Pengaruh Jam Kerja Dan Pelayanan Terhadap Stres Kerja Perawat Rumah Sakit Sundari Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Teoritis
2.1.1. Pengertian Jam Kerja
Jam kerja merupakan bagian dari empat faktor organisasi yang merupakan
sumber potensial dari stres kerja para karyawan ditempat kerja (Robbins, 2006:
156). Apabila seseorang karyawan terlalu lama bekerja tanpa istirahat, maka
dengan sendirinya kelelahan akan bertambah sehingga produktivitas akan
menurun. Oleh sebab itu, perusahaan harus dapat menentukan waktu jam kerja
yang tepat, dimana dengan memberikan waktu istirahat diharapkan akan tercapai
produktivitas yang tinggi pada karyawan. Jam kerja kerja dapat menjadi pemicu
stres jika terlalu banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan atau tidak terdapat
waktu yang cukup untuk menyelesaikan suatu pekerjaan atau dengan kata lain
pekerja dituntut untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu (Ivancevich,
2009: 298).
Fathoni (2006: 176) menyatakan bahwa jam kerja sebagai faktor penyebab
stres kerja dengan mengatakan bahwa terdapat enam faktor penyebab stres kerja
karyawan antara lain beban kerja yang sulit dan berlebihan, tekanan dan sikap
pimpinan yang kurang adil dan tidak wajar, waktu dan peralatan yang kurang,
konflik antara pribadi dengan pimpinan atau kelompok kerja, balas jasa yang

terlalu rendah, masalah-masalah keluarga. Jam kerja sangat mempengaruhi hasil
dari suatu pekerjaan yang dilakukan. Seorang pemimpin harus dapat memahami
berapa lama waktu jam kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan barang dan

8
Universitas Sumatera Utara

jasa agar dapat memenuhi kepuasan konsumen. Jam kerja dapat menjadi pemicu
stres kerja jika terlalu banyak pekerjaan yang harus dilakukan atau tidak terdapat
waktu yang cukup untuk menyelesaikan suatu pekerjaan atau dengan kata lain
pekerja dituntut untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu (Ivancevich,
2009: 298).
Jam kerja ideal karyawan yaitu 8 jam dalam 1 hari. Apabila Jam kerja
yang di realisasikan dengan tidak baik maka bisa menyebabkan terjadinya waktu
yang tidak efektif dalam bekerja sehingga menyebabkan terjadinya keterlambatan
dalam melaksanakan pekerjaan. Jam Kerja bagi para pekerja di sektor swasta
diatur dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
khususnya pasal 77 sampai dengan pasal 85 Pasal 77 ayat 1, UU No. 13/2003
mewajibkan kepada tiap-tiap pengusaha untuk melaksanakan mewajibkan setiap
pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja. Untuk karyawan yang

bekerja 6 hari dalam seminggu, jam kerjanya adalah 7 jam dalam 1 hari dan 40
jam dalam 1 minggu. Sedangkan untuk karyawan dengan 5 hari kerja dalam 1
minggu, kewajiban bekerja mereka 8 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1
minggu. Ketentuan jam kerja telah diatur dalam 2 sistem seperti yang telah
disebutkan diatas yaitu:
a.

7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja
dalam 1 minggu.

b.

8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja
dalam 1 minggu.

9
Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Dampak Jam Kerja terhadap Stres Kerja
Dampak jam kerja terhadap stres kerja menurut Thoha (2009 : 38 )

1. Turunnya Produktivitas Kerja Karyawan
Rasa kelelahan akan dapat menimbulkan rasa malas alam bekerja. Karena
itu salah satu akibat dari stress kerja yaitu turunnya produktivitas kerja. turunnya
produktivitas kerja menyebabkan karyawan akan bermalas malasan dalam
bekerja, menimbulkan tidak adanya semangat kerja dan dalam jangka waktu
tertentu karyawan akan mencari pekerjaan yang lebih baik di perusahaan lain.
2. Tingkat kejenuhan meningkat
Jam kerja dapat mempengaruhi kejenuhan karyawan. Jam kerja yang
tinggi dapat mempengaruhi karyawan dalam melakukan pelayanan terhadap
konsumen. Karyawan akan merasa jenuh apabila tuntutan jam kerja tinggi tetapi
hak yang diterima karyawan tidak sesuai dengan yang diharapkan, seperti
pendapatan karyawan yang tidak sebanding dengan tuntutan jam kerja yang
dibebankan kepada karyawan, harapan masa akan datang (jenjang karir) dan lainlain.
3. Tingkat absensi karyawan meningkat
Absensi merupakan salah hal penting bagi perusahaan. Adapun tingkat
absensi meningkat disebabkan jam kerja tidak sesuai dengan beban kerja, adanya
rasa kebosanan dalam bekerja dan karyawan berusaha untuk mencari peluang
kerja yang lebih baik di perusahaan lain. Absensi sangat mempengaruhi
produktivitas perusahaan, tingkat absensi karyawan yang meningkat akan
mempengaruhi tingkat pelayanan yang diberikan kepada konsumen.


10
Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Pengertian Pelayanan
Pelayanan adalah hal penting yang harus dilakukan perusahaan demi
meningkatkan citra perusahaan. Menurut Davis (2006: 27), pelayanan adalah
suatu aktivitas yang bersifat tidak kasat mata, yang terjadi sebagai akibat adanya
interaksi antara konsumen dan karyawan atau hal-hal yang disediakan organisasi
pemberi pelayanan yang dimaksud untuk memecahkan permasalahan masyarakat
yang diayani. Pelayanan yang baik adalah hal penting yang harus dilakukan untuk
meningkatkan citra suatu perusahaan. Citra perusahaan dapat dilihat dari kualitas
pelayanan yang diberikan perusahaan kepada konsumen (pasien). Kualitas
pelayanan dapat dilihat dari kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan
dan keinginan konsumen (pasien) sesuai dengan ekspektasi konsumen (pasien).
Gitosudarmo (2002: 83) menyatakan pelayanan adalah setiap tindakan
atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada
dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.
Produknya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan kepada suatu fisik. Pelayanan
merupakan perilaku produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan

konsumen, demi tercapainya kepuasan pada konsumen itu sendiri. Pelayanan
merupakan proses pemenuhan kebutuhan orang lain secara lebih memuaskan
berupa jasa pelayanan. Oleh karena itu perusahaan harus mampu memenuhi
segala ekspektasi yang diharapkan konsumen (pasien), sehingga profit yang
diinginkan maksimal.

11
Universitas Sumatera Utara

Siagian (2004: 105) menyatakan bahwa kualitas pelayanan merupakan
konsep yang terdiri dari lima dimensi, yaitu tangible, reliability, responsiveness,
assurance, dan emphaty. Lima dimensi ini sangat berperan dalam membentuk
tingkat loyalitas pelanggan.
1.

Tampilan Fisik (tangible), yaitu dimensi penampilan yang diberikan
perusahaan kepada pelanggan seperti fasilitas fisik, perlengkapan, keramahan,
pegawai akan mempengaruhi tingkat loyalitas pelanggan (pasien). Perusahaan
yang lebih mengutamakan tangible akan memberikan respon positif kepada
pelanggan (pasien) bahwa perusahaan tersebut telah melayani kebutuhan

pasiennya dengan baik dan mempengaruhi pemikiran positif pelanggan
(pasien) untuk kembali datang ke perusahaan tersebut.

2.

Kehandalan (Reliability), yaitu dimensi kehandalan dari pelayanan yang
diberikan oleh perusahaan dalam bentuk kecepatan, keakuratan dan
memuaskan akan berdampak pada tingginya tingkat loyalitas mereka
terhadap produk perusahan tersebut. Perusahaan yang mampu meningkatkan
kecepatan pelayanannya dalam memuaskan keinginan pelanggan (pasien)
akan mempengaruhi kepuasan pasien terhadap pelayanan perusahaan
tersebut.

3.

Daya Tanggap (Responsiveness), yaitu dimensi daya tanggap para karyawan
dalam melayani pelanggan (pasien). Ketika pelayanan yang baik diberikan
para karyawan terhadap pelanggan (pasien), akan terbentuk hubungan
kekeluargaan antara karyawan dan pelanggan (pasien) tersebut.


12
Universitas Sumatera Utara

4.

Jaminan (Assurance), yaitu mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan
dan sifat yang dapat dipercaya karyawan terhadap konsumen.

5.

Empati (Emphaty), yaitu dimensi empati mencakup hubungan komunikasi,
perhatian dan pemahaman kebutuhan konsumen. Jika konsumen merasa
bahwa para karyawan perusahan dapat memberikan empati kepada konsumen
maka mereka tidak lagi merasa ragu untuk tetap mengkonsumsi jasa yang
diberikan. Hal ini akan membentuk tingkat loyalitas pelanggan.

2.1.4. Pentingnya Pelayanan pada Pasien
Pada perusahaan yang bergerak bidang jasa, faktor pelayanan adalah hal
yang utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Faktor pelayanan
berhubungan dengan tingkat kepuasan yang diperoleh konsumen (pasien)

terhadap perusahaan jasa tersebut khususnya rumah sakit. Menurut Matondang
(2002: 56), mendefenisikan kepuasan sebagai tingkat persaan seseorang setelah
membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapannya. tingkat
kepuasan pelayanan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang
dirasakan dengan harapan. Bila kinerja sesuai harapan, maka konsumen (pasien)
akan puas. Sedangkan jika hasil pelayanan tidak sesuai dengan harapan maka
konsumen (pasien) akan kecewa.
Memahami kepuasan dan keinginan konsumen (pasien) adalah hal penting
yang mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen (pasien). Untuk menciptakan
kepuasan konsumen (pasien), suatu perusahaan harus menciptakan dan mengelola
sistem untuk memperoleh konsumen (pasien) yang lebih banyak agar

13
Universitas Sumatera Utara

mendapatkan profit yang lebih baik. Nitisemito (2001: 25), menyebutkan adanya
tiga macam kondisi kepuasan yang dirasakan oleh konsumen berkaitan dengan
perbandingan antara harapan dan kenyataan yaitu jika harapan atau kebutuhan
sama dengan pelayanan yang diberikan maka konsumen akan merasa puas. Jika
pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan harapan, maka konsumen tidak

puas.
Menurut Gibson (2003: 12), hal-hal penting yang diharapkan konsumen
(pasien) dalam hal pelayanan terhadap perusahaan khususnya perusahaan jasa
adalah sebagai berikut:
1.

Kualitas pelayanan
Pasien konsumen (pasien) akan merasa puas jika mereka memperoleh

pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. Konsumen (pasien)
akan merasa puas bila produk (pelayanan jasa) yang digunakan berkualitas.
2.

Harga
Harga merupakan faktor terpenting dalam penentuan kualitas guna

mencapai kepuasan konsumen (pasien). Meskipun demikian elemen ini
mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan. Artinya jika biaya yang
dikeluarkan konsumen (pasien) lebih tinggi daripada perusahaan jasa lain (rumah
sakit), maka konsumen (pasien) mengharapkan pelayanan yang lebih baik

(berkualitas) dari perusahaan tersebut.
3.

Komunikasi
Tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan keluhan-

keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan (permasalahan) dapat cepat ditangani

14
Universitas Sumatera Utara

oleh pihak perusahaan (rumah sakit). Seperti adanya tombol panggilan di dalam
kamar rawat inap (opname).
4.

Estetika
Merupakan daya tarik perusahaan (rumah sakit) yang dapat ditangkap oleh

panca indera seperti kontak fisik perawat (mudah tersenyum) jika konsumen
mengalami kendala dalam hal pelayanan rumah sakit, desain arsitektur rumah

sakit, dekorasi kamar, kenyamanan ruang tunggu, taman yang indah dan sejuk.
5.

Fasilitas
Kelengkapan fasilitas perusahaan (rumah sakit) menentukan penilaian

tingkat kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan naik sarana dan prasarana,
tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar inap. Walaupun hal
ini tidak vital menentukan kepuasan, namun rumah sakit perlu memberikan
perhatian pada fasilitas rumah sakit dalam penyusunan strategi untuk menarik
konsumen.

2.1.5. Pengertian Stres Kerja
Robbins (2002: 38) menyatakan bahwa stres merupakan kondisi dinamis
seorang individu diharapkan dengan kesempatan, keterbatasan atau tuntutan
sesuai dengan harapan dan hasil yang ingin dicapai dalam kondisi penting dan
tidak menentu. Faktor di dalam organisasi yang dimaksu antara lain yaitu upaya
menghindari kesalahan dalam pekerjaan, menyelesaikan tugas dalam kurun waktu
yang terbatas, beban kerja yang berlebihan serta rekan kerja yang tidak bisa

15
Universitas Sumatera Utara

bekerja sama (Robbins, 2006: 796). Menurut Sugiyono (2002: 17), ada beberapa
alasan mengapa masalah stres berkaitan dengan organisasi, diantranya adalah:
1.

Masalah stres adalah masalah yang sering dibicarakan dan posisinya sangat
penting dalam kaitannya dengan kinerja karyawan.

2.

Selain dipengaruhi oleh faktor faktor yang bersumber dari luar organisasi,
stres juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam organisasi.

3.

Pemahaman akan sumber-sumber stress yang disertai dengan pemahaman
terhadap cara mengatasinya, adalah penting sekali bagi karyawan dan siapa
saja yang terlibat dalam organisasi demi kelangsungan organisasi yang sehat
dan efektif.
Menurut Hurrel (dalam Munandar, 2002), stres menyebabkan seorang

individu tidak optimal dalam bekerja sehingga-menyebabkan seseorang mudah
terkena berbagai macam jenis penyakit dan dalam waktu tertentu akan
menimbulkan defresi sehingga individu tersebut tidak akan optimal dalam
bekerja. Menurut Hariandja (2006: 62), stres kerja adalah konsekuensi setiap
tindan dan situasi lingkungan kerja yang menimbulkan tuntutan psikologis dan
fisik yang berlebih pada seorang individu.

2.1.6. Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja
Menurut Robbins (2002: 38) ada beberapa faktor penyebab stres kerja,
antara lain: konflik antar pribadi dengan pimpinan, beban kerja yang sulit dan
berlebihan, terbatasnya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan, tekanan dan sikap
kepemimpinan yang kurang adil dan tidak wajar.

16
Universitas Sumatera Utara

Faktor- faktor penyebab stres kerja yaitu:
1. Beban Kerja
Beban kerja adalah keadaan dimana karyawan dihadapkan pada sejumlah
pekerjaan dan tidak mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Beban kerja yang cukup banyak menuntut seorang karyawan harus bekerja
dengan maksimal namun waktu jam kerja terbatas, hal ini membuat karyawan
akan stres dalam bekerja.
2. Waktu Kerja
Karyawan selalu dituntun untuk segera menyelesaikan tugas pekerja sesuai
dengan yang telah ditentukan. Dalam melakukan pekerjaannya karyawan merasa
dikejar oleh waktu untuk mencapai target kerja namun pendapatan tidak sesuai
dengan waktu kerja yang diberikan sehingga karyawan akan stress dalam bekerja.
3. Sikap Pimpinan
Dalam setiap organisasi kedudukan pemimpin sangat penting, seorang
pemimpin melalui pengaruhnya dapat memberikan dampak yang sangat berarti
terhadap aktivitas kerja karyawan. Pemimpin yang bijaksana dalam mengatur
karyawannya akan membuat karyawannya nyaman dalam bekerja, sebaliknya
pemimpin yang otoriter akan membuat karyawan stres dalam bekerja.
Menurut Robbins (2003: 370) ada tiga kategori potensi pemicu stres yaitu:
1.

Faktor lingkungan
Selain mempengaruhi disain struktur sebuah perusahaan, ketidakpastian

lingkungan juga mempengaruhi tingkat stres para karyawan dalam perusahaan.
Perubahan siklus bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi. Perubahan

17
Universitas Sumatera Utara

teknologi adalah faktor lingkungan yang dapat menyebabkan stres, karena
inovasi-inovasi baru yang dapat membuat keterampilan dan pengalaman seorang
karyawan berkurang dalam waktu singkat. Komputer, sistem robotik, otomatisasi
dan berbagai bentuk inovasi lain yang serupa merupakan ancaman bagi banyak
orang dan membuat seorang karyawan akan stres.
2.

Faktor-Faktor Perusahaan:
a. Tuntutan tugas: faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang, meliputi:
desain

pekerjaan

individual

(otonomi,

keragaman

tugas,

tingkat

otomatisasi), kondisi kerja dan tata letak fisik pekerjaan.
b. Tuntutan peran: peran yang berlebihan dialami ketika karyawan
diharapkan melakukan lebih banyak daripada waktu yang ada.
3.

Faktor-Faktor Pribadi
Faktor-faktor ini terutama adalah masalah keluarga, masalah ekonomi

pribadi, serta kepribadian dan karakter yang melekat dalam diri seseorang.
Berbagai kesulitan dalam hidup perkawinan, retaknya hubungan dan kesulitan
masalah disiplin dengan anak-anak merupakan masalah hubungan yang
menciptakan stres kerja bagi karyawan, kemudian terbawa sampai ke tempat
bekerja.
2.1.7. Dampak Stres Kerja pada Karyawan
Pengaruh stres kerja dapat merugikan karyawan, stres kerja menyebabkan
kuantitas kerja karyawan menjadi buruk yaitu karyawan bekerja tidak sesuai
dengan target dan kurang berkompetensi dalam bekerja. Selain itu karyawan akan

18
Universitas Sumatera Utara

mudah merasa lelah dan hasil kerja karyawan itu tidak akan memuaskan. Dampak
stres kerja bagii individu menurut Henry (2004: 15), antara lain:
1.

Kesehatan

Tubuh manusia dalam mencegah dan engatasi pengaruh penyakit tertent, dengan
cara memproduksi antibodi sehingga orang yang terkena stres mudah pula terkena
penyakit.
2.

Psikologis

Stres akan menyebabkan kekhatiran atau ketegangan secara terus menerus, dan
akan menyebabkan kurangnya ketelitian, kerapian dan ketuntasan dalam
melaksanakan pekerjaan.
3.

Interaksi interpersonal

Karyawan yang bekerja di suatu organisasi menunjukkan bahwa stres kerja
menyebabkan terjadinya ketegangan dan konflik antara pihak karyawan dengan
pihak manajemen. Tingginya emosi berpotensi mengambat kerja sama antara
individu satu dengan yang lain. Adanya pertentangan dengan satu individu dengan
individu lain menimbulkan kurangnya tingkat kenyamanan dalam bekerja.

2.1.8. Mengelola Stres Kerja
Menurut Robbins (2008: 377) dari sudut pandang perusahaan, manajemen
mungkin tidak peduli ketika karyawan mengalami tingkat stres rendah hingga
menengah, karena kedua tingkat stres ini mungkin bermanfaat dan membuahkan
kinerja karyawan yang lebih tinggi atau meski rendah tetapi berlangsung terus
menerus dalam periode yang lama dapat menurunkan kinerja karyawan.

19
Universitas Sumatera Utara

Ada dua pendekatan dalam mengelola stres kerja yaitu:
1.

Pendekatan Individual
Seorang karyawan memiliki tanggung jawab pribadi untuk mengurangi

tingkat stress. Strategi individual yang telah terbukti efektif meliputi penerapan
manajemen waktu, penambahan waktu olah raga, pelatihan relaksasi dan
perluasan jaringan dukungan sosial. Karyawan yang teratur, sering dapat
merampungkan pekerjaan dua kali lebih banyak daripada karyawan yang tidak
teratur. Karena itu pemahaman dan pemanfaatan prinsip-prinsip dasar manajemen
waktu dapat membantu individu mengatasi ketegangan akibat tuntutan kerja
secara lebih baik. Sofyan (2005: 134) menyatakan bahwa manajemen waktu
adalah hal yang harus diterapkan seorang individu dalam melaksanakan berbagai
pekerjaan, karena hal tersebut memudahkan seorang individu dalam mencapai
tujuan tertentu yang diperioritaskan.
Menurut Mondy (2005: 362) beberapa prinsip manajemen waktu yang dapat
dipraktekkan adalah:
a.

Membuat daftar kegiatan harian yang harus dirampungkan.

b.

Memprioritaskan kegiatan berdasarkan tingkat kepentingan dan urgensinya;

c.

Menjadwalkan kegiatan menurut prioritas yang telah disusun, serta

d.

Memahami siklus harian dan menangani pekerjaan yang paling banyak
menuntut dalam siklus kerja tertinggi ketika anda dalam keadaan paling siap
dan produktif.

20
Universitas Sumatera Utara

2.

Pendekatan Perusahaan
Beberapa faktor yang menyebabkan stres terutama tuntutan tugas dan

tuntutan peran dikendalikan oleh manajemen. Dengan sendirinya faktor-faktor
tersebut dapat dimodifikasi atau diubah. Strategi yang bisa manajemen
pertimbangkan meliputi: seleksi personel dan penempatan kerja yang lebih baik,
pelatihan, penetapan tujuan yang realistis, pendesainan ulang pekerjaan,
peningkatan keterlibatan karyawan, perbaikan dalam komunikasi perusahaan,
penawaran cuti panjang atau masa sabatikal (biasanya untuk penelitian, kuliah
atau

bepergian)

kepada

karyawan

dan

penyelenggara

program-program

kesejahteraan perusahaan. Rivai (2004: 145) menyatakan bahwa langkah pertama
dari program penanggulangan stres adalah mengakui bahwa stres itu ada, dan
harus difikirkan bagaimana cara seseorang

individu

menghilangkan stres

tersebut.

2.2. Penelitian Terdahulu
Perangin-Angin (2013) melakukan penelitian yang berjudul "Pengaruh
Jam Kerja dan Disiplin Kerja terhadap Stres Kerja Karyawan pada PT. Bank
Rakyat Indonesia Cabang Iskandar Muda. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Iskandar Muda. Tehnik
pengambilan sampel menggunakan Teknik Random Sampling. Teknik ini
dikatakan sederhana karena pengambilan anggota sampel dari anggota populasi
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata atau bagian yang ada dalam
populasi itu. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif

21
Universitas Sumatera Utara

dengan analisis Regresi Linier Berganda, dengan menggunakan uji t dan uji f .
berdasarkan hasil uji secara simultan (ujia F) bahwa Berdasarkan hasil uji secara
simultan (uji-F) bahwa ( P value = 0,000) < 0,05 -> Ho ditolak yang artinya secara
bersama-sama (serentak) terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari
variabel bebas yaitu jam kerja (X1) dan disiplin kerja (X2) terhadap variabel
terikat yaitu stres kerja (Y). Berdasarkan hasil uji parsial (uji-t) bahwa jam kerja
dan disiplin kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap stress kerja
karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Iskandar Muda.
Damanik (2007), melakukan analisis mengenai kualitas pelayanan yang
berjudul “Analisis Kualitas Pelayanan terhadap Citra Gleni International Hospital
Medan“. Dalam penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linear
berganda dan berdasarkan hasil uji-f diketahui bahwa secara simultan variabel
bebas yang terdiri dari bukti fisik, kehandalan, daya tanggap, jaminan dan empati
berpengaruh terhadap citra Gleni Hospital International, berdasarkan hasil uji-t
diketahui bahwa secar parsial seluruh variabel bebas berpengaruh positif dan
signifikan terhadap citra Gleni International Hospital. Berdasarkan koefisien
determinan diketahui bawa variabel bebas mempengaruhi citra rumah sakit
sebesar 81 %.
Penelitian tentang Pengaruh Stress Kerja dan Hukuman Disiplin Terhadap
Produktivitas Kerja Karyawan pada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)
Medan oleh Muharrany (2010). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah
stress kerja dan hukuman disiplin berpengaruh positif dan signifikan terhadap
produktivitas kerja karyawan. Teknik analisis data yang digunakan adalah metode

22
Universitas Sumatera Utara

analisis kuantitatif, uji validitas dan reliabilitas. Jenis data yang digunakan adalah
data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui studi dokumentasi dan
dengan cara memberikan daftar pertanyaan (questionnaire) dan melakukan
wawancara (interview) kepada karyawan, yang pengukurannya menggunakan
skala likert dan diolah secara statistik dengan program SPSS, yaitu uji-t dan
koefisien determinan (R2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel stress
kerja secara parsial berpengaruh signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan
dan variabel hukuman disiplin secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap produktivitas kerja karyawan. Nilai R square (angka korelasi atau r yang
dikuadratkan) sebesar 0,669. R square disebut juga dengan koefisien determinasi.
Besarnya nilai koefisien determinasi 0,669 atau sama dengan 66,9 %. Artinya 66,9
% produktivitas kerja karyawan pada PTPN III dapat dijelaskan oleh variabel
stress kerja dan variabel hukuman disiplin, sedangkan sisanya sebesar 33,1 %
dapat dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diteliti oleh penelitian ini.
Kasmarani (2012) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Beban Kerja
dan Mental Terhadap Stres Kerja pada Perawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD)
RSUD Cianjur. perawat merupakan profesi yang beresiko tinggi terhadap stres.
Faktor-faktor yang menjadi sumber terjadinya stres kerja pada perawat salah
satunya adalah beban kerja. Beban kerja terdiri dari beban fisik dan mental. beban
kerja fisik perawat meliputi mengangkat pasien, memandikan pasien, membantu
pasien ke kamar mandi, mendorong peralatan kesehatan, merapikan tempat tidur
pasien. beban kerja mental yang dialami perawat meliputi bekerja shift atau
bergiliran, mempersiapkan rohani mental pasien dan keluarga terutama bagi yang

23
Universitas Sumatera Utara

akan melaksanakan operasi atau dalam keadaan kritis , serta menjalin komunikasi
yang baik dengan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
antara variabel beban kerja fisik dan mental dengan stres kerja pada perawat di
IGD RSUD Cianjur. Jenis penelitian ini adalah penelitian explanatory research
dengan desain cross sectional dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman
dan Pearson Product Moment serta regresi linear sederhana. Sample diambil
secara purposive sampling. Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan beban kerja fisik (p=0,322) dan ada pengaruh beban
kerja mental (p=0,048)s

2.3. Kerangka Konseptual
Jam kerja adalah suatu standar waktu yang diberikan kepada individu atau
kelompok maupun perusahaan dalam menjalankan aktivitas atau kegiatan apapun
sehingga tercapai tujuan yang diharapkan dari waktu jam kerja tersebut. Jam kerja
sangat mempengaruhi hasil dari suatu pekerjaan yang dilakukan. Jam kerja kerja
dapat menjadi pemicu stres jika terlalu banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan
atau tidak terdapat waktu yang cukup untuk menyelesaikan suatu pekerjaan atau
dengan kata lain pekerja dituntut untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu
(Ivancevich, 2009: 298).
Siagian (2004: 105) menyatakan bahwa kualitas pelayanan merupakan
konsep yang terdiri dari lima dimensi, yaitu tangible, reliability, responsiveness,
assurance, dan emphaty. Stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai
seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang

24
Universitas Sumatera Utara

secara obyektif adalah berbahaya (Novitasari, 2003: 6). Apabila seseorang
karyawan terlalu lama bekerja tanpa istirahat, maka dengan sendirinya kelelahan
akan bertambah sehingga produktivitas akan menurun, menyebabkan karyawan
akan stress dalam bekerja.
Stres dapat berdampak negatif baik terhadap karyawan yang sedang
bekerja dan juga kepada perusahaan. Stres berdampak negatif kepada karyawan
bila stres tersebut menimbulkan sikap malas dalam bekerja, kurang bertanggung
jawab dan produktifitas kerja menurun.
Jam kerja dan pelayanan dapat mempengaruhi stres kerja karena beban
kerja yang tinggi namun tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
membuat perawat akan jenuh dalam bekerja. Hal ini mengakibatkan perawat stres
dalam bekerja. Sebaliknya, perusahaan akan akan selalu berusaha meningkatkan
pelayanan terhadap konsumen (pasien). Perusahaan mengharapkan karyawan
(perawat) dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada konsumen (pasien),
tetapi waktu jam kerja yang dibutuhkan tidak memadai untuk melayani harapan
konsumen. Adanya jam kerja yang cukup tinggi dan adanya kewajiban untuk
memberikan pelayanan yang optimal kepada konsumen (pasien) menyebabkan
karyawan (perawat) stres dalam bekerja. Berdasarkan uraian diatas maka dibuat
kerangka konseptual yang dapat dilihat pada gambar 2.1.

25
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1.
Kerangka Konseptual

Jam Kerja (X1)
Stres kerja karyawan (Y)

Pelayanan (X2)

Sumber: Ivencevich (2009: 298), Siagian (2003: 6), Novitasari (2003: 6) diolah

2.4. Hipotesis
Hipotesis merupakan kesimpulan sementara dari tinjauan teoritis yang
mencerminkan hubungan antara variabel yang sedang diteliti dan merumuskan
hipotesis yang berbentuk alur yang dilengkapi dengan penjelasan kualitatif.
Berdasarkan kerangka konseptual, penulis merumuskan hipotesis sebagai
berikut “Jam kerja dan Pelayanan berpengaruh signifikan terhadap stres kerja
karyawan”.

26
Universitas Sumatera Utara