Tugas dan Fungsi Camat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 (Studi Kecamatan Medan Johor)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas
desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan
kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi
daerah.
Kebijaksanaan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah merupakan strategi baru dalam pelaksanaan
pemerintahan di Indonesia yang menjadikan pemberdayaan sebagai misi utama
pemerintahan dan mendudukkan tugas pemerintahan itu di atas landasan
pelayanan serta semakin mendekatkan pemerintah kepada masyarakat.
Perubahan undang-undang tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah
tersebut tidak terlepas dari upaya rakyat untuk mengembalikan fungsi organisasi
publik (pemerintahan) yang selama ini berdiri diposisikan untuk melayani
kekuasaan daripada costumernya yakni rakyat. 1
Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tersebut merupakan
titik awal berjalannya otonomi daerah, dalam hal ini merupakan salah satu bentuk
reformasi pemerintahan daerah dan reformasi pengelolaan keuangan daerah di
Indonesia. Pemberlakuan undang-undang otonomi daerah itu berimplikasi pada

penyelenggaraan pemerintahan yang juga mendorong peningkatan partisipasi,

1

Riantnugroho Dwijowijoto, Reinventing Indonesia: Menata Ulang Manajemen
Pemerintahan untuk Membangun Indonesia Baru dengan keunggulan Global. Elex Media
Komputindo, Jakarta, 2001, hlm.54

Universitas Sumatera Utara

prakarsa, dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong
pemerataan hasil-hasil pembangunan atau keadilan di seluruh daerah.
Mengamati perjalanan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sejak
berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
dan telah diubah dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, dan yang
terakhir dirubah dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

dalam

implementasi undang-undang tersebut ternyata masih diliputi berbagai masalah

atau kendala-kendala dalam implementasinya yang secara umum berkaitan
dengan masalah manajemen, hukum, sosial maupun berbagai kendala lainnya,
baik yang bersumber dari pengelola (pemerintah) maupun masyarakat.
Penerapan otonomi daerah di Indonesia sebagai salah satu wujud atau
bentuk reformasi dalam bidang pemerintahan tidak terlepas dari desakan untuk
melakukan perubahan dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan yang selama
ini bersifat sentralistis. Keadaan pemerintahan yang sentralistis tersebut telah
berdampak negatif terhadap akselerasi pertumbuhan daerah-daerah khususnya
pada daerah kabupaten dan kota.
Keberagaman kondisi daerah yang memiliki karakteristik ekonomi, sosial
dan budaya yang berbeda-beda, maka hal itu juga yang menyebabkan perlunya
dilakukan perubahan sistem penyelenggaraan pemerintahan dari sentralisasi
menjadi desentralisasi. Tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah
kabupaten dan kota adalah dianggap wajar paling tidak karena dua alasan yaitu: 2

2

Mardiasmo, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Andi, Yogyakarta, 2002,

hlm. 4


Universitas Sumatera Utara

1. Intervensi pemerintah pusat terlalu besar di masa lalu yang telah menimbulkan
masalah rendahnya kapabilitas dan efektivitas pemerintahan daerah dalam
mendorong proses pembangunan dan kehidupan demokrasi di daerah.
Besarnya peranan pemerintah pusat pada masa itu menyebabkan inisiatif dan
prakarsa daerah cenderung mati sehingga pemerintah daerah seringkali
menjadikan pemenuhan peraturan sebagai tujuan dan bukan sebagai alat untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
2. Tuntutan pemberian otonomi daerah juga muncul sebagai jawaban untuk
memasuki era new game yang membawa new rules pada semua aspek
kehidupan manusia dimasa yang akan datang. Pada era seperti itu dimana
globalisasi sudah semakin meluas, maka pemerintah akan semakin kehilangan
kendali pada banyak persoalan.
Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan prinsip-prinsip
antara lain yaitu: 3
1. Memperhatikan aspek pendewasaan demokrasi, keadilan, pemerataan serta
potensi dan keanekaragaman daerah
2. Didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab yang diletakkan

pada daerah kabupaten dan daerah kota sedang provinsi sangat terbatas.
3. Harus sesuai dengan konstitusi negara, sehingga tetap terjamin hubungan yang
serasi antara pusat dengan daerah.
4. Harus meningkatkan kemandirian daerah otonom.
3

Afan Gaffar Syaukani dan Ryaas Rasyid, Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan,
Pustaka Pelajar dan PUSKAP, Yogyakarta, 2003, hlm.8

Universitas Sumatera Utara

Salah satu perangkat daerah yang ada pada setiap daerah kabupaten dan
daerah kota adalah kecamatan. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai
perangkat daerah kabupaten dan daerah kota. Institusi kecamatan dalam
kedudukannya sebagai perangkat daerah merupakan ujung tombak pemerintah
daerah yang membawahi kelurahan dan desa dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat dan pelaksanaan pembangunan.
Sejak di keluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, maka
penyelenggaraan otonomi daerah yang sesuai dengan undang-undang tersebut
dalam subtansinya juga mengalami perubahan, namun pada esensinya tetap

menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah di berikan
kewenangan mengurus dan mengatur semua unsur pemerintahan di luar yang
menjadi urusan Pemerintah Pusat. Daerah memiliki kewenangan membuat
kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan
pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahtraan rakyat
sejalan dengan prinsip tersebut di laksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan
bertanggung jawab.
Implementasi kebijakan otonomi daerah tersebut mendorong terjadinya
perubahan secara struktural, fungsional dan kultural dalam keseluruhan tatanan
penyelenggaraan pemerintahan daerah, salah satu perubahan yang sangat esensial
adalah yang berkenan dengan kedudukan, kewenangan, tugas, dan fungsi Camat.
Perubahan paradigmatik penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut,
mengakibatkan pola distribusi kewenangan Camat menjadi sangat tergantung
pada pendelegasian sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota

Universitas Sumatera Utara

untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah dan penyelenggaraan
pemerintahan umum, yang mempunyai implikasi langsung terhadap optimalisasi
peran dan kinerja camat dalam upaya pemenuhan pelayanan kepada masyarakat.

Kecamatan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, tidak lagi merupakan satuan wilayah kekuasaan
pemerintahan, melainkan sebagai satuan wilayah kerja atau pelayanan, status
kecamatan kini merupakan perangkat daerah Kabupaten/Walikota yang setara
dengan sekretariat daerah, sekretariat DPRD, inspektorat, dinas dan badan
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 209 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
yakni, “Perangkat daerah Kabupaten/Walikota terdiri atas sekcretariat daerah,
sekertariat DPRD, Inspektorat, Dinas, Badan, dan Kecamatan.
Camat tidak lagi berkedudukan sebagai kepala wilayah kecamatan dan
sebagai alat pemerintah pusat dalam menjalankan tugas-tugas dekonsentrasi,
namun telah beralih menjadi perangkat daerah yang memiliki sebagian
kewenangan otonomi daerah dan penyelenggaraan pemerintahan diatur dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Pada pasal 225 ayat 1 Undang-Undang
23 Tahun 2014 tertuang beberapa tugas pokok dan fungsi camat, Kemudian secara
rinci di jelaskan dalam Pertauran Pemerintahan Nomor 19 Tahun 2008 Tugas
Camat dalam Penyelenggaraan pemerintahan.
Kecamatan Medan Johor Kota Medan merupakan wilayah kerja Camat
sebagai perangkat daerah yang dipimpin oleh Camat yang berkedudukan dibawah
dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Camat
mempunyai tugas melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan


Universitas Sumatera Utara

oleh Walikota Medan yang dituangkan dalam Peraturan Walikota Medan
Nomor 56 Tahun 2010 untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah
dan melaksanakan tugas pokok.
Tugas Camat menyelenggarakan fungsinya yaitu mengkoordinasikan
kegiatan pemberdayaan masyarakat seperti mendorong partisipasi masyarakat,
pembinaan dan pengawasan, melakukan evaluasi, tugas-tugas lain di bidang
pemberdayaan, melaporkan

pelaksanaan

serta

kewenangan atribut

yang

melekat pada jabatan Camat.

Kecamatan Medan Johor Kota Medan menjadi salah satu penyelenggara
pemerintahan yang memberikan pelayanan langsung maupun tidak langsung
kepada masyarakat. Sebagai salah satu sub-sistem pemerintahan di Indonesia,
Kecamatan Medan Johor Kota Medan yang memiliki visi “Terwujudnya Aparatur
Pemerintahan Yang Kredibilitas dan Profesional dalam Pelayanan Prima Bagi
Masyarakat Kecamatan Medan Johor” mempunyai kedudukan cukup strategis dan
memainkan peran fungsional dalam pelayanan administrasi pemerintahan
pembangunan serta kemasyarakatan.
Mengingat luasnya cakupan peran, tugas pokok dan fungsi camat dalam
penyelenggaraan pemerintahan, maka penulis melakukan penelitian tentang
"Tugas Dan Fungsi Camat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 (Studi Kecamatan Medan Johor)".

B. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penyusunan skripsi ini adalah
sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

1. Bagaimana pengaturan Kecamatan dalam pelaksanaan tugas pemerintahan di

Kecamatan Medan Johor ?
2. Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi camat dalam penyelenggaraan
pemerintahan di Kecamatan Medan Johor ?
3. Hambatan apa yang mempengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsi camat dalam
penyelenggaraan pemerintahan di Kecamatan Medan Johor ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaturan

Kecamatan

dalam

pelaksanaan

tugas

pemerintahan di Kecamatan Medan Johor.
2. Untuk mengetahui


pelaksanaan

tugas

dan

fungsi

camat

dalam

penyelenggaraan pemerintahan di Kecamatan Medan Johor.
3. Untuk mengetahui hambatan yang mempengaruhi pelaksanaan tugas dan
fungsi camat dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kecamatan Medan
Johor.
Adapun manfaat penulisan dalam skripsi ini adalah:
1. Secara teoritis untuk menambah dan memperluas wawasan ilmu pengetahuan
dan memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu

hukum khususnya tentang tugas dan fungsi camat dalam penyelenggaraan
pemerintahan.
2. Secara praktis memberikan informasi kepada masyarakat tentang apa saja
yang menjadi tugas, fungsi, wewenang Camat dalam penyelenggaraan

Universitas Sumatera Utara

pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 di
Kecamatan Medan Johor.
D. Keaslian Penulisan.
Berdasarkan informasi yang diketahui dan penelusuran kepustakaan yang
dilakukan khususnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
penulisan

skripsi

terkait

dengan

“Tugas

Dan

Fungsi

Camat

Dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 (Studi Kecamatan Medan Johor)” belum pernah ditulis sebelumnya.
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini
merupakan hasil karya yang asli dan bukan merupakan hasil jiplakan dari skripsi
orang lain. Skripsi ini dibuat berdasarkan hasil pemikiran sendiri, refrensi dari
buku-buku, undang-undang, makalah-makalah, serta media elektronik yaitu
internet dan juga mendapat bantuan dari berbagai pihak. Berdasarkan asas-asas
keilmuan yang rasional, jujur, dan terbuka, maka penelitian dan penulisan skripsi
ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan.
Kecamatan adalah salah satu perangkat pemerintah yang memberikan
pelayanan langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat. Sebagai
subsistem pemerintah di Indonesia, kecamatan mempunyai kedudukan cukup
strategis dan memainkan peran fungsional dalam pelayanan dan administrasi
pemerintahan, pembangunan serta kemasyarakatan.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah dijelaskan bahwa Kecamatan adalah perangkat daerah Kabupaten/kota,4
sebagaimana dijelaskan pada ayat (2) huruf f, sebagai berikut : Perangkat Daerah
kabupaten/kota terdiri atas:
1. Sekretariat daerah
2. Sekretariat DPRD
3. Inspektorat.
4. Dinas
5. Badan
6. Kecamatan.
Menurut Nordholt, kajian tentang kecamatan berarti mencakup tiga
lingkungan kerja yaitu: 5
1. Kecamatan dalam arti kantor camat
2. Kecamatan dalam arti wilayah, dalam arti seorang camat sebagai kepalanya.
3. Camat sebagai Bapak “pengetua wilayahnya”.
Kedudukan Kecamatan dijelaskan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah sebagai berikut : 6
(1) Daerah kabupaten/kota membentuk Kecamatan dalam rangka meningkatkan
koordinasi

penyelenggaraan

pemerintahan,

pelayanan

publik,

dan

pemberdayaan masyarakat Desa/kelurahan.
(2) Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk dengan Perda
Kabupaten/Kota berpedoman pada peraturan pemerintah.

4

Pasal 209 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
RA. Kinseng, Kelembagaan dan Tata Pemerintahan Kecamatan. Project Working
Paper, Bogor, 2008, hlm. 24.
6
Pasal 221 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
5

Universitas Sumatera Utara

(3) Rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang pembentukan Kecamatan yang
telah mendapatkan persetujuan bersama bupati/wali kota dan DPRD
kabupaten/kota, sebelum ditetapkan oleh bupati/ wali kota disampaikan
kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk
mendapat persetujuan.
Kecamatan

dibentuk

dalam

rangka

meningkatkan

koordinasi

penyelenggaraan pemrintahan artinya dengan adanya Kecamatan, Camat sebagai
pimpinan tertinggi di Kecamatan harus dapat mengkoorkinasikan semua urusan
pemerintahan di Kecamatan, kemudian juga Camat harus memberikan pelayanan
publik di Kecamatan dan juga pemberdayaan masyarakat Desa/Kelurahan.
Kecamatan dibentuk cukup dengan Peraturan Daerah, dengan berpedoman
pada Peraturan Pemerintah. Namun Rancangan Perda tentang pembentukan
Kecamatan tersebut sebelumnya harus mendapat persetujuan bersama antara
Bupati/Walikota disampaikan kepad Menteri melelui Gubernur untuk mendapat
persetujuan.
Perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan kecamatan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, kemudian
dilanjutkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan di perbaharui lagi
pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Perubahan mencakup mengenai
kedudukan kecamatan menjadi perangkat daerah kabupaten/kota, dan camat
menjadi pelaksana sebagian urusan pemerintahan yang menjadi wewenang
Bupati/Walikota. Di dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 dinyatakan
bahwa, “Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah,

Universitas Sumatera Utara

sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan
kelurahan”. 7 Pasal tersebut menunjukkan adanya dua perubahan penting yaitu:
1. Kecamatan bukan lagi wilayah administrasi pemerintahan dan dipersepsikan
merupakan wilayah kekuasaan camat. Dengan paradigma baru, kecamatan
merupakan suatu wilayah kerja atau areal tempat camat bekerja.
2. Camat adalah perangkat daerah kabupaten dan daerah kota dan bukan lagi
kepala wilayah administrasi pemerintahan, dengan demikian camat bukan lagi
penguasa tunggal yang berfungsi sebagai administrator pemerintahan,
pembangunan

dan kemasyarakatan, akan tetapi merupakan pelaksana

sebagian wewenang yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota.
Perubahan kedudukan kecamatan dan kedudukan camat, membawa
dampak pada kewenangan yang harus dijalankan oleh camat. Namun demikian
ada karakter yang berbeda antara status perangkat daerah yang ada pada
kecamatan dengan instansi/lembaga teknis daerah. Bila ditelaah lebih lanjut,
kewenangan camat justru lebih bersifat umum dan menyangkut berbagai aspek
dalam pemerintahan dan pembangunan serta kemasyarakatan. Hal ini berbeda
dengan instansi dengan lembaga dinas daerah ataupun lembaga teknis daerah yang
bersifat spesifik.
Sebagai perangkat daerah, camat memiliki kewenangan delegatif seperti
yang dinyatakan dalam Pasal 226 ayat (1) bahwa: “Selain melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam pasal 225 ayat (1), camat dapat melimpahkan
sebagian kewengan Bupati/Walikota untuk melaksanakan sebagian urusan
7

Pasal 209 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah

Universitas Sumatera Utara

pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Kabupaten/Kota”. Ini berarti
bahwa kewenangan yang dijalankan oleh Camat merupakan kewenangan yang
dilimpahkan oleh Bupati/ Walikota. Dengan demikian luas atau terbatasnya
pelimpahan kewenangan dari Bupati/Walikota sangat tergantung pada keinginan
politis dari Bupati/Walikota.
Tabel 1
Perbandingan Kewenangan Camat sebagai Kepala Wilayah dan
Camat sebagai Perangkat Daerah
Camat sebagai kepala wilayah
Camat sebagai perangkat daerah
Kecamatan
merupakan
“wilayah Kecamatan merupakan “wilayah kerja
administrasi pemerintahan”.
camat sebagai perangkat daerah
kabupaten dan daerah kota”.
Camat menerima pelimpahan sebagian Camat menerima pelimpahan sebagian
wewenang Bupati/ Walikota dalam wewenang Bupati/ Walikota untuk
bidang desentralisasi
menangani sebagian urusan otonomi
daerah (kewenangan delegatif)
Kewenangan yang dijalankan camat Camat juga melaksanakan tugas
hanya bersifat delegasi dari Bupati/ umum pemerintahan sesuai dengan
Walikota.
UU Nomor 23 Tahun 2014.
(kewenangan atributif).
Kecamatan dibentuk dalam rangka Kecamatan
dibentuk
sebagai
pelaksanaan asas dekonsentrasi.
pelaksana asas desentralisasi.
Data di olah tahun 2016
Tugas umum pemerintahan yang dimaksud dalam Pasal 225 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 berbeda maknanya dengan urusan
pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1974. Menurut Pasal 1 huruf (j) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974
yang dimaksud dengan urusan pemerintahan umum adalah: “urusan pemerintahan
yang meliputi bidang-bidang ketentraman dan ketertiban, politik, koordinasi,
pengawasan dan urusan pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas

Universitas Sumatera Utara

sesuatu Instansi dan tidak termasuk urusan rumah tangga Daerah”. Urusan
pemerintahan umum ini diselenggarakan oleh setiap kepala wilayah pada setiap
tingkatan sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dalam rangka melaksanakan
asas dekonsentrasi.
Tugas umum pemerintahan yang diselenggarakan oleh Camat tidak
dimaksudkan sebagai pengganti urusan pemerintahan umum, karena Camat bukan
lagi sebagai kepala wilayah. Selain itu, intinya juga berbeda. Tugas umum
pemerintahan sebagai kewenangan atributif mencakup tiga jenis kewenangan
yakni kewenangan melakukan koordinasi yang meliputi lima bidang kegiatan,
kewenangan melakukan pembinaan serta kewenangan melaksanakan pelayanan
kepada masyarakat. Kewenangan koordinasi dan pembinaan merupakan bentuk
pelayanan secara tidak langsung (indirect services), karena yang dilayani adalah
entitas pemerintahan lainnya sebagai pengguna (users), meskipun pengguna
akhirnya (end users) tetap masyarakat. Sedangkan kewenangan pemberian
pelayanan kepada masyarakat, pengguna (users) maupun pengguna akhirnya (end
users) sama yakni masyarakat. Jenis pelayanan ini dapat dikategorikan sebagai
pelayanan secara langsung (direct services).
Diberikannya kewenangan atributif bersama-sama kewenangan delegatif
kepada Camat menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 sebenarnya
merupakan koreksi terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Pada masa
Undang-Undang tersebut, Camat hanya memiliki kewenangan delegatif dari
Bupati/Walikota tanpa disertai kewenangan atributif. Dalam prakteknya selama
Undang-Undang tersebut berlaku, masih banyak Bupati/Walikota yang tidak

Universitas Sumatera Utara

mendelegasikan sebagian kewenangannya kepada Camat, entah karena tidak tahu
ataupun karena tidak mau tahu. Akibatnya banyak Camat yang tidak mengetahui
secara tepat mengenai apa yang menjadi kewenangannya. Mereka umumnya
hanya menjalankan kewenangan tradisional yang sudah dijalankan secara turuntemurun, padahal peraturan perundang-undangannya sudah berubah. Posisi camat
menjadi serba tidak menentu.
F. Metode Penelitian.
Sehubungan

yang

telah

dikemukakan

diatas

sebelumnya,

untuk

melengkapi penulisan skripsi ini agara tujuan dapat terarah dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, oleh karena itu adapun metode penelitian
hukum yang digunakan dalam mengerjakan skrispsi ini meliputi :
1. Jenis Penelitian.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif, artinya permasalahan yang ada diteliti berdasarkan peraturan perundangundangan yang ada dan literatur-literatur yang ada kaitannya dengan
permasalahan. 8
Penelitian hukum normatif ini mencakup : 9
a. Penelitian terhadap asas-asas hukum.
b. Penelitian terhadap sistematika hukum.
c. Penelitian terhadap tahap sinkronisasi hukum.
d. Penelitian sejarah hukum.
e. Penelitian perbandingan hukum.
8

Soerjono Soekanto dan Srimamudji, Penelitian Hukum Normatif, Ind-Hillco, Jakarta,
2001, hlm. 13
9
Ibid., hlm.15

Universitas Sumatera Utara

Penelitian hukum normatif sendiri mengacu pada berbagai data
sekunder, 10 yaitu inventarisasi berbagai peraturan hukum, jurnal-jurnal dan karya
tulis lainnya, serta artikel-artikel berita terkait. Sedangkan penelitian deskriptif
adalah penelitian yang pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara
sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu
mengenai sifat-sifat, karakteristik-karakteristik atau faktor-faktor tertentu. Tujuan
dari penelitian deskriptif adalah menghasilkan gambaran yang akurat tentang
sebuah kelompok, menggambarkan sebuah proses atau hubungan, menggunakan
informasi dasar dari suatu hubungan teknik dengan definisi tentang penelitian ini
dan berusaha menggambarkan secara lengkap 11 yaitu tentang tugas dan fungsi
camat dalam penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 di Kecamatan Medan Johor.
2. Sumber data
Penyusunan skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah data
sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Data
sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil
penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya.
Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan
perundang-undangan antara lain :
a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008 Tentang
Kecamatan
10

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2006,

hlm. 14.
11

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta,
2003, hlm.16.

Universitas Sumatera Utara

c. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah.
d. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 2 Tahun 2009 tentang Urusan
Pemerintahan Kota Medan.
e. Peraturan Walikota Medan Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pelimpahan
Wewenang Kepada Camat Untuk Penandatanganan Pengangkatan dan
Pemberhentian Kepala Lingkungan Pada Kelurahan Se-Kota Meda
Bahan hukum sekunder adalah data yang telah diolah sebelumnya yang
diperoleh dari dokumentasi maupun studi pustaka. Adapun data sekunder
diperoleh melalui :
a. Dokumentasi yang dapat diasumsikan sebagai sumber data tertulis yang
terbagi dalam dua ketegori yaitu sumber resmi dan sumber tidak resmi.
Sumber

resmi

merupakan

dokumen

yang

dibuat/dikeluarkan

oleh

lembaga/perorangan atas nama lembaga. Sumber tidak resmi adalah dokumen
yang dibuat/dikeluarkan oleh individu tidak atas nama lembaga. Dokumen
yang akan dijadikan sebagai sumber referensi dapat berupa hasil rapat, laporan
pertanggungjawaban, surat, dan catatan harian.
b. Studi pustaka merupakan langkah yang sangat penting dalam metode ilmiah
untuk mencari sumber data sekunder yang akan mendukung penelitian dan
untuk mengetahui sampai ke mana ilmu yang berhubungan dengan penelitian
telah berkembang, sampai ke mana terdapat kesimpulan dan degeneralisasi
yang pernah dibuat. Cara yang dilakukan dengan mencari data-data
pendukung (data sekunder) pada berbagai literatur baik berupa buku-buku,

Universitas Sumatera Utara

dokumen-dokumen, makalah-makalah hasil penelitian serta bahan-bahan
referensi lainnya yang berkaitan dengan penelitian.
Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau bahan hukum
sekunder yakni kamus hukum dan kamus besar Bahasa Indonesia.
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yaitu dengan menginventarisir peraturan
Perundang-undangan untuk dipelajari sebagai suatu kesatuan yang utuh dan
dengan studi kepustakaan, internet browsing, telah artikel ilmiah, telaah karya
ilmiah sarjana dan studi dokumen, termasuk di dalamnya karya tulis ilmiah
maupun jurnal surat kabar.
Metode pengumpulan data menggunakan :
a. Studi Kepustakaan yaitu teknik mengumpulkan data dengan jalan membaca
dan mempelajari buku-buku kepustakaan yang berkaitan dengan materi
penelitian, kemudian menyusun sebagai sajian data. Metode dokumentasi
adalah salah satu cara pengumpulan data yang digunakan penulis dengan cara
menelaah dokumen-dokumen pemerintah maupun non pemerintah yang
berkaitan dengan penelitian ini. Instrument yang digunakan berupa form
dokumentasi, form kepustakaan, dan alat-alat perpustakaan lainnya.
b. Studi lapangan yaitu dengan melakukan wawancara kepada Camat Kecamatan
Medan Johor Kota Medan sebagai informan.
4. Analisis data
Data bahan-bahan hukum yang diperoleh akan dianalisis secara normatif
kualitatif tentang tugas dan fungsi camat dalam penyelenggaraan pemerintahan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 di Kecamatan Medan Johor.

Universitas Sumatera Utara

Normatif karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang ada
sebagai norma hukum positif. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang
menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan
menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi
(pengukuran). Penelitian kualitatif secara umum dapat digunakan untuk penelitian
tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi organisasi,
aktivitas sosial, danlain-lain. Salah satu alasan menggunakan pendekatan kualitatif
adalah pengalaman para peneliti dimana metode ini dapat digunakan untuk
menemukan dan memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena yang
kadangkala merupakan sesuatu yang sulit untuk dipahami secara memuaskan.
Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang
sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perpektif partisipan. Pemahaman
tersebut tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi didapat setelah melakukan analisis
terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian. Kualitatif karena data
yang diperoleh, kemudian disusun secara sistematis, untuk selanjutnya dianalisa
secara kualitatif, untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas. Metode
analisis datanya adalah sebagai berikut: 12
a. Metode interpretasi menurut bahasa (gramatikal) yaitu suatu cara penafsiran
undang-undang menurut arti kata-kata (istilah) yang terdapat pada undangundang. Hukum wajib menilai arti kata yang lazim dipakai dalam bahasa
sehari-hari yang umum.
b. Metode interpretasi secara sistematis yaitu penafsiran yang menghubungkan
pasal yang satu dengan apasal yang lain dalam suatu perundang-undangan

12

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2004, hlm 31

Universitas Sumatera Utara

yang bersangkutan, atau dengan undang-undang lain, serta membaca
penjelasan Undang-undang tersebut sehingga kita memahami maksudnya.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap tiap bab terbagi atas beberapa
sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang
dapat digambarkan sebagai berikut :
BAB I

PENDAHULUAN
Bab ini dimulai dengan mengemukakan apa yang menjadi latar
belakang penulisan skripsi ini kemudian dilanjutkan dengan rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan
pustaka,

metode penelitian

dan

ditutup

dengan

memberikan

sistematikan dari penulisan skripsi ini.
BAB II

PENGATURAN

KECAMATAN

DALAM

PELAKSANAAN

TUGAS PEMERINTAHAN DI KECAMATAN MEDAN JOHOR.
Bab

ini

menguraikan

mengenai

Dasar

Hukum

Pembentuan

Kecamatan, Susunan dan Bagan Organisasi Kecamatan, Peran
Kecamatan dalam Pembangunan.
BAB III

PELAKSANAAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI CAMAT DI
KECAMATAN MEDAN JOHOR
Bab ini menguraikan mengenai Gambaran Umum Kecamatan Medan
Johor, Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Tugas Pokok Dan
Fungsi

Camat,

Implementasi

Kewenangan

Camat

dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV

HAMBATAN

CAMAT

DALAM

PENYELENGGARAAN

PEMERINTAHAN DI KECAMATAN MEDAN JOHOR
Bab ini menguraikan mengenai Hambatan yang Dihadapi

Camat

dalam Penyelenggaraan Pemerintahan, Upaya yang Dilakukan dalam
Mengatasi Hambatan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di
Kecamatan Medan Johor..
BAB IV

PENUTUP
Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab. Seluruhnya
yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini
yang dilengkapi dengan saran-saran.

Universitas Sumatera Utara