Media Jejaring Sosial Visibilitas dan Pi (1)

Pilpres, Visibilitas, dan Media Jejaring Sosial
Ida Fajar Priyanto

Pemanfaatan dan interpretasi media dalam pemilihan presiden memiliki pengaruh dalam proses
pemilihan oleh rakyat, selain tentu saja figur idola yang sering dijadikan patokan tertentu karena masih
ada sebagian masyarakat Indonesia yang memilih berdasarkan atas figur fisik atau karismatik. Informasi
dari berbagai media tentu saja sangat berpengaruh dalam pemilihan presiden. Kajian ontologis
menunjukkan bahwa paduan antara gambar, teks, dan suara akan sangat membantu para pemilih untuk
mengamati lebih dalam tentang figur seorang calon. Bahkan kajian ontologis juga menunjukkan bahwa
posisi anggota badan dan gaya raut muka sebuah gambar seorang capres sangat mempengaruhi nilai
visibilitas capres dan kognitif para pemilih. Apakah seorang capres berfoto dalam posisi penuh
semangat, penuh antusiasme, atau sangat bersahabat memiliki nilai penting dalam persepsi audiens.
Gambar seorang capres dengan pakaian sipil lengkap tanpa senyum, menghadap ke muka kurang
menarik dibandingkan dengan gambar capres dengan senyum dan pose penuh semangat.
Tentu saja kualitas gambar dan medianya juga berpengaruh bagi para pemilih. Bisa dibayangkan beda
persepsi antara gambar seorang capres dengan gaya formal yang dipajang berwarna hitam putih dengan
skala kecil dengan penopang dari bambu dengan gambar seorang capres yang sedang bersemangat dan
gaya penuh persahabatan dikemas dengan ukuran piksel yang besar dengan media yang menarik.
Tidak kalah penting untuk memberikan tulisan dalam media kampanye capres. Bentuk huruf, besaran
huruf, dan arah huruf mempengaruhi pola perhatian seorang pemilih. Nama panggilan capres yang
singkat dan mudah diingat juga berpengaruh bagi para pemilih. Singkatnya, interaktivitas capres, media

yang digunakan, dan audiens yang menjadi target harus ditumbuhkan.
Informasi tetaplah informasi apapun pesan dan medianya. Informasi yang tidak terbaca, juga tetap akan
merupakan informasi. Konteks dan makna adalah hal yang berbeda. Informasi yang disampaikan oleh
seseorang bisa berarti berbeda bagi orang lain. Itulah maka memahami audiens sangat diperlukan bagi
para capres. Kepiawaian berbicara berpengaruh terhadap pemilih. Berbicara tentang strategi
pembangunan negara dengan gaya bahasa yang sesuai dengan generasi audiens sangat berarti.
Dalam dunia digital saat ini—terutama dengan basis web 2.0—interaksi antara capres dengan audiens
makin mudah. Dibutuhkan interaksi yang tinggi antara masyarakat dengan seorang capres—tidak lagi
sekedar kampanye mendatangi pasar dan membeli dagangan rakyat saja pada saat berkampanye,
melainkan interkasi yang lebih luas lagi. Era saat ini membutuhkan kemudahan masyarakat
menghubungi seorang capres. Pemunculan dalam media jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter,
misalnya, akan sangat berpengaruh bagi audiens internet yang jumlahnya mencapai lebih dari 50 juta
orang.
Akan sangat menarik bila seorang capres dapat berkomunikasi langsung dua arah dengan para calon
pemilih. Media jejaring sosial membantu capres untuk menyampaikan gagasan-gagasannya dan dapat

langsung diterima oleh masyarakat. Dan sebaliknya, dengan media jejaring sosial, seorang capres akan
dapat memperoleh masukan ide atau pendapat langsung dari masyarakat.
Interaksi dua arah seorang capres dengan masyarakat akan menghasilkan nilai yang besar dalam
kemajuan demokrasi dan meningkatkan pemahaman seorang capres terhadap fenomena yang terjadi

dalam masyarakat.
Terlepas dari agenda pemilihan presiden tahun depan, nampaknya masih kecil pemanfaatan media
jejaring sosial oleh para politisi. Barangkali para politisi tidak memiliki waktu atau belum memikirkan
pentingnya interaksi sosial melalui media jejaring sosial seperti Facebook, Twitter dan Youtube,
misalnya.
Kalau dilihat dari jumlah penggunanya di Indonesia, Facebook merupakan media yang sangat besar. Dan
yang unik adalah karena menurut data statistik, jumlah pria pengguna Facebook lebih besar
dibandingkan dengan jumlah wanitanya dan berkebalikan dengan twitter dimana pengguna wanita lebih
besar. Dan rata-rata pengguna terbesar dari Facebook di Indonesia adalah usia 18-24 tahun, disusul
dengan 25-34 tahun serta mereka yang berusia 16-17 tahun. Indonesia juga merupakan salah satu dari
10 besar pengguna Twitter dengan pengguna terbesar di usia 20 tahunan ke bawah disusul mereka yang
berusia 21-25 tahun dan mereka yang berusia 26-35 tahun.
Media jejaring sosial memberikan pengaruh besar bagi generasi internet. Namun demikian di Indonesia,
sangat sedikit politisi yang memanfaatkan media jejaring sosial seperti Facebook yang memiliki pasar
lebih dari 50 juta orang Indonesia itu. Bahkan kalau dilihat lebih jeli lagi baru satu politisi Indonesia yang
muncul di salah satu media jejaring sosial Facebook, yaitu Prabowo Subianto. Kehadiran Prabowo
tersebut sangat menarik karena walaupun satu-satunya politisi dari Indonesia, beliau ada di urutan ke 8
dunia dalam urutan jumlah fans Facebook bidang politik dan mengalahkan jumlah fans dari Partainya.

Ida Fajar Priyanto

PhD Information Science, iSchool,
University of North Texas
USA