Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Visual Merchandising Brand De Shalma T1 692009036 BAB II

(1)

2.1

Visual Merchandising

2.1.1

Pengertian

Buku yang dijadikan referensi utama berjudul RETAIL DESIRE: Design, Display and Visual Merchandising, ditulis oleh Johnny Tucker. Beliau adalah seorang jurnalis dan ahli sejarah yang mempelajari tentang desain. Selain itu juga seorang editor majalah RED (Retail, Equipment, and Design) yang sudah banyak bekerja sama dengan para brand-brand papan atas dalam hal marketing dan visual merchandising. Buku ini berisi tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan visual merchandising. Mulai dari window display, desain interior, manekin, lighting, grafis, dan lainnya. Penjelasan dalam buku dipaparkan lewat studi kasus yang sudah ada, seperti window display Louis Vuitton, lighting toko dari brand ‘undressme’, manekin H&M dan lain sebagainya.

Menurut Garvei (2010) visual merchandising merupakan bagaimana membuat konsumen merasa apa yang diinginkan oleh pemasar atau penjual, jadi pesan yang ingin mereka sampaikan tersampaikan ke konsumen. Tidak hanya dari bagian luarnya saja namun window display juga memperhatikan detail interiornya. Moss mengatakan “We work to the three threshold. The first is


(2)

the window, where you have to have ‘wow’ factor, the second is

just inside the door and then you have the back wall which is very important to help draw people all the way through the

store.”.Seperti yang dikatakan Moss diatas bahwa visual merchandising merupakan keseluruhan yang ada dalam suatu toko.

Visual merchandising merupakan salah satu media promosi yang menggunakan display atau etalase yang menggunakan konsep penataan secara tepat dan sesuai dengan image yang diusung oleh brand yang menaunginya. Turner (2004) mengatakan bahwa apa yang dilakukan toko pada saat ini adalah menguatkan pesan yang ingin disampaikan oleh brand kepada lebih dari dua juta orang yang melewati toko setiap tahunnya.

2.1.2 Sejarah

Sejarah tentang visual merchandising dimulai pada masa kebesaran abad ke lima belas ketika pendirian perusahaan barang-barang seperti Marshall & Co. mengalihkan bisnis mereka dari grosir ke eceran. Pada saat itu pemajangan barang (visual display) menjadi sangat penting untuk menarik para konsumen.Etalase toko (store window) menjadi sangat sering digunakan sebagai media untuk meletakkan barang dagangan para penjual untuk menarik pembeli. Lama kelamaan, desain menjadi hal yang juga sama pentingnya dalam perancangan window display. Dari


(3)

window display lalu beralih ke bagian dalam toko dan pada akhirnya menjadi bagian dari semua desain interior toko.

2.1.3 Konten

Visual Merchandising

Konten-konten dari visual merchandisingberdasarkan buku RETAIL DESIRE adalah sebagai berikut:

1. Window Display

Window display itu menggambarkan brand dan bisnis, selain itu penarik konsumen dan mempromosikan produk. Window display adalah alat penjualan yang tidak bisa diacuhkan begitu saja (Dawes, 2008). Letaknya yang berada di bagian depan toko membuatnya menjadi perhatian orang yang melewati toko. Window display merupakan hal yang sangat penting dalam visual merchandising karena fungsinya sebagai attraction, kesan dan pesan yang ingin disampaikan oleh toko harus dapat terlihat dan dapat dipahami konsumen sehingga konsumen dapat menilai sebuah toko dan tertarik masuk kedalamnya.


(4)

1. Manekin

Manekin adalah boneka replika tubuh manusia yang biasanya digunakan untuk memajang koleksi terbaru di sebuah toko.Menggunakan manekin adalah tentang menciptakan suasana yang menyenangkan, mengekspresikan sikap dari pusat perbelanjaan atau toko (Pucci, 2004).Manekin dipilih karena dapat merepresentasikan sebuah baju ketika digunakan, hal itu jauh lebih meyakinkan kosumen daripada melihat sebuah baju digantung di sebuah rak. Iqbal (2011) dalam jurnalnya yang berjudul Visual Mechandising and Customer Appeal mengatakan bahwa dengan menggunakan manekin dengan bentuk yang pas dan bagus maka dapat menampilkan dan menyampaikan karakter, sebagai contoh manekin berbentuk anak kecil dengan ekspresi muka yang ceria dapat membawa suasana yang ceria pula pada baju yang dipakainya.


(5)

2. Desain Interior

Desain interior menjadi hal yang sama pentingnya dengan window display. Bila fungsi dari window display adalah untuk menarik pengunjung maka fungsi dari desain interior berfungsi untuk membuat pengunjung terus tertarik untuk melihat satu rak baju ke rak lainnya dan nyaman untuk berlama-lama untuk berbelanja. Desain interior meliputi warna, tata peletakan barang-barang seperti manekin, rak, meja kasir dan sebagainya.

Desain tersebut terdiri dari lima zona dan setiap zonanya memiliki fungsi masing-masing. Yang pertama attraction (penarik) yang merupakan penarik konsumen yang sedang lalu lalang didepan toko agar tertari untuk masuk. Yang kedua decompression (pengurangan) yaitu ketika klien atau konsumen masuk kedalam toko maka secara psikologis akan berkurang rasa tertekannya atau bebannya. Zona yang ketiga yaitu reception (penyambutan) yang berfungsi untuk mengenalkan servis dan produk kepada klien atau konsumen sehingga mereka tertarik. Zona yang keempat discovery (penemuan) yang berarti klien atau konsumen mempelajari sendiri tentang rencana finansialnya dan akan meminta informasi lebih jauh. Dan yang terakhir adalah engagements (perjanjian) yang merupakan tempat dimana hubungan antara toko (store) dan konsumen (klien) dibangun.


(6)

Gambar 2.3 Desain Interior

3. Tema

Tema yang dimaksud disini bisa berarti hari besar seperti natal, tahun baru, pergantian musim seperti autumn/winter, spring/summer ataupun tema secara teatrikal (sandiwara) seperti display tersebut menceritakan dan menyampaikan sesuatu. Warna, tekstur, bentuk, penjajaran, manekin, irama, dan tentu saja pencahayaan yang tentu saja dan yang pasti digunakan sebagai senjata para visual merchandiser.Penggunaan lighting atau pencahayaan juga membantu memberikan pengertian pada tema khususnya yang bertemakan sandiwara (theater) (Turner, 2004).


(7)

Gambar 2.4Theatrical Manekin

4. Pencahayaan (Lighting)

Menurut Harry Barnitt yang merupakan lighting manufacturer Zumtobel Staff, etalase harus berperan seperti magnet: menarik, memikat, membangkitkan minat dan menyeret orang untuk masuk. Pencahayaan adalah satu solusi, dimana akan terlihat menyenangkan apabila melihat etalase yang terisolasi dengan pencahayaan yang indah. Hal itu tidak sebanyak solusi yang ada apabila anda berada di deretan pertokoan  akibatnya ‘kompetisi pencahayaan’ bisa menjadi pengelihatan yang mengejutkan.


(8)

Gambar 2.5 Lighting

5. Grafis

Saat ini grafis telah memperindah dan menyerap setiap aspek dari penjualan. Dimulai dari bagian eksterior toko, tumpukan, lembaran, visual merchandising yang terdapat di etalase, sampai ke interior toko, lebih banyak lagi visual merchandising, grafis informasi/signage, lantai, tembok dan semuanya mengarah ke pengemasan.

Grafis dapat menjadi sangat efektif. Dalam dunia penjualan yang haus akan perubahan dan secara berkelanjutan mencari tahu tentang pengalaman dan tingkah laku konsumen, grafis merupakan media yang murah, cepat dimengerti dan efisien (Turner, 2004). Grafis sangat membantu dan sangat efektif untuk media penyampaian pesan yang dilakukan oleh toko ke konsumen, dengan adanya grafis dapat membantu dan memperkuat visual merchandising yang ada. Misalnya saja


(9)

sebuah toko sedang mengadakan diskon, dengan adanya tulisan

‘SALE’ atau ‘DISKON’ di bagian depan toko yang pasti dapat dilihat konsumen yang sedang melintas didepan toko maka hal tersebut dapat menarik minat konsumen untuk masuk. Turner dalam bukunya RETAIL DESIRE mengatakan bahwa dalam segi kreatif, terdapat beberapa contoh dimana tidak ada tren yang spesifik kecuali penggunaan kata ‘diskon’. Membuat statement (pernyataan) yang kreatif tentang sebuah promosi diskon mungkin akan lebih efektif daripada poster. Sejak para penjual mendapat pengertian yang lebih baik tentang perbedaan di pasar dan lebih banyak berbicara tentang brand.

Grafis juga dapat diterapkan pada signage, hal itu mempermudah konsumen untuk mengetahui lokasi-lokasi yang terdapat pada toko, misalnya saja pada kasir, fitting room, letak barang-barang tertentu seperti new arrivals atau barang yang sedang di diskon.Hal itu sangat efektif untuk membantu konsumen dalam mencari barang ataupun menentukan kemana arah mereka berjalan.

Gambar yang besar ataupun kecil atau wallpaper juga dapat memberi efek pada penjualan. Gambar besar memiliki pengaruh kuat yang tidak bisa dihindari, dan ketika konsumen mulai lelah dengan melihat gambar-gambar di setiap toko atau di jalan, gambar tetap merupakan hal yang baru. Grafis memiliki hirarki yang terdiri dari tiga hal, yang pertama adalah ‘megagraphics’ yaitu gambar vertikal dan horizontal yang


(10)

digunakan di area selamat datang (welcome area).Kedua adalah ‘supergraphics’ yaitu perpaduan gambar dan tipografi untuk menceritakan sesuatu dan menimbulkan perasaan yang dikehendaki kepada konsumen. Ketiga adalah ‘offer

graphics’yaitu in-store grafis yang digunakaan saat point-of-sale dan mengontrol harga pada target tertentu.

Gambar 2.6Supergraphics

2.2

Company Profile

De Shalma

2.2.1 Sejarah

Butik De Shalma mulai dibuka pada tanggal 14 Februari tahun 2005 oleh Bapak David Kurniawan atau yang lebih dikenal dengan nama David Yan. Beliau adalah lulusan Fashion Design dari Institut Kesenian Jakarta. Nama De Shalma berasal dari kata Salome yang merupakan nama dari ibu pendiri sekaligus pemilik


(11)

butik ini yaitu Maria Salome. De Shalma adalah tribute untuk ibu dari pendiri butik ini.

De Shalma memiki warna corporate yaitu jingga.Warna ini dipilih karena ingin merepresentasikan keberanian, percaya diri dan semangat. Pengerjaan sebuah gaun mulai dari desain, pemilihan materi, pembuatan pola (patternizing), cutting, making hingga finishing dilakukan di workshop yang terletak persis di belakang butik.

De Shalma awalnya dibuka dengan nama De Shalma galeri pengantin, dengan tujuan menjadi one stop shopping untuk busana pengantin, namun hal itu tidak berjalan sesuai harapan sehingga De Shalma beralih fungsi menjadi menyewakan baju pengantin, menerima pesanan gaun dan baju pengantin.

Pada tahun 2012 De Shalma bergabung dengan Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia, sejak saat itu De Shalma menjadi lebih produktif dengan banyak merancang gaun dengan tema yang sudah ditentukan untuk setiap tahunnya dipamerkan dalam pagelaran busana.

2.2.2 Perkembangan De Shalma

Berdiri pada tanggal 14 Februari 2005 dengan nama De Shalma Wedding Galery, namun karena larangan penggunaan ejaan bahasa Inggris dari pemerintah kota Salatiga maka dirubah dengan nama De Shalma Galeri Pengantin. Berikut adalah logo De Shalma pada saat awal dibuka.


(12)

Gambar 2.7 Logo De Shalma

Tujuan De Shalma menjadi one stop shopping busana pengantin tidak berjalan sesuai dengan harapan namun logo yang sudah ada tetap dipakai De Shalma.Pada tahun 2012 lalu De Shalma bergabung dengan Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APMMI).Sejak saat itu De Shalma dan desainernya menjadi terikat dengan APPMI.Banyak perubahan yang terjadi mulai darihal produksi, pagelaran busana, hingga logo.Logo yang sekarang digunakan De Shalma adalah sebagai berikut.

Gambar 2.8 Logo De Shalma Baru

2.2.3 Karakteristik Produk

Salome yang merupakan nama yang memiliki arti lembut, ringan dan melayang, tiga hal ini yang merupakan ciri dari desain baju yang selama ini dirancang. Busana yang lembut, yang menggunakan material yang lembut dan melayang.Gaun pengantin atau gaun pesta tidak harus ‘berat’ atau heboh.Sesuatu


(13)

yang ringan atau melayang mampu menjadi wujud gaun yang mewah dan glamor.

Gambar 2.6 merupakan salah satu rancangan gaun seri tenun dari desainer David Kurniawan atau David Yan yang memiliki karakterisitik produk menggunakan material yang ringan dan melayang .

Gambar 2.7 Gaun Seri Tenun Karya Desainer David Yan

2.2.4 Target Konsumen

Target konsumen dari butik ini merupakan masyarakat dengan tingkat ekonomi dari kalangan menengah sampai dengan kalangan atas, dengan rentang usia 25 tahun sampai 40 tahun dengan karakteristik dewasa, tidak kekanak-kanakan tetapi tetap percaya diri. Dari target konsumen yang ditentukan pula harga dari gaun rancangan desaigner ini yang kurang lebih sekitar


(14)

sepuluh juta untuk gaun atau kebaya pengantin dan mulai dari tiga juta untuk gaun pesta.

Pengamatan yang dilakukan oleh pemilik butik ini mengenai konsumennya dapat disimpulkan bahwa konsumen kebanyakan datang dari luar kota bahkan luar pulau. Konsumen yang paling banyak menggunakan jasanya adalah konsumen yang datang dari kota Semarang. Hal ini disebabkan karena perilaku konsumen Salatiga yang cenderung berpikir bahwa lebih baik mencari atau membuat gaun di kota besar seperti Semarang ataupun Jakarta karena mereka berpikir akan lebih banyak pilihan, lebih bagus dan lebih prestisius. Perilaku konsumen dari kota besar justru sebaliknya, misalnya konsumen yang berasal dari Semarang, mereka lebih memilih untuk membuat atau membeli gaun di butik ini karena mempunyai kualitas yang sama dengan butik di Semarang namun harganya bisa sedikit lebih miring.


(1)

sebuah toko sedang mengadakan diskon, dengan adanya tulisan ‘SALE’ atau ‘DISKON’ di bagian depan toko yang pasti dapat

dilihat konsumen yang sedang melintas didepan toko maka hal tersebut dapat menarik minat konsumen untuk masuk. Turner dalam bukunya RETAIL DESIRE mengatakan bahwa dalam segi kreatif, terdapat beberapa contoh dimana tidak ada tren yang

spesifik kecuali penggunaan kata ‘diskon’. Membuat statement

(pernyataan) yang kreatif tentang sebuah promosi diskon mungkin akan lebih efektif daripada poster. Sejak para penjual mendapat pengertian yang lebih baik tentang perbedaan di pasar dan lebih banyak berbicara tentang brand.

Grafis juga dapat diterapkan pada signage, hal itu mempermudah konsumen untuk mengetahui lokasi-lokasi yang terdapat pada toko, misalnya saja pada kasir, fitting room, letak barang-barang tertentu seperti new arrivals atau barang yang sedang di diskon.Hal itu sangat efektif untuk membantu konsumen dalam mencari barang ataupun menentukan kemana arah mereka berjalan.

Gambar yang besar ataupun kecil atau wallpaper juga dapat memberi efek pada penjualan. Gambar besar memiliki pengaruh kuat yang tidak bisa dihindari, dan ketika konsumen mulai lelah dengan melihat gambar-gambar di setiap toko atau di jalan, gambar tetap merupakan hal yang baru. Grafis memiliki hirarki yang terdiri dari tiga hal, yang pertama adalah


(2)

digunakan di area selamat datang (welcome area).Kedua adalah

‘supergraphics’ yaitu perpaduan gambar dan tipografi untuk

menceritakan sesuatu dan menimbulkan perasaan yang dikehendaki kepada konsumen. Ketiga adalah ‘offer graphics’yaitu in-store grafis yang digunakaan saat point-of-sale

dan mengontrol harga pada target tertentu.

Gambar 2.6Supergraphics

2.2

Company Profile

De Shalma

2.2.1 Sejarah

Butik De Shalma mulai dibuka pada tanggal 14 Februari tahun 2005 oleh Bapak David Kurniawan atau yang lebih dikenal dengan nama David Yan. Beliau adalah lulusan Fashion Design

dari Institut Kesenian Jakarta. Nama De Shalma berasal dari kata Salome yang merupakan nama dari ibu pendiri sekaligus pemilik


(3)

butik ini yaitu Maria Salome. De Shalma adalah tribute untuk ibu dari pendiri butik ini.

De Shalma memiki warna corporate yaitu jingga.Warna ini dipilih karena ingin merepresentasikan keberanian, percaya diri dan semangat. Pengerjaan sebuah gaun mulai dari desain, pemilihan materi, pembuatan pola (patternizing), cutting, making hingga finishing dilakukan di workshop yang terletak persis di belakang butik.

De Shalma awalnya dibuka dengan nama De Shalma galeri pengantin, dengan tujuan menjadi one stop shopping untuk busana pengantin, namun hal itu tidak berjalan sesuai harapan sehingga De Shalma beralih fungsi menjadi menyewakan baju pengantin, menerima pesanan gaun dan baju pengantin.

Pada tahun 2012 De Shalma bergabung dengan Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia, sejak saat itu De Shalma menjadi lebih produktif dengan banyak merancang gaun dengan tema yang sudah ditentukan untuk setiap tahunnya dipamerkan dalam pagelaran busana.

2.2.2 Perkembangan De Shalma

Berdiri pada tanggal 14 Februari 2005 dengan nama De Shalma Wedding Galery, namun karena larangan penggunaan ejaan bahasa Inggris dari pemerintah kota Salatiga maka dirubah dengan nama De Shalma Galeri Pengantin. Berikut adalah logo De Shalma pada saat awal dibuka.


(4)

Gambar 2.7 Logo De Shalma

Tujuan De Shalma menjadi one stop shopping busana pengantin tidak berjalan sesuai dengan harapan namun logo yang sudah ada tetap dipakai De Shalma.Pada tahun 2012 lalu De Shalma bergabung dengan Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APMMI).Sejak saat itu De Shalma dan desainernya menjadi terikat dengan APPMI.Banyak perubahan yang terjadi mulai darihal produksi, pagelaran busana, hingga logo.Logo yang sekarang digunakan De Shalma adalah sebagai berikut.

Gambar 2.8 Logo De Shalma Baru

2.2.3 Karakteristik Produk

Salome yang merupakan nama yang memiliki arti lembut, ringan dan melayang, tiga hal ini yang merupakan ciri dari desain baju yang selama ini dirancang. Busana yang lembut, yang menggunakan material yang lembut dan melayang.Gaun


(5)

yang ringan atau melayang mampu menjadi wujud gaun yang mewah dan glamor.

Gambar 2.6 merupakan salah satu rancangan gaun seri tenun dari desainer David Kurniawan atau David Yan yang memiliki karakterisitik produk menggunakan material yang ringan dan melayang .

Gambar 2.7 Gaun Seri Tenun Karya Desainer David Yan

2.2.4 Target Konsumen

Target konsumen dari butik ini merupakan masyarakat dengan tingkat ekonomi dari kalangan menengah sampai dengan kalangan atas, dengan rentang usia 25 tahun sampai 40 tahun dengan karakteristik dewasa, tidak kekanak-kanakan tetapi tetap percaya diri. Dari target konsumen yang ditentukan pula harga dari gaun rancangan desaigner ini yang kurang lebih sekitar


(6)

sepuluh juta untuk gaun atau kebaya pengantin dan mulai dari tiga juta untuk gaun pesta.

Pengamatan yang dilakukan oleh pemilik butik ini mengenai konsumennya dapat disimpulkan bahwa konsumen kebanyakan datang dari luar kota bahkan luar pulau. Konsumen yang paling banyak menggunakan jasanya adalah konsumen yang datang dari kota Semarang. Hal ini disebabkan karena perilaku konsumen Salatiga yang cenderung berpikir bahwa lebih baik mencari atau membuat gaun di kota besar seperti Semarang ataupun Jakarta karena mereka berpikir akan lebih banyak pilihan, lebih bagus dan lebih prestisius. Perilaku konsumen dari kota besar justru sebaliknya, misalnya konsumen yang berasal dari Semarang, mereka lebih memilih untuk membuat atau membeli gaun di butik ini karena mempunyai kualitas yang sama dengan butik di Semarang namun harganya bisa sedikit lebih miring.