat karena ada permintaan para pihak dan bukan keinginan Notaris, meskipun dalam Akta tercantum nama Notaris tapi dalam hal ini Notaris tidak berkedudukan sebagai pihak bersama-sama para pihak atau penghadap yang namanya tercantum dalam Akta, dan Akta Notaris mempunyai pembuktian yang sempurna yang mengakibatkan siapapun terikat dengan Akta Notaris serta tidak dapat ditafsirkan lain selain yang tercantum dalam Akta tersebut, dan pembatalan daya ikat Akta Notaris hanya dapat dibatalkan atas kesepakatan para pihak yang namanya tercantum dalam Akta dan jika ada yang tidak setuju maka pihak yang tidak setuju harus mengajukan permohonan ke Pengadilan.

Jika aspek formal maupun lahiriah dipermasalahkan oleh para pihak maka harus dapat dibuktikan melalui upaya gugatan ke Pengadilan dan memenuhi unsur-unsur dari perbuatan melawan hukum yaitu:22

a. Harus ada perbuatan (positif maupun negatif) 22Pasal 1365 KUHPerdata


(41)

b. Perbuatan itu harus melawan hukum c. Ada kerugian

d. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian

e. Ada kesalahan

Kepastian hukum itu juga menunjukan bahwa Akte Notaris itu harus dapat memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fAkta yang ada dalam Akta betul-betul dilakukan oleh Notaris, atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam Akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuatan Akta, yaitu secara formal dengan membuktikan hari, tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap dan para pihak yang menghadap, paraf dan tanda tangan para pihak, saksi dan Notaris dan pembuktian apa yang dilihat, disaksikan dan didengar oleh Notaris serta mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak/penghadap (pada Akta pihak).

2. Konsepsi.

Dalam bahasa latin, kata conceptus (di dalam bahasa Belanda: begrip atau pengertian merupakan hal yang dimengerti). Pengertian bukanlah merupakan “defenisi” yang didalam bahasa latin adalah idefinition. Defenisi tersebut berarti rumusan (di dalam bahasa Belanda: onshrijving) yang pada hakikatnya merupakan suatu bentuk ungkapan pengertian disamping aneka bentuk lain yang dikenal di


(42)

dalam epistemology atau teori ilmu pengetahuan.23 Dalam konsepsi diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.24

Konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori obsevasi, antara abstrak dengan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.25

Terlihat dengan jelas, bahwa suatu kosepsi pada hakikatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoretis (tinjauan pustaka), yang sering kali masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsi kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang akan menjadi pegangan konkrit didalam proses penelitaan.26

Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis perlu didefenisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi agar secara operasional dapat dibatasi ruang lingkup variabel dan dapat di peroleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan. Konsep itu adalah sebagai berikut:

a. Perjanjian adalah “suatu pristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, maka timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan

23 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 1998), hal 31

24Ibid

, hal 7

25Samadi Suryabrata,Metodologi Penelitian,(Jakarta: Raja Grafindo, 1998), hal 31 26Satjipto Raharjo,Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hal 298


(43)

perikatan.”27

b. Akta otentik adalah Akta yang dibuat dalam bentuk yang dikehendaki oleh Undang-Ungang, dibuat oleh/dihadapan Pejabat umum yang berwenang untuk membuat Akta itu dibuat.28

c. Akta dibawah Tangan adalah tulisan yang dibuat dalam bentuk yang tidak ditentukan oleh Undang-Undang, ditanda tangani tidak dihadapan Pejabat Umum yang berwenang.29

d. Notaris adalah Pejabat Umum yang bewenang untuk membuat Akta otentikdan kewenangan lainnya mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perUndang-Undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta otentik.30

e. Pejabat umum (dalam bahasa BelandaOpenbar Ambtenaar)adalah Pejabat yang bertugas membuat Akta umum (Openbare akten) yang diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk melayani public dalam hal tertentu.31

f. P adalah pihak yang memiliki hak atas tanah dan bangunan, yang tertera dalam Akte Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi Nomor 29 tertanggal 25 November 2010 sebagai pihak yang melepaskan haknya sebagai pihak yang merasa dirugikan dan disebut Penggugat.

27

R. Subekti,Op.cit, hal1

28Sutrisno,Komentar Undang-Undang Jabatan Notaris, Buku I, (Medan: USU, 2007), hal 157

29 Ibid

30 Pasal 15 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Jabatan Notaris


(44)

g. A adalah pihak yang membuat perjanjian kerja sama dalam proyek pengadaan di Seumeleh dengan P (Penggugat), yang turut serta sebagai pihak yang sepakat menjual sebidang tanah kepunyaan P (Penggugat) dengan perjanjian akan membeli kembali 2 (dua) bulan setelah tanggal 25 November 2010 dalam Surat Perjanjian Nomor 151/L/YM/XI/2010 disebut dengan Tergugat I.

h. B adalah pihak yang membeli sebidang tanah dari P (Penggugat), yang disebut dengan Tergugat II.

i. N adalah Pejabat yang berwenang membuat Akta otentik yang disebut dengan Tergugat III.

G. Metode Penelitian.

Secara etimologis metode di artikan sebagai jalan atau cara melakukan atau mengerjakan sesuatu, metode berasal dari bahasa Yunani “Methodos” yang artinya “jalan menuju”, bagi kepentingan ilmu pengetahuan, metode merukan titik awal menuju proposisi-proposisi akhir dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu.32 maka penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, disamping itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fAkta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul didalam gejala yang bersangkutan33, maka dalam metode penelitian

32Bahder Johan Nasution,Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2008), hal 13 33Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: UI. Press, 2007), hal 43


(45)

merupakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir untuk menyelidiki suatu masalah tertentu dengan maksud mendapatkan informasi untuk digunakan sebagai solusi atas masalah, oleh karena itu metode merupakan keseluruhan langkah ilmiah yang digunakan untuk menemukan solusi atas suatu masalah.34

Pemilihan suatu metodologi yang baik untuk suatu penelitian tergantung kepada sasaran penelitian, bahan yang tersedia, kondisi yang meliputi kegiatan penelitian, dan terutama jenis informasi yang diperlukan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Sifat Penelitian dan Metode Pendekatan

Penelitian yang dipergunakan adalah bersifat deskriptif analitis yaitu dengan menggambarkan keadaan yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi Notaris yang dapat menimbulkan resiko hukum dari Akta yang dibuatnya yang berhubungan dengan pertanahan seperti pada kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 347/Pdt.G/2012/PN.MDN. Penelitian deskriptif ini dimulai dengan pengumpulan data yang berhubungan dengan pembahasan diatas, lalu menyusun, mengklasifikasikan dan menganalisisnya serta kemudian menginterprestasikan data, sehingga diperoleh gambar yang jelas tentang fenomena yang diteliti.35 Jenis penelitian yang digunakan adalah dengan mengunakan metode pendekatan yuridis normatif “metode pendekatan yuridis normatif dipergunakan untuk mempelajari peraturan perUndang-Undangan”36 yang berkaitan dengan perjanjian yang dibuat oleh Notaris dalam bentuk Akta

34Ulber Silalahi,Metode Penelitian Sosial,(Bandung: Refika Aditanam, 2009), hal 29 35Ibid


(46)

otentik, dan untuk mengetahui apakah landasan legalitas yang digunakan hakim dalam pertimbangannya telah sesuai dengan fakta dan pembuktian dalam menjatuhkan Putusan dalam Peradilan khususnya pada Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 347/Pdt.G/2012/PN-MDN.

2. Sumber Data.

Dalam penelitian ini jenis data yang diperlukan, yaitu data sekunder, data sekunder adalah data yangdiperoleh dari dokumen publikasi, artinya data sudah dalam bentuk jadi,37yang terdiri dari:

a. Bahan hukum Primer yaitu bahan hukum berupa Peraturan-Peraturan mengenai hukum agraria dan peraturan-peraturan yang mengatur tentang Kenotariatan yaitu:

a. Undang-Undang Dasar 1945

b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

c. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

d. Undang Nomor 5 Tahun 2004, Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.

e. Kitab Undang-Undang Hukum perdata(Burgerlijk Wetboek)

f. Peraturan Pemeritah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah g. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

37 I Made Wirartha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi dan Tesis, (Yogyakarta:


(47)

h. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

i. Peraturan menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor I Tahun 1999, Tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan, Bab I

j. Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor KMA/006/SKB/VII/1987 Nomor M-04-PR.08.05 Tahun 1987 Tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan dan Pembelaan diri Notaris.

k. Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-01.HT.03.01 Tahun 2003 Tentang KeNotarisan l. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia M.13-HT.03.10

Tahun 1993 Tentang Pembinaan Notaris

b. Bahan hukum Sekunder yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer berupa buku-buku yang berhubungan dengan obyek yang diteliti.

c. Bahan hukum tersier, yakni yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum dan kamus besar hukum bahasa Indonesia.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan caralibrary researchdan field researchyaitu:


(48)

hukum agraria dan Hukum Perjanjian dibidang kenotariatan yang ditunjang dengan bahan hukum lainnya.

b. Wawancara yaitu dengan melakukan Tanya jawab serta langsung dengan membuat daftar pertanyaan yang sudah direncanakan dengan nara sumber yaitu 1 (satu) orang Hakim Pengadilan Negeri Tingkat I Medan, 1 (satu) Majelis Pengawas Daerah, Notaris yang berkedudukan di Deli Serdang, dan Notaris yang berkedudukan di Medan.

4. Analisa Data

Semua data yang diperoleh dari bahan pustaka dianalisis secara kualitatif yaitu data yang diperoleh melalui penelitian lapangan maupun penelitian kepustakaan kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif, data kemudian dianalisa secara interpretative menggunakan teori maupun hukum positif yang telah dituangkan kemudian secara induktif ditarik kesimpulan.38 Metode penarikan kesimpulan yang dipakai adalah metode deduktif dan induktif. Melalui metode deduktif, data sekunder yang telah diperoleh akan dijadikan pedoman untuk menjawab permasalahan dalam analisa tinjauan yuridis terhadap resiko dari Akta-Akta yang dibuat Notaris dibidang pertanahan. Dengan metode induktif, data primer yang diperoleh setelah dihubungkan dengan aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan perjanjian yang dituangkan dalam Akta Notaris sehingga dapat ditarik kesimpulanya.


(49)

BAB II

USAHA YANG DAPAT DILAKUKAN NOTARIS DALAM MENCEGAH TERJADINYA PENGINGKARAN OLEH PARA PIHAK

DALAM AKTA NOTARIS

A. Karakter Akta Notaris 1. Pengertian Akta Notaris

Menurut S. J. Fachema Andreae, kata Akta berasal dari bahasa latin “acta” yang berarti “geschrift” atau surat.58 Sedangkan menurut R. Subekti dan R. Tjitro Sudibio, kata Akta berasal dari kata “acta” yang merupakan bentuk jamak dari kata “actum”, yang berasal dari bahasa latin yang berarti peraturan-peraturan.39

Jika disimpulkan, maka terdapat beberapa pendapat yang mendefinisikan Akta, antara lain :

1. Menurut A. Pitlo, seorang ahli hukum, mengemukakan bahwa Akta adalah suatu surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipakai sebagai bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang lain, untuk keperluan siapa surat itu dibuat. 2. Menurut Sudikno Mertokusumo, Akta adalah surat yang diberi tanda tangan,

yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.40

3. Menurut Prof. R. Subekti SH, Akta adalah suatu tulisan yang memang dengan

39 Suharjono, “Sekilas Tinjauan Akta Menurut Hukum”, Varia PeradilanTahun XI Nomor

123 (Desember 1995) : hal. 128


(50)

sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani.41

Dari beberapa pengertian mengenai Akta yang diatas, jelaslah bahwa tidak semua surat dapat disebut suatu Akta, melainkan hanya surat-surat tertentu yang memenuhi beberapa syarat tertentu saja yang dapat disebut Akta. Adapun syarat yang harus dipenuhi agar suatu surat disebut Akta adalah:42

1. Surat itu harus ditanda tangani.

Keharusan ditanda tangani sesuatu surat untuk dapat disebut Akta ditentukan dalam pasal 1869 jo.1874 KUHPerdata. Tujuan dari keharusan ditanda tangani itu untuk memberikan ciri atau untuk mengindividualisasi sebuah Akta yang satu dengan Akta yang lainnya, sebab tanda tangan dari setiap orang mempunyai ciri tersendiri yang berbeda dengan tanda tangan orang lain. Dan dengan penanda-tangannya itu seseorang dianggap menjamin tentang kebenaran dari apa yang ditulis dalam Akta tersebut.

2. Surat itu harus memuat peristiwa yang menjadi dasar sesuatu hak atau perikatan. Jadi surat itu harus berisikan suatu keterangan yang dapat menjadi bukti yang dibutuhkan, dan peristiwa hukum yang disebut dalam surat itu haruslah merupakan peristiwa hukum yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan. 2. Akta Notaris Sebagai Akta Otentik

Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa

41R. Subekti, ”Hukum Pembuktian”, Cet. 16, (Jakarta; PT.Pradnya Paramita, 2007), hal.25 42 Ibid


(51)

yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi Akta Notaris, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perUndang-Undangan yang terkait bagi para pihak penanda tangan Akta. Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi Akta Notaris yang akan ditandatanganinya.43

Otentik tidaknya suatu Akta (otensitas) tidaklah cukup jika Akta tersebut dibuat oleh atau di hadapan Pejabat (Notaris) saja, namun cara membuat Akta otentik tersebut haruslah menurut ketentuan yang ditetapkan oleh Undang-Undang.44 Walaupun ada atau tidaknya hal lain yang tidak dibolehkan oleh Undang-Undang menurut Pasal 16 ayat (1) huruf e Undang-Undang Jabatan Notaris, perlu dibuktikan terlebih dahulu secara hukum pidana.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pasal 1868 KUHPerdata menyatakan ”Akta yang dibuat oleh atau dihadapan” menunjukan adanya 2 (dua) golongan Bentuk Akta Notaris yaitu:

1. Akta yang dibuat oleh (door) Notaris atau yang dinamakan Akta relaas atau Akta Pejabat (ambtelijke akten). Akta relaas atau Akta Pejabat (ambtelijke Akten) : merupakan suatu Akta yang memuat ”relaas” atau menguraikan secara

43Paragraf V Penjelasan UUJN.


(52)

otentik suatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat, didengar dan disaksikan oleh pembuat Akta itu, yakni Notaris sendiri didalam menjalankan jabatannya untuk dituangkan dalam Akta Notaris. Akta yang dibuat sedemikian dan yang memuat uraian dari apa yang dilihat dan disaksikan serta dialaminya itu dinamakan Akta yang dibuat oleh (door) Notaris (sebagai Pejabat umum).

2. Akta yang dibuat dihadapan (ten overstaan) Notaris atau yang dinamakan Akta partij (partij-akten) atau disebut juga Akta para pihak.

Akta partai atau Akta pihak (Partij Akten) merupakan berisikan suatu cerita dari apa yang terjadi karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain dihadapan Notaris, artinya yang diterangkan atau diceritakan oleh pihak lain kepada Notaris dalam menjalankan jabatannya dan untuk keperluan mana pihak lain itu sengaja datang dihadapan Notaris dan memberikan keterangan itu atau melakukan perbuatan itu dihadapan Notaris agar keterangan atau perbuatan itu dikonstatir oleh Notaris didalam suatu Akta otentik. Akta seperti itu dinamakan Akta yang dibuat dihadapan Notaris (ten overstaan)atau Akta partai/Akta para pihak.45

Sedangkan pengertian Akta otentik sendiri sebagaimana dikemukakan oleh C.A. Kraan di dalam disertasinya, De Authentieke Akte mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

45 Dr. Herlien Budiono, S.H, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang KeNotarisatan,


(53)

1. Suatu tulisan, dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan bukti atau suatu bukti dari keadaan sebagaimana disebutkan didalam tulisan dibuat dan dinyatakan oleh Pejabat yang berwenang. Tulisan tersebut turut sebagai suatu tulisan sampai ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari Pejabat yang berwenang.

2. Ketentuan perUndang-Undangan yang harus dipenuhi; ketentuan tersebut mengatur tata-cara pembuatannya yaitu sekurang-kurangnya memuat ketentuan-ketentuan mengenai tanggal, tempat dibuatnya Akta suatu tulisan, nama dan kedudukan/jabatan Pejabat yang membuatnya c.q. data di mana dapat diketahui mengenai hal-hal tersebut.

3. Seorang Pejabat yang diangkat oleh Negara dan mempunyai sifat dan pekerjaan yang mandiri (onafhankelijk-independence) serta tidak memihak ( onpartijdig-impartial) dalam menjalankan jabatannya sesuai dengan ketentuan Pasal 1868 KUHPerdatajo. Pasal 15 ayat 1 UUJN.

4. Pernyataan dari fAkta atau tindakan yang disebutkan oleh Pejabat adalah hubungan hukum di dalam bidang hukum privat.46

Akta yang dibuat oleh Notaris sebagai Pejabat umum dinamakan Akta otentik. Sebagaimana Pasal 1868 KUH Perdata menentukan bahwa, Akta otentik dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di mana Akta dibuatnya. Suatu Akta dikatakan sebagai Akta otentik jika terpenuhi syarat-syarat sesuai dengan pendapat Philipus M. Hadjon yaitu:47

46

C.A.Kraan,De Authentieke Akte, (Gouda Quint BV, Arnhem 1984) hal 143 dan 201.


(54)

1. Bentuk Akta dan tata cara membuat Akta ditentukan oleh Undang-Undang. 2. Akta tersebut di buat di tempat di mana Pejabat yang berwenang itu membuat

Akta.

3. Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Yang Sah

Pembuktian dengan tulisan dapat dilakukan dengan Akta otentik maupun dengan tulisan dibawah tangan.48 Akta otentik mempunyai nilai pembuktian yang sempurna, kesempurnaan Akta Notaris sebagai alat bukti tidak perlu dinilai atau ditafsir lain selain yang tertulis dalam Akta tersebut, sedangkan Akta dibawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sepanjang para pihak mengakuinya atau tidak ada penyangkalan dari pihak lain,49 jika para pihak mengakuinya maka Akta dibawah tangan mempunyai pembuktian yang sempurna sebagai Akta otentik.50jika salah satu pihak tidak mengakuinya maka beban pembuktian diserahkan kepada pihak yang menyangkal Akta tersebut dan penilaian penyangkalan atas bukti tersebutdiserahkan kepada hakim.51

Baik alat bukti otentik maupun Akta dibawah tangan keduanya harus memenuhi rumusan sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, dan secara materil mengikat para pihak yang membutanya (Pasal 1338 KUHPerdata), sebagai suatu perjanjian yang mengikat para pihak (Pacta sunt servanda)

Januari 2001 hal 3 dalam Habib Adjie,Hukum Notaris Indonesia ( Tafsir Tematik Terhadap UU No 30 Tentang Jabatan Notaris),hal. 126.

48Pasal 1867 KUHPerdata 49

M.Ali Budiarto, Kompilasi Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung , Hukum Acara Perdata Setengah Abad, (Jakarta: Swa Justitia, 2004), hal 145

50Pasal 1875 KUHPerdata 51M. Ali Budiarto,Opcit,hal 136


(55)

Pada Akta otentik berlaku ketentuan pembuktian formal dan berlaku terhadap setiap orang yakni apa yang ada dan terdapat diatas tandatangan mereka. Namun terdapat kekecualian atau pengingkaran atas kekuatan pembuktian formal ini. Pertama, pihak penyangkal dapat langsung tidak mengakui bahwa tanda tangan yang dibubuhkan dalam Akta tersebut adalah tandatangan nya. Pihak penyangkal dapat mengatakan bahwa tandatangan yang dilihatnya sebagai yang dibubuhkan olehnya ternyata dibubuhkan oleh orang lain dan karenanya dalam hal ini terjadi apa yang dikenal sebagai pemalsuan tandatangan. Kedua, pihak menyangkal dapat menyatakan bahwa Notaris dalam membuat Akta melakukan suatu kesalahan atau kehilafan (ten onrechte) namun tidak menyangkal tanda tangan yang ada di dalam Akta tersebut. Artinya pihak menyangkal tidak mempersoalkan formalitas Akta namun mempersoalkan substansi Akta. Dengan demikian yang dipersoalkan adalah keterangan dari Notaris yang tidak benar. Pihak penyangkal tidak menuduh terdapat pemalsuan namun menuduhkan suatu kehilafan yang mungkin tidak disengaja sehingga tuduhan tersebut bukan pada kekuatan pembuktian formal melainkan kekuatan pembuktian material dari keterangan Notaris tersebut. Dalam membuktikan hal ini menurut hukum dapat digunakan sebagai hal yang berada dalam koridor hukum formil pembuktian.52

Dengan demikian karakter yuridis Akta Notaris, yaitu :

1. Akta Notaris wajib dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh undang-undang (UUJN).


(56)

2. Akta Notaris dibuat karena ada permintaan para pihak, dan bukan keinginan Notaris.

3. Meskipun dalam Akta Notaris tercantum nama Notaris, tapi dalam hal ini Notaris tidak berkedudukan sebagai pihak bersama-sama para pihak atau penghadap yang namanya tercantum dalam Akta.

4. Mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Siapa pun terikat dengan Akta Notaris serta tidak dapat ditafsirkan lain, selain yang tercantum dalam Akta tersebut.

5. Pembatalan daya ikat Akta Notaris hanya dapat dilakukan atas kesepakatan para pihak yang namanya tercantum dalam Akta. Jika ada yang tidak setuju, maka pihak yang tidak setuju harus mengajukan permohonan ke pengadilan umum agar Akta yang bersangkutan tidak mengikat lagi dengan alasan- alasan tertentu yang dapat dibuktikan.

Akta Notaris berfungsi sebagai alat bukti, maka setidaknya material yang dipakai untuk menerapkan tulisan tersebut haruslah memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya :53

1. Ketahanan akan jenis material yang dipergunakan.

Hal ini berkaitan dengan (diantaranya) kewajiban bagi Notaris untuk membuat minuta Akta dan menyimpan minuta Akta yang dibuatnya. Pasal 28 ayat 3 Notariswet di Nederland telah mensyaratkan jenis kertas tertentu untuk

53

Herlien Budiono, Akte Notaris Melalui Media Elektronik,(Bandung : Ugrading- refresing course ikatan Notaris, 2003), hal 5-6


(57)

pembuatan Akta yang dipergunakan oleh para Notaris. Dengan demikian kertas dianggap memenuhi syarat material untuk daya tahan penyimpanan arsip. 2. Ketahanan terhadap pemalsuan.

Perubahan yang dilakukan terhadap tulisan diat:as kertas dapat diketahui dengan kasat mata atau dengan menggunakan cara yang sederhana. Ini berarti bahwa para pihak akan terjamin apabila perbuatan hukum di antara mereka telah dilakukan dengan Akta yang menggunakan jenis kertas tertentu.

3. Originalitas.

Untuk minuta Akta hanya ada satu Akta aslinya, kecuali untuk Akta yang dibuat in originali dibuat dalam beberapa rangkap yang semunya asli.

4. Publisitas.

Untuk hal-hal tertentu pihak ketiga yang berkepentingan dapat dengan mudah melihat Akta asli atau minta salinan daripadanya. Pengambilan atau permohonan permintaan tersebut berdasarkan ketentuan yang ada.

5. Dapat segera atau mudah dilihat(waarneembaarheid).

Data yang terdapat pada kertas dapat dengan segera dilihat tanpa diperlukan tindakan lainnya untuk dapat melihatnya.

6. Mudah dipindahkan.

Kertas dan sejenisnya dapat dengan mudah dipindahkan B. Kewenangan dan Tanggung Jawab Notaris

1. Kewenangan Notaris


(58)

Undang-Undang Jabatan Notaris yang menentukan wewenang utama Notaris adalah membuat Akta otentik dan wewenang lainnya. Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris, ditentukan:

1. Notaris berwenang membuat Akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perUndang-Undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada Pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang. 2. Notaris berwenang pula:

a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b. Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta; f. Membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau


(59)

3. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perUndang-Undangan.

Wewenang merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku dan mengatur jabatan yang bersangkutan.54 Oleh karena wewenang yang ditentukan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, maka Notaris memperoleh wewenangnya secara atribusi karena diperintahkan atau dilahirkan oleh wewenang baru dalam Undang-Undang yaitu Undang-Undang Jabatan Notaris.

Berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut di atas, maka kewenangan Notaris dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu: kewenangan umum Notaris, kewenangan khusus, dan kewenangan yang ditentukan kemudian. Kewenangan umum Notaris adalah membuat Akta otentik.55

Wewenang utama Notaris adalah membuat Akta otentik, tetapi tidak semua pembuatan Akta otentik menjadi wewenang Notaris. Akta yang dibuat oleh Pejabat lain bukan menjadi wewenang Notaris, seperti Akta kelahiran, pernikahan, dan perceraian dibuat oleh Pejabat selain Notaris. Akta otentik yang berwenang dibuat oleh Notaris antara lain: membuat Akta otentik mengenai semua perbuatan, 54Habib Adjie, Hukum Notaris Op. Cit, hal. 77-78. Wewenang dapat diperoleh secara atribusi,

delegasi, dan mandat. Wewenang secara atribusi adalah pemberian wewenang yang baru kepada suatu jabatan berdasarkan perUndang-Undangan yang berlaku. Wewenang delegasi adalah pemindahan atau pengalihan wewenang berdasarkan peraturan perUndang-Undangan. Wewenang mandat adalah menggantikan wewenang karena seseorang yang berkompeten berhalangan.

55

Zilpiero, “Kewenangan, Kewajiban, dan Larangan Notaris Dalam UUJN”, http: //zulpiero.wordpress.com/2010/04/26/kewenangan-kewajiban-dan-larangan-Notaris-dalam-uujn/, diakses Tanggal 1 Juli 2013.


(1)

tersebut berdasarkan tujuan yang halal dan tidak melanggar sebab yang dilarang dalam hukum (tanpa melanggar unsur objektif)

3. Hakim telah sesuai menerapkan hukum pembuktian tanpa melanggar hukum karena Akta yang dibuat oleh Notaris tersebut telah memiliki kepastian hukum berdasarkan bukti-bukti yang diajukan penggugat dan tergugat semuanya sama dan sesuai dengan Pasal 1338 KUHPerdata bahwa semua bukti-bukti yang ada yang merupakan perjanjian yang telah mengikat para pihak (Azas hukum Facta Sunt Servanda), maka seluruh perjanjian yang dibuat Penggugat dengan para tergugat yang telah dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Dan berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata tersebut, perjanjian dinyatakan sah secara hukum tanpa melanggar syarat sahnya perjanjian yaitu dengan ditanda tanganinya Akta berarti ada kesepakatan, para pihak telah dewasa, objek yang diperjanjikan jelas, dan dilakukan dengan itikad baik, dan karena tidak adanya paksaan dalam perjanjian tersebut maka tuntutan tersebut tidak dapat dibatalkan (sesuai Pasal 1449 KUHPerdata)

B. Saran

1. Dalam setiap kasus seharusnya diperhatikan oleh para Penyidik, ketika menerima laporan pengaduan dari masyarakat yang akan menyangkal suatu Akta Notaris yang berkaitan dengan dirinya, jika menyangkut aspek formal dari Akta Notaris, maka Penyidik harus dapat memberitahukan dan mengarahkan bahwa


(2)

penyangkalan seperti itu dapat dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata terhadap Notaris yang bersangkutan.

2. Kepada Notaris seharusnya lebih berhati-hati dalam membuat keterangan dan jangan pernah melupakan setiap hal apapun mengenai para penghadap untuk dicatat sebagai keterangan di Minuta yang ditanda tangani seluruh pihak, begitu juga dengan cap jempol sidik jari dibuat dihalaman tersendiri agar dapat digunakan Notaris sebagai bukti melindungi dirinya terhadap pengingkaran perjanjian,

3. Diharapkan agar hakim memperhatikan bukti penandatanganan oleh para pihak, saksi, dan Notaris yang merupakan suatu kewajiban, dan bukti khusus untuk para pihak yang tidak dapat membubuhkan tanda tangannya karena cacat fisik tangannya atau tidak dapat membaca- menulis, maka Notaris wajib menuliskan pada akhir Akta keadaan tersebut, agar menemukan keadilan bagi para pihak yang dirugikan


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adjie, Habib, Saksi Perdata dan Atmistratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Aditama, Surabaya 2013

Adam, Muhammad.Asal-Usul Akta Notarisan, Sinar Bandung, Bandung 1985

Adjie, Habib. Penegakan Etika Profesi Dari Perspektif Pendekatan Sistem, Media Notariat Edisi April-Juni, Jakarta, 2002

Andasmita, Komar.Notaris Selayang Pandang, Alumni, Bandung, 1983 Apeldoorn, Van, L.J,Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta 2005

Budiono, Herlien, KumpulanTulisan Hukum Perdata dibidang Kenotariatan. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2013

Badrulzaman, Darus, Mariam,Beberapa Masalah Hukum Dalam Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Hypotheek serta Hambatan-Hambatannya dalam Praktik di Medan. Alumni, Bandung, 1978

Budiarto, Ali, M. Komplikasi Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung Hukum Acara perdata Setengah Abad,Swa Justicia, Jakarta, 2005

Bustami, Chairani.Aspek-Aspek Hukum yang Terkait Dalam Akta Perikatan Jual Beli Yang Dibuat Notaris Dalam Kota Medan, Tesis, Program Magister Kenotariatan, Program Pasca Sarjana, USU, 2002

Daiyo, J.B,PengaturIlmu Hukum, Prennahlindo, Jakarta 2001

Hadjon, M. Philipus.Tentang Wewenang, yuridika. Fakultas Hukum Airlangga,1997. Harsono, Boedi.Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan- Peraturan Hukum

Tanah, Djambatan, Jakarta,1996

Harahap, Yahya, M,Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997

Hermanses. Pendaftaran Tanah di Indonesia. Bahan perkuliahan Akademi Pertanahan Nasional.Tanpa tahun.


(4)

I Soemitro, Hanitidjo, Rommy.Penelitian Hukum Normatif,Rajawali, Jakarta,1984 Kohar, A.Notaris Dalam Praktek Hukum, Alumni, Bandung, 1982

Kie, Thong, Tan.Buku I Studi Notaris dan Serba-Serbi Praktek Notariat, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2000

Lubis, Solly, M.Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV.Mandar Maju, Bandung,1994 Lotulung, Effendi, Paulus.Perlindungan Hukum Bagi Notaris Selaku Pejabat Umum

Dalam Melaksanakan Tugasnya, Media Notarisat Edisi April-Juni, Jakarta, 2002

Manan, Bagir,Hukum Positif Indonesia.UI Press, Yokyakarta, 2004

Nasution, Johan, Bahder. Metode Penelitian Hukum,CV.Mandar Maju, Bandung,1995

Nico,Tanggung Jawab Notaris Selaku Umum, CDSBL, Yogkyakarta, 2003

Notodisoerjo,Soegondo, R. Hukum Notarisat di Indonesia Suatu Penjelasan, Rajawali, Jakarta, 1982

Perangi-Angin, Effendi,Mencegah Sengketa Tanah,Rajawali, Jakarta, 1986

Prodjohamidjojo, Martiman. Sistem Pembuktian dan alat-Alat Bukti, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983

Puspa, Pramadya, Yan.Kamus Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, 1977 Raharjo, Satjipto.Imu Hukum, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000

Rambe, Ropaun.Hukum Acara Perdata lengkap, Sinar Grafika, Jakarta, 2001

Rusmadi, Murad. Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Penerbit Alumni Bandung, 1991

Salman, Otje, H.R. dan Susanto, F. Anton. Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2005

Sarwono, Jonathan, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Graha Ilmu, Yogyakarta, 2006


(5)

Satrio, J. Hukum Perikatan yang Lahir Dari Perjanjian, Buku I, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995

Silalahi, Ulber.Metode Penelitian Sosial, PT. Rafika Aditamam, Bandung, 2009 Soerodjo, Irawan,Kepastian Hukum Hak atas Tanah di Indonesia, Arloka, Surabaya,

2003

Soekanto, Soerjono, Mamudji, Sri, Penelitian Hukum Normatif,PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2001

Soemantri, SriBunga Rampai Hukum Tata Negara, Alumni, Bandung, 1992 Soekanto, Soerjono.Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta, 2007 Soepadmo, Joko.Tehnik Pembuatan Akta Seri B-I, Bina Ilmu, Surabaya, 1994

Sumantri, S. Jujun. 1997,Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popular. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1997

Sudarsono,Pengantar Ilmu Hukum, Rieneka Cipta, Jakarta, 1995

Sudjendro, Kartini, J. Peralihan Hak Atas Tanah yang Berfotensi Konflik, Kanisius, Yogkyakarta, 2002

Sumardjono, W. Maria, Puspita Serangkum Aneka Masalah Hukum Agraria, AndiOffset, Yogyakarta,1982

Suijling, J.P.H, Hak-Hak Subjektif dalam Hukum Perdata dan Hukum Publik, Terjemahan Hoesein Soemdiredja, Armico, Bandung, 1985

Suryabrata, Samadi.Metodologi Penelitian, Raja Granfindo Persada, Jakarta, 1998 Sutrisno,Komentar Undang-Undang Jabatan Notaris, Buku I, Medan:2007

SW, Maria, Soemarjono, Kumpulan Peraturan Tentang Jabatan Notaris di Indonesia, USU Press, Medan, 1997.

Tedjosaputro, Liliana. Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana, Bigraf Publishing, Yogkyakarta, 1995


(6)

Waluyo, Bambang.Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta 1996 Wirartha, Made, I. Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi dan Tesis, Andi,

Yogyakarta, 2006

Wuisman, M.J.J.J,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas,FE UI.Jakarta, 1996 Yamin, Muhammad.Beberapa Dimensi Filosofi Hukum Agraria, cetakan I, Pustaka

Bangsa Press, Medan, 2003 B. Peraturan Undang-Undang Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

Undang-Undang Nomor 50 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)

Peraturan Pemeritah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor I Tahun 1999, Tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan, Bab I Keputusan Bersama ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor

KMA/006/SKB/VII/1987 Nomor M-04-PR.08.05 Tahun 1987 Tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan dan Pembelaan diri Notaris.

Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-01.HT.03.01 Tahun 2003 Tentang KeNotarisan

Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia M.13-HT.03.10 Tahun 1993 Tentang Pembinaan Notaris