Uji Validasi Dan Estimasi Kandungan Natriumbenzoat Dan Vitamin B6 Pada Minuman Berenergi Secara Spektrofotometri Derivatif
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1
Minuman Berenergi
Minuman berenergi termasuk salah satu suplemen makanan yang terdiri
dari komponen multivitamin, makronutrien (karbohidrat, protein), taurin dengan
atau tanpa kafein dan biasanya ditambahkan herbal seperti ginseng, jahe dan
sebagainya dengan bentuk sediaan COD(cairan obat dalam) dalam kemasan botol
bervolume 150 mL, 250 mL atau serbuk dan tablet yang dilarutkan menjadi
minuman, yang dalam setiap kemasannya mengandung energi minimal 100 Kkal,
serta indikasinya adalah untuk menambah tenaga kesegaran, stimulasi
metabolisme, memelihara kesehatan dan stamina tubuh, yang diminum pada saat
bekerja keras atau setelah berolah raga (BPOM, 2006). Kandungan minuman
berenergi dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1.Kandungan Minuman Berenergi
Zat Kandungan
Kafein
Taurin
Vitamin B
Ginseng
Ginkgo Biloba
Efek terhadap Tubuh
Stimulasi sistem saraf pusat sehingga memberi efek alert.
Meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah.
Menyebabkan dehidrasi tubuh.
Meregulasi denyut jantung, kontraksi otot, dan tingkat energi.
Merupakan inhibitor neurotransmitter yang ringan.
Membantu mengkonversikan makanan menjadi energi dalam
tubuh.
Meningkatkan energi, mempunya komponen anti-lelah,
melegakan stres, dan menguatkan ingatan. Menstimulasi
hipotalamus dan hormon pitutari untuk mensekresi ACTH.
Membantu daya ingat, konsentrasi, sirkulasi darah dan
mempunyai efek anti depresan.
Universitas Sumatera Utara
Gula
Antioksidan
Kreatin
(Babu, et. al., 2008)
Sumber metabolisme karbohidrat untuk memberikan energi
dalam tubuh.
Mengurangi adanya radikal bebas.
Menyipan energi dalam otot.
Minuman berenergi dibuat untuk memberikan suatu hentakan energi yang
diakibatkan oleh adanya kombinasi stimulan dan penambahan energi yang
diberikan. Kafein diketahui sebagai senyawa utama yang bertanggung jawab
terhadap efek ini. Begitupun, tubuh manusia tidak memiliki kebutuhan akan
kafein, meskipun dosis rendah kafein dapat merubah penampilan kognitif dan
mood (Malinauskas, et. al., 2007).
2. 2
Uraian Bahan
2. 2. 1 Natrium Benzoat
Asam benzoat adalah salah satu dari pengawet kimia tertua yang
digunakan pada industri kosmetik, obat, dan makanan. Natrium benzoat adalah
pengawet kimia pertama yang diperbolehkan penggunaannya dalam makanan oleh
FDA (Food and Drug Administration) Amerika Serikat. Keuntungan penggunaan
asam benzoat dan garamnya adalah harganya yang murah, mudah dibuat, tidak
berwarna, dan toksisitasnya relatif rendah sehingga asam benzoat menjadi salah
satu pengawet yang paling banyak digunakan secara luas di dunia (Davidson, et.
al., 2005).
Menurut Ditjen POM (1995), rumus struktur dari natrium benzoatadalah :
Gambar 1. Natrium benzoat
Universitas Sumatera Utara
Menurut Ditjen POM (1995), rumus molekul natrium benzoat adalah
C 6 H 5 NaO 2 , dengan berat molekul 144,12. Kandungan dari natrium benzoat tidak
kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari100,5% C 7 H 5 NaO 2 dihitung terhadap
zatanhidrat. Pemeriannya yaitu granul atau serbuk hablur; putih; tidak berbauatau
praktis tidak berbau; stabil di udara. Natrium benzoat mudah larut dalam air; agak
sukar larut dalametanol, dan lebih mudah larut dalam etanol 96%.
Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau
menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang
disebabkan oleh mikroorganisme (BSN, 1995). Zat pengawet organik lebih
banyak digunakan daripada zat pengawet anorganik karena bahan ini lebih mudah
larut. Bahan organik yang digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam
bentuk garamnya (Cahyadi, 2008).
Fungsi pengawet adalah untuk memperpanjang masa simpan suatu
makanan. Sebagian besar kerusakan bahan makanan, khususnya hasil olahan,
disebabkan oleh aktivitas mikroba yang memanfaatkan bahan makanan untuk
metabolismenya. Bahan pengawet bersifat menghambat atau mematikan
pertumbuhan mikroba penyebab kerusakan ini sehingga sering juga disebut
dengan senyawa antimikroba. Namun demikian, penggunaan bahan pengawet
tidak selalu menguntungkan, terutama apabila digunakan dalam jumlah yang
berlebihan, karena bisa mengganggu kesehatan (Saparinto dan Diana, 2006).
Molekul asam benzoat yang tidak terdisosiasi adalah molekul yang
bertanggung jawab terhadap aktivitas antimikrobanya. Sifat antimikroba asam
benzoat hampir 100 kali lebih efisien dalam larutan dengan pH asam yang kuat
daripada dalam larutan netral, dimana hanya asam yang tidak terdisosiasi lah yang
Universitas Sumatera Utara
memiliki sifat antimikroba, sedangkan sifat toksik dari natrium benzoat
merupakan hasil dari molekul asam benzoat yang tidak terdisosiasi. Oleh karena
jumlah dari asam yang tidak terdisosiasi berkurang seiring dengan meningkatnya
pH, maka penggunaan asam benzoat atau natrium benzoat sebagai bahan
pengawet makanan harus dibatasi untuk produk-produk yang memang sudah asam
secara alami (Davidson, et. al., 2005).
Natrium benzoat merupakan hasil turunan asam benzoat penting yang
diperoleh dari netralisasi asam benzoat dengan penambahan larutan natrium
hidroksida atau natrium bikarbonat. Kalsium benzoat, kalsium benzoat, dan
garam-garam benzoat lainnya juga diproduksi. Asam benzoat dan natrium benzoat
(C 6 H 5 COONa) digunakan sebagai bahan tambahan makanan dan ditambahkan ke
dalam makanan, jus, dan minuman yang mengandung asam. Walaupun asam
benzoat memiliki sifat antimikroba yang lebih baik daripada garamnya, natrium
benzoat sekitar 200 kali lebih larut dalam air, sehingga natrium benzoat lebih
sering dipilih untuk menjadi bahan pengawet(Myers, 2007).
Benzoat membutuhkan pH dibawah 4,5 supaya efektif dan bekerja lebih
baik seiring dengan penurunan pH. Garam-garam benzoat juga terbentuk secara
alami pada beberapa buah dan jusnya. Pada awal tahun 1990-an, FDA (Food and
Drug Administration) menemukan bahwa benzoat dan asam askorbat dalam
minuman, dengan kondisi tertentu, dapat bereaksi dan menghasilkan benzen yang
bersifat karsinogenik. Pada tahun 2005, FDA menemukan beberapa minuman
mengalami kenaikan (> 5 parts per billion) kadar benzen (Myers, 2007).
2. 2. 2 Vitamin B6
Universitas Sumatera Utara
Vitamin B6 merupakan vitamin larut air yang menembus melewati tubuh
lebih cepat dari vitamin lipofil melalui sirkulasi aliran darah dan diekskresi dalm
urin (Sather dan Teresa, 2011). Vitamin B6 berhubungan luas dengan metabolisme
asam amino dan senyawa lain yang mengandung nitrogen, serta metabolisme
lemak dan aktivitas hormon tertentu. Piridoksin, sebagaimana piridoksal fosfat,
memiliki fungsi penting dalam perubahan triptofan menjadi asam nikotinat.
Peningkatan konsumsi protein juga menyebabkan kenaikan kebutuhan piridoksin.
Baik defisiensi ataupun kelebihan piridoksin dapat menyebabkan gangguan saraf
(Hathcock, 2014).
Menurut Ditjen POM (1995), rumus struktur vitamin B6 :
Gambar 2. Vitamin B6 (Piridoksin HCl)
Meurut Ditjen POM (1995), rumus molekul vitamin B6 adalah
C 8 H 11 NO 3 .HCl dengan berat molekul
205,64. Kandungannya tidak kurang
dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0% C 8 H 11 NO 3 .HCl, dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan. Pemeriannya hablur atau serbuk hablur putih atau hampir
putih;stabil di udara; secara perlahan-lahan dipengaruhioleh cahaya matahari.
Vitamin B6 mudah larut dalam air; sukar larut dalam etanol; tidak larut dalam
eter. Larutan mempunyai pH lebih kurang 3.
Terdapat enam bentuk vitamin B6, dan semuanya merupakan derivat dari
2-metil-3-hidroksipiridin. Senyawa induknya adalah PN (piridoksin), PL
Universitas Sumatera Utara
(piridoksal) dan PM (piridoksamin). Dan sebagai tambahan, terdapat juga tiga
bentuk ester 5’-fosfat. Bentuk vitamin B6 yang paling stabil adalah piridoksal dan
bentuk ini digunakan untuk fortifikasi vitamin pada makanan (Theobald dan
Anklam, 1996).
Vitamin B6 yang terdapat dalam pil multivitamin dan minuman berenergi
biasanya dalam bentuk piridoksin. Piridoksin merupakan kofaktor beberapa enzim
sebagai katalis dekarboksilasi, transaminasi dan raseminasi dari asam amino
dalam beberapa tubuh manusia. Manusia harus mendapatkan vitamin B6 dari
konsumsi nutrien (Sather dan Teresa, 2011).
Sumber vitamin untuk piridoksin adalah dari daging, hati, ginjal, otak,
telur, ragi, gandum dan sayuran. Pada daging dan ikan, ester fosfat dari PN
(piridoksin) dan PL (piridoksal) merupakan vitamer yang mendominasi,
sedangkan PN (piridoksin) sendiri adalah bentuk utama yang terdapat dalam
sereal, buah, dan sayur-sayuran (Theobald dan Anklam, 1996).
Vitamin B6 terdapat dalam beberapa bentuk makanan yang berbeda. Pada
makanan fortifikasi, bentuk utamanya adalah piridoksal, piridoksal fosfat,
piridoksamin fosfat dan piridoksin glukosida; makanan fortifikasi dapat juga
mengandung piridoksin. Beberapa dari bentuk ini terikat kuat dengan protein, dan
sensitivitas vitamin B6 terhadap degradasi katalis cahaya memerlukan perlakuan
yang harus dilakukan secara ketat dan hati-hati untuk meniadakan sinar dengan
panjang gelombang pendek selama melakukan prosedur analisis. Biasanya,
makanan terlebih dahulu direaksikan dengan asam mineral seperti asam
hidroklorida encer, dengan suasana otoklaf, untuk melepaskan vitamin B6 dari
matriks makanan (Bates, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2.3
Spektofotometri
Pada
analisis
spektrofotometri,
sumber
radiasi
yang
digunakan
membentang menjadi spektrum daerah ultraviolet. Panjang gelombang radiasi
tertentu dipilih yang memiliki lebar pita kurang dari 1 nm. Alat yang digunakan
disebut spektrofotometer. Suatu spektrofotometer optik merupakan alat yang
memiliki sistem optik yang dapat
menghasilkan dispersi dari radiasi
elektromagnetik yang diberikan, dan dimana pengukuran dapat dilakukan dari
jumlah radiasi yang ditransmisi pada panjang gelombang tertentu di rentang
spektrum. Ketika cahaya (monokromatik atau heterogen) mengenai medium
homogen, suatu bagian dari cahaya yang ada dipantulkan, sebagian diserap
medium, dan sisanya ditransmisikan atau diteruskan (Jeffery, et. al., 1989).
Radiasi pada rentang panjang gelombang (λ) 200 – 700 nm dilewatkan
melalui suatu larutan senyawa. Elektron-elektron pada ikatan di dalam molekul
menjadi terkesitasi sehingga menempati keadaan kuantum yang lebih tinggi dan
dalam proses menyerap sejumlah energi yang melewati larutan tersebut. Semakin
longgar elektron tersebut ditahan dalam ikatan molekul, semakin panjang
gelombang (energi lebih rendah) radiasi yang diserap (Watson, 2010).
Radiasi di daerah UV/visibel diserap melalui eksitasi elektron-elektron
yang terlibat dalam ikatan-ikatan antara atom-atom pembentuk molekul sehingga
awan elektron menahan atom-atom bersama-sama mendistribusikan kembali
atom-atom itu sendiri dan orbital yang ditempati oleh elektron-elektron pengikat
tidak lagi bertumpang tindih (Watson, 2010).
Metode farmakope sangat mengandalkan analisis sederhana dengan
spektrofotometri UV/visibel untuk menentukan bahan aktif dalam formulasi.
Universitas Sumatera Utara
Metode-metode ini biasanya berdasarkan pada penggunaan nilai A (1%, 1cm)
standar untuk
bahan aktif yang sedang
diuji dan ini
mengandalkan
spektrofotometer UV yang dikalibrasi secara akurat. Metode tersebut juga
diperkirakan bahwa tidak ada interfensi dari eksipien yang dapat menyebabkan
penghamburan cahaya (Watson, 2010).
Menurut Jeffery, et. al. (1989), gelombang elektromagnetik biasanya
dijelaskan dengan ( a ) panjang gelombang λ (jarak antara puncak gelombang
dalam cm, kecuali dinyatakan lain), ( b ) nilai gelombang ῦ (nilai gelombang per
cm), dan ( c ) frekuensi υ (nilai gelombang per detik). Jika ketiganya dikaitkan,
maka akan menjadi seperti berikut:
1
������� ���������
1
�
=ῦ=
= nilai gelombang =
�
���������
��������� �� ℎ���
�
2.3.1 Hukum Lambert-Beer
Hukum ini menyatakan bahwa ketika cahaya monokromatik menembus
melewati medium, kecepatan penurunan intensitas terhadap ketebalan medium
sebanding dengan intensitas cahaya. Hal ini setara dengan pernyataan bahwa
intensitas pancaran cahaya berkurang secara eksponen, atau bahwa lapisan
medium dengan ketebalan apapun menyerap fraksi yang sama dari cahaya yang
mengenainya (Jeffery, et. al., 1989).
Pengukuran serapan cahaya oleh larutan molekul diatur dengan hukum
Lambert-Beer ini, yang ditulis sebagai berikut :
Log I 0 /I t = A = εbc
Universitas Sumatera Utara
Dengan I 0 adalah intensitas radiasi yang masuk; I t adalah intensitas radiasi yang
ditransmisikan; A dikenal sebagai absorban dan merupakan ukuran jumlah cahaya
yang diserap oleh sampel; ε adalah tetapan yang dikenal sebagai koefisien
punahan molar dan merupakan absorban larutan 1 M analit tersebut; b adalah
panjang jalur sel dalam cm, biasanya 1 cm; dan c adalah konsentrasi analit dalam
mol per liter (Watson, 2010).
2.3.2 Kegunaan Spektofotometri
Kegunaan spektrofotometri ultraviolet dalam analisis kualitatif sangat
terbatas karena rentang daerah radiasi yang relatif sempit hanya dapat
mengakomodasi sedikit sekali puncak absorpsi maksimum dan minimum, karena
itu identifikasi senyawa yang tidak diketahui tidak memungkinkan untuk
dilakukan (Satiadarma, dkk., 2004).
Metode spektrofotometri memiliki beberapa keuntungan antara lain
kepekaan yang tinggi, ketelitian yang baik, mudah dilakukan, cepat pengerjaannya
dan dapat digunakan untuk menentukan senyawa campuran (Munson, 1991).
Akan tetapi, jika digabung dengan cara lain seperti spektroskopi inframerah,
resonansi magnet inti dan spektroskopi massa, maka dapat digunakan untuk
identifikasi atau analisis kualitatif senyawa tersebut (Gandjar dan Rohman, 2007).
Penggunaan utama spetrofotometri ultraviolet adalah dalam analisis
kuantitatif. Apabila dalam alur radiasi spektrofotometer terdapat senyawa yang
mengabsorpsi radiasi, maka akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang
mencapai detektor. Parameter kekuatan energi radiasi khas yang diabsorpsi oleh
molekul adalah absorbansi (A) yang dalam batas konsentrasi rendah nilainya
Universitas Sumatera Utara
sebanding dengan banyaknya molekul yang mengabsorpsi radiasi dan merupakan
dasar analisis kuantiatif. Penentuan kadar senyawa organik yang mempunyai
struktur kromofor atau mengandung gugus kromofor, serta mengabsorpsi radiasi
ultraviolet penggunaanya cukup luas (Satiadarma, dkk., 2004).
Menurut Dachriyanus (2004), pada umumnya spektrofotometri UV dalam
analisis senyawa organik digunakan untuk:
1.
Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonjugasi dan
auksokrom dari senyawa organik
2.
Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang
maksimum suatu senyawa
3.
Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan
menggunakan hukum Lambert-Beer
2.4
Spektrofotometri Derivatif
Spektrofotometri derivatif merupakan suatu metode analisis dengan
kegunaan besar untuk mendapatkan informasi kualitatif dan kuantitatif dari
spektrum yang diturunkankan dari spektrum orde nol (Rojas, et. al., 1988).
Penggunaan spektrofotometri sebagai alat bantu analisis meningkat seiring
dengan perkembangan dunia elektronik
yang pesat terutama teknologi
mikrokomputer. Penggunaan spektrofotometri derivatif makin mudah dengan
meningkatnya daya pisah instrumen analitik yang dilengkapi mikrokomputer
dengan perangkat lunak yang sesuai sehingga mampu menghasilkan spektra
derivatif secara cepat. Fasilitas ini memungkinkan analisis multikomponen dalam
campuran yang spektranya saling tumpang tindih (Nurhidayati, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Sensitivitas dari metode spektrofotomeri UV/visibel dapat ditingkatkan
jika teknik spektrofotometri derivatif digunakan (Jeffery, et. al., 1989).
Peningkatan selektivitas ini merupakan hasil dari fakta bahwa diferensasi
meemberikan informasi lebih banyak dari yang terdapat dalam spektrum serapan
dasar (Kus, et. al., 1996). Spektrum derivatif dapat digunakan untuk menjelaskan
pita-pita serapan dalam spektrum UV yang lebih kompleks. Efek utama
derivatisasi adalah menghilangkan dasar pita-pita serapan luas yang hanya
terdapat perubahan bertahap pada kemiringannya(Watson, 2010).
Derivatisasi spektrum orde nol dapat mengarahkan kepada pemisahan
sinyal yang tumpang tindih dan pengeliminasian background pengganggu yang
disebabkan adanya campuran senyawa lain dalam sampel. Ini menunjukan
sifatnya yang dapat melakukan pengukuran atas satu atau lebih analit tanpa
memerlukan pemisahan dan pemurnian terlebih dahulu (Patel, et. al., 2010).
Menurut Patel, et. al. (2010), Pengaplikasian spektrofotometri dapat
dipisahkan menjadi tiga cara. Pertama adalah analisis multikomponen, dimana ini
merupakanaplikasi spektrofotometri derivatif yang paling sering digunakan.
Metode ini dapat menentukan satu atau lebih analit yang berada dalam matriks
rumit. Cara kedua yaitu penentuan persamaan reaksi dan perhitungan konstanta
fisikokimia, misalnya konstanta kompleksasi atau pengikatan. Dan terakhir adalah
dengan penelusuran reaksi kinetik.
Menurut Owen (1995), spektrum derivatif dapat diperoleh dengan metode
optik, elektronik, dan matematika.
a.
Metode optik dan elektronik. Teknik ini menggunakan spektrofotometer
UV/visibel. Panjang gelombang dari cahaya yang dihasilkan secara cepat
Universitas Sumatera Utara
dimodulasi menjadi panjang gelombang dengan rentang sempit dengan alat
elektromekanik. Derivat pertama dan kedua dapat diperoleh menggunakan
metode ini.
b.
Metode matematika. Pertama, dilakukan digitalisasi terhadap spektrum
dengan interval sampling Δλ. Ukuran Δλ tergantung pada lebar pita alami /
natural bandwidth (NBW) dari pita yang sedang diproses dan dari lebar pita
yang digunakan alat untuk menghasilkan data. Untuk Spektrum UV/visibel,
NBW biasanya sekitar 10 smpai 50 nm. Spektrum derivat pertama dapat
dihitung dengan mengambil perbedaan absorbansi antara dua panjang
gelombang yang jaraknya dekat untuk keseluruhan panjang gelombang:
�λ+∆λ/2 =
(�λ+∆λ − �λ )
∆λ
Dimana amplitudo derivatif, D λ , dihitung untuk panjang gelombang
pertengahan antara dua absorbansi panjang gelombang.Untuk derivatif
kedua ditentukan tiga absorbansi panjang gelombang yang jaraknya
berdekatan dan menggunakan rumus ini :
�λ =
(�λ −∆λ −2�λ +�λ +∆λ )
∆λ 2
Menurut Owen (1995), jika asumsinya adalah spektrum orde nol
mematuhi hukum Lambert-Beer, maka adanya hubungan linear yang serupa antara
konsentrasi dan amplitudo untuk semua orde derivatif:
Orde nol
A = εbc
Orde pertama
��
Orde ke-n
�� �
�λ
=
�λ �
��
�λ
=
��
�� �
�λ �
��
Universitas Sumatera Utara
Untuk komponen tunggal, pemilihan panjang gelombang tidak semudah
pemilihan pada spektrum serapan karena akan ada dua puncak, positif dan negatif.
Untuk derivatif orde genap terdapat satu puncak maksimum atau minimum yang
berada pada λmax yang sama dengan spektrum serapan, namun untuk spektrum
derivat ganjil panjang gelombangnya adalah pada zero crossing (Owen, 1995).
Menurut Owen (1995), spektrum derivat orde nol sampai derivat kedua
dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Spektrum derivat orde nol sampai derivat kedua
Spektrofotometri derivatif menemukan pengaplikasian yang luas dalam
analisis sampel multikomponen. Teknik ini didasarkan pada penggunaan spektrum
derivatif yang dihasilkan dari derivatisasian spektrum orde nol. Spektrum serivatif
yang dihasilkan memberikan informasi yang lebih banyak daripada spektrum
awalnya: puncak maksima dan minima baru muncul dan juga terdapat titik
dimana spektrum melewati sumbu X-axis. Spektrofotometri derivatif tetap
memakai semua hukum klasik seperti, keterikatan antara nilai derivatif dan
konsentrasi analit juga dengan hukum adisi (Kus,et. al., 1996).
Menurut
Kus,
et.
al.
(1996),
teknik-teknik
dalam
pengukuran
menggunakan metode spektrofotometri derivatif adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Graphic Measurement,
2. Numeric Measurement,
3. Zero Crossing,
4. Peak-to-peak,
5. Baseline-to-peak.
2. 4. 1 Teknik Zero Crossing
Zero crossing adalah prosedur yang paling umum untuk menentukan
campuran biner yang spektranya saling tumpang tindih secara simultan. Metode
zero crossing dapat digunakan pada derivatif pertama dan kedua (Nurhidayati,
2007).Teknik zero crossing adalah cara pengukuan nilai derivatif pada panjang
gelombang dimana derivatif dari komponen yang diukur berada pada nilai nol.
Pada saat ini komponen lain tidak memberikan serapan yang mengganggu serapan
senyawa pasangannya. Zero crossing bisa mengeliminasi pengaruh dari
komponenlain yang mengganggu. Namun kekurangan metode ini adalah
pengukurannya menjadi tidak terlalu cermat (Kus,et.al., 1996).
2. 4. 2 Keuntungan dan Kerugian Spektrofotometri Derivatif
Menurut
Nurhidayati
(2007),
keuntungan
penggunaan
metode
spektrofotometri derivatif antara lain :
1.
Memberikan gambaran struktur yang terinci dari spektrum serapan dan
semakin jelas seiring kenaikan orde,
2.
Analisis komponen dalam campuran dengan bahan yang panjang
gelombangnya berdekatan,
3.
Metodenya relatif lebih sederhana dan mudah,
Universitas Sumatera Utara
4.
Biaya operasional lebih murah dan waktu analisisnya lebih cepat.
Adapun kerugian dalam penggunaan metode spektrofotometri derivatif
yaitu adanya signal-to-noise ratio (S/N ratio) yang semakin rendah dengan
meningkatnya orde. Terdeteksinya puncak serapan pada derivatif yang lebih tinggi
ditentukan oleh S/N spektrum asal. Yang penting adalahmenghilangkan atau
meminimalkan noise tanpa mengurangi sinyal penting. Perlu pendekatan
matematika untuk memuluskan sebelum atau selama proses derivatisasi
berlangsung (Nurhidayati, 2007).
2.5
Validasi Metode Analisis
Validasi metode adalah suatu proses yang menunjukkan bahwa prosedur
analitik telah sesuai dengan penggunaan yang dikehendaki. Validasi merupakan
persyaratan mendasar yang diperlukan untuk menjamin kualitas dan hasil dari
semua aplikasi analitik (Ermer dan McB. Miller, 2005). Menurut USPNF (2007),
karakteristik
validasi
metode
yaitu
meliput i
akurasi/kecermatan,
presisi/keseksamaan, spesifisitas, batas deteksi, batas kuantitasi, linieritas, rentang
dan kekuatan/ketahanan.
2.5.1 Akurasi
Akurasi adalah kedekatan antara nilai hasil uji yang diperoleh melalui
metode analitik dengan nilai sebenarnya. Akurasi dinyatakan dalam persen
perolehan kembali (% recovery). Akurasi dapat ditentukan dengan dua metode,
yakni spiked – placebo recovery dan standard addition method. Pada spiked –
placebo recovery atau metode simulasi, analit murni ditambahkan (spiked) ke
dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi, lalu campuran tersebut
Universitas Sumatera Utara
dianalisis dan jumlah analit hasil analisis dibandingkan dengan jumlah analit
teoritis yang diharapkan. Metode ini dinamakan standard addition method atau
metode penambahan baku (Harmita, 2004).
2.5.2 Presisi
Berdasarkan rekomendasi International Conference on the Harmonisation
(ICH), karakteristik presisi dilakukan pada tiga tingkatan, yakni keterulangan
(repeatability), presisi antara (intermediate precision) dan reprodusibilitas
(reproducibility). Keterulangan dilakukan dengan cara menganalisis sampel yang
sama oleh analis yang sama menggunakan instrument yang sama dalam periode
waktu singkat. Presisi antara dikerjakan oleh analis yang berbeda. Sedangkan
reprodusibilitas dikerjakan oleh analis yang berbeda dan di laboratorium yang
berbeda (Harmita, 2004).
2.5.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih
dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Sedangkan batas
kuantitasi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan
dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode
yang digunakan (Harmita, 2004).
2.5.4 Linearitas
Kelinearan suatu metode analisis adalah kemampuan untuk menunjukkan
bahwa nilai hasil uji langsung atau setelah diolah secara matematika, proporsional
dengan konsentrasi analit dalam sampel dalam batas rentang konsentrasi tertentu
(Satiadarma, dkk., 2004). Linieritas dapat diukur dengan melakukan pengukuran
Universitas Sumatera Utara
tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya
diproses untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope), intersep dan
koefisien korelasinya (Gandjar dan Rohman, 2007).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3. 1
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, yaitu metode penelitian
yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain
dalam kondisi yang terkendali. Ini merupakan jenis penelitian terbaik dalam
pengujian hipotesis hubungan kausalitas.
3. 2
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi,
Universitas Sumatera Utara, Medan, mulai dari bulan Maret sampai Juni 2014.
3. 3
Alat dan Bahan
3. 3. 1 Alat - alat
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1
Minuman Berenergi
Minuman berenergi termasuk salah satu suplemen makanan yang terdiri
dari komponen multivitamin, makronutrien (karbohidrat, protein), taurin dengan
atau tanpa kafein dan biasanya ditambahkan herbal seperti ginseng, jahe dan
sebagainya dengan bentuk sediaan COD(cairan obat dalam) dalam kemasan botol
bervolume 150 mL, 250 mL atau serbuk dan tablet yang dilarutkan menjadi
minuman, yang dalam setiap kemasannya mengandung energi minimal 100 Kkal,
serta indikasinya adalah untuk menambah tenaga kesegaran, stimulasi
metabolisme, memelihara kesehatan dan stamina tubuh, yang diminum pada saat
bekerja keras atau setelah berolah raga (BPOM, 2006). Kandungan minuman
berenergi dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1.Kandungan Minuman Berenergi
Zat Kandungan
Kafein
Taurin
Vitamin B
Ginseng
Ginkgo Biloba
Efek terhadap Tubuh
Stimulasi sistem saraf pusat sehingga memberi efek alert.
Meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah.
Menyebabkan dehidrasi tubuh.
Meregulasi denyut jantung, kontraksi otot, dan tingkat energi.
Merupakan inhibitor neurotransmitter yang ringan.
Membantu mengkonversikan makanan menjadi energi dalam
tubuh.
Meningkatkan energi, mempunya komponen anti-lelah,
melegakan stres, dan menguatkan ingatan. Menstimulasi
hipotalamus dan hormon pitutari untuk mensekresi ACTH.
Membantu daya ingat, konsentrasi, sirkulasi darah dan
mempunyai efek anti depresan.
Universitas Sumatera Utara
Gula
Antioksidan
Kreatin
(Babu, et. al., 2008)
Sumber metabolisme karbohidrat untuk memberikan energi
dalam tubuh.
Mengurangi adanya radikal bebas.
Menyipan energi dalam otot.
Minuman berenergi dibuat untuk memberikan suatu hentakan energi yang
diakibatkan oleh adanya kombinasi stimulan dan penambahan energi yang
diberikan. Kafein diketahui sebagai senyawa utama yang bertanggung jawab
terhadap efek ini. Begitupun, tubuh manusia tidak memiliki kebutuhan akan
kafein, meskipun dosis rendah kafein dapat merubah penampilan kognitif dan
mood (Malinauskas, et. al., 2007).
2. 2
Uraian Bahan
2. 2. 1 Natrium Benzoat
Asam benzoat adalah salah satu dari pengawet kimia tertua yang
digunakan pada industri kosmetik, obat, dan makanan. Natrium benzoat adalah
pengawet kimia pertama yang diperbolehkan penggunaannya dalam makanan oleh
FDA (Food and Drug Administration) Amerika Serikat. Keuntungan penggunaan
asam benzoat dan garamnya adalah harganya yang murah, mudah dibuat, tidak
berwarna, dan toksisitasnya relatif rendah sehingga asam benzoat menjadi salah
satu pengawet yang paling banyak digunakan secara luas di dunia (Davidson, et.
al., 2005).
Menurut Ditjen POM (1995), rumus struktur dari natrium benzoatadalah :
Gambar 1. Natrium benzoat
Universitas Sumatera Utara
Menurut Ditjen POM (1995), rumus molekul natrium benzoat adalah
C 6 H 5 NaO 2 , dengan berat molekul 144,12. Kandungan dari natrium benzoat tidak
kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari100,5% C 7 H 5 NaO 2 dihitung terhadap
zatanhidrat. Pemeriannya yaitu granul atau serbuk hablur; putih; tidak berbauatau
praktis tidak berbau; stabil di udara. Natrium benzoat mudah larut dalam air; agak
sukar larut dalametanol, dan lebih mudah larut dalam etanol 96%.
Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau
menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang
disebabkan oleh mikroorganisme (BSN, 1995). Zat pengawet organik lebih
banyak digunakan daripada zat pengawet anorganik karena bahan ini lebih mudah
larut. Bahan organik yang digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam
bentuk garamnya (Cahyadi, 2008).
Fungsi pengawet adalah untuk memperpanjang masa simpan suatu
makanan. Sebagian besar kerusakan bahan makanan, khususnya hasil olahan,
disebabkan oleh aktivitas mikroba yang memanfaatkan bahan makanan untuk
metabolismenya. Bahan pengawet bersifat menghambat atau mematikan
pertumbuhan mikroba penyebab kerusakan ini sehingga sering juga disebut
dengan senyawa antimikroba. Namun demikian, penggunaan bahan pengawet
tidak selalu menguntungkan, terutama apabila digunakan dalam jumlah yang
berlebihan, karena bisa mengganggu kesehatan (Saparinto dan Diana, 2006).
Molekul asam benzoat yang tidak terdisosiasi adalah molekul yang
bertanggung jawab terhadap aktivitas antimikrobanya. Sifat antimikroba asam
benzoat hampir 100 kali lebih efisien dalam larutan dengan pH asam yang kuat
daripada dalam larutan netral, dimana hanya asam yang tidak terdisosiasi lah yang
Universitas Sumatera Utara
memiliki sifat antimikroba, sedangkan sifat toksik dari natrium benzoat
merupakan hasil dari molekul asam benzoat yang tidak terdisosiasi. Oleh karena
jumlah dari asam yang tidak terdisosiasi berkurang seiring dengan meningkatnya
pH, maka penggunaan asam benzoat atau natrium benzoat sebagai bahan
pengawet makanan harus dibatasi untuk produk-produk yang memang sudah asam
secara alami (Davidson, et. al., 2005).
Natrium benzoat merupakan hasil turunan asam benzoat penting yang
diperoleh dari netralisasi asam benzoat dengan penambahan larutan natrium
hidroksida atau natrium bikarbonat. Kalsium benzoat, kalsium benzoat, dan
garam-garam benzoat lainnya juga diproduksi. Asam benzoat dan natrium benzoat
(C 6 H 5 COONa) digunakan sebagai bahan tambahan makanan dan ditambahkan ke
dalam makanan, jus, dan minuman yang mengandung asam. Walaupun asam
benzoat memiliki sifat antimikroba yang lebih baik daripada garamnya, natrium
benzoat sekitar 200 kali lebih larut dalam air, sehingga natrium benzoat lebih
sering dipilih untuk menjadi bahan pengawet(Myers, 2007).
Benzoat membutuhkan pH dibawah 4,5 supaya efektif dan bekerja lebih
baik seiring dengan penurunan pH. Garam-garam benzoat juga terbentuk secara
alami pada beberapa buah dan jusnya. Pada awal tahun 1990-an, FDA (Food and
Drug Administration) menemukan bahwa benzoat dan asam askorbat dalam
minuman, dengan kondisi tertentu, dapat bereaksi dan menghasilkan benzen yang
bersifat karsinogenik. Pada tahun 2005, FDA menemukan beberapa minuman
mengalami kenaikan (> 5 parts per billion) kadar benzen (Myers, 2007).
2. 2. 2 Vitamin B6
Universitas Sumatera Utara
Vitamin B6 merupakan vitamin larut air yang menembus melewati tubuh
lebih cepat dari vitamin lipofil melalui sirkulasi aliran darah dan diekskresi dalm
urin (Sather dan Teresa, 2011). Vitamin B6 berhubungan luas dengan metabolisme
asam amino dan senyawa lain yang mengandung nitrogen, serta metabolisme
lemak dan aktivitas hormon tertentu. Piridoksin, sebagaimana piridoksal fosfat,
memiliki fungsi penting dalam perubahan triptofan menjadi asam nikotinat.
Peningkatan konsumsi protein juga menyebabkan kenaikan kebutuhan piridoksin.
Baik defisiensi ataupun kelebihan piridoksin dapat menyebabkan gangguan saraf
(Hathcock, 2014).
Menurut Ditjen POM (1995), rumus struktur vitamin B6 :
Gambar 2. Vitamin B6 (Piridoksin HCl)
Meurut Ditjen POM (1995), rumus molekul vitamin B6 adalah
C 8 H 11 NO 3 .HCl dengan berat molekul
205,64. Kandungannya tidak kurang
dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0% C 8 H 11 NO 3 .HCl, dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan. Pemeriannya hablur atau serbuk hablur putih atau hampir
putih;stabil di udara; secara perlahan-lahan dipengaruhioleh cahaya matahari.
Vitamin B6 mudah larut dalam air; sukar larut dalam etanol; tidak larut dalam
eter. Larutan mempunyai pH lebih kurang 3.
Terdapat enam bentuk vitamin B6, dan semuanya merupakan derivat dari
2-metil-3-hidroksipiridin. Senyawa induknya adalah PN (piridoksin), PL
Universitas Sumatera Utara
(piridoksal) dan PM (piridoksamin). Dan sebagai tambahan, terdapat juga tiga
bentuk ester 5’-fosfat. Bentuk vitamin B6 yang paling stabil adalah piridoksal dan
bentuk ini digunakan untuk fortifikasi vitamin pada makanan (Theobald dan
Anklam, 1996).
Vitamin B6 yang terdapat dalam pil multivitamin dan minuman berenergi
biasanya dalam bentuk piridoksin. Piridoksin merupakan kofaktor beberapa enzim
sebagai katalis dekarboksilasi, transaminasi dan raseminasi dari asam amino
dalam beberapa tubuh manusia. Manusia harus mendapatkan vitamin B6 dari
konsumsi nutrien (Sather dan Teresa, 2011).
Sumber vitamin untuk piridoksin adalah dari daging, hati, ginjal, otak,
telur, ragi, gandum dan sayuran. Pada daging dan ikan, ester fosfat dari PN
(piridoksin) dan PL (piridoksal) merupakan vitamer yang mendominasi,
sedangkan PN (piridoksin) sendiri adalah bentuk utama yang terdapat dalam
sereal, buah, dan sayur-sayuran (Theobald dan Anklam, 1996).
Vitamin B6 terdapat dalam beberapa bentuk makanan yang berbeda. Pada
makanan fortifikasi, bentuk utamanya adalah piridoksal, piridoksal fosfat,
piridoksamin fosfat dan piridoksin glukosida; makanan fortifikasi dapat juga
mengandung piridoksin. Beberapa dari bentuk ini terikat kuat dengan protein, dan
sensitivitas vitamin B6 terhadap degradasi katalis cahaya memerlukan perlakuan
yang harus dilakukan secara ketat dan hati-hati untuk meniadakan sinar dengan
panjang gelombang pendek selama melakukan prosedur analisis. Biasanya,
makanan terlebih dahulu direaksikan dengan asam mineral seperti asam
hidroklorida encer, dengan suasana otoklaf, untuk melepaskan vitamin B6 dari
matriks makanan (Bates, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2.3
Spektofotometri
Pada
analisis
spektrofotometri,
sumber
radiasi
yang
digunakan
membentang menjadi spektrum daerah ultraviolet. Panjang gelombang radiasi
tertentu dipilih yang memiliki lebar pita kurang dari 1 nm. Alat yang digunakan
disebut spektrofotometer. Suatu spektrofotometer optik merupakan alat yang
memiliki sistem optik yang dapat
menghasilkan dispersi dari radiasi
elektromagnetik yang diberikan, dan dimana pengukuran dapat dilakukan dari
jumlah radiasi yang ditransmisi pada panjang gelombang tertentu di rentang
spektrum. Ketika cahaya (monokromatik atau heterogen) mengenai medium
homogen, suatu bagian dari cahaya yang ada dipantulkan, sebagian diserap
medium, dan sisanya ditransmisikan atau diteruskan (Jeffery, et. al., 1989).
Radiasi pada rentang panjang gelombang (λ) 200 – 700 nm dilewatkan
melalui suatu larutan senyawa. Elektron-elektron pada ikatan di dalam molekul
menjadi terkesitasi sehingga menempati keadaan kuantum yang lebih tinggi dan
dalam proses menyerap sejumlah energi yang melewati larutan tersebut. Semakin
longgar elektron tersebut ditahan dalam ikatan molekul, semakin panjang
gelombang (energi lebih rendah) radiasi yang diserap (Watson, 2010).
Radiasi di daerah UV/visibel diserap melalui eksitasi elektron-elektron
yang terlibat dalam ikatan-ikatan antara atom-atom pembentuk molekul sehingga
awan elektron menahan atom-atom bersama-sama mendistribusikan kembali
atom-atom itu sendiri dan orbital yang ditempati oleh elektron-elektron pengikat
tidak lagi bertumpang tindih (Watson, 2010).
Metode farmakope sangat mengandalkan analisis sederhana dengan
spektrofotometri UV/visibel untuk menentukan bahan aktif dalam formulasi.
Universitas Sumatera Utara
Metode-metode ini biasanya berdasarkan pada penggunaan nilai A (1%, 1cm)
standar untuk
bahan aktif yang sedang
diuji dan ini
mengandalkan
spektrofotometer UV yang dikalibrasi secara akurat. Metode tersebut juga
diperkirakan bahwa tidak ada interfensi dari eksipien yang dapat menyebabkan
penghamburan cahaya (Watson, 2010).
Menurut Jeffery, et. al. (1989), gelombang elektromagnetik biasanya
dijelaskan dengan ( a ) panjang gelombang λ (jarak antara puncak gelombang
dalam cm, kecuali dinyatakan lain), ( b ) nilai gelombang ῦ (nilai gelombang per
cm), dan ( c ) frekuensi υ (nilai gelombang per detik). Jika ketiganya dikaitkan,
maka akan menjadi seperti berikut:
1
������� ���������
1
�
=ῦ=
= nilai gelombang =
�
���������
��������� �� ℎ���
�
2.3.1 Hukum Lambert-Beer
Hukum ini menyatakan bahwa ketika cahaya monokromatik menembus
melewati medium, kecepatan penurunan intensitas terhadap ketebalan medium
sebanding dengan intensitas cahaya. Hal ini setara dengan pernyataan bahwa
intensitas pancaran cahaya berkurang secara eksponen, atau bahwa lapisan
medium dengan ketebalan apapun menyerap fraksi yang sama dari cahaya yang
mengenainya (Jeffery, et. al., 1989).
Pengukuran serapan cahaya oleh larutan molekul diatur dengan hukum
Lambert-Beer ini, yang ditulis sebagai berikut :
Log I 0 /I t = A = εbc
Universitas Sumatera Utara
Dengan I 0 adalah intensitas radiasi yang masuk; I t adalah intensitas radiasi yang
ditransmisikan; A dikenal sebagai absorban dan merupakan ukuran jumlah cahaya
yang diserap oleh sampel; ε adalah tetapan yang dikenal sebagai koefisien
punahan molar dan merupakan absorban larutan 1 M analit tersebut; b adalah
panjang jalur sel dalam cm, biasanya 1 cm; dan c adalah konsentrasi analit dalam
mol per liter (Watson, 2010).
2.3.2 Kegunaan Spektofotometri
Kegunaan spektrofotometri ultraviolet dalam analisis kualitatif sangat
terbatas karena rentang daerah radiasi yang relatif sempit hanya dapat
mengakomodasi sedikit sekali puncak absorpsi maksimum dan minimum, karena
itu identifikasi senyawa yang tidak diketahui tidak memungkinkan untuk
dilakukan (Satiadarma, dkk., 2004).
Metode spektrofotometri memiliki beberapa keuntungan antara lain
kepekaan yang tinggi, ketelitian yang baik, mudah dilakukan, cepat pengerjaannya
dan dapat digunakan untuk menentukan senyawa campuran (Munson, 1991).
Akan tetapi, jika digabung dengan cara lain seperti spektroskopi inframerah,
resonansi magnet inti dan spektroskopi massa, maka dapat digunakan untuk
identifikasi atau analisis kualitatif senyawa tersebut (Gandjar dan Rohman, 2007).
Penggunaan utama spetrofotometri ultraviolet adalah dalam analisis
kuantitatif. Apabila dalam alur radiasi spektrofotometer terdapat senyawa yang
mengabsorpsi radiasi, maka akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang
mencapai detektor. Parameter kekuatan energi radiasi khas yang diabsorpsi oleh
molekul adalah absorbansi (A) yang dalam batas konsentrasi rendah nilainya
Universitas Sumatera Utara
sebanding dengan banyaknya molekul yang mengabsorpsi radiasi dan merupakan
dasar analisis kuantiatif. Penentuan kadar senyawa organik yang mempunyai
struktur kromofor atau mengandung gugus kromofor, serta mengabsorpsi radiasi
ultraviolet penggunaanya cukup luas (Satiadarma, dkk., 2004).
Menurut Dachriyanus (2004), pada umumnya spektrofotometri UV dalam
analisis senyawa organik digunakan untuk:
1.
Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonjugasi dan
auksokrom dari senyawa organik
2.
Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang
maksimum suatu senyawa
3.
Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan
menggunakan hukum Lambert-Beer
2.4
Spektrofotometri Derivatif
Spektrofotometri derivatif merupakan suatu metode analisis dengan
kegunaan besar untuk mendapatkan informasi kualitatif dan kuantitatif dari
spektrum yang diturunkankan dari spektrum orde nol (Rojas, et. al., 1988).
Penggunaan spektrofotometri sebagai alat bantu analisis meningkat seiring
dengan perkembangan dunia elektronik
yang pesat terutama teknologi
mikrokomputer. Penggunaan spektrofotometri derivatif makin mudah dengan
meningkatnya daya pisah instrumen analitik yang dilengkapi mikrokomputer
dengan perangkat lunak yang sesuai sehingga mampu menghasilkan spektra
derivatif secara cepat. Fasilitas ini memungkinkan analisis multikomponen dalam
campuran yang spektranya saling tumpang tindih (Nurhidayati, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Sensitivitas dari metode spektrofotomeri UV/visibel dapat ditingkatkan
jika teknik spektrofotometri derivatif digunakan (Jeffery, et. al., 1989).
Peningkatan selektivitas ini merupakan hasil dari fakta bahwa diferensasi
meemberikan informasi lebih banyak dari yang terdapat dalam spektrum serapan
dasar (Kus, et. al., 1996). Spektrum derivatif dapat digunakan untuk menjelaskan
pita-pita serapan dalam spektrum UV yang lebih kompleks. Efek utama
derivatisasi adalah menghilangkan dasar pita-pita serapan luas yang hanya
terdapat perubahan bertahap pada kemiringannya(Watson, 2010).
Derivatisasi spektrum orde nol dapat mengarahkan kepada pemisahan
sinyal yang tumpang tindih dan pengeliminasian background pengganggu yang
disebabkan adanya campuran senyawa lain dalam sampel. Ini menunjukan
sifatnya yang dapat melakukan pengukuran atas satu atau lebih analit tanpa
memerlukan pemisahan dan pemurnian terlebih dahulu (Patel, et. al., 2010).
Menurut Patel, et. al. (2010), Pengaplikasian spektrofotometri dapat
dipisahkan menjadi tiga cara. Pertama adalah analisis multikomponen, dimana ini
merupakanaplikasi spektrofotometri derivatif yang paling sering digunakan.
Metode ini dapat menentukan satu atau lebih analit yang berada dalam matriks
rumit. Cara kedua yaitu penentuan persamaan reaksi dan perhitungan konstanta
fisikokimia, misalnya konstanta kompleksasi atau pengikatan. Dan terakhir adalah
dengan penelusuran reaksi kinetik.
Menurut Owen (1995), spektrum derivatif dapat diperoleh dengan metode
optik, elektronik, dan matematika.
a.
Metode optik dan elektronik. Teknik ini menggunakan spektrofotometer
UV/visibel. Panjang gelombang dari cahaya yang dihasilkan secara cepat
Universitas Sumatera Utara
dimodulasi menjadi panjang gelombang dengan rentang sempit dengan alat
elektromekanik. Derivat pertama dan kedua dapat diperoleh menggunakan
metode ini.
b.
Metode matematika. Pertama, dilakukan digitalisasi terhadap spektrum
dengan interval sampling Δλ. Ukuran Δλ tergantung pada lebar pita alami /
natural bandwidth (NBW) dari pita yang sedang diproses dan dari lebar pita
yang digunakan alat untuk menghasilkan data. Untuk Spektrum UV/visibel,
NBW biasanya sekitar 10 smpai 50 nm. Spektrum derivat pertama dapat
dihitung dengan mengambil perbedaan absorbansi antara dua panjang
gelombang yang jaraknya dekat untuk keseluruhan panjang gelombang:
�λ+∆λ/2 =
(�λ+∆λ − �λ )
∆λ
Dimana amplitudo derivatif, D λ , dihitung untuk panjang gelombang
pertengahan antara dua absorbansi panjang gelombang.Untuk derivatif
kedua ditentukan tiga absorbansi panjang gelombang yang jaraknya
berdekatan dan menggunakan rumus ini :
�λ =
(�λ −∆λ −2�λ +�λ +∆λ )
∆λ 2
Menurut Owen (1995), jika asumsinya adalah spektrum orde nol
mematuhi hukum Lambert-Beer, maka adanya hubungan linear yang serupa antara
konsentrasi dan amplitudo untuk semua orde derivatif:
Orde nol
A = εbc
Orde pertama
��
Orde ke-n
�� �
�λ
=
�λ �
��
�λ
=
��
�� �
�λ �
��
Universitas Sumatera Utara
Untuk komponen tunggal, pemilihan panjang gelombang tidak semudah
pemilihan pada spektrum serapan karena akan ada dua puncak, positif dan negatif.
Untuk derivatif orde genap terdapat satu puncak maksimum atau minimum yang
berada pada λmax yang sama dengan spektrum serapan, namun untuk spektrum
derivat ganjil panjang gelombangnya adalah pada zero crossing (Owen, 1995).
Menurut Owen (1995), spektrum derivat orde nol sampai derivat kedua
dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Spektrum derivat orde nol sampai derivat kedua
Spektrofotometri derivatif menemukan pengaplikasian yang luas dalam
analisis sampel multikomponen. Teknik ini didasarkan pada penggunaan spektrum
derivatif yang dihasilkan dari derivatisasian spektrum orde nol. Spektrum serivatif
yang dihasilkan memberikan informasi yang lebih banyak daripada spektrum
awalnya: puncak maksima dan minima baru muncul dan juga terdapat titik
dimana spektrum melewati sumbu X-axis. Spektrofotometri derivatif tetap
memakai semua hukum klasik seperti, keterikatan antara nilai derivatif dan
konsentrasi analit juga dengan hukum adisi (Kus,et. al., 1996).
Menurut
Kus,
et.
al.
(1996),
teknik-teknik
dalam
pengukuran
menggunakan metode spektrofotometri derivatif adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Graphic Measurement,
2. Numeric Measurement,
3. Zero Crossing,
4. Peak-to-peak,
5. Baseline-to-peak.
2. 4. 1 Teknik Zero Crossing
Zero crossing adalah prosedur yang paling umum untuk menentukan
campuran biner yang spektranya saling tumpang tindih secara simultan. Metode
zero crossing dapat digunakan pada derivatif pertama dan kedua (Nurhidayati,
2007).Teknik zero crossing adalah cara pengukuan nilai derivatif pada panjang
gelombang dimana derivatif dari komponen yang diukur berada pada nilai nol.
Pada saat ini komponen lain tidak memberikan serapan yang mengganggu serapan
senyawa pasangannya. Zero crossing bisa mengeliminasi pengaruh dari
komponenlain yang mengganggu. Namun kekurangan metode ini adalah
pengukurannya menjadi tidak terlalu cermat (Kus,et.al., 1996).
2. 4. 2 Keuntungan dan Kerugian Spektrofotometri Derivatif
Menurut
Nurhidayati
(2007),
keuntungan
penggunaan
metode
spektrofotometri derivatif antara lain :
1.
Memberikan gambaran struktur yang terinci dari spektrum serapan dan
semakin jelas seiring kenaikan orde,
2.
Analisis komponen dalam campuran dengan bahan yang panjang
gelombangnya berdekatan,
3.
Metodenya relatif lebih sederhana dan mudah,
Universitas Sumatera Utara
4.
Biaya operasional lebih murah dan waktu analisisnya lebih cepat.
Adapun kerugian dalam penggunaan metode spektrofotometri derivatif
yaitu adanya signal-to-noise ratio (S/N ratio) yang semakin rendah dengan
meningkatnya orde. Terdeteksinya puncak serapan pada derivatif yang lebih tinggi
ditentukan oleh S/N spektrum asal. Yang penting adalahmenghilangkan atau
meminimalkan noise tanpa mengurangi sinyal penting. Perlu pendekatan
matematika untuk memuluskan sebelum atau selama proses derivatisasi
berlangsung (Nurhidayati, 2007).
2.5
Validasi Metode Analisis
Validasi metode adalah suatu proses yang menunjukkan bahwa prosedur
analitik telah sesuai dengan penggunaan yang dikehendaki. Validasi merupakan
persyaratan mendasar yang diperlukan untuk menjamin kualitas dan hasil dari
semua aplikasi analitik (Ermer dan McB. Miller, 2005). Menurut USPNF (2007),
karakteristik
validasi
metode
yaitu
meliput i
akurasi/kecermatan,
presisi/keseksamaan, spesifisitas, batas deteksi, batas kuantitasi, linieritas, rentang
dan kekuatan/ketahanan.
2.5.1 Akurasi
Akurasi adalah kedekatan antara nilai hasil uji yang diperoleh melalui
metode analitik dengan nilai sebenarnya. Akurasi dinyatakan dalam persen
perolehan kembali (% recovery). Akurasi dapat ditentukan dengan dua metode,
yakni spiked – placebo recovery dan standard addition method. Pada spiked –
placebo recovery atau metode simulasi, analit murni ditambahkan (spiked) ke
dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi, lalu campuran tersebut
Universitas Sumatera Utara
dianalisis dan jumlah analit hasil analisis dibandingkan dengan jumlah analit
teoritis yang diharapkan. Metode ini dinamakan standard addition method atau
metode penambahan baku (Harmita, 2004).
2.5.2 Presisi
Berdasarkan rekomendasi International Conference on the Harmonisation
(ICH), karakteristik presisi dilakukan pada tiga tingkatan, yakni keterulangan
(repeatability), presisi antara (intermediate precision) dan reprodusibilitas
(reproducibility). Keterulangan dilakukan dengan cara menganalisis sampel yang
sama oleh analis yang sama menggunakan instrument yang sama dalam periode
waktu singkat. Presisi antara dikerjakan oleh analis yang berbeda. Sedangkan
reprodusibilitas dikerjakan oleh analis yang berbeda dan di laboratorium yang
berbeda (Harmita, 2004).
2.5.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih
dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Sedangkan batas
kuantitasi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan
dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode
yang digunakan (Harmita, 2004).
2.5.4 Linearitas
Kelinearan suatu metode analisis adalah kemampuan untuk menunjukkan
bahwa nilai hasil uji langsung atau setelah diolah secara matematika, proporsional
dengan konsentrasi analit dalam sampel dalam batas rentang konsentrasi tertentu
(Satiadarma, dkk., 2004). Linieritas dapat diukur dengan melakukan pengukuran
Universitas Sumatera Utara
tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya
diproses untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope), intersep dan
koefisien korelasinya (Gandjar dan Rohman, 2007).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3. 1
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, yaitu metode penelitian
yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain
dalam kondisi yang terkendali. Ini merupakan jenis penelitian terbaik dalam
pengujian hipotesis hubungan kausalitas.
3. 2
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi,
Universitas Sumatera Utara, Medan, mulai dari bulan Maret sampai Juni 2014.
3. 3
Alat dan Bahan
3. 3. 1 Alat - alat
Universitas Sumatera Utara