Kualitas Papan Partikel Batang Pisang Barangan Berdasarkan Variasi Kadar Perekat Phenol Formaldehida

TINJAUAN PUSTAKA

Pisang Barangan
Menurut Satuhu (2006) dalam Natalina (2009) mengemukakan bahwa
pisang barangan (Musa paradisiaca sapientum L) merupakan salah satu
komoditas buah unggulan nasional. Pisang sebagai salah satu di antara tanaman
buah-buahan memang merupakan tanaman asli Indonesia. Hampir di setiap
wilayah banyak dijumpai tanaman ini. Jika tanaman Pisang Barangan
dibudidayakan secara komersial, keuntungan tidak kalah dengan komoditi lain
mengingat buah ini sudah diekspor.
Menurut Sunarjono, (2000) dalam Hendrasetiafitri (2002) mengemukakan
bahwa pisang merupakan tanaman yang berbatang semu (pseudoterm), tingginya
bervariasi antara 1-4 m, tergantung varietasnya. Daunnya lebar, panjang, tulang
daunnya besar dan tepi daunnya tidak mempunyai ikatan yang kompak sehingga
mudaha robek bila terkena tiupan angin kencang. Batangnya mempunyai bonggol
(umbi) yang besar sekali dan terdapat mata yang dapat tumbuh menjadi tunas
anakan (sucker). Panjang daun mencapai 150-400 cm dan lebar 70-100 cm.
Menurut Satuhu (2006) sistematika tatanama (taksonomi) tanaman pisang
barangan diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom


: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledonae

Ordo

: Musales

Famili


: Musaceae

Genus

: Musa

Spesies

: Musa paradisiaca sapientum L

Potensi sektor pertanian khususnya hortikultura cukup besar bagi
masyarakat di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Lahan Hortikultura yang
diusahakan di kecamatan ini didominasi oleh pisang terutama pisang barangan.
Pisang barangan merupakan salah satu buah spesifik Sumatera Utara.
Tabel 1. Data Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Pisang Tahun 2007
NO
1
2
3
4

5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24


Kabupaten/Kota
Panen (Ha)
Produktivitas(Kw/Ha)
Medan
6
121,26
Langkat
138
187,2
Deli Serdang
3.186
228,23
Simalungun
892
223,04
Tanah Karo
126
164,44
Asahan

135
156,13
Labuhan Batu
32
197,49
Tapanuli Utara
229
143,24
Tapanuli Tengah
57
180,2
Tapanuli Selatan
34
368,41
Nias
22
126,2
Dairi
47
118,02

Tebing Tinggi
2
91,77
Tanjung Balai
13
83,99
Binjai
4
104,95
Pematang Siantar
Tobasa
6
97,24
Madina
17
203,25
Padang Sidempuan
6
113,32
Humbang Hasundutan

34
109,29
Pak-Pak Barat
Samosir
4
32,73
Serdang Bedagai
227
101,26
Nias Selatan
44
110,54
Jumlah
5.261
3262,1
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008

Produksi (Ton)
79
2.576

72.715
19.904
2.066
2.107
629
3.274
1.020
1.265
280
557
18
107
37
54
339
64
371
13
602.303
482

110.260

Menurut Purseglove (1972) dalam Hendrasetiafitri (2002), menyatakan
bahwa sehabis di tebang batang pisang bisa mempunyai berat mencapai lebih dari
27 kg mengandung 93% air dan 1,5-3% serat. Serat tersebut mengandung sekitar
63% selulosa, 20% hemiselulosa dan sekitar 5% lignin. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Banana Institute di Hamburg (Germany), panjang serat yang

didapat dengan uji biologi adalah 15-25 cm dan yang didapat secara teknis adalah
100 cm dengan output sekitar 1,5 % (Small, 1964).
Komponen kimia seperti lignin, selulosa, dan hemiselulosa dari beberapa
serat penting ditunjukkan pada tabel 2.
Tabel 2. Komponen kimia beberapa serat penting
Fiber
Lignin (%)
Tandan kosong sawit
19
Serat mesocarp sawit
11
Sabut

40-50
Pisang
5
Daun nanas
12,7
Sumber: Sreekala et.al (1997)

Selulosa (%)
65
60
32-43
63-64
81,5

Hemiselulosa
0,15-0,25
19
-

Ash Content

2
3
-

Sifat mekanis serat pisang apabila dibandingkan dengan serat penting
lainnya ditunjukkan pada table 3.
Tabel 3. Sifat mekanis beberapa serat penting
Fiber

Tensile strength (MPa)

Elongation (%)

Sisal
580
Daun nanas
640
Pisang
540
Sabut
140
Sumber: Sreekala et.al (1997)

4,3
2,4
3
25

Tuoghness (MPa)
1,200
970
816
3,200

Papan Partikel
Menurut Maloney (1993) dalam Sinulingga (2009) mengemukakan bahwa
papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel kayu yang
terbuat dari partikel-partikel atau bahan-bahan berlignoselulosa lainnya, yang
diikat dengan perekatan atau bahan pengikat lainnya kemudian dikempa panas.
Menurut Dewan Standarisasi Nasional (DSN, 1996) dalam SNI 03-2105-1996,
papan partikel merupakan produk kayu yang dihasilkan dari hasil pengempaan
panas antara campuran partikel kayu atau berlignoselulosa lainnya dengan
perekat organic serta bahan pelengkap lainnya dibuat dengan cara pengempaan
mendatar dengan dua lempeng mendatar.

Menurut Maloney (1993), papan partikel merupakan salah satu jenis
komposit atau panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan
yang berlignoselulosa yang diikat dengan perekat sintetis atau bahan pengikat
lain dengan kempa panas. Beberapa sifat dari papan partikel adalah kerapatan,
kadar air, daya serap air, serta pengembangan tebal, Modulus of Elasticity (MOE)
dan Modulus of Repture (MOR), serta Internal Bond (IB). Semakin tinggi
kerapatan menyeluruh dari bahan-bahan tertentu maka semakin tinggi
kekuatannya. Faktor lain yang mempengaruhi kerapatan yakni kandungan air.
Kandungan air yang lebih tinggi dari lapisan permukaan akan mengakibatkan
pemapatan yang tinggi pula.
Menurut

Japanese

Industrial

Standard

(2003)

papan

partikel

diklasifikasikan berdasarkan variable-variabel tertentu seperti: kondisi permukaan,
keteguhan lentur, jenis perekat yang digunakan, jumlah formaldehida yang
dilepaskan dan ketahana bakar. Maloney (1993) dalam Iswanto (2005)
mengemukakan bahwa papan partikel adalah salah satu jenis produk
komposit/planel kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan-bahan
berlignoselulosa lainnya, yang diikat dengan perekat atau bahan pengikat lain
kemudian dikempa panas. Dikemukakan juga bahwa berdasarkan kerapatannya,
papan partikel dapat dibagi kedalam 3 golongan yaitu:
a. Papan partikel berkerapatan rendah (Low Density Particleboard), yaitu
papan mempunyai kerapatan kurang dari 0,4 g/cm3.
b. Papan partikel berkerapatan sedang (Medium Density Particle), yaitu
partikel yang mempunyai kerapatan antara 0,4-0,8 g/cm3.

papan

c. Papan partikel berkerapatan tinggi (Hight Density Particleboard), yaitu papan
partikel yang mempunyai kerapatan lebih dari 0,8 g/cm3.
Menurut Haygreen dan Bowyer (1996) tiga ciri utama papan yang
menentukan sifat-sifatnya adalah sebagai berikut:
1. Spesies dan Bentuk Partikel
Sifat yang diinginkan dari partikel berbentuk serpih untuk kekuatan dan
partikel-partikel halus untuk permukaan yang licin. Aspek terpenting bentuk
partikel ialah panjang partikel dan nisbah tebal ke panjang.
2. Kerapatan Papan dan Profil Kerapatan
Semakin tinggi kerapatan menyeluruh papan dari suatu bahan baku tertentu,
semakin tinggi kekuatannya. Tetapi, sifat-sifat papan lain seperti kestabilan
dimensi mungkin terpengaruh jelek oleh naiknya kerapatan. Untuk memproduksi
papan dengan keteguhan lengkung setinggi mungkin pada setiap kerapatan
menyeluruh tertentu, papan dengan permukaan yang lebih rapat daripada intinya
lebih disukai. Variasi kerapatan di seluruh tebal papan disebut profil kerapatan.
3. Kandungan Resin dan Penyebarannya
Semakin banyak resin digunakan dalam suatu papan, semakin kuat dan
semakin stabil dimensi papannya. Namun, untuk alasan-alasan ekonomis tidak
diinginkan untuk menggunakan jumlah resin yang lebih banyak daripada yang
diperlukan untuk memperoleh sifat-sifat yang diinginkan. Secara normal,
kandungan resin papan berperekat urea bervariasi dari 6 sampai 10% atas dasar
berat resin padat. Papan fenol yang dapat dibuat dengan resin yang lebih sedikit.
Pada papan biskit yang menggunakan resin fenol dalam bentuk tepung,

kandungan resin mungkin serendah 2,5%. Tetapi, resin tepung jauh lebih mahal
daripada tipe yang cair.
Sutigno (2006) mengemukakan bahwa adapun faktor yang mempengaruhi
mutu papan partikel adalah sebagai berikut:
1. Berat jenis kayu
Perbandingan antara kerapatan atau berat jenis papan partikel dengan
beratb jenis kayu harus lebih dari satu, yaitu sekitar 1,3 agar mutu papan
partikelnya baik. Pada keadaan tersebut proses pengempaan berjalan optimal
sehingga kontak antar partikel baik.
2. Zat Ekstraktif kayu
Kayu yang berminyak akan menghasilkan papan partikel yang kurang baik
dibandingkan dengan papan partikel dai kayu yang tidak berminyak. Zat ekstraktif
semacam itu akan mengganggu proses perekatan.
3. Jenis Kayu
Jenis kayu (misalnya meranti kuning) yang kalau dibuat papan partikel
emisi formaldehidenya lebih tinngi dari jenis lain (misalnya meranti merah).
Masih diperdebatkan apakah karena pengaruh warna atau pengaruh zat ekstraktif
atau pengaruh keduanya.
4. Campuran jenis kayu
Keteguhan lentur papan partikel dari campuran jenis kayu ada diantara
keteguhan lentur papan partikel dari jenis tunggalnya, karena itu papan partikel
struktural lebih baik dibuat dari satu jenis kayu daripada dari campuran jenis kayu.
5. Ukuran Partikel

Papan partikel yang dibuat dari tatal akan lebih baik daripada yang dibuat
dari serbuk karena ukuran tatal lebih besar daripada serbuk. Karena itu, papan
partikel struktural dibuat dari partikel yang relative panjang dan relatif panjang
dan relatif lebar.
6. Kulit kayu
Makin banyak kulit kayu dalam partikel kayu sifat papan partikelnya makin
kurang baik karena kulit kayu akan mengganggu proses perekatan anatar partikel.
Banyaknya kulit kayu maksimum sekitar 10%.
7. Perekatan
Macam partikel yang dipakai mempengaruhi sifat papan partikel.
Penggunaan perekat eksterior akan menghasilkan papan partikel eksterior
sedangkan pemakaian perekat interior akan menghasilkan papan partikel interior.
Walaupun demikian, masih mungkin terjadi penyimpangan, misalnya karena ada
perbedaan dalam komposisi perekat dan terdapat banyak sifat papan partikel.
Sebagai

contoh,

penggunaan

perekat

phenol

formaldehia

yang

kadar

formaldehidenya tinggi akan menghasilkan papan partikel yang keteguhan lentur
dan keteguhan rekat internalnya yang lebih tetapi emisi formaldehidanya lebih
jelek.
8. Pengolahan.
Proses produksi papan partikel berlangsung secara otomatis. Walaupun
demikian masih mungkin terjadi penyimpangan yang dapat mengurangi mutu
papan partikel. Sebagai contoh, kadar air hamparan (campuran partikel dengan
perekat) yang optimum adalah 10-14%, bila terlalu tinggi keteguhan lentur dan
keteguhan rekat internal papan partikel akan menurun.

Perekat
Haygreen dan Bowyer (1996) mengemukakan bahwa perekat merupakan
bahan yang digunakan untuk membalut dan menyatukan penguat tanpa bereaksi
secara kimia dengan penguat. Perekat berfungsi sebagai:
a. Untuk melindungi komposit dari kerusakan, baik kerusakan mekanik
maupun kerusakan kimiawi.
b. Untuk mengalihkan/ meneruskan beban dari luar kepada serat. Hal ini berarti
bahwa matriks menyebarkan dan memisahkan serat-serat sehingga keretakan
tidak dapat berpindah dari satu serat ke serat yang lainnya.
c. Sebagai pengikat
Secara umum matriks dapat diklasifikasi atas 2 kelompok, yaitu:
1. Resin Termoplastik
Resin termoplastik merupakan bahan yang dapat lunak apabila dipanaskan
dan mengeras jika diinginkan. Jika dipanaskan akan menjadi lunak dan dapat
kembali ke bentuk semula karena molekul-molekulnya tidak mengalami cross
linking (ikat silang). Contoh resin termoplastik: PP (Poli Propilena), Nilon, PE
(Poli Etilena), PVC (Poli Vinil Klorida), PS (Poli Stirena).
2. Resin Termoset
Resin termoset merupakan bahan yang tidak dapat mencair atau lunak
kembali apabila dipanaskan. Resin termoset tidak dapat di daur ulang karena telah
membentuk ikatan silang antara rantai-rantai molekulnya. Sifat mekanisnya
bergantung pada unsur molekuler yang membentuk jaringan, rapat serta panjang
jaringan silang (Humaidi, 1998).

Jenis perekat sintetis yang digunakan dalam industri papan serat maupun
papan partikel ada dua macam yaitu: Urea formaldehida dan Phenol
formaldehida. Perekat resin urea formaldehida biasanya digunakan untuk
membuat jenis papan yang pada aplikasinya digunakan di dalam ruangan
(interior) dan tidak memerlukan ketahanan yang kuat terhadap cuaca. Keuntungan
dari urea formaldehida adalah harganya yang relatif murah, mudah dalam
penuangan dan proses pemotongan cepat dan tidak meninggalkan bekas warna
pada papan yang dihasilkan. Untuk papan yang memerlukan ketahanan terhadap
cuaca atau digunakan pada luar ruangan biasanya perekat yang digunakan adalah
resin phenol formaldehyde (Maloney, 1997).
Sellers (2001) dalam Tarigan (2009) mengemukakan bahwa perekat
(adhesive) menurut ASTM adalah suatu zat atau bahan yang memiliki
kemampuan untuk mengikat dua buah benda berdasarkan ikatan permukaan.
Perekat merupakan salah satu bahan utama yang sangat penting dalam industri
pengolahan kayu, khususnya kayu komposit.
Perekat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perekat phenol
formaldehida (PF). Perekat phenol formaldehida (PF) memiliki kelebihan yaitu
sifat perekatan yang baik, sedangkan kelemahannya yaitu sumber bahan baku
yang semakin berkurang serta menimbulkan emisi formaldehida terhadap
lingkungan (Sucipto dkk. 2010).
Perekat fenol formaldehida merupakan perekat resin fenolik, dibentuk
melalui reaksi kondensasi antara formaldehida dengan senyawa fenolik (Pizzi.,
dkk. 1997 dalam Risfaheri., dkk. 2005). Pada umumnya perekat yang sering
digunakan untuk kayu lapis adalah perekat urea formaldehida, fenol formaldehida,

dan melamin formaldehida (Davis, 1997 dalam Risfaheri., dkk. 2005). Perekat
fenol formaldehida memiliki sifat tahan air, panas dan jamur sehingga
digolongkan ke dalam jenis perekat tipe eksterior. Perekat urea formaldehida tidak
tahan terhadap pengaruh cuaca sehingga digolongkan ke dalam perekat tipe
interior. Dalam pembuatan kayu lapis, perekat memegang peranan penting
meskipun faktor venir (lembaran kayu penyusun kayu lapis) tidak dapat
diabaikan.
Kollman., dkk. (1975) dalam Trihusada (2000) menyatakan bahwa, resin
PF mengalami pemadatan yang lebih lambat, sehingga memerlukan temperatur
kempa yang lebih tinggi dan waktu kempa yang lebih lama, dibandingkan dengan
perekat urea formaldehida. Oleh karena itu, kadar air partikel yang akan direkat
perlu diperhatikan dalam pembuatan papan partikel dengan menggunakan perekat
PF.

Proses Pembuatan Papan

Proses pembuatan papan partikel tidak biasa dilakukan secara manual
karena perlunya perlakuan tekanan panas pada papan partikel. Proses awal
pembuatan papan partikel diawali dengan pemilahan bahan sesuai dengan ukuran.
Untuk menyeragamkan bahan digunakan mesin chipper yang berfungsi mengubah
bahan menjadi bentuk partikel dengan ukuran yang lebih kecil. Selanjutnya
dilakukan proses pengeringan partikel dengan menggunakan pengeringan udara
(untuk skala industri dengan menggunakan oven). Setelah partikel seragam (baik
ukuran partikel maupun kadar airnya) proses selanjutnya adalah mencampur
dengan bahan perekat. Perekat yang biasa digunakan dalam pembuatan papan

partikel adalah phenol folmaldehide. Setelah pencampuran proses selanjutnya
dilakukan pengempaan dingin selama 15 menit (tergantung jenis bahan baku dan
ketebalan papan partikel) dan dilanjutkan proses tekanan panas selama 10 menit
(tergantung bahan baku dan ketebalan papan partikel). Proses selanjutnya
dilakukan proses finishing (penghalusan permukaandan pemotongan pinggir
papan) (Wulandari, 2013).
Papan partikel merupakan salah satu produk dari upaya pengembangan
teknologi dalam pengolahan kayu dan bahan berlignoselulosa lainnya. Tsoumis
(1991) mengemukakan bahwa papan partikel adalah suatu produk komposit yang
dibuat dengan merekatkan partikel berupa potongan kayu yang kecil atau material
lain yang mengandung

lignoselulosa. Dengan kata lain bahwa semua bahan

berlignoselulosa dapat dipergunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan papan
partikel. Penelitian sebelumnya terkait tentang pembuatan papan partikel dari
batang pisang sebagai salah satu bahan yang mengandung lignoselulosa telah
dilakukan oleh Fauzi (2005) yang berjudul “Karakteristik Fisis Papan Komposit
dari Serat Batang Pisang (Musa.sp) dengan Perlakuan Alkali”. Papan komposit
dari limbah batang pisang yang diambil seratnya dapat menghasilkan papan
komposit yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan JIS A 5905-1994. Dari
penelitian ini dapat direkomendasikan bahwa serat batang pisang dapat dijadikan
sebagai alternatif bahan baku papan pengganti kayu.

Kadar Perekat
Menurut Rowell, dkk. (1997), kadar resin yang umum digunakan berkisar
antara 4-15 % tetapi kebanyakan berkisar antara 6-9 %. Di dalam penelitian ini

kadar perekat phenol formaldehida (PF) yang digunakan berkisar 8-16 % yaitu
8%, 10%, 12%, 14%, 16%. Peningkatan kadar resin dapat meningkatkan
keteguhan patah dan keteguhan rekat serta menurunkan ekspansi linier, daya
absorbsi air, dan pengembangan tebal papan partikel (Maloney, 1993).
Sembiring (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh ukuran partikel
dan kadar perekat terhadap sifat fisis dan mekanis papan partikel dari limbah
batang kelapa sawit dengan perekat phenol formaldehida menyatakan bahwa
pengembangan tebal dengan kadar perekat 6% cenderung lebih tinggi daripada
papan partikel yang menggunakan kadar perekat 8% dan 10%. Nilai
pengembangan tebal semakin menurun seiring dengan meningkatnya kadar
perekat PF. Hal ini terjadi karena dengan semakin banyak jumlah perekat
membuat ruang lembaran papan menjadi lebih rapat sehingga air yang masuk ke
dalam papan partikel menjadi lebih sedikit dan pengembangan tebalnya semakin
menurun. Semakin tinggi kadar perekat, pengembangan papan partikel cenderung
menurun.
Sinulingga (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh kadar perekat
urea formaldehida pada pembuatan papan partikel serat pendek eceng gondok
dengan menvariasikan kadar perekat urea formaldehida 6%, 8%, 10%, 12% dan
14% menyatakan bahwa semakin tinggi kadar perekat, maka kadar airnya semakin
rendah. Kerapatan papan partikel tidak dipengaruhi oleh kadar perekat papan
partikel. Semakin bertambahnya kadar perekat, maka semakin meningkatnya nilai
kuat pegang sekrup papan partikel, kekuatan lentur papan partikel, dan keteguhan
patah papan partikel.