Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Sumber Informasi Petani Padi di Kecamatan Sidorejo, Sidomukti dan Tingkir, Kota Salatiga T1 522008014 BAB IV

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Gambaran Umum Penelitian
Hasil dan pembahasan penelitian akan diawali dengan gambaran umum

tentang wilayah administratif Kota Salatiga, Dinas Petanian dan Perikanan Kota
Salatiga, dan gambararan umum responden di tiga kecamatan.

4.1.1 Wilayah Kota Salatiga
Kota Salatiga memiliki wilayah administratif dengan

luas 5.678 hektar

(56,78 km2), dengan ketinggian antara 450 – 825 mdpl. Keseluruhan wilayahnya
berbatasan dengan wilayah administratif Kabupaten Semarang. Dari luas
administratif yang ada, 799 hektar (14,07%) merupakan lahan sawah, 4.680 hektar
(82,43%) merupakan lahan kering dan 199 hektar (3,5%) adalah lahan lainya.
Menurut penggunaanya, sebagian besar lahan sawah digunakan untuk lahan sawah

berpengairan teknis (46,49%), sedangkan lainya berpengairan setengah teknis,
sederhana, tadah hujan, dan lain – lain. Lahan kering dipakai nuntuk tegal/kebun
sebesar 35,15% dari total bukan lahan sawah.
Secara administratif Kota Salatiga terbagi menjadi 4 kecamatan dan 22
kelurahan. Kecamatan dan Kelurahan tersebut meliputi:
1.

Kecamatan Sidorejo, terdiri dari 6 kelurahan : Blotongan, Sidorejo Lor,
Salatiga, Bugel, Kauman Kidul, dan Pulutan.

2.

Kecamatan Tingkir, terdiri dari 6 kelurahan : Kutowinangun, Gendongan,
Sidorejo Kidul, Kalibening, Tingkir Lor, dan Tingkir Tengah.

3.

Kecamatan Argomulyo, terdiri dari 6 kelurahan : Noborejo, Ledok, Tegalrejo,
Kumpulrejo, Randuacir, dan Cebongan.


4.

Kecamatan Sidomukti, terdiri dari 4 kelurahan : Kecandran, Dukuh,
Mangunsari, dan Kalicacing.
Dari keempat kecamatan yang ada, Kecamatan Argomulyo memiliki lahan

sawah yang paling sedikit, yaitu sebesar 29,91 ha. Sedangkan kecamatan yang lain
yaitu Kecamatan Sidorejo memiliki 388,75 ha lahan sawah, Kecamatan Tingkir
memiliki 315,77 ha lahan sawah dan Kecamatan Sidomukti memiliki 64,50 ha lahan

14

sawah. Hal ini sinergi dengan fakta dalam data Kecamatan Argomulyo dalam Angka,
bahwa memang kecamatan ini tidak mengutamakan padi sebagai komoditas yang
dibudidayakan. Namun, lebih berkonsetrasi pada tanaman holtikultura, dan ternak.
Bahkan data per kecamatan yang didapat dari Kecamatan Argomulyo, Tingkir,
Sidomukti dan Sidorejo dalam angka menunjukkan bahwa luas areal panen padi
sawah di Argomulyo paling sedikit yaitu 12 ha, kecamatan Tingkir 613ha,
Kecamatan Sidomukti 72 ha, dan Kecamtan Sidorejo 605 ha. Melihat fakta tersebut,
Pemerintah Kota Salatiga memilih 3 kecamatan yang dikonsentrasikan untuk usaha

tani padi. Wilayah tersebut ialah kecamatan Sidorejo, Sidomukti dan Tingkir.
Sedangkan untuk kecamatan Argomulyo, dikonsentrasikan untuk palawija.

4.1.2 Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga
Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga merupakan perpanjangan tangan
dari Pemerintah Kota Salatiga dalam melaksanakan kewenangan di bidang pertanian.
Kewenangan yang dimaksud antara lain perumusan kebijakan teknis di bidang
pertanian, penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang
pertanian, serta pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang pertanian meliputi
perternakan, tanaman pangan dan perikanan. Dalam melaksanakan kewenanganya,
Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga menggunakan berbagai cara agar
kebijakan maupun program yang ada benar – benar berasal dari aspirasi petani, untuk
kemudian dapat diaplikasikan dan dimanfaatkan oleh petani. Antara lain dengan
pembentukan Balai Penyuluh di tiap kecamatan, dan juga penggunaan sumber –
sumber informasi lainnya.
1.

Balai Penyuluhan Pertanian (BPP)
Dalam melaksanakan tugasnya, Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga


membentuk Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di tiap kecamatan. Yaitu BPP
Sidorejo, BPP Sidomukti, BPP Tingkir, dan BPP Argomulyo. Pembentukan BPP
tersebut bertujuan agar Dinas dapat lebih mudah untuk menyerap aspirasi,
memberikan solusi dan menerapkan kebijakan secara optimal. Melihat dari potensi
wilayah yang dimiliki oleh empat kecamatan di Salatiga, terdapat tiga BPP yang
dikonsentrasikan oleh Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga untuk menangani
komoditas padi. BPP yang dimaksud antara laian BPP Sidorejo, BPP Sidomukti dan

15

BPP Tingkir. Masing – masing BPP memiliki tugas dan tanggung jawab masing –
masing, yang pada intinya untuk mewujudkan visi dari Dinas Pertanian dan
Perikanan Kota Salatiga, yaitu “Terwujudnya petani Kota Salatiga yang mandiri,
berorientasi agribisnis dan ramah lingkungan”.
2.

Program Kerja
Dalam rangka pencapaian visinya, Dinas Pertanian dan Pertanian menjaring

aspirasi dari petani yang diwakili oleh ketua kelompok tani maupun ketua gabungan

kelompok tani serta pihak – pihak pemangku kepentingan lainya. Penjaringan
aspirasi tersebut dinamakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).
Selain itu, setiap tahunnya Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga melalui BPP
setempat membuat programa penyuluhan yang pada perencanaanya melibatkan
petani di wilayah tersebut, dan juga mempertimbangkan potensi serta perkembangan
usaha tani di daerah tersebut. Selama programa dibuat, akan dicantumkan kondisi
dari kegiatan usaha tani di kecamatan tersebut beserta dengan target – target yang
diharapkan. Target yang dimaksud meliputi target secara teknis bududaya, target
sosial, dan target ekonomi. Melalui media musrenbang dan pembuatan programa
penyuluhan media ini, diharapkan kebijakan yang diambil oleh Dinas Pertanian dan
Perikanan Kota Salatiga sudah melingkupi aspirasi petani dan kemudian dapat
dilaksanakan bersama.

4.1.3 Gambaran Umum Responden
Responden diambil di tiga Kecamatan di Salatiga, yang masing – masing
diwakili oleh satu wilayah kelurahan dan tiap kelurahan diwakili oleh satu kelompok
tani. Kecamatan Tingkir diwakili kelompok tani Marsudi Tani (Kutowinangun),
Kecamatan Sidorejo diwakili kelompok tani Ngudi Raharjo (Kauman Kidul),
Kecamatan Sidomukti diwakili kelompok tani Tani Agung (Dukuh). Dalam
keanggotaannya, kelompok tani Marsudi Tani terdapat 40 anggota yang mengolah 76

ha wilayah persawahan. Kelompok tani Ngudi Raharjo memiliki 60 anggota yang
mengolah 56 ha wilayah persawahan. Kelompok tani Tani Agung memiliki 50
anggota yang mengolah 20 ha wilayah persawahan. Data petani tersebut dapat dilihat
pada gambar 2.

16

Gambar 2. Gambaran Umum Responden
Sumber : Data Primer, 2014

Usia responden di wilayah Salatiga berkisar antara 29–74 tahun. Dari segi
usia, terdapat jarak yang cukup jauh (45 tahun) antara responden yang usianya relatif
muda hingga responden yang sudah tua. Jika diambil rata-rata, diperoleh bahwa ratarata responden berumur 53 tahun dengan sebaran 40% di rentang usia 46 – 55 tahun .
Rentang usia tersebut menunjukan bahwa pemuda di Salatiga tidak tertarik untuk
berprofesi sebagai petani. Pemuda diwilayah Tingkir lebih memilih untuk menjadi
buruh, maupun bekerja di bengkel, sedangkan pemuda diwilayah Sidorejo dan
Sidomukti, lebih tertarik ke ternak. Sedangkan jika melihat tingkat pendidikan, dari
30 responden, terdapat 10 responden merupaka lulusan SD, 9 responden lulusan
SMP, dan 11 responden lulusan SMA. Jika dikaitkan dengan konsep adopsi inovasi,
proses transfer knowledge akan terkendala masalah penalaran. Terlebih jika melihat

pengalaman bertani dimana terdapat 53% responden yang memiliki pengalaman
bertani lebih dari 15 tahun, hal ini akan tentu akan berdampak pada cepat lambatnya
proses transfer knowledge.

4.2

Ketersediaan Informasi
Selain memperoleh akses dari kelompok tani, responden memiliki beberapa

alternatif media yang dapat digunakan untuk mencari informasi usaha tani. Antara
lain dari Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga serta lembaga swasta dan non
pemerintahan lainya.
4.2.1 Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga
Setelah proses penjaringan aspirasi yang menghasilkan kebijakan dan
program kerja, dari segi teknis Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga juga

17

mendampingi petani dalam proses budidaya. Kegiatan pendampingan tersebut antara
lain penyuluhan dan pendampingan dari radio serta pamflet.

1.

Penyuluhan

Dari 30 responden, penyuluhan dikenal oleh seluruh responden. Karena kegiatan
penyuluhan sudah dikoordinasikan BPP dengan kelompok tani setempat, dan
dilaksanakan secara periodik (satu bulan sekali). Dalam pelaksanaanya BPP tiap
Kecamatan berperan sebagai pemberi materi sedangkan kelompok tani ataupun
gabungan kelompok tani setempat sebagai penyediaan tempat dan konsumsi.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk menyerap aspirasi petani dari segi teknis budidaya,
sosial ekonomi, kebijakan serta unuk mensosialisasikan program – program
pemerintah yang sifatnya insidental. Selain kegiatan penyuluhan, terdapat variasi
kegiatan antara lain demonstrasi plot (demplot), deminstrasi bibit unggul (dembul),
sekolah lapang pengolahan tani terpadu (SLPTT), dan sekolah lapang pengendalian
hama terpadu (SLPHT).
a)

Demonstrasi Plot (Demplot) dan Demonstrasi Bibit Unggul (Dembul)

Pada prinsipnya, kegiatan ini adalah kegiatan uji coba suatu teknologi yang sifatnya

baru. Teknologi yang dimaksud dapat berupa teknologi dalam hal jenis (bibit, pupuk,
pestisida, dll) maupun teknologi perlakuan (cara pengolahan lahan, pembibitan, cara
tanam, cara pemakaian pestisida, cara pemupukan, dll). Teknis dalam kegiatan ini,
BPP akan menentukan lokasi demplot atau dembul dengan bekerjasama dengan
petani yang akan menjadi sasaran adopsi teknologi. Hal ini dimaksudkan agar petani
dapat melihat langsung efek dari teknologi yang diterapkan. Dari 30 responden,
demplot dan dembul dikenal oleh seluruh responden. Bahkan 20 petani menyatakan
bahwa mereka juga memperhatikan proses dari awal hingga akhir.
b)

Sekolah Lapang Pengolahan Tani Terpadu (SLPTT) dan Sekolah Lapang
Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT)

Dari 30 responden, SLPTT dan SLPHT dikenal oleh seluruh petani. SLPTT dan
SLPHT merupakan program dari pemerintah pusat. Kegiatan ini tidak hanya
dikerjakan oleh BPP tiap kecamatan saja, namun juga melibatkan seluruh divisi dari
Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga. Karena didalam teknisnya, penyuluh
akan memantau petani dari awal proses budidaya hingga panen. Kegiatan diadakan
tiap 2 minggu sekali selama 12 kali pertemuan untuk membahas kondisi lapangan.


18

Baik kondisi tanaman maupun kondisi diluar budidaya. Dengan adanya
pendampingan secara rutin, diharapkan akan didapat hasil yang sesuai dengan target.
2.

Siaran Radio

Siaran radio eksklusif dari Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga,
memanfaatkan waktu yang memang disediakan oleh pihak Radio Suara Salatiga.
Dalam jadwalnya, kegiatan ini rutin dilaksanakan pada hari Senin pukul 10.00 WIB.
Informasi didalamnya berisi mengenai teknik – teknik budidaya, teknik mengatasi
organisme pengganggu tanaman, informasi mengenai kebijakan yang berkaitan dunia
pertanian, serta informasi kegiatan – kegiatan yang dilaksanakan oleh dinas
pertanian. Namun dari 30 responden, siaran radio hanya dikenal oleh 1 responden.
Sedangkan responden yang lain menyatakan bahwa tidak mengetahui ada siaran
radio dari Dinas Pertanian dan Perikanan.
3.

Flayer/Pamflet


Berisi informasi mengenai teknis penggunaan suatu kegiatan dari dinas, kebijakan,
atau petunjuk teknis suatu produk atau teknik budidaya. Ditujukan bagi pembaca
agar mengerti tujuan serta cara penggunaan (teknis) di lapangan. Dari 30 responden,
flayer/pamflet dikenal oleh seluruh responden. Namun, flayer/pamflet hanya
disimpan dan dibaca oleh 13 responden. Sedangkan 17 responden lainya menyatakan
bahwa mereka hanya menerima pamflet tersebut kemudian tidak membaca lagi.

4.2.2 Lembaga Swasta dan Non Pemerintah lainnya
Selain memperoleh akses dari Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga,
responden memiliki beberapa alternatif sumber swasta dan non penerintah antara lain
penyuluh swasta dan swadaya, toko pertanian, tengkulak, serta media cetak dan
elektronik.
1.

Penyuluh Swasta Dan Swadaya

Keberadaan penyuluh swasta dan swadaya tidak terlalu dikenal oleh petani di Kota
Salatiga. Penyuluh swadaya tidak pernah memberikan penyuluhan kepada kelompok
tani secara mandiri. Penyuluh swadaya selalu bekerja sama dengan penyuluh PNS
jika memberikan penyuluhan ke petani. Sedangkan untuk penyuluh swasta, hanya
kelompok tani di Kecamatan Tingkir dan Sidorejo yang pernah dikunjungi. Total
pertemuan dari penyuluh swasta diperkirakan hanya 3-4 kali selama kelompok tani

19

tebentuk. Bentuk penyuluh swadaya yang pernah mengunjungi kedua kecamatan
tersebut ialah perusahaan yang bergerak di bidang pertanian. Dari 20 responden yang
pernah mendapatkan penyuluhan, penyuluh swadaya terkendala masalah orientasi
bisnis. Akibatnya, penyuluh swadaya hanya menarik bagi 5 orang petani. Mereka
berpendapat bahwa penyuluhan dari pihak swasta dapat menambah pengetahuan
mereka. Namun, kelima petani tersebut menyatakan bahwa mereka terkendala di
dalam proses aplikasi karena tidak adanya pendampingan dari penyuluh swasta.
2.

Toko Pertanian

Di wilayah Salatiga, secara umum terdapat 5 toko pertanian yang menyediakan
saprodi bagi petani. Toko tersebut dibagi sesuai dengan kecamatan yang ada. Hal ini
bertujuan untuk memudahkan akses petani dan mencegah penumpukan petani ketika
membeli saprodi. Toko tersebut akan bekerjasama dengan Dinas Pertanian dan
Perikanan Kota Salatiga dalam menyediakan saprodi, terkhusus yang berhubungan
dengan subsidi saprodi. Dalam konteks sumber informasi, toko pertanian melalui
penjaga tersebut akan berinteraksi langsung dengan petani dalam proses jual beli.
Kemudian petani menanyakan saran pedagang untuk suatu produk saprodi (kelebihan
dan kekuranganya). Informasi yang disampaikan oleh pedagang tersebut akan
menjadi pertimbangan petani untuk memutuskan produk mana yang dipakai. Jika
dilihat dari sisi pedagang, proses memberikan saran ke petani tidak dilakukan dengan
sembarangan. Pedagang tersebut mencoba sendiri membuktikan kualitas produk
baru, atau mengumpulkan bukti berupa pendapat petani yang pernah menggunakan
produk tersebut. Dari 30 responden, toko pertanian dikenal oleh seluruh responden.
Sebanyak 23 petani mengaku sering datang ke toko pertanian untuk membeli saprodi
maupun untuk sekedar berbincang – bincang dengan pedagang di toko tersebut.
Sedangkan 7 lainya mengaku jarang mengakses sumber tersebut walaupun mengerti
lokasinya. Hal ini disebabkan karena ketujuh petani tersebut mengandalkan
kelompok tani untuk membeli saprodi. Sedangkan dari 23 petani yang ada, 20 petani
mengatakan bahwa ketika mereka datang ke toko pertanian, mereka juga ingin
mengetahui hal – hal baru berkaitan dengan saprodi.
3.

Tengkulak

Dari 30 petani, tengkulak dikenal oleh seluruh responden. Namun hanya 18
responden mengatakan bahwa mereka memiliki kedekatan dengan tengkulak, Hal ini

20

disebabkan karena proses jual beli yang sudah berlangsung selama bertahun – tahun.
Sedangkan 12 lainya mengatakan bahwa mereka mengenal adanya tengkulak, namun
untuk berbisnis, mereka lebih mengarah pada kelompok tani. Alasanya harga yang
didapat dari kelompok tani lebih tinggi, berkisar antara Rp.500.000,- hingga
Rp.1.500.000,-. Sebagai sumber informasi, tengkulak lebih spesifik pada penentuan
harga panen.
4.

Media Cetak Dan Elektronik

Akses dari media cetak dan elektronik didapat dari beberapa media, antara lain surat
kabar, radio, televisi, telepon genggam dan akses internet. Dari 30 responden,
didapat variasi kepemilikan dan juga variasi jumlah kepemilikan media cetak dan
elektronik tersebut. Variasi tersebut dapat dilihat gambar 3.

Gambar 3. Kepemilikan Media Cetak dan Elektronik
Sumber : Data Primer, 2014

Kepemilikan media cetak dan elektronik masih bisa dikatakan rendah. Dari 5
media cetak dan elektronik, hanya 2 media yang dimiliki lebih dari 50% petani
(televisi – 100% dan telepon genggam – 90%). Sedangkan kepemilikan surat kabar
tidak terlalu tinggi. Prosentase yang hanya 26% menunjukan petani tidak terbiasa
untuk membeli surat kabar. Kepemilikan radio dan internet juga masih dibawah 50%.
Prosentase ini tentu akan berpengaruh pada keberhasilan Dinas Pertanian dan
Perikanan yang menggunakan radio sebagai sumber informasi. Dilain sisi, akses
internet yang sudah dimiliki oleh 13 petani tidak diperoleh dari akses pemerintah
(program internet kecamatan) namun dari modem (8 petani) yang kemudian
dikoneksikan ke perangkat dan dari telepon genggam (5 petani). Sedangkan media
komputer juga tidak dimiliki lagi oleh petani. Dari delapan petani yang memiliki
laptop, mereka memang sengaja membeli laptop daripada komputer oleh karena
mempertimbangkan kemudahan mobilitas.

21

4.3

Efektifitas Sumber Informasi bagi Petani
Dari beberapa sumber informasi yang dikenal oleh responden, terdapat

variasi petani dalam memilih sumber informasi tersebut. Variasi tersebut terdapat
pada tiap informasi usaha tani. Seperti pada tabel 2.
Tabel 2. Penggunaan Sumber Informasi menurut kegiatan Usaha Tani
Kegiatan
Usaha Tani
Pembibitan
Pengolahan lahan
Penanaman
Pemeliharaan
Pengendalian Hama dan
Penyakit
Panen
Ketersediaan Saprodi
Harga Jual
Kebijakan Pemerintah
Sumber : Data Primer, 2014

Kelompok
Tani
30
30
30
30

Sumber Informasi
Toko
Penyuluh
Tengkulak
Pertanian
30
30
30
30
-

Media Cetak
Dan Elektronik
2
2

30

30

17

-

-

30
30
30
30

30

23
-

18
-

8
3

Melihat data diatas, maka dapat diketahui bahwa terdapat variasi sumber
informasi yang digunakan oleh responden untuk memperoleh suatu informasi usaha
tani. Berdasarkan banyaknya informasi usaha tani dan jumlah responden yang
memilih, kelompok tani adalah sumber informasi yang paling efektif bagi petani.
Diikuti oleh penyuluh, toko pertanian, tengkulak kemudian media cetak dan
elektronik. Berikut merupakan penjabaran tiap sumber informasi :
1.

Kelompok Tani
Dari 30 responden, kelompok tani dipilih oleh seluruh responden untuk

mendapatkan seluruh informasi usaha tani yang dibutuhkan. Proses musyawarah
pada kelompok tani dimulai dari pemilihan bibit, penyemaian, penanaman, pemilihan
pupuk, dan pemilihan pestisida secara keseluruhan dimusyawarakan dengan tujuan
pelaksanaan dilapangan dapat mencapai keseragaman. Sedangkan untuk ketersediaan
saprodi, kelompok tani membuat Rancangan Definitif Kebutuhan Kelompok
(RDKK) dimana keseluruhan kebutuhan pupuk dari kelompok tani tersebut
diakumulasi untuk kemudian diajukan kepada Dinas Pertanian. Dengan adanya
RDKK ini, maka petani dapat memperoleh pupuk subsidi. Begitu juga ketika panen,
kelompok mengadakan musyawarah untuk menentukan harga panen jika. Ini
ditujukan agar harga tidak dimainkan oleh tengkulak. Dan berkaitan dengan
kebijakan pemerintah, kelompok tani merupakan sarana publikasi kebijakan yang
22

akan maupun sudah dilakukan, yang didalamya akan terjadi diskusi dua arah antara
petani dan pemerintah.
2.

Penyuluh
Dari 9 informasi usaha tani yang diamati, penyuluh dipilih oleh seluruh

petani untuk memperoleh 6 aspek informasi usaha tani. Antara lain pembibitan,
pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, serta
kebijakan pemerintah. Jika dilihat lebih dalam lagi, 5 dari 6 informasi usaha tani
yang dipilih, merupakan informasi yang berkaitan dengan budidaya. Hal ini
berbanding lurus dengan fakta bahwa penyuluh mengenalkan kegiatan Demplot,
Dembul, SLPTT, dan SLPHT yang kesemuanya merupakan program yang
berkonsentrasi pada proses budidaya. Selain itu, penyuluh juga dipilih responden
untuk memperoleh informasi usaha tani yang berkaitan kebijakan. Hal ini didukung
adanya pertemuan rutin yang juga menjadi sarana publikasi kebijakan pemerintah.
Sedangkan informasi seperti panen, ketersediaan saprodi dan harga, sumber
informasi selain penyuluh lebih dipilih oleh petani.
3.

Toko Pertanian
Didalam interaksi yang dibangun antara petani dan toko pertanian, terdapat

tukar menukar informasi. Hal ini berdampak bagi toko pertanian dalam menjual
produk, dan petani dalam membeli suatu produk. Dari 30 responden, toko pertanian
dipilih 23 petani untuk memperoleh informasi mengenai ketersediaan saprodi. Serta
dipilih 17 petani untuk memperoleh informasi mengenai penanggulangan hama dan
penyakit. Sedangkan beberapa toko pertanian tidak dipilih sebagian petani untuk
memperoleh informasi usaha tani antara lain karena frekuensi kunjungan ke toko
pertanian yang tidak terlalu sering, dan didukung karena kelompok tani sudah
keperluan saprodi. Dilihat dari segi prosentase yang besarnya antara 77% dan 57%,
toko pertanian efektif dan efisen untuk memperoleh informasi mengenai ketersediaan
saprodi serta penanggulangan hama dan penyakit.
4.

Tengkulak
Dari 30 responden, tengkulak dipilih 18 petani untuk memperoleh mengenai

harga jual. Petani yang memilih tengkulak karena telah terbiasa menjual produknya
ke tengkulak tersebut dalam waktu yang lama. Sedangkan tengkulak tidak menjadi

23

pilihan 12 petani yang lain untuk mencari informasi mengenai harga jual disebabkan
harga jual diperoleh dari harga dari koperasi kelompok tani.
5.

Media cetak dan elektronik
Kepemilikan televisi dan telepon genggam yang tinggi serta variasi

kepemilikan antara 2 – 4 media informasi tiap petani ternyata tidak terlalu
mempengaruhi petani dalam memilih media cetak maupun elektronik untuk
memperoleh informasi usaha tani. Media cetak dan elektronik hanya dipilih 8 petani
untuk mecari 4 informasi usaha tani. Prosentase yang berkisar 27% untuk informasi
harga jual dan 7% untuk informasi pembibitan dan informasi pemeliharaan, tentu
masih bisa ditingkatkan lagi. Terlebih jika melihat radio yang dipilih Dinas Pertanian
dan Perikanan untuk menyalurkan informasi usaha tani. Petani beralasan faktor
keterbatasan waktu, dan penguasaan teknologi menjaadi kendala utama. Sosialisai
dari Dinas terkait mengenai penggunaan media cetak dan elektronik, juga dianggap
belum maksimal oleh petani.

4.4

Analisis Kriteria Pemilihan Sumber Informasi
Sumber informasi dipilih petani dengan kriteria yang bervariasi. Antara lain

mudah dipahami (comprehensibility), bermanfaat, akurat, keandalan (realibility),
tepat waktu, ketersediaan (availability), relevansi dan konsisten.
1.

Kelompok Tani

Gambar 4. Grafik Kriteria Pemilihan Kelompok Tani
Sumber : Data Primer, 2014

Untuk sumber informasi melalui kelompok tani, kriteria ketersedian dan
relevansi serta kriteria mudah dipahami (comprehensibility) yang dianggap petani
sebagai keunggulan sumber informasi ini.
Dari segi ketersediaan (availability), kelompok tani merupakan media yang
memiliki kemudahan dalam hal ketersediaan. Adanya jadwal rutin pertemuan
24

kelompok tani ditanggapi baik oleh petani. Dari segi relevansi, petani berpendapat
sumber ini relevan dalam memberi informasi. Informasi yang diberikan sesuai
dengan kebutuhan maupun permasalahan mereka. Dari kriteria mudah dipahami
(comprehensibility), kesamaan latar belakang budaya juga pendidikan membuat
materi pertemuan rutin mudah dipahami. Namun, kelompok tani juga dianggap
beberapa responden tidak terlalu jelas dalam menyampaikan informasi, terutama
dalam masalah budidaya dan kebijakan. Sehingga terkadang masih perlu bertanya
kembali ke pengurus maupun ke penyuluh.
Dari segi keandalan (reliability), kedekatan antar anggota kelompok,
menyebabkan petani berpendapat sumber ini dapat diandalkan. Namun, karena sering
terjadi salah persepsi oleh anggota kelompok tani terhadap suatu informasi,
kelompok tani belum dianggap handal oleh beberapa petani. Dari segi konsistensi,
faktor keberlanjutan suatu informasi juga menjadi pertimbangan petani dalam
memilih dan mempercayai sumber informasi. Pendampingan lebih disukai ketimbang
sumber yang menuntut kemandirian petani untuk mempraktekan informasi yang
didapat. Dari segi manfaat, terdapat responden yang berpendapat bahwa kedua
sumber tersebut hanya bermanfaat secara pengetahuan, tapi jarang secara teknis.
Sehingga manfaat nyata belum tentu bisa dirasakan. Dari kriteria akurasi, petani
menganggap bahwa kelompok tani memiliki akurasi yang baik karena ada bukti
nyata pelaksanaanya. namun hasil akhir dari suatu teknolohi baru terkadang tidak
sesuai harapan awal. Dari segi ketepatan waktu, jadwal rutin pertemuan kelompok
tani membuat sumber informasi ini dianggap petani tepat waktu. Namun, karena
pertemuan rutin juga yang membuat kedua sumber ini tidak tepat waktu terutama
ketika petani membutuhkan reaksi yang cepat.
2.

Penyuluh

Gambar 5. Grafik Kriteria Pemilihan Penyuluh
Sumber : Data Primer, 2014

25

Untuk

sumber

informasi

melalui

penyuluh,

kriteria

ketersediaan

(availability), relevansi dan mudah dipahami (comprehensibility) menjadi kriteria
yang dianggap petani sebagai keunggulan sumber informasi ini.
Dari segi ketersediaan (availability), penyuluh dianggap sumber yang
memiliki kemudahan dalam hal ketersediaan. Adanya jadwal rutin ditanggapi baik
oleh petani. Dari segi relevansi, penyuluh dianggap petani relevan dengan
permasalahan mereka. Namun beberapa petani berpendapat penyuluh lebih
mengutamakan agenda ataupun programnya. Dari segi mudah dipahami
(comprehensibility), penyuluh yang dinilai petani memiliki tata bahasa yang mudah
dipahami, adanya diskusi dua arah, juga kemasan materi yang sesuai kemampuan
penalaran petani, menjadi alasan mengapa informasi dari penyuluh dikatakan petani
mudah dipahami.
Dari segi keandalan (reliability), penyuluh dinilai petani dapat diandalkan.
Rasa percaya terhadap penyuluh sebagai pihak yang berkompeten menjadi alasan
petani mengandalkan sumber informasi ini. Namun image pemerintah yang
terkadang mengambil keuntungan berupa anggaran, menyebabkan beberapa petani
cukup antipati terhadap penyuluh. Dari segi konsistensi, faktor keberlanjutan suatu
informasi dalam bentuk pendampingan lebih disukai ketimbang sumber yang
menuntut kemandirian petani untuk mempraktekan informasi yang didapat. Dari segi
manfaat, responden berpendapat bahwa apa yang disampaikan penyuluh dapat
bermaafaat untuk mengatasi kendala teknis terutama yang berkaitan dengan proses
budidaya. Namun penyuluh juga dianggap beberapa responden tidak memberikan
manfaat, terutama secara aplikasi yang dinilai tidak optimal jika tidak ada
pendampingan ataupun jika belum ada teman sesama petani yang telah mencoba.
Dari segi akurasi, penyuluh dipilih karena akurasi informasi yang mereka
percayai. Adanya hasil yang nyata menjadi salah satu kriteria agar informasi dapat
diterima petani. Penyuluhan yang dimodifikasi dalam bentuk demplot, dembul,
SLPTT dan SLPHT menjadi faktor pendukung. Sedangkan responden yang
menganggap bahwa akurasi dari penyuluhan masih kurang, disebabkan karena
penyuluh sering hanya memberikan saran teoritis. Responden menyarankan kegiatan
SLPTT dan SLPHT menjadi kegiatan penyuluhan itu sendiri. agar menambah akurasi
informasi yang dibawa penyuluh.

26

Dari segi ketepatan waktu, jadwal rutin penyuluhan membuat sumber
informasi ini dianggap petani tepat waktu. Namun, karena pertemuan rutin juga yang
membuat kedua sumber ini tidak tepat waktu terutama ketika petani membutuhkan
reaksi yang cepat.
3.

Toko Pertanian

Gambar 6. Grafik Kriteria Pemilihan Toko Pertanian
Sumber : Data Primer, 2014

Untuk sumber informasi melalui toko pertanian, kriteria mudah dipahami
(comprehensibility), bermanfaat, serta keandalan (realibility) menjadi kriteria yang
dianggap petani sebagai keunggulan sumber informasi ini.
Dari segi mudah dipahami (comprehensibility), responden berpendapat
bahwa informasi mengenai ketersediaan saprodi cukup jelas. Bahkan terkadang lebih
teknis dari penjelasan penyuluh. Begitu pula mengenai informasi teknis cara
penggunaan saprodi yang mudah dipahami. Dari segi manfaat, selain dianggap
bermanfaat oleh mayoritas responden, terdapat responden yang berpendapat bahwa
kedua sumber tersebut hanya bermanfaat secara pengetahuan, tapi jarang secara
teknis. Sehingga manfaat nyata belum tentu bisa dirasakan. Dari segi keandalan
(reliability), toko pertanian dianggap mayoritas petani bahwa sumber ini dapat
diandalakan. Oleh karena pengetahuan dari saprodi yang sudah cukup detail juga
kemampuan menjelaskan produk dengan baik. Namun, toko pertanian juga dianggap
beberapa petani bahwa pedagang memiliki tujuan bisnis. Sehingga, terkadang
mengarahkan ke produk yang menguntungkan toko pertanian.
Dari segi relevansi, toko pertanian dianggap petani memberikan informasi
yang relevan karena petani sendiri yang menanyakan permasalahanya ke toko
pertanian. Namun sumber informasi ini juga terkadang dianggap menjawab
pertanyaan mereka dengan mengarahkan ke suatu produk, yang bertujuan agar petani
membeli produk tersebut. Dari segi ketersediaan (availability), bagi petani yang
27

aktif mencari informasi, sumber informasi toko pertanian lebih disukai karena dapat
diakses sesuai kebutuhan. Dari segi akurasi, hasil dari informasi dari toko pertanian,
dinilai responden baik. Namun, responden lainnya beranggapan jika hasil dari
penggunaan saprodi tidak seperti informasi yang didapat.
Dari segi tepat waktu, toko pertanian dianggap 5 responden berpendapat
bahwa informasi yang didapat tepat waktu. Yakni ketika mereka ingin membeli
saprodi, mereka juga mendapatkan informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan
saprodi tersebut. Dari kriteria konsistensi, toko pertanian dianggap memiliki
informasi yang sifatnya dinamis. Perubahan informasi yang cepat, membuat petani
bingung. Seperti pada toko pertanian yang jika ada produk baru, maka toko pertanian
akan mengarahkan pada produk tersebut.
4.

Tengkulak

Gambar 7. Grafik Kriteria Pemilihan Tengkulak
Sumber : Data Primer, 2014

Untuk sumber informasi melalui tengkulak, kriteria mudah dipahami
(comprehensibility), tepat waktu, serta ketersediaan (availability) menjadi kriteria
yang dianggap petani sebagai keunggulan sumber informasi ini.
Dari kriteria mudah dipahami (comprehensibility), responden berpendapat
bahwa informasi harga yang didapat, mudah untuk dipahami. Dari informasi harga
tersebut, petani dapat membandingkan harga di tengkulak lain maupun harga di
kelompok tani. Dari segi ketepatan waktu, tengkulak dianggap petani tepat waktu.
Sebab selalu ada ketika petani membutuhkan informasi harga untuk menjual hasil
panennya. Dari segi ketersediaan (availability) tengkulak dianggap petani sebagai
sumber informasi yang memiliki kemudahan dalam hal ketersediaan. Adanya
kunjungan tengkulak ketika musim panen ditanggapi baik oleh petani.
Dari segi keandalan (reliability), tengkulak dianggap mayoritas petani dapat
diandalkan sebab adanya kedekatan personal. Namun, tengkulak dianggap petani
28

memiliki orientasi bisnis. Sehingga masih perlu kroscek informasi harga yang
didapat dari tengkulak. Dari segi relevansi, tengkulak dianggap mayoritas petani
informasi harga yang diberikan sudah sesuai dengan kebutuhan mereka. Namun,
orientasi bisinis yang dibawa membuat sumber ini dianggap beberapa responden
kurang relevan terhadap kondisi di lapangan. Dari segi manfaat, terdapat responden
yang berpendapat bahwa harga dari tengkulak sudah diketahui oleh mereka, sebelum
tengkulak tersebut memberi informasi mengenai harga jual. Sehingga manfaat yang
dirasakan tidak terlalu terasa. Dari segi akurasi, informasi yang dibawa oleh
tengkulak dianggap petani perlu di kroscek kembali ke pohak lainnya. Hal ini
berhubungan dengan orientasi bisnis yang dibawa oleh tengkulak. Dari segi
konsistensi, perubahan informasi yang cepat, membuat petani bingung. informasi
harga yang fluktuatif membuat petani menganggap sumber ini kurang konsisten.
5.

Media Cetak dan Elektronik

Gambar 8. Grafik Kriteria Pemilihan Media Cetak dan Elektronik
Sumber : Data Primer, 2014

Untuk sumber informasi melalui media cetak dan elektronik, kriteria
bermanfaat, tepat waktu serta relevansi menjadi kriteria yang dianggap petani
sebagai keunggulan sumber informasi ini.
Dari segi manfaat, sumber informasi ini dianggap memberikan pengetahuan
yang sangat beragam untuk kemudian memberikan inspirasi dalam hal inovasi di
dunia pertanian. Dari segi ketepatan waktu, untuk media cetak dan elektronik,
dianggap tepat waktu. Karena dapat diakses kapanpun. Dari segi relevansi, untuk
media cetak dan elektronik, dianggap petani relevan karena responden sendiri yang
mencari informasi sesuai kebutuhan mereka.
Dari segi ketersediaan (availability), meskipun dianggap mayoritas petani
dapat diakses kapanpun dimanapun, faktor dalm akses yang memerlukan biaya lebih
menjadi faktor yang dianggap beberapa petani sebagai penghambat. Dari segi

29

mudah dipahami (comprehensibility), tidak adanya interaksi dua arah antara petani
dan informan, menyebabkan media cetak dan elektronik sulit dipahami oleh petani.
Dari segi akurasi, media cetak dan elektronik hanya dipilih 3 responden dalam hal
akurasi. Sedangkan responden lainya berpendapat bahwa siapapun dapat berpendapat
di media cetak dan elektronik. Oleh karena itu perlu informasi tambahan dari sumber
informasi yang lain. Dari kriteria keandalan (reliability), media cetak dan
elektronik, dianggap 3 petani bisa diandalakan, sebab mereka juga mendapatkan
informasi dari sumber yang informasinya mereka percayai. Seperti dari pemerintah,
dan petani yang sukses. Namun, sumber ini juga dianggap petani kurang dapat
diandalkan. Karena informasi yang diberikan bersifat normatif saja bukan secara
teknis. Dari kriteria konsistensi, media cetak dan elektronik dianggap memiliki
informasi yang sifatnya dinamis. Perubahan informasi yang cepat, membuat petani
bingung.
6.

Kriteria Pemilihan Sumber Informasi bagi Petani di Salatiga

Gambar 9. Grafik Kriteria Pemilihan Kelompok Tani
Sumber : Data Primer, 2014

Secara

umum,

mempertimbangan

3

sumber

informasi

kriteria.

Antara

dipilih
lain

mayoritas
kriteria

petani

mudah

karena
dipahami

(comprehensibility), relevansi, serta kriteria ketersediaan (availability). Dari ketiga
kriteria ini, dapat dikatakan bahwa petani mengutamakan sumber informasi yang
informasinya mudah dipahami (comprehensibility). Kriteria ini membuat petani
mengerti maksud dan tujuan dari informasi tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan
bentuk pesan yang sesuai dengan keadaan petani. Baik dalam segi bahasa, maupun

30

penalaran. Kriteria relevansi berarti memiliki kesesuaian informasi dengan
permasalahan yang sedang dihadapi oleh petani tersebut. Kriteria ini dianggap petani
sebagai kriteria yang penting untuk menentukan suatu sumber informasi. Oleh karena
itu dibutuhkan kepekaan dari komunikator mengenai permasalahan petani dilapangan
sebelum memberikan informasi melalui sumber informasi. Kriteria ketersediaan
(availability) berati kemudahan akses dari petani ke sumber informasi tersebut.
Dengan ada kendala keterbatasan dari segi petani, sumber informasi dituntut untuk
semakin mudah diakses dari segi biaya, tenaga dan waktu.
Ketiga kriteria ini yang perlu diprioritaskan oleh komunikator ketika akan
memilih sumber informasi. Perlu juga ada perbaikan untuk kriteria yang lain sesuai
dengan prioritas kriteria yang dipertimbangkan oleh petani. Dengan adanya
perbaikan yang mempertimbangkan kriteria – kriteria tersebut, diharapkan akan
makin banyak sumber informasi yang efektif bagi petani serta ada variasi
penggunaan sumber informasi yang lebih beragam.

31

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Etika Tenaga Kerja Petani Padi Dusun Plumpungan, Kelurahan Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga T1 522009009 BAB I

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Etika Tenaga Kerja Petani Padi Dusun Plumpungan, Kelurahan Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga T1 522009009 BAB II

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Etika Tenaga Kerja Petani Padi Dusun Plumpungan, Kelurahan Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga T1 522009009 BAB IV

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Etika Tenaga Kerja Petani Padi Dusun Plumpungan, Kelurahan Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga T1 522009009 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Etika Tenaga Kerja Petani Padi Dusun Plumpungan, Kelurahan Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Sumber Informasi Petani Padi di Kecamatan Sidorejo, Sidomukti dan Tingkir, Kota Salatiga T1 522008014 BAB I

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Sumber Informasi Petani Padi di Kecamatan Sidorejo, Sidomukti dan Tingkir, Kota Salatiga T1 522008014 BAB II

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Sumber Informasi Petani Padi di Kecamatan Sidorejo, Sidomukti dan Tingkir, Kota Salatiga T1 522008014 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Sumber Informasi Petani Padi di Kecamatan Sidorejo, Sidomukti dan Tingkir, Kota Salatiga

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Sumber Informasi Petani Padi di Kecamatan Sidorejo, Sidomukti dan Tingkir, Kota Salatiga

0 0 6