Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dengan Usia Menopause

Bab 2
Tinjauan Pustaka
2.1 Menopause
2.1.1 Defenisi Menopause
Kata menopause pertama kali digunakan oleh dokter pada tahun 1821
(Ballard, 2003 dalam Bushman dan Young, 2012). Kata ini berasal dari bahasa
Yunani

menos, yang berarti bulan, dan pausos, yang berarti berakhir. Jadi

menopause dapat diartikan berhentinya siklus menstruasi bulanan (Bushman &
Young, 2012).
Semua wanita yang berumur panjang akan mengalami menopause.
Abernethy (2009, dalam Andrews, 2009) mengatakan menopause merupakan
suatu fase dalam kehidupan wanita dimana masa kesuburan sudah berakhir yang
ditandai dengan berhentinya siklus haid. Menurut Morgan dan Hamilton (2009)
menopause merupakan berhentinya menstruasi secara permanen akibat kegagalan
ovarium. Widyastuti, Rahmawati, dan Purnamaningrum (2009) berpendapat
bahwa menopause adalah haid terakhir, atau saat terjadinya haid terakhir yang
dapat didiagnosis setelah terdapat amenorea sekurang-kurangnya selama 1 tahun.
Jadi menopause dapat didefenisikan sebagai suatu fase dalam kehidupan wanita

dimana siklus haid berhenti secara permanen sekurang-kurangnya selama 1 tahun,
yang dapat terjadi akibat berhentinya fungsi ovarium.
Sebelum mencapai menopause seorang wanita terlebih dahulu melalui
masa perimenopause. Perimenopause merupakan masa yang menjelaskan tentang
tahun-tahun menjelang masa menopause, yang ditandai dengan ketidakteraturan

8

Universitas Sumatera Utara

menstruasi (Morgan dan Hamilton, 2009). Masa peralihan ini terjadi selama 4-5
tahun sekitar menopause (2-3 tahun sebelum dan sesudah menopause), dan
ditandai dengan perdarahan yang terjadi sebentar dan sedikit atau perdarahan yang
banyak disertai bekuan dan rasa kram.
Menopause merupakan masa yang sangat individual dan berbeda pada tiap
wanita. Perbedaannya dapat dilihat dari usia awal menopause, keluhan-keluhan
yang dirasakan, serta respon dalam menghadapi perubahan selama masa
menopause maupun masa setelahnya (pascamenopause). Usia awal menopause
berbeda-beda tergantung faktor yang mempengaruhinya. Enam persen wanita
mengalami menopause pada usia 35 tahun, 25% pada usia 44 tahun, 75% pada

usia 50 tahun, dan 94% pada usia 55 tahun (Morgan dan Hamilton, 2009). Dari
persentase tersebut dapat dilihat bahwa usia menopause terbanyak yaitu pada usia
50-55 tahun. Wilson (2003 dalam Bushman & Young, 2012) menyebutkan bahwa
rentang usia menopause wanita di Amerika Serikat adalah 40-55, dengan rata-rata
usia 51,3 tahun. sedangkan menurut Ganong (2014) usia rata-rata awitan
menopause adalah sekitar 52 tahun. DepKes RI menyebutkan rentang usia
menopause wanita Indonesia adalah 45-55 tahun dengan rata-rata usia menopause
49 tahun. Beberapa wanita mengalami perhentian menopause secara lambat dan
bertahap selama bertahun-tahun, sebagian mengalaminya dengan cepat. Keluhan
yang dialami juga dapat berbeda. Sebagian wanita dapat melalui masa menopause
tanpa keluhan yang berarti, dan sebagian lagi dapat mengalami keluhan yang
mengharuskan pemeriksaan dan pengobatan dokter.

9

Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Tipe Menopause
Menopause dapat terjadi sebagai kejadian yang terjadi secara alami atau
perubahan hidup yang timbul akibat intervensi medis. Penyebab menopause dapat

dikategorikan sebagai berikut:
2.1.2.1 Menopause normal
Menopause normal merupakan menopause yang terjadi secara
alami sesuai dengan waktu normal terjadinya menopause, yaitu 45-55 tahun,
dengan rata-rata usia kurang lebih 51 tahun (Tagliaferri, Cohen, Tripathy, 2007)
2.1.2.2 Menopause prematur
Menopause prematur adalah menopause yang terjadi sebelum
usia 40 tahun apapun penyebabnya. Wanita yang menjalani menopause prematur
memiliki resiko yang lebih kecil untuk terkena kanker payudara dan ovarium,
tetapi memiliki resiko yang lebih besar untuk terkena osteoporosis (Tagliaferri,
Cohen, Tripathy, 2007). Ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang wanita
mengalami menopause prematur, termasuk genetik, proses autoimun, atau
intervensi

medis,

seperti

kemoterapi,


dan

pengangkatan

indung

telur

(ooforektomi).
2.1.2.3 Menopause beralasan atau medis
Menopause beralasan atau medis terjadi pada saat adanya
kerusakan parah pada ovarum (seperti yang disebabkan oleh kemoterapi) atau
adanya pengangkatan operatif ovarium (Tagliaferri, Cohen, Tripathy, 2007). Pada
saat terjadi kerusakan pada ovarium atau dilakukan pengangkatan ovarium, terjadi
penurunan produksi hormon estrogen secara tiba-tiba dan wanita dengan

10

Universitas Sumatera Utara


menopause tipe ini cenderung mengalami gejala menopause yang lebih parah
dibandingkan dengan wanita yang mengalami menopause alami (Tagliaferri,
Cohen, Tripathy, 2007).
2.1.2.4 Menopause terlambat
Seorang wanita dikatakan mengalami menopause terlambat
jika usia menopausenya diatas 55 tahun. Menopause yang terlambat sering
dikaitkan dengan fibromioma uteri dan tumor ovarium yang menghasilkan
estrogen, sehingga seorang wanita yang mengalami menopause terlambat
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut (Winkjosastro, Saifuddin, Rachimhadhi,
2008). Menurut Novak dalam Winkjosastro, Saifuddin, Rachimhadhi (2008),
wanita dengan karsinoma endometrium sering mengeluhkan menopausenya yang
terlambat. Selain itu, wanita yang mengalami menopause terlambat akan terpapar
estrogen lebih lama dibandingkan wanita dengan jadwal menopause normal,
dimana menurut Manuaba (2010) paparan estrogen berhubungan dengan angka
kejadian carsinoma mammae.
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi usia menopause
Usia seseorang mengalami menopause dapat berbeda menurut faktor
yang mempengaruhinya. Menurut hasil penelitian Herawati (2012) ada beberapa
faktor yang mempengaruhi usia menopause, yaitu: kebiasaan merokok,
pendapatan, penggunaan kontrasepsi, olahraga, jumlah anak, status pernikahan,

usia menarche, dan tingkat pendidikan. Sedangkan menurut Winkjosastro,
Saifuddin, Rachimhadhi (2008), faktor yang dapat mempengaruhi usia menopause
adalah usia menarche, herediter, kesehatan umum, dan pola kehidupan.

11

Universitas Sumatera Utara

2.1.3.1 Usia menarche
Menurut Winkjosastro, Saifuddin, Rachimhadhi (2008), usia
menarche berhubungan dengan usia menopause. Semakin cepat seorang wanita
mengalami menarche maka semakin lama menopause terjadi sehingga masa
reproduksi akan semakin panjang. Hal tersebut berhubungan dengan jumlah
folikel primordial yang tersisa untuk dimatangkan selama masa reproduksi yang
dimulai sejak masa pubertas (menarche). Menurut Sibagariang, Pusmaika,
Rismalinda (2010) usia menarche di Indonesia berkisar 12-13 tahun, sebagian
perempuan mengalami menstruasi lebih awal (8 tahun) atau lebih lambat (18
tahun). Jumlah folikel primordial pada usia 6-9 tahun adalah sebanyak 486.600
dan terus berkurang hingga tersisa 382.000 pada usia 12-16 tahun (Kasdu, 2002).
Sedangkan menurut Manuaba (2010) jumlah folikel primordial pada usia 6-15

tahun berkisar 440.000 dan terus berkurang hingga mencapai 160.000 pada usia
16-25 tahun. Semakin lama seorang wanita mengalami menarche, maka semakin
sedikit jumlah folikel primordial yang akan dimatangkan dan melalui proses
ovulasi dan begitu pula sebaliknya. Hal tersebut yang dapat menyebabkan
perempuan yang mengalami menarche lebih cepat mengalami menopause yang
lebih lambat karena menurut Winkjosastro, Saifuddin, Rachimhadhi (2008), usia
menopause berhubungan dengan jumlah cadangan folikel yang masih tersisa
dalam ovarium.
2.1.3.2 Penggunaan kontrasepsi hormonal
Sebagian besar kontrasepsi hormonal menekan produksi dan
sekresi gonadotropin (Baziad, 2002). Hormon yang temasuk dalam hormon

12

Universitas Sumatera Utara

gonadotropin yaitu FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing
Hormone), dimana hormon ini berperan dalam proses pematangan dan pelepasan
folikel ovarium (Andrews dan Steele, 2009 dalam Andrews, 2009).
Menurut


pendapat

Winkjosastro,

Saifuddin,

Rachimhadhi

(2008)

pemberian hormon estrogen dan/ atau progesteron dalam konsentrasi dan jangka
waku tertentu dapat menekan produksi dan sekresi gonadotropin melalui suatu
mekanisme umpan balik positif-negatif. Pemberian hormon estrogen dan/ atau
progesteron melalui kontrasepsi hormonal akan menyebabkan konsentrasi kedua
hormon steroid tersebut meningkat hingga mencapai konsentrasi tertentu yang
dapat menstimulus hipofisi anterior untuk menghentikan produksi dan sekresi
FSH dan LH. Ketika produksi dan sekresi gonadotropin dihambat maka proses
pematangan folikel akan terhambat dan ovulasi tidak terjadi sehingga
menyebabkan menstruasi yang tidak menghasilkan sel telur dan juga berarti

mempengaruhi kesuburan wanita.
2.1.3.3 Paritas
Usia menopause berhubungan dengan paritas, semakin banyak
jumlah anak maka usia menopause akan semakin tua (Kasdu, 2002; Sibagariang,
Pusmaika, Rismalinda, 2010). Hal tersebut terjadi karena selama kehamilan dan
persalinan sistem kerja organ reproduksi dihambat (Kasdu, 2002). Menurut
Sibagariang, Pusmaika, Rismalinda (2010) selama kehamilan, menstruasi dan
ovulasi tidak terjadi. Satu kali masa kehamilan akan menghambat ovulasi selama
9 bulan. Selain itu, menurut Ganong (2014), wanita yang menyusui bayinya
secara teratur setelah persalinan mengalami amenorea selama 25-30 minggu dan

13

Universitas Sumatera Utara

siklus menstruasi selama 6 bulan pertama setelah kembalinya haid bersifat
anovulatorik (tidak mengandung sel telur). Penundaan ovulasi selama masa
kehamilan dan laktasi menyebabkan waktu yang dibutuhkan ovarium untuk
kehilangan seluruh folikel akan semakin lama. Menurut Winkjosastro, Saifuddin,
Rachimhadhi (2008), usia menopause berhubungan dengan jumlah cadangan

folikel yang masih tersisa dalam ovarium.
2.1.3.4 Konsumsi isoflavon
Menurut penelitian Mulyati, Triwinarto, Budiman (2006),
konsumsi isoflavon berpengaruh terhadap usia menopause. Isoflavon adalah salah
satu dari tiga gugus utama fitoestrogen. Fitoestrogen merupakan hormon alamiah
yang terdapat dalam tanaman (kacang dari keluarga polong-polongan, paling
banyak terdapat pada kedelai) yang memiliki efek manfaat mirip dengan estrogen
(Northrup, 2006). Sama seperti hormon estrogen, isoflavon akan terikat dengan
reseptor estrogen dalam tubuh dan memerikan efek yang menyeimbangkan atau
adaptogenik, artinya, saat kadar estrogen dalam tubuh rendah maka isoflavon akan
menaikkan kadarnya hingga mencapai keseimbangan, begitu pula sebaliknya
(Northrup, 2006). Menopause berhubungan dengan defisiensi estrogen sebagai
akibat dari menurunnya fungsi ovarium. Dengan mengkonsumsi isoflavon maka
penurunan kadar estrogen dalam tubuh dapat diseimbangkan. Konsumsi isoflavon
sebanyak 80 mg per hari dalam jangka panjang akan memperlama usia
menopause dan mengurangi masalah kesehatan yang terjadi pada masa
menopause (Mulyati, Triwinarto, Budiman, 2006).

14


Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Dampak fisik yang terjadi saat menopause
2.1.4.1 Hot flush
Rata-rata 75% wanita menopause akan mengalami hot flush
(North American Menopause Society/NAMS, 2004 dalam Bushman dan
Young, 2012). Menurut Goldman dan Hatch (2000, dalam Bushman dan
Yong, 2012), hot flush didefenisikan sebagai peningkatan atau perasaan
kepanasan di dalam atau pada tubuh. Perasaan kepanasan terdapat pada bagian
atas tubuh (wajah, leher) atau di seluruh tubuh. Hot flush dapat disertai dengan
keringat dan kadang ruam merah pada kulit.
2.1.4.1 Perubahan vagina
Saat produksi estrogen berkurang, lapisan dinding vagina
menjadi lebih tipis dan kurang elastis. Selain itu sekresi vagina menurun dan
pH vagina berubah dari asam menjadi basa, sehingga meningkatkan resiko
terkena infeksi vagina (Bushman dan Yong, 2012).
2.1.4.2 Perubahan kulit
Perubahan pada kulit yang terjadi berupa penipisan dan
penurunan lapisan lemak subkutan, kekeringan, kerontokan rambut, dan
hirsutisme ringan di wajah (Manuaba, 2010).
2.1.4.3 Masalah perkemihan
Gejala

perkemihan

bertambah

buruk

seiring

dengan

meningkatnya usia dan sering dikaitkan dengan pengaruh hormon masa
menopause (Abernethy, 2009 dalam Andrews, 2009). Frekuensi dan urgensi
berkemih disebabkan oleh penipisan epitelium uretra dan penurunan tonus

15

Universitas Sumatera Utara

uretra (Manuaba, 2010). Hal ini menyebabkan banyak wanita menopause yang
mengeluhkan inkontinensia urin.
2.1.5 Dampak psikologis yang terjadi akibat menopause
Banyak wanita yang mengeluh masalah psikologis saat menopause,
tetapi sulit untuk menentukan apakah masalah ini timbul akibat defisiensi estrogen
atau merupakan faktor sekunder akibat gejala lain, seperti flush dan keringat
malam (Abernethy, 2009 dalam Andrews, 2009). Keringat malam yang
berkepanjangan akan menyebabkan gangguan pola tidur yang akhirnya
menyebabkan gangguan konsentrasi, ingatan yang kurang baik, bahkan gejala
fisik seperti sakit kepala dan keletihan. Gejala psikologi lain yang dapat timbul
yaitu depresi, kurangnya rasa percaya diri, perasaan tidak berharga, dan kesulitan
membuat keputusan (Abernethy, 2009 dalam Andrews, 2009).

2.2 Kontrasepsi hormonal
2.2.1 Defenisi kontrasepsi hormonal
Sejak dahulu wanita dan pria telah berupaya mengontrol kesuburan
dengan berbagai metode. Zaman dahulu wanita menggunakan kain berminyak dan
lemon belah sebagai diafragma, sedangkan pria menggunakan kondom yang
terbuat dari sutra, linen, dan usus binatang (Everett, 2009 dalam Andrews, 2009).
Di Cina, wanita mengkonsumsi merkuri untuk mencegah kehamilan, sedangkan
wanita di Arab menggunakan kotoran gajah sebagai pesarium vagina (Everett,
2009 dalam Andrews, 2009).

16

Universitas Sumatera Utara

Kontrasepsi merupakan usaha-usaha untuk mencegah kehamilan, baik
secara permanen maupun sementara (Winkjosastro, Saifuddin, Rachimhadhi,
2008). Kontrasepsi hormonal adalah suatu metode untuk mencegah kehamilan
dengan cara pemberian hormon steroid. Metode ini merupakan salah satu metode
yang paling efektif dan reversibel untuk mencegah terjadinya konsepsi (Baziad,
2002). Penggunaan kontrasepsi saat ini sudah dikenal luas secara internasional
dan disarankan melalui program keluarga berencana. Saat ini hampir 60%
pasangan usia subur di seluruh dunia telah menggunakan kontrasepsi (Glasier dan
Gebbie, 2006).
Pada tahun 1921, Haberlandt adalah ilmuan pertama yang berspekulasi
bahwa ekstrak dari ovarium dan plasenta hewan hamil dapat digunakan untuk
mengendalikan kesuburan. Pada tahun 1937, Kuzrok menyatakan bahwa selama
terapi untuk dismenore, ovulasi dihambat dengan menggunakan estron ovarium
dan menganjurkan mungkin hormon ini bermanfaat dalam kontrasepsi. Kemudian
pada tahun 1950-an pil kontrasepsi oral mulai diproduksi (Guillebaud, 2006
dalam Glasier dan Gabbie 2006).
Lebih dari 200 juta jiwa wanita di seluruh dunia telah mengkonsumsi pil KB
sejak pertama kali tersedia, dan saat ini jumlah pemakai adalah sekitar 70 juta
jiwa (Guillebaud, 2006 dalam Glasier & Gebbie, 2006). Di Sumatera Utara,
kontrasepsi hormonal merupakan metode kontrasepsi yang paling banyak
digunakan. Pada tahun 2014 akseptor KB untuk jenis kontrasepsi pil tercatat
sebanyak 467.092 jiwa, jenis suntikan sebanyak 508.240 jiwa, dan jenis impan
sebanyak 217.703 jiwa (BKKBN, 2015). Untuk wilayah kota Medan pada tahun

17

Universitas Sumatera Utara

2014, akseptor KB jenis pil sebanyak 74.617 jiwa, jenis suntikan sebanyak 85.191
jiwa, dan jenis implan sebanyak 20.790 jiwa (BKKBN, 2015).
Sebagian besar jenis hormon yang terdapat dalam kontrasepsi hormonal
adalah hormon sintetik karena hormon alami mudah diserap oleh usus dan mudah
dihancurkan di hati. Kontrasepsi hormonal mengadung hormon yang terdiri dari
estrogen saja, progesteron saja, dan kombinasi estrogen-progesteron.
2.2.2 Bentuk pemberian kontrasepsi hormonal
Kontrasepsi hormonal dapat berbentuk tablet atau drages dan berupa
depo injeksi. Kontrasepsi oral biasanya dikemas dalam satu kotak yang berisi 21
atau 22 tablet, dan sebagian kecil ada yang berisi 28 tablet, dengan 6 atau 7 tablet
terakhir merupakan plasebo sehingga tidak perlu lagi masa istirahat 6 atau 7 hari.
Minipil digunakan tanpa masa istirahat yang terdiri dari 35 tablet. Sediaan depo
injeksi dapat berupa injeksi mikrokristalin atau cairan minyak dari asam lemak
steroid ester (Baziad, 2002). Bentuk pemeberian IUD (intrauterine device) atau
yang sering disebut AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim) merupakan kontrasepsi
hormonal berupa logam atau plastik yang mengandung hormon progesteron yang
ditanamkan dalam rahim (Ganong, 2014). Selain itu ada juga bentuk pemberian
implan, yaitu alat kontrasepsi yang disusukkan di bawah kulit. Implan terdiri atas
6 kapsul dan masing-masing kapsul panjangnya 34 mm dan berisi 36 mg
levonorgestrel (Winkjosastro, Saifuddin, Rachimhadhi, 2008).

18

Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Jenis/sediaan kontrasepsi hormonal
2.2.3.1 Sediaan estrogen-gestagen (kombinasi)
Bentuk pemberian sediaan kombinasi adalah tablet yang
diberikan secara oral dan merupakan sediaan yang paling banyak digunakan.
Mekanisme kerja kontrasepsi ini adalah menekan ovulasi, mengubah lendir
serviks

menjadi

kental,

menghambat

pembentukan

endometrium,

dan

memperlambat motilitas tuba sehingga transportasi sperma menjadi terganggu
(Baziad, 2002).
2.2.3.2 Sediaan gestagen saja
Sediaan gestagen saja diperkenalkan untuk menghindari efek
samping estrogen dan untuk menurunkan pajanan total ke steroid. Bentuk
pemberian sediaan gestagen saja adalah minipil, norplant, suntik, dan implant
subdermis. Gestagen bekerja menghambat konsepsi dengan cara menekan sekresi
gonadotropin, mengubah lendir serviks menjadi kental, mengganggu proses
pembentukan endometrium sehingga tidak menguntungkan untuk implantasi, serta
memperlambat motilitas tuba (Baziad, 2002). Salah satu kelebihan sediaan
gestagen adalah tidak adanya efek merugikan pada proses laktasi dan tidak adanya
bukti pengurangan jumlah dan kualitas ASI, serta tidak ada efek pada
pertumbuhan dan perkembangan bayi (Fraser, 2006 dalam Glasier & Gebbie,
2006).
2.2.3.2 Sediaan estrogen saja
Sediaan yang hanya mengandung estrogen saja terbatas pada
penggunaan kontrasepsi pascakoitus (Baziad, 2002). Penggunaan estrogen saja

19

Universitas Sumatera Utara

sebagai kontrasepsi darurat sudah lama ditinggalkan karena penggunaan estrogen
dalam kontrasepsi ini harus dalam dosis tinggi sehingga menimbulkan efek
samping yang tinggi. Mekanisme kerja estrogen bukan lagi untuk mencegah
konsepsi, tetapi mencegah terjadinya nidasi (Baziad, 2002).
2.2.4 Mekanisme kerja kontrasepsi hormonal
Bayi wanita sudah memiliki folikel ovarium berjumlah 500.000700.000 saat lahir, yang akan terus berkurang hingga jumlahnya hanya berkisar
34.000-40.000 pada masa menjelang pubertas (Winkjosastro, Saifuddin,
Rachimhadhi, 2008). Selama masa reproduksi, hanya sekitar 400 folikel yang
akan mencapai kematangan, dan akan dilepas selama masa ovulasi.
Salah satu cara kerja kandungan estrogen dan progesteron dalam kontrasepsi
hormonal adalah untuk menghambat sekresi hormon gonadotrin. Gonadotropin
(FSH dan LH) dikeluarkan oleh hipofisis anterior dan berperan dalam proses
pematangan

dan

pelepasan

folikel

(ovulasi).

Winkjosastro,

Saifuddin,

Rachimhadhi (2008) menyatakan bahwa estrogen dan progesteron dalam
konsentrasi dan jangka waktu tertentu dapat menghambat produksi FSH dan LH
oleh hipofisis anterior. Peristiwa tersebut dinamakan umpan balik negatif dari
estrogen dan progesteron. Menurut Ganong (2014), sekresi LH tertahan akibat
efek umpan balik negatif peningkatan kadar estrogen, jika kadar estrogen dalam
darah ditingkatkan hingga 300% selama 24 jam maka yang terjadi adalah umpan
balik negatif estrogen.
Ketika estrogen dan progesteron dalam konsentrasi tertentu diberikan, maka
sekresi FSH dan LH akan dihambat dan secara otomatis proses pematangan dan

20

Universitas Sumatera Utara

pelepasan folikel menjadi terhambat sehingga menyebabkan menstruasi yang
tidak mengandung sel telur (anovulatorik). Dalam Ganong (2014) disebutkan
bahwa wanita yang menjalani pengobatan jangka panjang estrogen tidak
mengalami ovulasi. Wanita yang diterapi dengan estrogen dosis serupa ditambah
suatu obat progestasional tidak mengalami ovulasi karena kedua gonadotropinnya
terhambat (Ganong, 2014). Tidak terjadinya ovulasi menyebabkan penundaan
kesuburan seorang wanita. Penundaan kesuburan tersebut akan menyebabkan
semakin lama waktu yang dibutuhkan ovarium untuk kehilangan seluruh folikel
sehingga terjadinya menopause juga akan semakin lama. Menurut Winkjosastro,
Saifuddin, Rachimhadhi (2008), usia menopause berhubungan dengan jumlah
cadangan folikel yang masih tersisa dalam ovarium.

21

Universitas Sumatera Utara