Analisis Spasial Potensi Banjir pada DAS Belawan dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Siklus Hidrologi
Hidrologi adalah suatu ilmu mempelajari tentang kehadiran dan gerakan air di
alam. Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang
dinamakan “siklus hidrologi”. Siklus Siklus hirdologi merupakan proses kontinyu di
mana air bergerak dari bumi ke atmosfer dan kemudian kembali ke bumi lagi. Air di
permukaan tanah dan laut menguap ke udara. Uap air mengalami kondensasi dan
membentuk awan dan kemudian jatuh sebagai hujan ke permukaan laut dan darat.
Sebagian air hujan yang sampai ke permukaan tanah akan meresap ke dalam tanah
(infiltrasi) dan sebagian lainnya mengalir di atas permukaan tanah (surface runoff)
hingga mengalir ke laut. Air yang meresap ketanah sebagian mengalir di dalam tanah
(perkolasi) dan mengisi air tanah hingga keluar sebagai mata air atau mengalir ke sungai.
Air di sungai akan sampai kelaut. Proses ini berlangsung terus menerus dan disebut
dengan siklus hidrologi. (Bambang Triatmodjo,2008).

(Sumber : google.com)Gambar 2.1 Siklus Hidrologi

Universitas Sumatera Utara

. Mekanisme terjadiya proses keseimbangan peubahan fasa air dan pergerakan

massa air laut, darat, dan atmosfer (lihat gambar 2.1). Dalam skema tersebut terlihat
adanya beberapa proses alami yang menjadi komponen utama dari siklus hidrologi.
Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak langsung
yaitu melalui vegetasi atau media lainnnya akan membentuk siklus aliran air mulai dari
tempat yang tinggi (gunung, pegunungan) menuju ke tempat yang rendah baik di
permukaan tanah maupun di dalam tanah yang berakhir di laut. Dengan adanya
penyinaran matahari, maka semua air yang ada dipermukaan bumi akan berubah wujud
berupa gas/uap akibat panas matahari dan disebut dengan penguapan atau evaporasi dan
transpirasi. Uap ini bergerak di atmosfer (udara) kemudian akibat perbedaan temperatur
di atmosfer dari panas menjadi dingin maka air akan terbentuk akibat kondensasi dari
uap menjadi cairan (from air to liquid state). Bila temperatur berada di bawah titik beku
(freezing point) kristal-kristal es terbentuk. Tetesan air kecil (tiny droplet) umbuh oleh
kondensasi dan berbenturan dengan tetesan air lainnya dan terbawa oleh gerakan udara
turbulen sampai pada kondisi yang cukup besar menjadi butir-butir air.
Apabila dari butir-butir air yang kecil yang terbawa oleh gerakan udara sehingga
keadaan butir-butir air jumlah terus bertambah sampai keadaan butiaran air sudah cukup
banyak dan akibat berat sendiri (pengaruh gravitasi) sehingga terjadi butiran air itu akan
turun ke bumi terus menerus dan proses turunnya butiran air ini disebut dengan hujan
atau resipitasi. Bila temperatur udara turun sampai dibawah 0º Celcius, maka butiran air
akan berubah menjadi salju [Chow dkk.,1988]. Hujan jatuh ke bumi baik secara

langsung maupun melalui media misalnya melalui tanaman (vegetasi). Di bumi air

Universitas Sumatera Utara

mengalir dan bergerak dengan berbagaicara. Pada retensi (tempat penyimpanan) air
akan menetap untuk beberapa waktu. Retensi dapat berupa retensi alam seperti darahdaerah cekungan, danau tempat tempat yang rendah dll., maupun retensi buatan seperti
tampungan, sumur, embung, waduk dll.
Secara gravitasi (alami) air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah yang
rendah, dari gunung-gunung, pegunungan ke lembah, lalu ke daerah yang lebih rendah,
sampai ke daerah pantai dan akhirnya akan bermuara ke laut. Aliran air ini disebut aliran
permukaan tanah karena bergerak di atas muka tanah. Aliran ini biasanya akan
memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju kesistem jaringan sungai, sistem
danau atau waduk. Dalam sistem sungai aliran mengalir mulai dari sistem sungai kecil
ke sistem sungai yang besar dan akhirnya menuju mulut sungai atau sering disebut
estuary yaitu tempat bertemunya sungai dengan laut. Air hujan sebagian mengalir
meresap kedalam tanah atau yang sering disebut dengan Infiltrasi, dan bergerak terus
kebawah. Air hujan yang jatuh ke bumi sebagian menguap (evaporasi dan transpirasi)
dan membentuk uap air. Sebagian lagi mengalir masuk kedalam tanah (infiltrasi,
perkolasi, kapiler). Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di
dalam ruang – ruang antara butir – butir tanah dan di dalam retak – retak dari batuan.

Dahulu disebut air lapisan dan yang terakhir disebut air celah (fissure water). Aliran air
tanah dapat dibedakan menjadi aliran tanah dangkal, aliran tanah antara dan aliran dasar
(base flow). Disebut aliran dasar karena aliran ini merupakan aliran yang mengisi sistem
jaringan sungai. Hal ini dapat dilihat pada musim kemarau, ketika hujan tidak turun
untuk beberapa waktu, pada suatu sistem sungai tertentu aliran masih tetap dan kontinyu.

Universitas Sumatera Utara

Sebagian air yang tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar
ke permukaan tanah sebagai limpasan, yakni limpasan permukaan (surfacerunoff),
aliran intra (interflow) dan limpasan air tanah (groundwater runoff) yang terkumpul di
sungai yang akhirnya akan mengalir ke laut kembali terjadi penguapan dan begitu
seterusnya mengikuti siklus hidrologi. Penyimpanan air tanah besarnya tergantung dari
kondisi geologi setempat dan waktu. Kondisi tata guna lahan juga berpengaruh terhadap
tampungan air tanah, misalnya lahan hutan yang beralih fungsi mejadi daerah
pemukiman dan curah hujan daerah tersebut. Sebagai permulaan dari simulasi harus
ditentukan penyimpangan awal ( initial storage ).
Hujan jatuh ke bumi baik secara langsung maupun melalui media misalnya
melalui tanaman (vegetasi), masuk ke tanah begitu juga hujan yang terinfiltrasi,
sedangkan air yang tidak terinfiltrasi yang merupakan limpasan mengalir ke tempat yang

lebih rendah, mengalir ke danau dan tertampung. Dan hujan yang langsung jatuh di atas
sebuah danau (reservoir) air hujan (presipitasi) yang langsung jatuh diatas danau
menjadi tampungan langsung. Air yang tertahan di danau akan mengalir melalui sistem
jaringan sungai, permukaan tanah (akibat debit banjir) dan merembes melalui tanah.
Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,
peredaran dan penyebarannya, sifat-sifatnya hubungan dengan lingkungannya terutama
dengan makhluk hidup. Penerapan ilmu hidrologi dapat dijumpai dalam beberapa
kegiatan seperti perencanaan dan operasi bangunan air, penyediaan air untuk berbagai
keperluan (air bersih, irigasi, perikanan, peternakan), pembangkit listrik, tenaga air,
pengendalian banjir, pengendalian erosi dan sedimentasi, transportasi air.( menurut
Bambang Triatmodjo).

Universitas Sumatera Utara

Secara umum evaluasi perencanaan pada embung merupakan salah satu bagian
evaluasi awal dalam perencanaan atau perancangan bangunan-bangunan hidraulik.
Pengertian yang terkandung didalam perencanaan embung adalah bahwa informasi dan
besaran-besaran yang diperoleh dalam evaluasi perencanaan embung dikabupaten
Simeulue Tengah ini merupakan masukan penting untuk mensejahterahkan kebutuhan
irigasi setempat. Evaporasi yang lain dapat terjadi pada sistem sungai, embung,

reservoir, waduk maupun air laut yang merupakan sumber air terbesar, tetapi tidak bisa
langsung di manfaatkan sebagai sumber kehidupan karena mengandung garam atau air
asin (salt water).
Menurut Takeda (hal:1) di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km3
air : 97,5 % adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di dataran sebagai air
sungai ,air danau, air tanah dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap di udara.
2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai (DAS)/Daerah Pengaliran Sungai (DPS) atau drainage
basin adalah suatu daerah yang terhampar di sisi kiri dan dan kanan dari suatu aliran
sungai, dimana semua anak sungai yang terdapat di sebelah kanan dan kiri sungai
bermuara ke dalam suatu sungai induk. Seluruh hujan yang terjadi didalam suatu
drainage basin, semua airnya akan mengisi sungai yang terdapat di dalam DAS tersebut.
oleh sebab itu, areal DAS juga merupakan daerah tangkapan hujan atau disebut catcment
area. Semua air yang mengalir melalui sungai bergerak meninggalkan daerah daerah
tangkapan sungai (DAS) dengan atau tampa memperhitungkan jalan yang ditempuh
sebelum mencapai limpasan (run off). Daerah Aliran Sungai (DAS) juga dapat
didefinisikan sebagai suatu daerah yang dibatasi oleh topografi alami, dimana semua air

Universitas Sumatera Utara


hujan yang jatuh didalamnya akan mengalir melalui suatu sungai dan keluar melalui
outlet pada sungai tersebut, atau merupakan satuan hidrologi yang menggambarkan dan
menggunakan satuan fisik-biologi dan satuan kegiatan sosial ekonomi untuk
perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam. (Suripin, 2001).
Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan
dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang
batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah
perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (PP 37 2012). Nama sebuah DAS
ditandai dengan nama sungai yang bersangkutan dan dibatasi oleh titik kontrol yang
umumnya merupakan setasiun hidrometri.memperhatikn hal tersebut berarti sebuah
DAS dapat merupakan bagian dari DAS lain.lazimnya apabila terdapat titik kontrol
dianggap penting (pengertian ini sangat samar-samar), maka DAS ditandai dengan nama
pada titik kontrol tersebut sedangkan titik titik kontrol lain yang terletak sebelah hulunya
disebutkan sebagai sub-DAS (Harto S, 1993). Antara DAS yang satu dengan DAS yang
lainnya dibatasi oleh titik-titik tertinggi muka bumi berbentuk punggungan yang disebut
stream devide atau batas daerah aliran (garis pemisah DAS). Bila suatu stream devide
itu merupakan jajaran pebukitan disebut stream devide range.

Universitas Sumatera Utara


( Sumber : google.com )

Gambar 2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS)
Morfomeri Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah istilah yang digunakan untuk
menyatakan keadaan jaringan alur sungai secara kuantitatif. keadaan yang dimaksud
untuk analisa aliran sungai antara lain meliputi:
 Luas
Garis batas antara DAS adalah punggung permukaan bumi yang dapat
memisahkan dan membagia air hujan ke masing-masing DAS. Garis batas
tersebut ditentukan berdasarkan perubahan kontur dari peta tofografi sedangkan
luas DAS nya dapat diukur dengan alat planimeter.


Panjang dan lebar
Panjang DAS adalah sama dengan jarak datar dari muara sungai ke arah hulu

sepanjang sungai induk. Sedangkan lebar DAS adalah perbandingan antara luas DAS
dengan panjang sungai induk.


Universitas Sumatera Utara

2.2.1

Pengertian Sungai
Dalam siklus hidrologi, aliran sungai digolongkan sebagai aliran permukaan. Air

sungai bisa berasal dari air hujan (terutama di daerah tropis) dan bisa pula berasal dari
es yang mencair di gunung atau pegunungan (terutama di daerah empat musim). Oleh
karena itu, debit air sungai bisa sangat dipengaruhi oleh musim. Bagi kita di Indonesia
yang berada di daerah tropis, debit air sungai akan tinggi bila musim hujan dan rendah
di musim kemarau. Sementara itu, di daerah empat musim, debit aliran sungai
meningkat ketika musim dingin berakhir karena salju mencair. Menurut Sandy (1985),
dalam pergerakannya air selain melarutkan sesuatu juga mengikis bumi sehingga
akhirnya terbentuklah cekungan dimana air tertampung melalui saluran kecil atau besar
yang disebut dengan istilah alur sungai.
Sebagian besar air hujan yang turun ke permukaan tanah mengalir ke tempattempat yang lebih rendah. Setelah mengalami bermacam macam perlawanan akibat gaya
berat, air hujan akhirnya melimpah ke danau atau ke laut. Suatu alur yang panjang di
atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan disebut alur sungai.
Dan perpaduan antara alur sungai dan aliran air didalamnya disebut sungai. Suatu

kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah, di mana air akan mengalir
melalui sungai dan anak sungai disebut daerah aliran sungai (DAS). Dalam istilah
bahasa inggris disebut Catchment Area, Watershed, atau River Basin.
Menurut Waryono (2001) bahwa struktur sungai pada hakekatnya merupakan
bentuk luar penampang badan sungai yang memiliki karakteristik berbeda pada bagian
hulu, tengah, dan hilir. Lebih jauh dikemukakan bahwa bagian dari struktur sungai

Universitas Sumatera Utara

meliputi badan sungai, tanggul sungai dan bantaran sungai. Gambar struktur koridor
sungai secara rinci ditampilkan pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Struktur Koridor Sungai
Keterangan:
A: Penyangga tepian sungai.

D: Batas tinggi air semu.

B: Dataran banjir.


E: Dasar sungai.

C: Badan sungai.

F: Vegetasi riparian.

Fungsi pokok sungai adalah untuk mengalirkan kelebihan air dari permukaan
tanah, sedangkan fungsi lainnya adalah dapat digunakan untuk kesejahteraan manusia,
seperti sumber air minum, PLTA, pengairan, transportasi air, untuk meninggikan tanah
yang rendah dan mengatur suhu tanah. Menurut peraturan perundangan yang ada, fungsi
sungai adalah:
a.

Sungai sebagai sumber air yang merupakan salah satu sumber daya alam
yang mempunyai fungsi serba guna bagi kehidupan manusia.

Universitas Sumatera Utara

b.


Sungai harus dilindungi dan dijaga kelestariannya, ditingkatkan fungsi dan
pemanfaatannya, dan dikendalikan daya rusaknya terhadap lingkungan.

2.3

Potensi Banjir

2.3.1

Pengertian Banjir
Dalam ilmu geografi istilah “banjir” tidak dapat di definisikan dengan

memuaskan. Salah satu pengertian tentang banjir yang mendefinisikan bahwa peristiwa
meluapnya air sungai melampaui tanggulnya sehingga menggenangi daratan
disampingnya (Strahler, 1975). Pengertian ini tidak mempersalahkan apakah banjir
adalah suatu bencana atau bukan. Pengertian ini memandang “banjir” sebagai suatu
istilah yang bermakna sosial-budaya, karena suatu tempat dikatakan dilanda banjir jika
tempat itu adalah daerah budi daya manusia yang tidak semestinya dilanda banjir, jika
tempat itu adalah suatu hutan atau suatu permukiman yang terdiri atas rumah-rumah
panggung yang dibuat untuk menghindari naiknya permukaan setiap musim, maka itu
tidak dikatakan banjir oleh mereka. Berdasarkan uraian tersebut dapat dipahami bahwa
istilah banjir itu tidak dipakai secara konsisten. Terkadang disamakan dengan
“genangan”. padahal tidak semua genangan disebabkan oleh meluapnya sungai,
misalnya genangan di ruas jalan yang cekung. Namun yang jelas kata “banjir” akan
memunculkan kesan ”genangan” dipikiran kita.
Banjir adalah setiap aliran yang relatif tinggi yang melampaui tanggul sungai
sehingga aliran air menyebar ke dataran sungai dan menimbulkan masalah pada manusia
(Chow, 1970). Definisi di atas menjelaskan bahwa banjir terjadi apabila kapasitas alir
sungai telah terlampaui dan air telah menyebar ke dataran banjir, bahkan lebih jauh yang

Universitas Sumatera Utara

mengakibatkan terjadinya genangan. Genangan air tidak dikatakan banjir apabila tidak
menimbulkan masalah bagi manusia yang tinggal pada daerah genangan tersebut.
Menurut Hasibuan (2004), banjir adalah jumlah debit air yang melebihi kapasitas
pengaliran air tertentu, ataupun meluapnya aliran air pada palung sungai atau saluran
sehingga air melimpah dari kiri kanan tanggul sungai atau saluran.
Dalam kepentingan yang lebih teknis, banjir dapat disebut sebagai genangan air
yang terjadi di suatu lokasi yang diakibatkan oleh:
1. Perubahan tata guna lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS).
2. Pembuangan sampah.
3. Erosi dan sedimentasi.
4. Kawasan kumuh sepanjang jalur drainase.
5. Perencanaan sistem pengendalian banjir yang tidak tepat.
6. Curah hujan yang tinggi.
7. Pengaruh fisiografi/geofisik sungai.
8. Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai.
9. Pengaruh air pasang.
10. Penurunan tanah dan rob (genangan akibat pasang surut air laut).
11. Drainase lahan.
12. Bendung dan bangunan air.
13. Kerusakan bangunan pengendali banjir (Kodoatie, 2005).

Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Daerah Rawan Banjir
Untuk mereduksi kerugian akibat banjir, maka lebih dulu harus diketahui secara
pasti daerah rawan banjir. Daerah rawan banjir dapat dikenali berdasarkan karakter
wilayah banjir yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. limpasan dari tepi sungai.
2. wilayah cekungan.
3. banjir akibat pasang surut.
Menurut Peraturan Menteri

PU No. 63/PRT/1993 tentang garis sempadan

sungai, daerah manfaat sungai, daerah penguasaan sungai dan bekas sungai, daerah
penguasaan sungai adalah dataran banjir, daerah retensi, bantaran atau daerah sempadan
ditampilkan pada Gambar 2.7. Elevasi dan debit banjir daerah rawan banjir sekurangkurangnya ditentukan berdasarkan analisis perioda ulang 50 tahunan.
Tingkat resiko di daerah rawan banjir bervariasi tergantung ketinggian
permukaan tanah setempat. Dengan menggunakan peta kontur ketinggian permukaan
tanah serta melalui analisis hidrologi dan hidrolika dapat ditentukan pembagian dataran
banjir menurut tingkat resiko terhadap banjir. Pembagian daerah rawan banjir digunakan
sebagai bahan acuan penataan ruang wilayah perkotaan sehingga diketahui resiko banjir
yang akan terjadi. Dengan mengikuti pemetaan daerah rawan banjir yang telah
diperbaiki maka resiko terjadi bencana/kerusakan/kerugian akibat genangan banjir yang
diderita oleh masyarakat menjadi minimal.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.7: Daerah Penguasaan Sungai

(Sumber : google.com)
Gambar 2.4 Daerah Penguasaan Sungai
2.3.3

Tingkat Bahaya Banjir
Banjir terjadi sepanjang sistem sungai dan anak-anak sungainya yang mampu

membanjiri wilayah luas dan mendorong peluapan air di dataran banjirnya (flood plain).
Dataran banjir merupakan daerah rawan banjir yang dapat diklasifikasi berdasarkan kala
ulang banjirnya. Dataran banjir di sekitar bantaran sungai yang masuk dalam daerah
genangan pada debit banjir tahunan Q100 merupakan daerah rawan banjir yang sangat
tinggi dijelaskan pada Tabel 2.1 menjelaskan klasifikasi ini yang akan diadopsi dalam
studi ini.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Tingkat Bahaya Banjir menurut Periode Kala Ulang
Kelas

Kala Ulang

Daerah Rawan

Debit Banjir

Banjir

1

Q50 – Q100

Sangat Tinggi

2

Q30 – Q50

Tinggi

3

Q10 – Q30

Sedang

4

Q1 – Q10

Rendah

2.4

Curah Hujan

2.4.1

Faktor Curah Hujan
Faktor curah hujan yang tinggi merupakan salah satu faktor utama penyebab

banjir. Wilayah Indonesia yang merupakan benua maritim di daerah tropis mempunyai
curah hujan yang sangat tinggi. Dengan didominasi oleh adanya awan-awan konvektif
dan orografik yang sangat tinggi. Dengan didominasi oleh adanya awan-awan konvektif
dan orografik maka intensitas curah hujan yang terjadi sangat besar. Curah hujan yang
tinggi, lereng yang curam di daerah hulu disertai dengan perubahan ekosistem dari
tanaman tahunan atau tanaman keras berakar dalam ke tanaman semusim berakar
dangkal mengakibatkan berkurangnya air yang disimpan dalam tanah, memperbesar
aliran permukaan serta menyebabkan terjadinya tanah longsor. Curah hujan yang tinggi
dalam kurun waktu yang singkat dan tidak dapat diserap tanah akan dilepas sebagai
aliran permukaan yang akhirnya menimbulkan banjir.

Universitas Sumatera Utara

2.4.2

Analisa Frekuensi
Analisis frekuensi adalah prosedur memperkirakan frekuensi suatu kejadian

pada masa lalu atau masa yang akan datang. Prosedur tersebut dapat digunakan
menentukan hujan rancangan dalam berbagai kala ulang berdasarkan distribusi yang
paling sesuai antara distribusi hujan secara teoritik dengan distribusi hujan secara
empirik. Hujan rancangan ini digunakan untuk menentukan intensitas hujan yang
diperlukan dalam perhitungan debit banjir menggunakan metode rasional. Dalam
penelitian ini dihitung hujan harian rancangan dengan kala ulang 2, 3, 5, 10, 25, 50, dan
100 tahun Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi metode
yang dipakai dalam analisis frekuensi data curah hujan harian maksimum adalah sebagai
berikut:
1. Distribusi Gumbel.
2. Distribusi Log Pearson Tipe III.
3. Distribusi Normal.
4. Distribusi Log Normal.

1. Distribusi Gumbel
Menurut Gumbel curah hujan untuk periode ulang tertentu (PUH) tertentu
(Tr) dihitung berdasarkan persamaan berikut:

X Tr =

+S
Y Tr = -Ln

(2.1)
(2.2)

Universitas Sumatera Utara

Sn

=



(

– )

(2.3)

di mana:
YTr = Reduced variate.
S
= Standar deviasi data hujan.
Sn = Standar deviation yang juga tergantung pada jumlah sampel/data.
Tr = Fungsi waktu balik (tahun).
Yn = Reduced mean yang tergantung jumlah sampel/data n.
2. Distribusi Log Pearson Tipe II
Metode ini telah mengembangkan serangkaian fungsi probabilitas yang
dapat dipakai untuk hampir semua distribusi probabilitas empiris. Tiga
parameter penting dalam Metode Log Pearson Tipe III, yaitu:
1. Harga rata-rata (R).
2. Simpangan baku (S).
3. Koefisien kemencengan (G).
(2.4)

= Log R
Log

=

(2.5)



S=



G=

Log



T

(

(

= Log

)

(

)(

+ KS

)( )

(2.6)

)

(2.7)

(2.8)

di mana:
R = Curah hujan rencana (mm).
G = Koefisien kemencengan.
S = Simpangan baku.

Universitas Sumatera Utara

K = Variabel standar untuk R yang besarnya tergantung dari nilai G.

5. Distribusi Normal
6. Distribusi normal disebut juga distribusi Gauss. Dalam pemakaian praktis
umumnya digunakan persamaan sebagai berikut:

T

=

+ KT S

(2.9)

KT =
di mana:

(2.10)

= Perkiraan nilai yang diharapkan akan terjadi dengan
periode ulang T– tahunan.
= Nilai rata-rata hitung sampel.
KT = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau
yang digunakan periode ulang dan tipe model matematik
distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang.
T

4. Metode Distribusi Log Normal
Logn xT =x +k ´n

di mana:

2.4.3

(2.11)

= Intensitas curah hujan dengan periode ulang T tahun.
x = Harga rata rata dari populasi x.
K = Faktor frekuensi.
n = Standar deviasi dari populasi x.
T

Uji kecocokan (Goodness of fittest test)
Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of fittest

test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang
diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut. Di

Universitas Sumatera Utara

dalam penelitian ini digunakan Metode Smirnov-Kolmogorof (secara analitis).
Pengujian distribusi probabilitas dengan Metode Smirnov-Kolmograf dilakukan dengan
langkah-langkah perhitungan sebagai berikut:

1.

Urutkan data (Xi) dari besar ke kecil atau sebaliknya.

2. Tentukan peluang empiris masing-masing data yang sudah diurut tersebut
(Xi) dengan rumus tertentu, misalnya rumus weibull.
(2.12)

( ) =

di mana: n = Jumlah data
i = Nomor urut data setelah diurut dari besar ke kecil atau
sebaliknya.
3. Tentukan peluang teoritis masing-masing data yang sudah di urut tersebut
P’(Xi) berdasarkan persamaan distribusi probablitas yang dipilih (Gumbel,
Normal, dan sebagainya).
4. Hitung selisih (∆Pi) antara peluang empiris dan teoritis untuk setiap data yang
sudah diurut.



=

( ) −

’( )

(2.13)

5. Tentukan apakah ∆Pi < ∆P kritis, jika “tidak” artinya Distribusi Probabilitas
yang dipilih tidak dapat diterima, demikian sebaliknya.

6. ∆P kritis dijelaskan pada Tabel 2.4.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.4 Tabel Nilai ∆ Kritis Smirnov-Kolmogrov (Kamiana, 2011)
(derajat kepercayaan)

N

0,20

0,10

0,05

0,01

5

0,45

0,51

0,56

0,67

10

0,32

0,37

0,41

0,49

15

0,27

0,30

0,34

0,40

20

0,23

0,26

0,29

0,36

25

0,21

0,24

0,27

0,32

30

0,19

0,22

0,24

0,29

35

0,18

0,20

0,23

0,27

40

0,17

0,19

0,21

0,25

45

0,16

0,18

0,20

0,24

50

0,15

0,17

0,19

0,23

N > 50

2.4.4 Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu
kurun waktu dimana air tersebut terkonsentrasi, Lubis (1992). Dalam penelitian ini

Universitas Sumatera Utara

intensitas hujan diturunkan dari data curah hujan harian. Menurut Lubis (1992)
intensitas hujan (mm/jam) dapat diturunkan dari data curah hujan harian (mm) empirik
menggunakan metode mononobe sebagai berikut:

(2.14)

=

di mana: I = Intensitas curah hujan (mm/jam).
t = Lamanya curah hujan (jam).
R24 = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm).
2.4.5 Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang
jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluar DAS (Titik Kontrol)
setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Salah satu rumus untuk
memperkirakan waktu konsentrasi (tc) adalah rumus yang dikembangkan oleh Kirpich
(1940), yang dapat ditulis sebagai berikut:
Tc = 0.00025 (L/√S)0.8

(2.15)

di mana: L = Panjang saluran utama dari hulu sampai penguras dalam
S = Kemiringan rata-rata saluran utama dalam m/m.

km.

Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakan menjadi dua
komponen, yaitu:
1. Inlet time (t0) yakni waktu yang diperlukan air untuk mengalir di permukaan
lahan sampai saluran terdekat.
2.

Conduit time (td) yakni waktu perjalanan dari pertama masuk sampai titik
keluaran.

Universitas Sumatera Utara

(2.16)

tc = t0 + td

di mana: t0 = 23 x 3,28 x Ls x n (menit).
td = Ls 60 V (menit).
n = Angka kekasaran Manning.
Ls = Panjang lintasan aliran di dalam saluran/sungai (m).
2.3.6

Koefisien Limpasan
Nilai koefisien limpasan ataupun koefisien pengaliran sangat berpengaruh

terhadap debit banjir. Limpasan air hujan yang langsung mengalir di atas permukaan
suatu lahan dapat memberikan aliran yang cepat maupun lambat pada saat menuju suatu
saluran drainase dan yang nantinya menuju ke saluran primer atau sungai, hal ini
tergantung dari tata guna lahan yang telah terjadi disekitar saluran tersebut. Nilai
koefisien ini juga dapat digunakan untuk menentukan kondisi fisik dari suatu DAS
(Daerah Aliran Sungai) yang artinya memiliki kondisi fisik yang baik. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Kodoatie dan Syarief (2005) yang menyatakan bahwa angka
koefisien aliran permukaan itu merupakan salah satu indikator untuk menentukan
kondisi fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0 – 1, nilai C = 0 menunjukkan bahwa
semua air hujan terinterepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah dan sebaliknya untuk C = 1
menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan (run off).
Perubahan tata guna lahan yang terjadi secara langsung mempengaruhi debit puncak
yang terjadi pada suatu DAS.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.5 Nilai Koefisien Limpasan
Jenis Daerah
Daerah Perdagangan
Kota
Sekitar Kota
Daerah Pemukiman
Satu Rumah
Banyak Rumah, terpisah
Banyak Rumah, rapat
Pemukiman, pinggiran kota
Apartemen
Daerah Industry
Ringan
Padat
Lapangan, kuburan dan sejenisnya
Halaman, jalan kereta api dan sejenisnya
Lahan tidak terpelihara

Koefisien
Limpasan
0.70-0.95
0.50-0.70
0.30-0.50
0.40-0.50
0.60-0.75
0.25-0.40
0.50-0.70
0.50-0.80
0.60-0.90
0.10-0.25
0.20-0.35
0.10-0.30

Sumber: SNI 03-2415—1991

2.5

Debit Banjir

2.5.1

Debit Banjir
Daerah dataran banjir diprediksi berdasarkan debit banjir dengan kala ulang

tertentu. Debit banjir dengan kala ulang 100 tahun Q100 bermakna banjir yang memiliki
probabilitas kejadian 0.01 dalam setahun yang akan menggenangi daerah dataran banjir.
Daerah dataran banjir Q100 tentu jauh lebih besar dari daerah dataran banjir Q10.

Universitas Sumatera Utara

Mengingat banyak sungai di Indonesia yang tidak dilengkapi dengan alat pengukur
debit, maka debit banjir biasanya dihitung berdasarkan curah hujan dengan
menggunakan metode Gumbel, metode Log Pearson III, ataupun metode Normal. Dan
perhitungan debit banjir digunakan dengan metode hidrograf sintetis (Nakayasu,
Snyder, dll) untuk pemodelan unsteady flow dan metode rasional untuk steady flow.

2.5.2

Metode Perhitungan Debit Banjir

2.5.2.1 Metode Rasional
Besarnya debit rencana dihitung dengan memakai metode Rasional kalau
daerah alirannya kurang dari 80 Ha. Untuk daerah yang alirannya lebih luas sampai
dengan 5000 Ha, dapat digunakan metode rasional yang diubah. Untuk luas daerah yang
lebih dari 5000 Ha, digunakan hidrograf satuan atau metode rasional yang diubah.
Rumus metode rasional adalah sebagai berikut:
Q=fxCxIxA

(2.20)

di mana: C = Koefisien pengaliran.
I = Intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam).
A = Luas daerah aliran (km2).
f = Faktor konversi = 0.278.
2.5.2.2 Metode Hidrograf Banjir
Kebanyakan daerah aliran sungai sebagian besar curah hujan akan menjadi
limpasan langsung. Aliran semacam ini dapat menghasilkan puncak banjir yang tinggi.
Teori hidrograf satuan menghubungkan hujan netto atau hujan efektif, yaitu sebagian
hujan total yang menyebabkan adanya limpasan permukaan, dengan hidrograf limpasan
langsung sehingga merupakan sarana untuk menghitung hidrograf akibat hujan

Universitas Sumatera Utara

sembarang. Ini dikerjakan atas dasar anggapan bahwa transformasi hujan netto menjadi
limpasan langsung tidak berubah karena waktu (time invariant). Dari sudut limpasan
langsung semua hujan yang tidak memberikan sumbangan terhadap terjadinya banjir
dipandang sebagai kehilangan. Kehilangan tersebut terdiri atas:
a. Air hujan yang tersangkut didahan pohon
(interception).
b. Tampungan di cekungan (depression storage).
c. Pengisian lengas tanah (replenisment of soil moisture).
d. Pengisian air tanah (recharge).
e. Evapotranspirasi.

dan

tumbuhan

Jadi hidrograf tersebut didefinisikan sebagai hubungan antara salah satu unsur
aliran terhadap waktu. Berdasarkan definisi tersebut dikenal ada 2 macam hidrograf,
yaitu hidrograf muka air dan hidrograf debit. Hidrograf muka air tidak lain adalah data
atau garafik hasil rekaman AWLR (Automatic Water Level Recorder). Sedangkan
hidrograf debit, yang dalam pengertian sehari hari disebut hidrograf, diperoleh dari
hidrograf muka air dan lengkung debit. Hidrograf tersusun atas dua komponen, yaitu
aliran permukaan, yang berasal dari aliran langsung air hujan, dan aliran dasar (base
flow). Aliran dasar berasal dari air tanah yang pada umumnya tidak memberikan respon
yang cepat terhadap hujan.
1.

Hidrograf Satuan
Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh

hujan efektif yang terjadi merata diseluruh DAS dan dengan intensitas tetap selama satu
satuan waktu yang ditetapkan, yang disebut hujan satuan. Hujan satuan adalah curah
hujan yang lamanya sedimikian rupa sehingga lamanya limpasan permukaan tidak
menjadi pendek, meskipun curah hujan itu menjadi pendek. Jadi hujan satuan yang

Universitas Sumatera Utara

dipilih adalah yang lamanya sama atau lebih pendek dari periode naik hidrograf (waktu
dari titik permulaan aliran permukaan sampai puncak). Periode limpasan dari hujan
satuan semuanya adalah kira kira sama dan tidak ada sangkut pautnya dengan intensitas
hujan.
Hidrograf satuan merupakan model sederhana yang menyatakan respon DAS
terhadap hujan. Tujuan dari hidrograf satuan adalah untuk memperkirakan hubungan
antara hujan efektif dan aliran permukaan. Konsep hidrograf saatuan pertama kali
dikemukakan oleh Sherman pada tahun 1932. Dia menyatakan bahwa suatu sistem DAS
mempunyai sifat khas yang menyatakan respon DAS terhadap suatu masukan tertentu
yang berdasarkan 3 prinsip:
a. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu,
intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan
menghasilkan limpasan dengan durasi sama, meskipun jumlahnya berbeda.
Ini merupakan aturan empiris yang mendekati kebenaran.
b. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu,
intensitas hujan

yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan

menghasilkan hidrograf limpasan, dimana ordinatnya pada sembarang
waktu memiliki proposi yang sama dengan proposi intensitas hujan efektif.
Dengan kata lain, ordinat hidrograf satuan sebanding dengan volume hujan
efektif yang menimbulkannya. Hal ini berarti bahwa hujan sebanyak n kali
lipat dalam satuan waktu tertentu akan

menghasilkan suatu hidrograf

dengan ordinat sebesar n kali lipat.

Universitas Sumatera Utara

c. Prinsip superposisi dipakai pada hidrograf yang dihasilkan oleh hujan
efektif

berintensitas seragam yang memiliki periode periode yang

berdekatan atau tersendiri. Jadi, hidrograf

yang merepresentasikan

kombinasi beberapa kejadian aliran permukaan adalah jumlah dari ordinat
hidrograf tunggal yang memberi kontribusi.
Ketiga asumsi ini secara tidak langsung menyatakan bahwa tanggapan DAS
terhadap hujan adalah linier, walaupun sebenarnya kurang tepat. Namun demikian,
penggunaan hidrograf satuan telah banyak memberikan hasil yang memuaskan untuk
berbagai kondisi. Sehingga, teori hidrograf satuan banyak dipakai dalam menentukan
debit atau banjir rencana.
2. Hidrograf satuan sintetik
Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa untuk menurunkan hidrograf satuan
diperlukan rekaman data limpasan dan data hujan, padahal sering kita jumpai ada
beberapa DAS tidak memiliki sama sekali catatan limpasan. Dalam kasus ini, hidrograf
satuan diturunkan berdasarkan data-data dari sungai pada DAS yang sama atau DAS
terdekat yang mempunyai karakteristik yang sama. Karakteristik atau parameter daerah
pengaliran tersebut terlebih dahulu perlu dicari waktu, lebar dasar, luas, kemiringan,
panjang, koefisien limpasan dan lain sebagainya. Hasil dari penurunan hidrograf satuan
ini dinamakan hidrograf satuan sintetik (HSS). Ada tiga jenis hidrograf satuan sintetis,
yaitu:
1. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
2. Hidrograf Satuan Sintetik Snyder
3. Hidrograf Satuan Sintetik Gama I

Universitas Sumatera Utara

4. Hidrograf Satuan Sintetik SCS
Dalam penelitian ini hanya akan dibahas mengenai Hidrograf Satuan Sintetik
Nakayasu. Hidrograf tersebut penulis rasa cocok dengan kedaan lokasi studi di DAS
Deli dan DAS Belawan khususnya pada sungai utama dan anak sungainya di kedua DAS
tersebut yaitu Sungai Deli, Sungai Babura, dan Sungai Belawan.
3. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
Stasiun pengukur debit dan tinggi muka air sungai (stasiun hidrometri) pada
umumnya hanya dipasang di tempat tempat tertentu yang dipandang oleh pengelolanya
mempunyai arti yang cukup penting. Hal tersebut disebabkan karena tidak mungkin
memasang stasiun hidrometri disembarang tempat dan biaya pemasangannya juga tidak
murah. Namun masalah yang banyak timbul adalah ketidak-cocokan antara rencana
pengembangan jaringan stasiun hidrometri. Pengembangan suatu daerah sering tidak
dapat diketahui sebelumnya, atau kalau rencana itu diketahui tidak selekasnya diikuti
dengan keiatan pengumpulan data. Hingga pada saat dibutuhkan untuk analisis data
tidak tersedia, atau tersedia dalam jangka waktu yang sangat pendek.
Untuk mengatasi hal ini sebenarnya di Indonesia telah dikenal dan banyak
digunakan berbagai cara untuk memperkirakan banjir rancangan yang didasarkan atas
persamaan rasional. Cara ini mengandalkan data curah hujan sebagai dasar hitungan.
Namun dari penelitian terbukti bahwa metode seperti Melchior, Der Weduwen dan
Haspers mempunyai penyimpangan yang berkisar antara 2% - 80%, dengan
penyimpangan rata rata berturut turut sebesar 89%, 85% dan 56%. Selain itu tercatat
pula bahwa 77% dari kasus yang ditinjau menunjukkan perkiraan lebih (overestimated).
Cara- cara rasional untuk memperkirakan banjir yang mendapatkan kritikan tajam,

Universitas Sumatera Utara

karena pemakaian koefisien limpasan (runoff coefficient) mengundang subjektivitas
yang sangat besar dan merupakan salah satu faktor penyebab penyimpangannya.
Penyebab lainnya adalah koefisien reduksi (reduction coefficient).
Persamaan rasional hanya dianjurkan untuk DAS kecil kurang dari 80 hektar
atau untuk DAS yang memiliki unsur unsur penyusun yang seragam. Dalam
perancangan diharapkan perkiraan banjir rancangan yang menyimpang sekecil
mungkin. Sudah barang tentu perkiraan yang tepat tidak akan dapat diharapkan, karena
proses pengalihragaman hujan menjadi banjir merupakan proses alam yang sangat
kompleks yang tidak dapat diungkapkan dengan persamaan matematik secara tuntas.
Cara lain yang lebih baik hampir seluruhnya menuntut ketersediaan data pengukuran
sungai yang memadai. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ini merupakan salah satu
upaya untuk mengatasi kesulitan kesulitan tersebut. Cara ini dapat digunakan
disembarang lokasi yang dikehendaki dalam suatu DAS tanpa tergantung ada atau
tidaknya data pengukuran sungai. Akan tetapi, perlu ditegaskan bahwa kegiatan
hidrometrik masih tetap merupakan pilihan utama, sehingga walaupun telah ditemukan
cara pendekatan yang akan banyak mengatasi masalah kelangkaan data, namun prioritas
pengukuran sungai ditempat mutlak masih diperlukan. Hidrograf satuan ini secara
sederhana dapat ditampilkan pada Gambar 2.12.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5 Kurva Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
Nakayasu (1950) telah menyelidiki hidrograf satuan di Jepang dan memberikan
seperangkat persamaan untuk membentuk suatu hidrograf satuan sebagai berikut:
1. Waktu kelambatan (tg), rumusnya:
untukL > 15

untukL < 15

:

:

(2.18)

= 0,4 + 0,05 8
= 0,2 1

,

(2.19)

2. Waktu puncak dan debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan
sebagai berikut:
=

+ 0,8

(2.20)

3. Waktu saat debit sama dengan 0,3 kali debit puncak:
,

=

(2.21)

Universitas Sumatera Utara

4. Waktu puncak :
=

(2.22)

+ 0,8

5. Debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan sebagai berikut:
=

( ,

,

,

)

(2.23)

6. Bagian lengkung naik (0 < t < tp):
,

=

(2.24)

7. Bagian lengkung turun:
Jika

Jika

< <

,

=

0,3

> >

,

=

Jika > 1,5
=

2.6

(2.25)

,

0,3
,

0,3

,

,

,

,

,

,

,

(2.26)

(2.37)

Aplikasi HEC-RAS

Universitas Sumatera Utara

HEC-RAS merupakan program aplikasi untuk pemodelan aliran saluran terbuka
seperti drainase, sungai, dan penampang saluran terbuka lainnya. River Analysis System
(RAS), dibuat oleh Hydrologic Engineering Center (HEC) yang merupakan satuan kerja
di bawah US Army Corps of Engineers (USACE). HEC-RAS dapat menyajikan
merupakan pemodelan satu dimensi aliran tunak maupun tak-tunak (steady and unsteady
onedimensional flow model). HEC-RAS memiliki empat komponen model satu dimensi:
(1) hitungan profil muka air aliran tunak, (2) simulasi aliran tak-tunak, (3) hitungan
angkutan sedimen, dan (4) hitungan kualitas air. Dalam pemodelan, input HEC-RAS
untuk pemodelan keempat komponen tersebut dapat memakai data geometri yang sama,
routine hitungan hidraulika yang sama, serta beberapa fitur desain hidraulik yang dapat
diakses setelah hitungan profil muka air dilakukan. HEC-RAS merupakan program
aplikasi yang mengintegrasikan fitur graphical user interface, analisis hidraulik,
manajemen dan penyimpanan data, grafik, serta pelaporan.

2.6.1 Graphical user interface
Interface ini berfungsi sebagai penghubung antara pemakai dan HEC-RAS.
Graphical interface dibuat untuk memudahkan pemakaian HEC-RAS dengan tetap
mempertahankan efisiensi. Melalui graphical interface ini, dimungkinkan untuk
melakukan hal-hal berikut ini:
1. Manajemen file.
2. Menginputkan data serta mengeditnya.
3. Melakukan analisis hidraulik.

Universitas Sumatera Utara

4. Menampilkan data masukan maupun hasil analisis dalam bentuk tabel dan
grafik.
5. Penyusunan laporan.
6. Mengakses On-Line help.
2.6.2

Analisis Hidraulika
Steady Flow Water Surface Component. Modul ini berfungsi untuk menghitung

profil muka air aliran permanen berubah beraturan (steady gradually varied flow).
Program ini mampu memodelkan jaringan sungai, sungai dendritik, maupun sungai
tunggal. Regime aliran yang dapat dimodelkan adalah aliran sub-kritik, super- kritik,
maupun campuran antara keduanya.
Modul aliran permanen HEC-RAS mampu memperhitungkan pengaruh berbagai
hambatan aliran, seperti jembatan (bridges), gorong-gorong (culverts), bendung (weirs),
ataupun hambatan di bantaran sungai. Modul aliran permanen dirancang untuk dipakai
pada permasalahan pengelolaan bantaran sungai dan penetapan asuransi resiko banjir
berkenaan dengan penetapan bantaran sungai dan dataran banjir. Modul aliran permanen
dapat pula dipakai untuk perkiraan perubahan muka air akibat perbaikan alur atau
pembangunan tanggul.
Unsteady Flow Simulation. Modul ini mampu mensimulasikan aliran takpermanen satu dimensi pada sungai yang memiliki alur kompleks. Semula, modul aliran
tak-permanen HEC-RAS hanya dapat diaplikasikan pada aliran sub-kritik dan
mensimulasikan regime aliran campuran (sub-kritik, super-kritik, loncat air, dan drawdowns). Fitur spesial modul aliran tak-permanen mencakup analisis dam-break,

Universitas Sumatera Utara

limpasan melalui tanggul dan tanggul jebol, pompa, operasi dam navigasi, serta aliran
tekan dalam pipa.
Sediment Transport/ Movable Boundary Computations. Modul ini mampu
mensimulasikan transport sedimen satu dimensi (simulasi perubahan dasar sungai)
akibat gerusan atau deposisi dalam waktu yang cukup panjang (umumnya tahunan,
namun dapat pula dilakukan simulasi perubahan dasar sungai akibat sejumlah banjir
tunggal). Potensi transpor sedimen dihitung berdasarkan fraksi ukuran butir sedimen
sehingga memungkinkan simulasi armoring dan sorting. Fitur utama modul transport
sedimen mencakup kemampuan untuk memodelkan suatu jaring (network) sungai,
dredging, berbagai alternatif tanggul, dan pemakaian berbagai persamaan (empiris)
transport sedimen.
Modul transport sedimen dirancang untuk mensimulasikan trend jangka panjang
gerusan dan deposisi yang diakibatkan oleh perubahan frekuensi dan durasi debit atau
muka air, ataupun perubahan geometri sungai. Modul ini dapat pula dipakai untuk
memprediksi deposisi didalam reservoir, desain kontraksi untuk keperluan navigasi,
mengkaji pengaruh dredging terhadap laju deposisi, memperkirakan kedalaman gerusan
akibat banjir, serta mengkaji sedimentasi di suatu saluran.
Water Quality Analysis. Modul ini dapat dipakai untuk melakukan analisis
kualitas air di sungai. HEC-RAS versi 4.0 Beta saat ini baru dapat dipakai untuk
melakukan analisis temperatur air. Versi ini akan akan dapat dipakai untuk melakukan
simulasi transpor berbagai konstituen kualitas air.

Universitas Sumatera Utara

2.6.3

Penyimpanan Data dan Manajemen Data
Penyimpanan data dilakukan ke dalam “flat” files (format ASCII dan biner),

serta file HEC-DSS. Data masukan dari pemakai HEC-RAS disimpan kedalam file-file
yang dikelompokkan menjadi: project, plan, geometry, steady flow, unsteady flow, dan
sediment data. Hasil keluaran model disimpan kedalam binary file. Data dapat ditransfer
dari HEC-RAS ke program aplikasi lain melalui HEC-DSS file. Manajemen data
dilakukan melalui user interface. Pemakai diminta untuk menuliskan satu nama file
untuk project yang sedang dia buat. HEC-RAS akan menciptakan beberapa file secara
automatik (file-file: plan, geometry, steady flow, unsteady flow, output, etc.) dan
menamainya sesuai dengan nama file project yang dituliskan oleh pemakai. Penggantian
nama file, pemindahan lokasi penyimpanan file, penghapusan file dilakukan oleh
pemakai melalui fasilitas interface; operasi tersebut dilakukan berdasarkan project-byproject. Penggantian nama, pemindahan lokasi penyimpanan, ataupun penghapusan file
yang dilakukan dari luar HEC-RAS (dilakukan langsung pada folder), biasanya akan
menyebabkan kesulitan pada saat pemakaian HEC-RAS mengingat pengubahan tersebut
kemungkinan besar tidak dikenali oleh HEC-RAS. Oleh karena itu, operasi atau
modifikasi file-file harus dilakukan melalui perintah dari dalam HEC-RAS.
2.6.4

Grafik dan Pelaporan
Fasilitas grafik yang disediakan oleh HEC-RAS mencakup grafik X-Y alur

sungai, tampang lintang, rating curves, hidrograf, dan grafik-grafik lain yang merupakan
plot X-Y berbagai variabel hidraulik. HEC-RAS menyediakan pula fitur plot 3D
beberapa tampang lintang sekaligus. Hasil keluaran model dapat pula ditampilkan dalam
bentuk tabel. Pemakai dapat memilih antara memakai tabel yang telah disediakan oleh

Universitas Sumatera Utara

HEC-RAS atau membuat/mengedit tabel sesuai kebutuhan. Grafik dan tabel dapat
ditampilkan di layar, dicetak, atau dicopy ke clipboard untuk dimasukkan kedalam
program aplikasi lain (word processor, spreadsheet). Fasilitas pelaporan pada HEC-RAS
dapat berupa pencetakan data masukan dan keluaran hasil pada printer atau plotter.
Dalam penggunaan program HEC-RAS, yang perlu diperhatkan yaitu input data
untuk HEC-RAS. Setiap data yang berhubungan dengan kondisi kajian sudah tentu
merupakan input pada pemodelan. Data geometri untuk model saluran dan bangunan air
menggunakan data lapangan hasil survei dan data ketinggian elevasi. Data perhitungan
hidrologi berupa data debit banjir dengan periode ulang tertentu. Pemodelan dibuat
dengan memanfaatkan data debit berdasarkan kurva hidrograf untuk mengetahui
pergerakan air. Data kecepatan air sesaat yang tercatat dan sudah dianalisis secara
hidrolis dapat menjadi input pada syarat batas.

Gambar 2.6 Tampilan HEC-RAS Versi 4.0
2.6.5 HEC-RAS dalam Analisa Potensi Banjir
Dalam permasalahan banjir hal utama yang harus diketahui adalah sampai
setinggi mana profil muka air yang dihasilkan oleh debit banjir sehingga dapat
menggenangi daerah di sekitar sungai tersebut. Maka dari itu dengan menggunakan

Universitas Sumatera Utara

program HEC-RAS dapat diprediksi sampai setinggi mana profil muka air banjir yang
terjadi. Hasil daripada prediksi tersebut dapat ditampilkan menurut periode ulang banjir
tahunan baik itu Q25 sampai Q100 yang terjadi sepanjang daerah aliran sungai baik itu di
badan sungai, bantaran sungai bagian kiri dan kanan, sampai daerah dataran tinggi yaitu
daerah pemukiman dan fasilitas-fasilitas infrastruktur yang ada disekitar sungai. Dengan
adanya simulasi pemodelan seperti ini banjir dapat di analisa dan dapat memprediksi
banjir tahunan yang sering terjadi akibat curah hujan yang sangat tinggi dan akibat
saluran penampang sungai yang tidak dapat menampung debit banjir yang melebihi
kapasitas tampang saluran. Dan hasil dari prediksi pemodelan tersebut dapat diintegrasi
dengan sistem informasi geografis yang nantinya dapat menampilkan informasi
daripada daerah genangan banjir dan luas genangan yang terjadi menurut periode kala
ulangnya.

2.7

Sistem Informasi Geografis (SIG)

2.7.1

Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG)
Banyak definisi SIG telah diajukan dari waktu ke waktu, namun tidak ada

satupun yang dapat sepenuhnya memuaskan. Meskipun banyak yang mendefinisikan
sebagai sesuatu yang lebih dari sebuah teknologi, saat ini label SIG disandingkan dengan
berbagai macam hal, diantaranya yaitu sejenis perangkat lunak yang dapat dibeli dari
sebuah vendor untuk menjalankan peralatan untuk mengolah fungsi-fungsi kompleks
(perangkat lunak SIG), representasi digital dari berbagai aspek dunia geografis dalam
bentuk rangkaian data (data SIG); komunitas orang-orang yang menggunakan dan
menyerukan penggunaan perangkat SIG untuk berbagai tujuan (komunitas SIG) dan

Universitas Sumatera Utara

aktivitas menggunakan SIG untuk memberikan solusi terhadap permasalahan atau ilmu
pengetahuan lanjutan (melakukan SIG). Penamaan berlaku pada semua hal tersebut dan
pengertiannya bergantung pada konteks di mana iadigunakan (Longley, 2005).
Banyak penulis mendefinisikan (SIG) dengan karakteristik yang sedikit berbeda,
namun ada kesepakatan bersama bahwa kemampuan kunci dari SIG adalah
kemampuannya membuat suatu basis data geografis dan data di dalamnya dapat
dimanipulasi, diintegrasikan, dianalisis dan ditampilkan (Gregory & Pell, 2007).
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah basis data yang biasanya mempunyai
komponen spasial dalam pengolahan dan penyimpanannya. Karenanya SIG mempunyai
potensi untuk menyimpan dan menghasilkan produk-produk peta dan sejenisnya. Ia juga
menawarkan potensi untuk menjalankan analisis berganda ataupun mengevaluasi suatu
skenario sebagaimana simulasi model (Lyon, 2003).
SIG dalam esensinya adalah sebuah pusat penyimpanan dan perangkat perangkat analisis bagi data yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Pengembang
dapat menumpangtindihkan informasi dari berbagai sumber data tersebut melalui
berbagai theme dan layer, melaksanakan analisis data secara menyeluruh dan
menggambarkannya secara grafis bagi pengguna (Albrecht, 2007).

2.7.2

Kelebihan Sistem Informasi Geografis (SIG)
Hampir semua yang terjadi di suatu tempat. Umumnya, aktivitas-aktivitas

manusia terbatas pada ruang yang berada di dekat atau di permukaan bumi. Mengetahui
di mana suatu hal terjadi adalah kepentingan yang mendesak, apabila kita hendak
berangkat ke suatu lokasi atau menugaskan seseorang kesana, untuk mencari informasi

Universitas Sumatera Utara

lain terhadap sebuah tempat, atau menginformasikan kepada seseorang yang tinggal
dekat tempat tersebut. Oleh karenanya, lokasi geografis merupakan atribut penting dari
beragam aktivitas, kebijakan, strategi dan perencanaan. Sistem Informasi Geografis
adalah sebuah kelas khusus sistem informasi yang merekam, bukan hanya kejadian,
aktivitas dan sesuatu, tetapi juga di mana kejadian, aktivitas dan sesuatu tersebut terjadi
atau berada (Longley, 2005).
Terdapat sejumlah kelebihan yang dibawa oleh teknologi SIG bagi penelitian
sumber daya air. SIG memungkinkan penataan dan penyimpanan data yang lebih baik.
Tujuan dari studi DAS diantaranya adalah pembagian DAS, identifikasi pembagian
drainase dan jaringan alur sungai, karakterisasi lereng dan hadapan, konfigurasi daerah
tangkapan air dan perilaku aliran air yang menghasilkan variabel-variabel tersebut sulit
dilakukan dari peta-peta cetak dan foto udara. Metode-metode tradisional tersebut
menjadi pokok terjadinya kesalahan akibat operasi manual dan terbukti membutuhkan
waktu yang lama (Lyon, 2003).

2.7.3

Data Spasial
Dalam bentuk yang sangat umum, data geografis dapat digambarkan sebagai

suatu data yang mempunyai referensi spasial. Sebuah referensi spasial adalah sebuah
penunjuk bagi semacam lokasi, baik itu dalam bentuk langsung yang ditunjukkan
sebagai sebuah koordinat, sebuah alamat atau kedudukan relatif terhadap lokasi lain.
Suatu lokasi dapat (1) berdiri sendiri atau (2) menjadi bagian dari sebuah objek
keruangan, di mana dalam kasus ini lokasi menjadi definisi pembatas bagi objek

Universitas Sumatera Utara

tersebut. Atribut yang diasosiasikan dengan suatu data geografis harus valid bagi seluruh
koordinat yang menjadi bagian dari objek geograf