Analisis Potensi Kebangkrutan Pada Perusahaan Automotive and Components Terbuka di Bursa Efek Indonesia Dengan Model Altman Z-Score, Springate, dan Zmijewski

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis
2.1.1 Kebangkrutan
Kebangkrutan (bankcruptcy) menurut Rudianto (2013:251) diartikan
sebagai “kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi untuk mencapai
tujuannya”.

Kebangkrutan menurut Brealy et al. (2008:28-29) adalah

“reorganisasi atau likuidasi perusahaan yang tidak dapat membayar utangnya”.
Sedangkan kebangkrutan menurut Syahyunan (2015:116) merupakan “kondisi di
mana perusahaan tidak mampu lagi untuk melunasi kewajibannya”. Kondisi ini
biasanya tidak muncul begitu saja di perusahaan, ada indikasi awal dari
perusahaan tersebut yang biasanya dapat dikenali lebih dini kalau laporan
keuangan dianalisis secara lebih cermat dengan suatu cara tertentu.
Kebangkrutan


perusahaan

terjadi

karena

adanya

kegagalan

dalam

perusahaan. Terdapat tiga jenis kegagalan dalam perusahaan, yaitu (Rudianto,
2013:252) :
a. Perusahaan yang menghadapi technically insolvent, jika perusahaan tidak dapat
memenuhi kewajibannya yang segera jatuh tempo tetapi nilai aset perusahaan
lebih tinggi daripada utangnya.
b. Perusahaan yang menghadapi legally insolvent, jika nilai aset perusahaan lebih
rendah daripada utangnya.
c. Perusahaan yang menghadapi kebangkrutan, yaitu jika tidak dapat membayar

utangnya dan oleh pengadilan dinyatakan pailit.

Universitas Sumatera Utara

Manajemen yang kurang kompeten juga menjadi penyebab utama kegagalan
yang berakhir kebangkrutan perusahaan.

Pada prinsipnya, penyebab utama

kegagalan suatu perusahaan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu (Rudianto,
2013:252-253) :
1. Faktor Internal
Kurang kompetennya manajemen perusahaan akan berpengaruh terhadap
kebijakan dan keputusan yang diambil. Kesalahan dalam mengambil keputusan
akibat kurangnya kompetennya manajemen yang dapat menjadi penyebab
kegagalan perusahaan, meliputi faktor keuangan maupun nonkeuangan.
Kesalahan pengelolaan di bidang keuangan yang dapat menyebabkan
kegagalan perusahaan, meliputi:
a. Adanya utang yang terlalu besar sehingga memberikan beban tetap yang
berat bagi perusahaan.

b. Adanya “current liabilities” yang terlalu besar di atas “current assets”
c. Lambatnya penagihan piutang atau banyaknya “bad debts” (piutang tak
tertagih).
d. Kesalahan dalam “dividend policy”
e. Tidak cukupnya dana-dana penyusutan.
Kesalahan pengelolahan dibidang nonkeuangan yang dapat menyebabkan
kegagalan perusahaan, meliputi:
a. Kesalahan dalam pemilihan tempat kedudukan perusahaan
b. Kesalahan dalam penetuan produkyang dihasilkan.
c. Kesalahan dalam penetuan besarnya perusahaan

Universitas Sumatera Utara

d. Kurang baiknya struktur organisasi perusahaan
e. Kesalahan dalam pemilihan pimpinan perusahaan
f. Kesalahan dalam kebijakan pembelian
g. Kesalahan dalam kebijakan produksi
h. Kesalahan dalam kebijakan pemasaran
i. Adanya ekspansi yang berlebih-lebihan
2. Faktor Eksternal

Berbagai faktor eksternal dapat menjadi penyebab kegagalan sebuah
perusahaan. Penyebab eksternal adalah berbagai hal yang timbul atau berasal
dari luar perusahaan dan yang berada di luar perusahaan atau kendali pimpinan
perusahaan atau badan usaha, yaitu:
a. Kondisi perekonomian secara makro, baik domesti maupun internasional
b. Adanya persaingan yang ketat.
c. Berkurangnya permintaan terhadap produk yang dihasilkannya.
d. Turunya harga-harga dan sebagainya.
Akumulasi dari kesalahan pengelolaan perusahaan dalam jangka panjang
akan mengakibatkan kebangkrutan. Analisis kebangkrutan dengan melibatkan
rasio keuangan diperlukan untuk melihat tanda-tanda awal kebangkrutan. Analisis
kebangkrutan akan memberikan informasi kebangkrutan bagi beberapa pihak
berikut ini (Rudianto, 2013:253) :
1. Manajemen
Apabila manajemen perusahaan bisa mendeteksi kemungkinan terjadinya
kebangkrutan lebih awal, maka tindakan pencegahan bisa dilakukan. Berbagai

Universitas Sumatera Utara

aktivitas atau biaya yang dianggap dapat menyebabkan kebangkrutan akan

dihilangkan atau diminimalkan. Langkah pencegahan kebangkrutan yang
merupakan tindakan akhir penyelamat yang dapat dilakukan bisa berupa
merger atau restrukturisasi keuangan.
2. Pemberi pinjaman (kreditor)
Informasi kebangkrutan perusahaan bisa bermanfaat bagi sebuah badan usaha
yang berposisi sebagai kreditor untuk mengambil keputusan mengenai
diberikan-tidaknya pinjaman kepada perusahaan tersebut. Pada langkah
berikutnya, informasi tersebut berguna untuk memonitor pinjaman yang telah
diberikan.
3. Investor
Infomasi kebangkrutan perusahaan bisa bermanfaat bagi sebuah badan usaha
yang berposisi sebagai investor perusahaan lain. Jika perusahaan investor
berniat membeli saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan
yang telah dideteksi kemungkinan kebangkrutannya, maka perusahaan calon
investor itu dapat memutuskan membeli atau tidak surat berharga yang
dikeluarkan perusahaan tersebut.
4. Pemerintah
Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah bertanggung jawab
mengawasi jalannya usaha tersebut. Pemerintah juga mempunyai badan usaha
yang harus selalu diawasi. Lembaga pemerintah mempunyai kepentingan untuk

melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih awal supaya tidakan yang perlu bisa
dilakukan lebih awal.

Universitas Sumatera Utara

5. Akuntan publik
Akuntan publik perlu menilai potensi keberlangsungan hidup badan usaha yang
sedang diauditnya, karena akuntan akan menilai kemampuan going concern
perusahaan tersebut.
Terdapat beberapa model analisis kebangkrutan yang digunakan untuk
mendeteksi kebangkrutan. Beberapa model analisis kebangkrutan dihasilkan dari
berbagai penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli seperti Altman Z-Score,
Springate Model, dan Zmijewski Model.

2.1.2 Model Altman Z-Score
Analisis Z-Score adalah model untuk memprediksi keberlangsungan hidup
suatu perusahaan atau memprediksi kemungkinan kebangkrutan perusahaan
dengan mengkombinasikan beberapa rasio keuangan yang umum dan pemberian
bobot yang berbeda satu dengan lainnya. Analisis Z-Score adalah model rasio
yang menggunakan Multiple Discriminant Analysis (MDA). Analisis Z-score

pertama kali dikemukakan oleh Edward I Altman pada tahun 1968 sebagai hasil
penelitian dari beberapa objek perusahaan yang berbeda kondisinya untuk melihat
perusahaan yang bangkrut atau tidak bangkrut. Model Altman menekankan pada
profitabilitas sebagai komponen yang paling berpengaruh terhadap kebangkrutan.
Dalam penelitiannya, Altman menghasilkan beberapa rumus yang berbeda untuk
digunakan beberapa perusahaan dengan kondisi yang berbeda.
Rumus Z-score pertama atau Z-score asli dihasilkan oleh Altman pada tahun
1968 merupakan hasil dari penelitian atas berbagai perusahaan manufaktur di
Amerika Serikat yang menjual sahamnya di bursa efek. Z-score asli dirumuskan

Universitas Sumatera Utara

dengan mengambil sampel sebanyak 66 perusahaan manufaktur publik di
Amerika yang 33 diantaranya adalah perusahaan bangkrut dan 33 lainnya
perusahaan tidak bangkrut. Jumlah rasio keuangan yang diseleksi adalah 22 buah
rasio, tetapi Altman hanya memilih 5 rasio yang paling kuat secara bersama
berkorelasi dengan kebangkrutan. Rumus pertama Z-score adalah sebagai berikut
(Rudianto, 2013:254-255) :
Z = 1,2X1 + 1,4X2 +3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5
di mana :

X1 =

X2 =

X3 =
X4 =

X5 =

Modal Kerja
Total Aset

Laba Ditahan
Total Aset

EBIT
Total Aset
Nilai Pasar Saham
Total U tan g


Penjualan
Total Aset
Model

kebangkrutan

Altman

Z-score

pertama

memiliki

sejumlah

keterbatasan yang menjadi hambatan untuk diaplikasikan pada perusahaan di
berbagai belahan dunia dengan kondisi yang berbeda. Beberapa kelemahan
tersebut antara lain (Rudianto, 2013:256) :
1. Dalam membentuk model ini hanya memasukkan perusahaan manufaktur yang

go public saja. Sedangkan perusahaan dari jenis lain memiliki hubungan yang

Universitas Sumatera Utara

berbeda antara total modal kerja dan variabel lain yang digunakan dalam
analisis rasio.
2. Penelitian yang dilakukan Altman pada tahun 1946 sampai 1965 tentu saja
berbeda dengan kondisi seksrang, sehingga proporsi untuk setiap variabel
sudah kurang tepat lagi untuk digunakan.
Dikarenakan

adanya

beberapa

kelemahan

Z-score

asli,


Altman

mengembangkan dua varian dari Z-score yaitu Z’-score dan Z”-score. Pada tahun
1984, Altman melakukan penelitian kembali di berbagai negara dengan
menggunakan berbagai perusahaan manufaktur yang tidak go public. Z’-score
ditujukan untuk perusahaan manufaktur yang tidak menjual sahamnya di bursa
efek. Rasio nilai pasar saham terhadap total hutang akan diganti dengan nilai
buku perusahaan terhadap nilai buku utang.
menghasilkan

rumus

Z-score

yang

kedua

Hasil penelitian tersebut
untuk

perusahaan-perusahaan

manufaktur yang tidak go public, sebagai berikut (Rudianto, 2013:256):
Z = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5
di mana :
X1 =

X2 =

X3 =
X4 =

Modal Kerja
Total Aset

Laba Ditahan
Total Aset

EBIT
Total Aset
Nilai Buku Ekuitas
Nilai Buku U tan g

Universitas Sumatera Utara

Model kebangkrutan Altman Z-score kedua hanya tepat untuk perusahaan
manufaktur non go public. Karena itu, Altman kembali melakukan penelitian di
Mexico yang merupakan negara berkembang dengan harapan bahwa Z-score
dapat digunakan dalam perusahaan go public dan non go public. Hasil penelitian
Altman menghasilkan Z-score ketiga yang merupakan rumus yang sangat
fleksibel karena bisa digunakan untuk berbagai jenis bidang usaha perusahaan,
baik yang go public maupun yang tidak. Rumus Z-Score terakhir menurut
Rudianto (2013:257) “cocok digunakan di negara berkembang seperti Indonesia”.
Rumus Z-score ketiga sebagai berikut (Rudianto, 2013:256):
Z = 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72 X3 + 1,05 X4
di mana :
X1 =

X2 =

X3 =
X4 =

Modal Kerja
Total Aset

Laba Ditahan
Total Aset

EBIT
Total Aset
Nilai Buku Ekuitas
Nilai Buku U tan g

Hasil perhitungan dengan menggunakan Z-score pertama, Z-score kedua,
dan Z-score ketiga akan menghasilkan skor yang berbeda antara satu perusahaan
dengan perusahaan lainnya Skor yang dihasilkan harus dibandingkan dengan
standar penilaian untuk menilai keberlangsungan hidup suatu perusahaan. Tiga
penelitian yang dilakukan Altman dengan 3 objek penelitian yang berbeda akan

Universitas Sumatera Utara

menghasilkan tiga rumus pendeteksi kebangkrutan dan standar penelitian yang
berbeda. Tolok ukur dari ketiga rumus Z-score yang digunakan untuk menilai
keberlangsungan hidup berbagai kategori perusahaan, dapat diringkas dalam tabel
berikut:
Tabel 2.1
Tolak Ukur dari Ketiga Rumus Altman Z-Score
Perusahaan
Manufaktur
Go-Public
Z > 2,99

Perusahaan
Manufaktur
Non Go-Public
Z > 2,90

1,81 > Z > 2,99

1,23 > Z > 2,90

1,1 > Z > 2,60

Z < 1,81

Z < 1,23

Z < 1,1

Berbagai Jenis
Perusahaan
Z > 2,60

Interpretasi
Zona Aman >>> Perusahaan
dalam kondisi sehat sehingga
kemungkinan kebangkrutan
sangat kecil terjadi.
Zona
Abu-abu
>>>
Perusahaan dalam kondisi
rawan (grey area). Pada
Kondisi ini, perusahaan
mengalami
masalah
keuangan
yang
harus
ditangani dengan cara yang
cepat.
Zona
Berbahaya
>>>
Perusahaan dalam kondisi
bangkrut
(mengalami
kesulitan keuangan dan risiko
tinggi)

Sumber: Rudianto (2013:258)

2.1.3 Model Springate
Gorgon L.V. Springate pada tahun 1978 menghasilkan model Springate
sebagai pengembangan dari Altman Z-score. Model Springate adalah model rasio
yang menggunakan multiple discriminat analysis (MDA).

Model Springate

menggunakan MDA untuk memililh 4 rasio dari 19 rasio keuangan yang populer
dalam literatur-literatur, yang mampu membedakan secara baik antara sinyal
usaha yang pailit dan tidak pailit.

Rumus Springate sebagai berikut (Rudianto,

2013:262):
Z = 1,03X1 + 3,07X2 + 0,66X3 + 0,4X4

Universitas Sumatera Utara

di mana :
X1 =

X2 =
X3 =

X4 =

Modal Kerja
Total Aset

EBIT
Total Aset
EBT
U tan g Lancar

Penjualan
Total Aset
Model Springate akan menghasilkan skor yang berbeda antara satu

perusahaan dengan perusahaan lainnya.

Setiap skor yang dihasilkan harus

dibandingkan dengan standar penilaian untuk menilai keberlangsungan hidup
perusahaan. Standar penilaian model Springate yaitu (Syahyunan, 2015:120):
1. Jika nilai S < 0,862 maka mengindikasikan perusahaan menghadapi ancaman
kebangkrutan yang serius (bangkrut).
2. Jika nilai 0,862 < S < 1,062 maka mengindikasikan bahwa pihak manajemen
harus hati-hati dalam mengelola aset-aset perusahaan agar tidak terjadi
kebangkrutan (daerah rawan kebangkrutan).
3. Jika nilai S > 1,062 mengindikasikan perusahaan dalam kondisi keuangan yang
sehat (tidak bangkrut).

2.1.4 Model Zmijewski
Model Zmijewski adalah rumus yang dihasilkan oleh Mark Zmijewski pada
tahun 1984.

Zmijewski adalah model rasio yang menggunakan multiple

discriminat analysis (MDA) untuk memprediksi keberlangsungan hidup suatu

Universitas Sumatera Utara

usaha perusahaan dengan mengkombinasikan beberapa rasio keuangan umum
yang memberikan bobot yang berbeda satu dengan lainnya. Zmijewski
menggunakan analisis rasio yang mengukur kinerja, leverage, dan likuiditas
perusahaan sebagai model prediksi kebangkrutan yang dibangunnya.

Model

Zmijewski menekankan pada jumlah utang sebagai komponen yang paling
berpengaruh terhadap kebangkrutan, berbeda dari model Altman dan model
Springate yang lebih menekankan pada profitabilitas sebagai komponen yang
paling berpengaruh terhadap kebangkrutan. Rumus Zmijewski sebagai berikut
(Rudianto, 2013:264):
Z = -4,3 – 4,5X1 + 5,7X2 – 0,004X3
di mana :
X1 =

X2 =
X3 =

Laba Bersih
Total Aset

Total U tan g
Total Aset
Aset Lancar
U tan g Lancar

Model Zmijewski akan menghasilkan skor yang berbeda antara satu
perusahaan dengan perusahaan lainnya.

Setiap skor yang dihasilkan harus

dibandingkan dengan standar penilaian untuk menilai keberlangsungan hidup
perusahaan.

Jika perhitungan dengan menggunakan model Zmijewski

menghasilkan nilai positif, maka perusahaan berpotensi bangkrut. Semakin besar
nilai positifnya, semakin besar potensi kebangkrutannya.

Sedangkan jika

Universitas Sumatera Utara

perhitungan menggunakan model Zmijewski menghasilkan nilai negatif, maka
perusahaan tidak berpotensi bangkrut.

2.2 Penelitian Terdahulu
Prabowo dan Wibowo (2015) melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Perbandingan Model Altman Z-Score, Zmijewski, dan Springate dalam
Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan Delisting di BEI Periode 2008-2013”.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa metode prediktor delisting terbaik adalah
metode Altman yang memiliki akurasi ketepatan sebesar 71%, selanjutnya
diposisi kedua adalah metode springate yang memiliki akurasi ketepatan tidak
jauh berbeda dengan metode Altman yaitu sebesar 70%, dan diperingkat terakhir
adalah metode Zmijewski yang hanya memiliki akurasi ketepatan sebesar 65%.
Meita (2015) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Penggunaan
Metode Altman, Springate, dan Zmijewski dalam Memprediksi Kebangkrutan
Perusahaan Pertambangan Batubara Periode 2012-2014”.

Hasil penelitian ini

menyatakan bahwa model Zmijewski lebih akurat dalam memprdiksi perusahaan
delisting, dibandingkan dengan model Altman yang direvisi dan model Springate.
Model yang yang paling akurat adalah model Altman dan model Zmijewski.
Sinarti dan Sembiring (2015) melakukan penelitian dengan judul “Bankruptcy
Prediction Analysis of Manufacturing Companies Listed in Indonesia Stock
Exchange”.

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan

signifikan antara model Z-score dengan Zmijewski dan Springate dengan
Zmijewski. Model Z-score memprediksi banyak perusahaan yang berpotensi

Universitas Sumatera Utara

bangkrut sama seperti Springate, tetapi Zmijewski memprediksi banyak
perusahaan yang sehat.
Yadav dan Vijay (2015) melakukan penelitian dengan judul “Predicting
Bankruptcy: An Empirical Study Using Multiple Discriminant Analysis Models”.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat perbedaan model potensi
kebangkrutan model Altman Z-score dengan model Springate.
Yami dan Pratiwi (2015) melakukan penelitian dengan judul “Prediksi
Kebangkrutan dengan Menggunakan Metode Altman Z-score, Springate dan
Zmijewski pada Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di BEI
Tahun 2011-2013”. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa model Zmijewski
adalah model yang paling sesuai diterapkan untuk perusahaan sektor property dan
real estate, karena tingkat keakuratannya tinggi ibandingkan model prediksi
Altman Z-score dan Springate.
Kokyung dan Khairani (2014) melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Penggunaan Altman Z-score dan Springate untuk Mengetahui Potensi
Kebangkrutan pada PT. Bakrie Telecom Tbk”. Hasil penelitian ini menyatakan
bahwa adanya perbedaan hasil prediksi kebangkrutan antara metode Altman Zscore dan Springate. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan penggunaan rasio
keuangan dan kriteria kebangkrutan antara Altman Z-score dan Springate.
Purnajaya dan Merkusiwati (2014) melakukan penelitian dengan judul
“Analisis Komparasi Potensi Kebangkrutan dengan Metode Z-score Altman,
Springate, dan Zmijewski pada Industri Kosmetik yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia”.

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat perbedaan potensi

Universitas Sumatera Utara

kebangkrutan industri kosmetik yang terdaftar di BEI dengan metode Z-Score
model Altman, model Springate dan model Zmijewski. Perbedaan rata-rata
terlihat pada model Altman, sedangkan model Springate dan Zmijewski memiliki
rata-rata potensi kebangkrutan yang sama.
Rhomadhona

(2014)

melakukan

penelitian

dengan

judul

“Analisis

Perbandingan Kebangkrutan Model Altman, Model Springate, dan Model
Zmijewski pada Perusahaan yang Tergabung dalam Grup Bakrie yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2012”. Hasil penelitian ini menyatakan
bahwa melalui perbandingan dari ketiga model yaitu Altman, Springate, dan
Zmijewski diketahui bahwa perusahaan-perusahaan yang ada dalam grup bakrie
masih bisa dikatakan ke dalam kategori sehat. Ini bisa dilihat dari rata-rata dari
ketiga model yang digunakan menunjukkan bahwa sebesar keadaaan perusahaan
sehat nantinya mempunyai nilai persentase yang besar yakni 56% daripada
perusahaan tersebut dalam keadaan bangkrut yakni sebesar 44%.
Sembiring dan Widodo (2014) melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Prediksi Tingkat Kebangkrutan Perusahaan dengan Metode Altman Z-score dan
Springate (Studi pada Perusahaan Sub Sektor Kayu dan Pengelolaannya yang
Tercatat di Bursa Efek Indonesia pada Tahun 2009-2013)”. Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa terdapat perbedaan analisis prediksi tingkat kebangkrutan
perusahaan dengan metode Altman Z-score dan Springate.
Sondakh et al. (2014) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Potensi
Kebangkrutan dengan Menggunakan Metode Altman Z-score, Springate, dan
Zmijewski pada Industri Perdagangan Ritel yang terdaftar di BEI 2009-2013”.

Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa

metode Springate memiliki tingkat

keakuratan yang lebih tinggi daripada metode Altman dan Zmijewski
Zakkiyah et al. (2014) melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Penggunaan Model Zmijewski (X-Score) dan Altman (Z-Score) untuk
Memprediksi Potensi Kebangkrutan (Studi Pada Perusahaan Tekstil dan Garmen
yang Terdaftar di (BEI) Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2012)”.

Hasil

penelitian ini menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara model Zmijewski dan
Model Altman Z-score.
Robot (2013) melakukan penelitian dengan judul “The Application Of
Bankruptcy Prediction Analysis Using Altman Z-Score and Springate Methods at
PT. Gudang Garam Tbk”. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa model Altman
Z-score dan Springate memprediksi PT. Gudang Garam Tbk tidak mengalami
kebangkrutan pada tahun 2008-2011, namun pada tahun 2012, Altman Z-score
memprediksi PT. Gudang Garam Tbk berada dalam grey area.
Fatmawati (2012) melakukan penelitian dengan judul “Penggunaan The
Zmijewski Model, The Altman Model, dan The Springate Model Sebagai Prediktor
Delisting”. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat perbedaan potensi
kebangkrutan industri kosmetik yang terdaftar di BEI dengan metode Z-Score
model Altman, model Springate dan model Zmijewski. Perbedaan rata-rata
terlihat pada model Altman, sedangkan model Springate dan Zmijewski memiliki
rata-rata potensi kebangkrutan yang sama.
Adnan dan Arisudhana (2011) melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Kebangkrutan Model Altman Z-Score dan Springate pada Perusahaan Industri

Universitas Sumatera Utara

Property”.

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat perbedaan hasil

pengujian kebangkrutan perusahaan antara model Altman dan Model Springate di
perusahaan industri property tahun 2005-2009.
Imanzadeh et al. (2011) melakukan penelitian dengan judul “A Study of the
Application of Springate and Zmijewski Bankruptcy Prediction Models in Firms
Accepted in Tehran Stock Exchange”. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa
model Springate lebih baik dalam memprediksi kebangkrutan daripada model
Zmijewski.
Hadi dan Anggraeni (2008) melakukan penelitian dengan judul “Pemilihan
Prediktor Delisting Terbaik (Perbandingan Antara The Zmijewski Model, The
Altman Model, dan The Springate Model)”. Hasil penelitian ini menyatakan
bahwa model prediksi Altman merupakan prediktor terbaik di antara ketiga
prediktor yang dianalisa yaitu Altman model, Zmijewski model dan Springate
model, tetapi selisih dengan Springate tidak terlalu jauh. Springate model masih
memberikan hasil prediksi yang lebih baik dibandingkan Zmijewski model.
Sedangkan Zmijewski model tidak dapat digunakan untuk memprediksi delisting.
Tabel 2.2
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No.
1

Nama Peneliti/
Tahun
Prabowo
dan
Wibowo (2015)

Variabel
Penelitian
Analisis
1. Model Altman
Perbandingan
Z-Score
Model Altman Zpertama
Score, Zmijewski, 2. Model
dan
Springate
Zmijewski
dalam Memprediksi 3. Model
Kebangkrutan
Springate
Perusahaan
Delisting di BEI
Periode 2008-2013
Judul Penelitian

Hasil Penelitian
Berdasarkan data dalam
penelitian ini dapat
disimpulkan
bahwa
metode
prediktor
delisting terbaik adalah
metode Altman yang
memiliki
akurasi
ketepatan sebesar 71%,
selanjutnya
diposisi
kedua adalah metode
springate
yang
memiliki
akurasi
ketepatan tidak jauh

Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 2.2
No.

Nama Peneliti/
Tahun

2

Meita (2015)

3

Sinarti
Sembiring
(2015)

4

Yadav
dan
Vijay (2015)

5

Yami
dan
Pratiwi (2015)

6

Kokyung dan
Khairani (2014)

dan

Judul Penelitian

Variabel
Penelitian

Analisis
1. Model Altman
Penggunaan Metode
Z-Score
Altman, Springate,
Pertama
dan
Zmijewski 2. Model
dalam Memprediksi
Springate
Kebangkrutan
3. Model
Perusahaan
Zmijewski
Pertambangan
Batubara
Periode
2012-2014
Bankruptcy
1. Model Altman
Prediction Analysis
Z-Score
of Manufacturing
Pertama
Companies Listed 2. Model
in Indonesia Stock
Springate
3. Model
Exchange
Zmijewski

Predicting
Bankruptcy:
An
Empirical
Study
Using
Multiple
Discriminant
Analysis Models
Prediksi
Kebangkrutan
dengan
Menggunakan
Metode Altman Zscore,
Springate
dan Zmijewski pada
Perusahaan
Property dan Real
Estate
yang
Terdaftar di BEI
Tahun 2011-2013
Analisis
Penggunaan Altman
Z-score dan

1. Model Altman
Z-Score
Pertama
2. Model
Springate
1. Model Altman
Z-Score
Pertama
2. Model
Springate
3. Model
Zmijewski

1. Model Altman
Z-Score
Pertama

Hasil Penelitian
berbeda dengan metode
Altman yaitu sebesar
70%, dan diperingkat
terakhir adalah metode
Zmijewski yang hanya
memiliki
akurasi
ketepatan sebesar 65%.
Hasil
analisis
menunjukkan
bahwa
model Zmijewski lebih
akurat
dalam
memprdiksi perusahaan
delisting, dibandingkan
dengan model Altman
yang
direvisi
dan
model Springate.
Tidak
terdapat
perbedaan
signifikan
antara model Z-score
dengan Zmijewski dan
Springate
dengan
Zmijewski. Model Zscore
memprediksi
banyak
perusahaan
yang
berpotensi
bangkrut sama seperti
Springate,
tetapi
Zmijewski
memprediksi
banyak
perusahaan yang sehat.
Terdapat
perbedaan
model
potensi
kebangkrutan
model
Altman
Zscore
dengan
model
Springate.
Model
Zmijewski
adalah model yang
paling
sesuai
diterapkan
untuk
perusahaan
sektor
property dan real estate,
karena
tingkat
keakuratannya
lebih
tinggi
dibandingkan
model
prediksi Altman Zscore dan Springate.
Hasil
penelitian
menunjukkan adanya
perbedaan hasil

Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 2.2
No.

Nama Peneliti/
Tahun

Variabel
Penelitian
Springate
untuk 2. Model
Mengetahui Potensi
Springate
Kebangkrutan pada
PT. Bakrie Telecom
Tbk
Judul Penelitian

7

Purnajaya dan
Merkusiwati
(2014)

Analisis Komparasi 1. Model Altman
Potensi
Z-Score Kedua
2. Model
Kebangkrutan
Springate
dengan Metode Zscore
Altman, 3. Model
Springate,
dan
Zmijewski
Zmijewski
pada
Industri Kosmetik
yang Terdaftar di
Bursa
Efek
Indonesia

8

Rhomadhona
(2014)

Analisis
1. Model Altman
Perbandingan
Z-Score Ketiga
2. Model
Kebangkrutan
Model
Altman,
Springate
Model
Springate, 3. Model
dan
Model
Zmijewski
Zmijewski
pada
Perusahaan
yang
Tergabung dalam
Grup Bakrie yang
Terdaftar di Bursa
Efek
Indonesia
Periode 2010-2012

9

Sembiring dan
Widodo (2014)

Analisis
Prediksi 1. Model Altman
Tingkat
Z-Score Ketiga
2. Model
Kebangkrutan
Perusahaan dengan
Springate

Hasil Penelitian
prediksi kebangkrutan
antara metode Altman
Z-score dan Springate.
Hal ini dikarenakan
adanya
perbedaan
penggunaan
rasio
keuangan dan kriteria
kebangkrutan
antara
Altman Z-score dan
Springate.
Terdapat
perbedaan
potensi kebangkrutan
industri kosmetik yang
terdaftar di BEI dengan
metode Z-Score model
Altman,
model
Springate dan model
Zmijewski. Perbedaan
rata-rata terlihat pada
model
Altman,
sedangkan
model
Springate
dan
Zmijewski
memiliki
rata-rata
potensi
kebangkrutan
yang
sama.
Perbandingan
dari
ketiga model yaitu
Altman, Springate, dan
Zmijewski
diketahui
bahwa
perusahaanperusahaan dalam grup
bakrie
masih
bisa
dikatakan ke dalam
kategori sehat. Ini bisa
dilihat dari rata-rata
dari ketiga model yang
digunakan
menunjukkan
bahwa
sebesar
keadaaan
perusahaan
sehat
nantinya mempunyai
nilai persentase yang
besar
yakni
56%
daripada
perusahaan
tersebut dalam keadaan
bangkrut yakni sebesar
44%.
Terdapat
perbedaan
analisis prediksi tingkat
kebangkrutan
perusahaan dengan

Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 2.2
No.

Nama Peneliti/
Tahun

10

Sondakh et al.
(2014)

11

Zakkiyah et al.
(2014)

12

Robot (2013)

13

Fatmawati
(2012)

Variabel
Penelitian

Judul Penelitian
Metode Altman Zscore dan Springate
(Studi
pada
Perusahaan
Sub
Sektor Kayu dan
Pengelolaannya
yang Tercatat di
Bursa
Efek
Indonesia
pada
Tahun 2009-2013)
Analisis Potensi
Kebangkrutan
dengan
Menggunakan
Metode Altman Zscore, Springate,
dan Zmijewski pada
Industri
Perdagangan Ritel
yang Terdaftar di
BEI 2009-2013
Analisis
Penggunaan Model
Zmijewski (XScore) dan Altman
(Z-Score) untuk
Memprediksi
Potensi
Kebangkrutan
(Studi Pada
Perusahaan Tekstil
dan Garmen yang
Terdaftar di (BEI)
Bursa Efek
Indonesia Periode
2009-2012)
The Application Of
Bankruptcy
Prediction Analysis
Using Altman ZScore And
Springate Methods
at PT. Gudang
Garam Tbk

Analisis
Penggunaan The
Zmijewski Model,
The Altman Model,

Hasil Penelitian
metode Altman Z-score
dan Springate.

1. Model Altman
Z-Score
Pertama
2. Model
Springate
3. Model
Zmijewski

Metode Springate
memiliki tingkat
keakuratan yang lebih
tinggi daripada metode
Altman dan Zmijewski

1.

Terdapat perbedaan
antara model
Zmijewski dan Model
Altman Z-score.

2.

Model
Zmijewski
Model Altman
Pertama

1. Model Altman
Z-Score
Pertama
2. Model
Springate

1. Model Altman
Z-Score Kedua
2. Model
Springate

Model Altman Z-score
dan Springate
memprediksi bahwa
PT. Gudang Garam
Tbk tidak mengalami
kebangkrutan pada
tahun 2008-2011,
namun pada tahun
2012, Altman Z-score
memprediksi PT.
Gudang Garam Tbk
berada dalam grey area.
Terdapat perbedaan
potensi kebangkrutan
industri kosmetik yang
terdaftar di BEI dengan

Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 2.2
No.

Nama Peneliti/
Tahun

Variabel
Penelitian

Judul Penelitian
dan The Springate
Model Sebagai
Prediktor Delisting

14

Adnan dan
Arisudhana
(2011)

Analisis
Kebangkrutan
Model Altman ZScore dan Springate
Pada Perusahaan
Industri Property

1. Model Altman
Z-Score Kedua
2. Model
Springate

15

Imanzadeh et
al. (2011)

16

Hadi dan
Anggraeni
(2008)

A Study of the
1.
Application of
2.
Springate and
Zmijewski
Bankruptcy
Prediction Models
in Firms Accepted
in Tehran Stock
Exchange
Pemilihan Prediktor 1.
Delisting Terbaik
2.
(Perbandingan
Antara The
Zmijewski Model, 3.
The Altman Model,
dan The Springate
Model)

Model
Springate
Model
Zmijewski

Model
Zmijewski
Model Altman
Z-Score Kedua
Model
Springate

Hasil Penelitian
metode Z-Score model
Altman, model
Springate dan model
Zmijewski. Perbedaan
rata-rata terlihat pada
model Altman,
sedangkan model
Springate dan
Zmijewski memiliki
rata-rata potensi
kebangkrutan yang
sama.
Terdapat perbedaan
hasil pengujian
kebangkrutan
perusahaan antara
model Altman dan
Model Springate di
perusahaan industri
property tahun 20052009.
Model Springate lebih
baik dalam
memprediksi
kebangkrutan daripada
model Zmijewski.

Model prediksi Altman
merupakan prediktor
terbaik di antara ketiga
prediktor yang
dianalisa yaitu Altman
model, Zmijewski
model dan Springate
model, tetapi selisih
dengan Springate tidak
terlalu jauh. Springate
model masih
memberikan hasil
prediksi yang lebih
baik dibandingkan
Zmijewski model.
Sedangkan Zmijewski
model tidak dapat
digunakan untuk
memprediksi delisting.

Sumber: Penulis (2015)

Universitas Sumatera Utara

2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang
ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan. Kerangka
konseptual pada penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan potensi
kebangkrutan kebangkrutan.

Kebangkrutan itu sendiri berkaitan erat dengan

kinerja keuangan perusahaan yang dapat dilihat melalui laporan keuangan
perusahaan. Laporan keuangan perusahaan harus dianalisis terlebih dahulu untuk
menggambarkan kondisi suatu perusahaan, termasuk potensi kebangkrutan
perusahaan.

Untuk menganalisis potensi kebangkrutan perusahaan diperlukan

prosedur perhitungan rasio melalui laporan keuangan. Terdapat beberapa model
yang dapat digunakan untuk menganalisis potensi kebangkrutan perusahaan,
yakni model Altman Z-score (1968), Springate (1978), dan Zmijewski (1983).
Berikut kerangka konseptual dalam penelitian ini:
Perusahaan Automotive and Components
terbuka di Bursa Efek Indonesia
Laporan Keuangan Perusahaan

Analisis Potensi
Kebangkrutan
Perusahaan Model
Altman Z-Score

Analisis Potensi
Kebangkrutan
Perusahaan
Model Springate

Analisis Potensi
Kebangkrutan
Perusahaan
Model Zmijewski

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Universitas Sumatera Utara

2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual, maka hipotesis penelitian ini adalah :
1. Terdapat perbedaan potensi kebangkrutan pada perusahaan Automotive and
Components terbuka di Bursa Efek Indonesia dengan menggunakan model
Altman Z-score, Springate, dan Zmijewski.
2. Analisis kebangkrutan model Zmijewski adalah yang paling akurat dalam
memprediksi kebangkrutan pada perusahaan Automotive and Components
terbuka di Bursa Efek Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Prediksi Kebangkrutan Model Altman Z”-Score, Grover, Springate, Dan Zmijewski Pada Perusahaan Tekstil Dan Garmen Di Bursa Efek Indonesia

15 202 99

Analisis Potensi Kebangkrutan Pada Perusahaan Automotive and Components Terbuka di Bursa Efek Indonesia Dengan Model Altman Z-Score, Springate, dan Zmijewski

2 31 102

Analisis Potensi Kebangkrutan Pada Perusahaan Automotive and Components Terbuka di Bursa Efek Indonesia Dengan Model Altman Z-Score, Springate, dan Zmijewski

0 0 10

Analisis Potensi Kebangkrutan Pada Perusahaan Automotive and Components Terbuka di Bursa Efek Indonesia Dengan Model Altman Z-Score, Springate, dan Zmijewski

0 0 2

Analisis Potensi Kebangkrutan Pada Perusahaan Automotive and Components Terbuka di Bursa Efek Indonesia Dengan Model Altman Z-Score, Springate, dan Zmijewski

0 0 9

Analisis Potensi Kebangkrutan Pada Perusahaan Automotive and Components Terbuka di Bursa Efek Indonesia Dengan Model Altman Z-Score, Springate, dan Zmijewski

0 5 4

Analisis Potensi Kebangkrutan Pada Perusahaan Automotive and Components Terbuka di Bursa Efek Indonesia Dengan Model Altman Z-Score, Springate, dan Zmijewski

0 0 20

Prediksi Kebangkrutan Model Altman Z”-Score, Grover, Springate, Dan Zmijewski Pada Perusahaan Tekstil Dan Garmen Di Bursa Efek Indonesia

0 0 14

ABSTRAK PREDIKSI KEBANGKRUTAN MODEL ALTMAN Z-SCORE, GROVER, SPRINGATE, DAN ZMIJEWSKI PADA PERUSAHAAN TEKSTIL DAN GARMEN DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 11

ANALISIS PREDIKSI KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN DENGAN METODE ALTMAN Z-SCORE, SPRINGATE, DAN ZMIJEWSKI PADA PERUSAHAAN YANG

0 0 18