Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penjejak Radiasi Matahari Menggunakan Algoritma Plataforma Solar De Almerya (PSA) untuk Menggerakan Stirling Engine T1 612009024 BAB II

BAB II
DASAR TEORI
Pada bab ini akan dijelaskan beberapa teori pendukung yang digunakan
sebagai acuan dalam merealisasikan sistem pada skripsi ini. Pada sub bab 2.1
akan dijelaskan mengenai Algoritma Plataforma Solar de Almerýa ( PSA ) dan
pada sub bab 2.2 akan dijelaskan mengenai mesin Stirling. Algoritma Plataforma
Solar de Almerýa ( PSA ) digunakan untuk mendeteksi letak matahari dengan
masukan nilai – nilai koordinat yang telah ditentukan, tanggal dan waktu sekarang
menjadi nilai sudut altitude dan azimuth.
2.1. Algoritma Plataforma Solar de Almerýa ( PSA )
Pada flowchart Gambar 2.1 adalah cara menggunakan algoritma PSA
yang terdapat nilai – nilai tertentu yang telah ditentukan. Nilai – nilai yang
sudah ditentukan adalah Date, Time, latitude, longitude dan GMT offset.
Penjelasan tentang rumus – rumus algoritma PSA akan dijelaskan pada sub
bab – sub bab berikut ini.

GMT offset

Local Standard Time
Meridian (LSTM)


Date

Equation of
Time (EOT)

Time

Local Time (LT)

Latitude
Altitude Angle
Declination
Angle

`

Longitude
Time Correction
Factor (TC)


Local Solar
Time (LST)

Hour Angle
(HRA)

Azimuth Angle

Gambar 2.1. Flowchart Pengunaan Algoritma PSA.

5

2.1.1.

Local Solar Time ( LST ) and Local Time ( LT )
Pada Jam 12 siang Local Solar Time ( LST ) didefinisikan sebagai

titik tertinggi matahari di langit. Umumnya Local Time ( LT ) bervariasi
karena eksentrisitas orbit bumi dan tergantung pada tempatnya yang telah
terbagi dalam zona waktu. [1]

2.1.2.

Local Standard Time Meridian ( LSTM )
Local Standard Time Meridian ( LSTM ) adalah acuan untuk

meridian yang digunakan untuk zona waktu tertentu dan hampir sama
dengan prime meridian, yang digunakan untuk Greenwich Mean Time.
LSTM diilustrasikan pada Gambar 2.2. [1]

Gambar 2.2. Local Standard Time Meridian..
LSTM dihitung menurut persamaan berikut :

= 15°. ∆

(1)

Dimana ΔTGMT adalah perbedaan dari Local Time (LT) dan Greenwich
Mean Time (GMT) dalam jam. 15°= 360°/24 hours.

2.1.3.


Equation of Time ( EOT )
Equation of Time ( EoT ) ( dalam menit ) adalah persamaan empiris

yang mengoreksi eksentrisitas orbit bumi dan kemiringan sumbu bumi.
Persamaan pada Equation of Time ditujukan pada persamaan (2). [1]



= 9.87 sin 2

− 7.53 cos( ) − 1.5 sin
6

(2)

Dimana

Dalam derajat dan d adalah jumlah hari sejak awal tahun ini. Waktu
koreksi EoT diplot pada Gambar 2.3 dibawah ini.


Gambar 2.3. Waktu Koreksi EoT.
2.1.4.

Time Correction Factor ( TC )
Time Correction Factor ( dalam menit ) ikut serta dalam menghitung

pada variasi Local Solar Time ( LST ) dalam zona waktu yang diberikan
karena variasinya bujur dalam zona waktu dan juga mengabungkan
persamaan (2) EoT diatas. [1]



=4

+ �

(3)

Factor dari 4 menit berasal dari fakta bahwa bumi berputar 1° setiap 4

menit.
2.1.5.

Local Solar Time ( LST )
Local Solar Time ( LST ) dapat ditemukan dengan menggunakan dua

persamaan pengkoreksian untuk menyesuaikan waktu setempat / Local
Time ( LT ). [1]

=

+
7

60

(4)

2.1.6.


Hour Angle (HRA)
Hour Angle mengubah Local Solar Time ( LST ) ke jumlah derajat

dimana matahari bergerak melintasi langit. Menurut definisi, Hour Angle
adalah 0° pada siang hari atau jam 12 siang, Karena bumi berputar 15° per
jam, setiap jam berlalu dari siang hari sesuai dengan gerakan sudut
matahari di langit dari 15° ( hal ini dapat dibuktikan gerakan sudut
matahari setiap jamnya akan bergerak 15° dihitung dari siang hari). Dalam
pagi hari Hour Angel akan bernilai negatif, sedangkan pada sore hari Hour
Angel bernilai positif. [1]

= 15 (
2.1.7.

Sudut Deklinasi ( Declination Angle)

− 12)

(5)


Sudut deklinasi, dinotasikan dengan δ, musim yang bermacammacam disebabkan oleh kemiringan bumi pada poros rotasinya dan rotasi
yang mengelilingi matahari. Jika bumi tidak memiliki kemiringan pada
poros rotasinya, maka deklinasi akan selalu menjadi 0°. Namun, bumi
memiliki kemiringan 23.45° dan sudut deklinasi bernilai variasi antara
plus atau minus. Hanya pada musim semi dan gugur waktu matahari lewat
khatulistiwa ( equinoxes ) memiliki sudut deklinasi sama dengan 0°.
Rotasi bumi mengelilingi matahari dan perubahan sudut deklinasi
ditampilkan dalam Gambar 2.4. [1]

Gambar 2.4. Kemiringan sudut perubahan dari titik matahari.
8

Sudut deklinasi dapat dihitung dalam persamaan berikut ini :

� = sin−1 { sin(23.45°) sin[

360
365

− 81 ] }


(6)

Dimana d adalah hari sepanjang tahun dengan bernilai 1 = 1 Jan

sebagai d. Deklinasi bernilai nol saat waktu matahari lewat khatulistiwa
(equinoxes) pada tanggal 22 maret dan 22 september, positif selama
musim panas di belahan bumi utara dan negative selama musim dingin di
belahan bumi utara. Deklinasi mencapai maksimal 23.45° pada tanggal 22
juni (titik balik matahari musim panas di belahan bumi utara) dan minimal
-23.45° pada 22 desember ( titik balik matahari musim dingin di belahan
bumi utara ).
2.1.8.

Sudut Elevasi / Altitude
Sudut elevasi (elevation angle) adalah tinggi sudut matahari dilangit

diukur dari horizontal. Selain itu, baik altitude dan elevasi juga digunakan
untuk mengambarkan ketinggian dalam meter diatas permukaan laut.
Ketinggian elevasi adalah 0° saat matahari terbit dan 90° ketika matahari

tepat diatas kepala. Sudut elevasi bervariasi sepanjang hari. Hal ini
tergantung pada lokasi garis lintang (latitude) tertentu dan hari dalam
setahun. Elevasi dinotasikan α dapat ditemukan dengan mengunakan
rumus berikut ini [2]:

� = sin−1 [ sin � sin � + cos � cos � cos(

)]

(7)

Dimana � adalah sudut deklinasi , � adalah garis lintang latitude dan HRA
adalah hour angle.

9

Gambar 2.5. Sudut Elevasi Pada Matahari.

2.1.9.


Sudut Azimuth
Sudut azimuth adalah arah kompas dari sinar matahari yang akan

datang. Pada siang hari, matahari selalu berpaling ke selatan di belahan
bumi utara dan ke utara pada belahan bumi selatan. Sudut azimuth dengan
utara = 0° dan selatan = 180°, sehingga membuat sudut azimuth 90° saat
matahari terbit dan 270° saat matahari terbenam. [3]

Gambar 2.6. Sudut Azimuth.
Jadi sudut Azimuth pada matahari :

= cos −1 [

sin � cos ∅−cos � sin ∅ cos (
cos �

)

]

Dimana α adalah elevasi. Persamaan diatas hanya memberikan nilai
azimuth yang benar pada saat pagi hari, sehingga:
Azimuth = Azi, dari LST 12 or HRA > 0
10

(8)

Contoh perhitungan pada algoritma PSA dengan date / tanggal 20– 05–
2015, time (waktu) 8:00:00, latitude sebesar -7,34, longitude sebesar 110,45
dan GMT offset sebesar 7.
Berikut ini langkah – langkah untuk mencari nilai sudut altitude dan
azimuth pada matahari.


LT = jam + ( menit / 60) = 8 + 0 = 8.



LSTM = 15 * GMT offset = 15 * 7 = 105.



Sebelum kita mencari EoT, kita menghitung nilai B = 360/365
(d – 81) = 360/365 (140 – 81) = 58,191. Variabel d adalah
jumlah hari sejak awal tahun ini, jadi jumlahnya 31 + 28 + 31 +
30 + 20 = 140. Jadi kita dapat mencari nilai EoT = 9,87
sin(2*58,191) – 7,53 cos(58,191) – 1,5 sin(58,191) = 3,59.



TC = 4 * ( longitude – LSTM ) + EoT = 4 * ( 110,45 – 105 ) +
3,59 = 25,39.



LST = LT + TC/60 = 8 + 25,39/60 = 8,42.



HRA = 15 * (LST – 12) = 15 * (8,42 – 12) = -53,65. Sudut
deklinasi � = arcsin ( sin(23,45) * sin B ) = arcsin (0,39 * 0.85)

= arcsin (0.13) = 19,76.

Pada perhitungan diatas, kita dapat mencari nilai altitude dan azimuth.


Altitude = arcsin [ sin(deklinasi) * sin(latitude) + cos(deklinasi)
* cos(latitude) * cos(HRA) ] = arcsin [ sin(19,76) * sin(-7,34) +
cos(19,76) * cos(-7,34) * cos(-53,65) ] = 30,66.



Azimuth

=

arcos

[

{sin(deklinasi)

*

cos(latitude)



cos(deklinasi) * sin(latitude) * cos(HRA)} / cos(altitude) ] =
arcos[ {sin(19,76) * cos(-7,34) – cos(19,76) * sin(-7,34) * cos(53,65) } / cos(30,66) ] = 61,78.
Jadi kita mendapatkan nilai altitude = 30,66 dan azimuth = 61,78 pada
tanggal 20 – 05 – 2015 jam 8:00:00 dengan koordinat latitude sebesar -7,34,
longitude sebesar 110,45 dan GMT offset sebesar 7.

11

2.2. Stirling Engine
SES SunCatcher berhasil mengkonversi energi panas matahari
menjadi energi listrik menggunakan Stirling Engines hingga mencapai
tingkat efisien 31,25% persen (merubah 85,6 kW energi panas menjadi
26.75 kW energi listrik) [4]. Hal ini berarti bahwa hampir sepertiga dari
energi matahari diubah menjadi energi listrik. Sekitar dua sampai tiga kali
lebih efisien daripada jenis sistem listrik tenaga surya lainnya. Pada setiap
tahun, setiap solar dish Stirling system ini mampu menghasilkan listrik
sebesar 55.000 – 60.000 KWh. Ini setara dengan total energi listrik yang
diperlukan untuk sekitar selusin rumah di Amerika.

2.2.1.

Klasifikasi Mesin Stirling ( Stirling Engine )
Mesin Stirling adalah mesin panas yang diciptakan oleh Robert

Stirling pada tahun 1918. Itu didasarkan pada sifat gas dan hukum
termodinamika dan prinsip-prinsipnya.
Mesin ini

menggunakan sumber panas dari luar berupa sinar

matahari maupun sisa pembakaran lainnya seperti batubara, minyak dan
lain-lain. Gas didalam tabung silinder pada mesin diekspansi dan dikompresi
secara siklis terus-menerus untuk menghasilkan gerakan dari energi panas
menjadi energi gerak.
Mesin stirling memiliki beberapa tipe untuk tujuan yang berbeda –
beda,tipe yang dikenal adalah Alpha, Beta dan Gamma. Mekanisme kerja
dari tiga tipe tersebut adalah sama dan didasarkan pada ekspansi gas pada
suhu yang lebih tinggi dan hukum termodinamika, tetapi setiap tipe
memiliki desain yang berbeda, penjelasan singkat untuk masing-masing tipe
dibawah ini. [5]

Gambar 2.7. Mesin Stirling Tipe Alpha.
12

Tipe Alpha memiliki desain yang paling sederhana ( Gambar 2.7 )
dari mesin Stirling lainnya, mudah untuk dirawat dan diperbaiki. Namun
tipe ini membutuhkan lebih banyak bahan untuk pembuatan, dan efisiensi
mungkin lebih rendah. Oleh karena itu, tipe ini sangat cocok untuk stasioner
(yang tak bergerak) atau mesin yang besar. [5]

Gambar 2.8. Mesin Stirling Tipe Beta.
Pada gambar diatas ( Gambar 2.8 ) adalah tipe Beta yang memiliki
desain yang lebih rumit dan lebih sulit untuk dirawat maupun diperbaiki,
namun tipe ini membutuhkan komponen yang lebih sedikit untuk
pembuatannya. Efisiensi pada tipe ini cukup tinggi dari tipe yang lainnya.
Oleh karena itu, tipe ini digunakan untuk aplikasi kecil seperti karya
laboratorium. [5]

Gambar 2.9. Mesin Stirling Tipe Gamma.
Mesin tipe Gamma ( Gambar 2.9 ) memiliki displacer dan power
piston yang mirip dengan mesin tipe Beta tetapi dalam silinder yang
berbeda. Model ini memberikan pemisahan yang sempurna antara penukaran
panas yang terkait dengan silinder displacer dan ruang kinerja kompresi dan
13

ekspansi

yang terkait juga dengan piston. Gas dalam dua silinder dapat

mengalir bebas di antara dua silinder tersebut dan tetap menjadi satu antara
dua silinder tersebut. Pada desain ini menghasilkan ratio kompresi yang
lebih rendah tetapi mekanisnya yang sederhana dan sering digunakan dalam
mesin Stirling multi silinder.(Van Dormael, 2010 Stirling LTD). [5]
2.2.2.

Prinsip-prinsip Operasi dari Mesin Stirling
Dalam bentuk yang paling sederhana mesin Stirling terdiri dari

sebuah silinder yang berisi gas, piston dan displacer. Regenerator dan roda
gila ( flywheel ) adalah bagian tambahan lainnya dari mesin. Ketika bagian
panas silinder di panaskan oleh sumber panas eksternal

atau dari luar

(Gambar 2.10), peningkatan suhu dan gas akan meningkat secara
proposional dari sisi suhu yang panas. Total volume adalah konstan dan
dibatasi oleh piston. Saat gas diperluas mendorong piston, volume pada
tekanan gas meningkat sehingga gas kehilangan tekanan dan temperatur.
Pada saat gas kehilangan tekanan dan temperatur maka bagian punggung
piston menuju ke sisi panas dan mengkompres gas dengan momentum
kekuatan roda gila ( flywheel ).
Roda gila ( flywheel ) dan generator memiliki peran besar dalam
kinerja mesin. Peran Roda gila ( flywheel ) mengubah gerakan linear dari
piston menjadi gerakan berputar, hal itu membutuhkan momentum untuk
prosedur siklus. Sedangkan peran regenerator sebagai penyimpanan panas
dari gas dalam fase ekspansi ( expansion ) dan melepaskan panas ke gas
dalam fase kompresi ( compression ). Sebuah mesin Stirling dan
komponennya di tunjukan pada Gambar 2.10 dibawah ini. [5]

Gambar 2.10. Mesin Stirling dan komponennya.
14

Siklus mesin Stirling memiliki 4 fase yaitu pemanasan ( heating ),
ekspansi ( expansion ), pendingin ( cooling ) dan kompresi ( compression ).
Penjelasan singkat beserta gambar dari setiap fase diberikan sebagai berikut
[6]:
1.

Fase pemanasan (heating) yang memiliki proses isokorik (volume
konstan):

Volume tetap konstan , tetapi displacer akan menuju kesisi dingin
(bawah) yang mengakibatkan gas dari bagian bawah (dingin) menuju ke
atas (panas).
2.

Fase ekspansi (expansion) yang memiliki proses isothermal (suhu
konstan) :

Displacer mengikuti piston selama ekspansi sehingga gas akan dipenuhi
dengan gas bersuhu panas.
3. Fase pendinginan (cooling) yang memiliki proses isokorik (volume
konstan) :

15

Volume tetap konstan , tetapi displacer akan menuju kesisi panas (atas)
yang mengakibatkan gas dari bagian atas (panas) menuju ke bawah
(dingin).

4. Fase kompresi (compression) yang memiliki proses isothermal (suhu
konstan):

Selama fase kompresi, displacer akan tetap dibagian sisi panas ( atas )
sehingga gas akan dipenuhi dengan gas bersuhu dingin.

Gambar 2.11. Diagram Tekanan-Volume dan efisiensi siklus.

Pada Gambar 2.11 yang berupa diagram, kita dapat melihat bahwa [6]:


Variasi volume panas, pada bagian atas, selama siklus (zona

merah).


Variasi volume dingin, di bagian bawah, antara displacer dan

piston saat beroperasi, selama siklus (zona biru).

16

2.2.3.

Diagram PV ( Pressure – Volume)
Prinsip operasi pada mesin stirling, dapat dinyatakan dalam suatu

diagram yang disebut “diagram Tekanan-Volume” atau diagram PV yang
berasal dari hukum termodinamika. Rumus berikut akan menjelaskan
parameter-parameter yang terkait. Energi yang dihasilkan pada siklus
Stirling ( kemampuan untuk menghasilkan energi oleh sistem
termodinamika ) sebagai berikut [5] :
�= �=

=


=

(9)

Dimana E, P, V, n, R, T secara berurutan adalahEnergy ( Joule ), Pressure
( pa ), Volume ( m3 ), Molar quantity of gas ( mol ), universal gas
constant / 8.3144 (

−1

−1

), Temperature ( Kelvin ).

Gambar 2.12. Siklus PV pada mesin Stirling
Pada diagram Gambar 2.12, salah satu dengan mudah, kita melihat
empat fase yang dijelaskan pada gambar diatas, dengan tidak melupakan
bahwa ekpansi dan kompresi berada pada suhu konstan ( TM and Tm ).
Pada diagram PV ( Gambar 2.12 ) dan empat fase yang telah dijelaskan
pada sub bab 2.2.2, dapat digabungkan menjadi prinsip kerja mesin
Stirling dalam 1 siklus atau 1 putaran flywheel yaitu fase pemanasan pada
siklus 1 ke 2 atau proses isokorik, fase ekspansi pada siklus 2 ke 3 atau
proses isothermal, fase pendinginan atau proses isokorik dan fase
17

kompresi atau proses isothermal. Setelah fase kompresi, diulang lagi pada
siklus 1 ke 2 sampai seterusnya.

2.2.4.

Efisiensi Siklus Stirling
Efisiensi adalah salah satu faktor penentuan yang paling penting

dari setiap mesin ketika memilih sebuah alat untuk sebuah aplikasi.
Efisiensi selalu kurang dari 100%, karena tidak mungkin menghindari
energi yang hilang ketika mengubah dalam prakteknya.
Mesin panas sering ditunjukan dalam diagram seperti Gambar 2.13.

Gambar 2.13. Diagram prosedur Mesin panas.
Selama setiap siklus:
W adalah usaha bersih yang dilakukan oleh mesin.
Δ

adalah energi yang diambil dari sumber ( panas ).

Δ

adalah energi yang diberikan kepada pendingin ( dingin ).

Efisiensi termodinamika dari mesin didefinisikan sebagai :

�=





=


Δ

−Δ

Sehingga didapatkan rumus :

� =1−

Δ
Δ

18

(11)

)

(10)

Jika mesin bekerja dengan panas yang konstan,

dan

merupakan panas yang dibuang dari sistem maka efisiensi untuk bekerja
secara nominal akan :

�=

(



)

= 1−

(12)

Pada persamaan (12) menghitung efisiensi semaksimal mungkin
pada mesin panas. Persamaan tidak terlalu peduli tentang kehilangan
energi selama proses, sehingga dalam kenyataanya efisien mesin terbaik
memiliki sekitar setengah dari apa yang dapat dicapai dengan formula ini.
Pada kenyataannya
internal dan

adalah suhu yang tinggi dalam mesin pembakaran

adalah suhu pendingin, sehingga persamaan (13) berikut

terbentuk. [5]

Dimana :

�=

(

1− 2 )
1

=1−

2
1

(13)

T1 = suhu yang masuk dalam Kelvin
T2 = suhu yang keluar dalam Kelvin
2.2.5.

Desain Mesin Stirling
Mesin Stirling memiliki desain dasar yang harus terpenuhi. Setiap

tipe mesin Stirling memiliki desain yang berbeda – beda dan sampai
sekarang masih dikembangkan.
Setiap pembuatan mesin Stirling, masalah yang dihadapi dalam
membuat mesin udara panas ini

adalah tidak begitu banyak dalam

perkembangan efisiensinya tetapi membuat mesin ini dapat bergerak.
Desain berikut ini telah diuji, meskipun tidak terlalu efisien dalam
memberikan keluaran daya atau daya yang dihasilkan dari mesin ini sangat
kecil.

19

Gambar 2.14. Mesin berdasarkan Stirling 1815.
Gambar 2.14 Menunjukan tata letak desain stirling 1815 dengan parameter
desain sebagai berikut [7] :
1.

Panjang ruang displacer L = 3 kali diameternya.

2.

Panjang ruang pemanas = 2/3 L.

3.

Panjang ruang pendingin = 1/3 L.

4.

Volume perpindahan dari displacer = 1,5 kali volume perpindahan

dari piston.
5.

Panjang displacer = 2/3 L dan stroke = 1/3 L.
Dalam pembuatan panjang ruangan pemanas lebih panjang dari

pada ruangan pendingin bertujuan untuk mendapatkan perbedaan suhu dari
ujung pemanas ke ujung pendingin dari silinder displacer. Meskipun
menggunakan dinding tabung yang tipis untuk bagian pemanasan , pasti
ada beberapa konduksi panas sepanjang tabung dan memperpanjang
tabung adalah salah satu cara untuk mengurangi kunduksi panas. Fitur
desain ini ditemukan dalam pada desain mesin lama, tetapi dalam desain
modern dengan menggunakan logam khusus dapat mengatasi masalah ini.

20

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Clustering Data Menggunakan Algoritma K-Means Berbasis Heat Map T1 672010122 BAB II

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Visual Merchandising Brand De Shalma T1 692009036 BAB II

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penjejak Radiasi Matahari Menggunakan Algoritma Plataforma Solar De Almerya (PSA) untuk Menggerakan Stirling Engine T1 612009024 BAB I

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penjejak Radiasi Matahari Menggunakan Algoritma Plataforma Solar De Almerya (PSA) untuk Menggerakan Stirling Engine T1 612009024 BAB IV

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penjejak Radiasi Matahari Menggunakan Algoritma Plataforma Solar De Almerya (PSA) untuk Menggerakan Stirling Engine T1 612009024 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penjejak Radiasi Matahari Menggunakan Algoritma Plataforma Solar De Almerya (PSA) untuk Menggerakan Stirling Engine

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penjejak Radiasi Matahari Menggunakan Algoritma Plataforma Solar De Almerya (PSA) untuk Menggerakan Stirling Engine

0 0 8

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Destilasi Menggunakan Tenaga Surya T1 BAB II

0 0 12

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Penelusuran Barang Menggunakan Barcode Berbasis Web T1 BAB II

0 0 4

RADIASI MATAHARI psa UNTUK PERTANIAN

0 0 3