Definisi dan Dasar Hukum Jual Beli Salam

TUGAS INDIVIDU
DEFINISI DAN DASAR HUKUM JUAL BELI SALAM
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Fiqh Mu’amalah
Dosen Pengampu : Imam Mustofa, S.H.I., M.SI.

Disusun oleh:
AYUN YANA (1502100161)

Kelas: A

PROGRAM STUDI S1-PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI JURAI SIWO METRO
STAIN JURAI SIWO METRO
2016

1

BAB I
PENDAHULUAN


Makalah ini membahas tentang jual beli salam. Kajian tentang jual
beli salam penting untuk disajikan kepada mahasiswa khususnya pada
program studi Perbankan Syariah guna menunjang pembelajaran dan
modal kerja dalam perbankan syariah.
Pembahasan dalam makalah ini dimulai dari definisi salam, dasar
hukum yang membolehkan jual beli secara salam, sampai dengan hikmah
dibolehkanya jual beli salam. Agama Islam membolehkan jual beli dengan
cara salam. Yaitu akad pemesanan suatu barang dengan kriteria yang
telah disepakati dan dengan pembayaran tunai pada saat akad
dilaksanakan, yang demikian itu, dikarenakan dengan akad ini kedua
belah

pihak

mendapatkan

keuntungan

tanpa


ada

unsur

tipu-

menipu.Pembeli biasanya mendapatkan keuntungan berupa jaminan
untuk mendapatkan barang sesuai dengan yang ia butuhkan dan pada
waktu yang ia inginkan. Sebagaimana ia juga mendapatkan barang
dengan harga yang lebih murah bila dibandingkan

dengan pembelian

pada saat ia membutuhkan kepada barang tersebut. Sedangkan penjual
juga tidak kalah mendapatakan keuntungan yang tidak kalah besar
dibanding pembeli, diantaranya penjual mendapatkan modal untuk
mendapatkan usahanya tanpa harus membayar bunga.
Dengan demikian selama belum jatuh tempo, penjual dapat
menggunakan uang pembayaran tersebut untuk menjalankan usahanya

dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa ada kewajiban
apapun. Jual beli dengan cara salam ini merupakan solusi tepat yang
ditawarkan oleh agama Islam guna menghindari riba, dan mungkin ini
merupakan salah satu hikmah disebutkanya syari’at jual beli salam sesuai
larangan memakan riba.

2

BAB I
PEMBAHASAN

A. Definisi Jual-Beli Salam
Salam sinonim dengan salaf. Dikatakan salam ats-tsauba lilkhiyath,
artinya ia memberikan atau menyerahkan pakaian untuk dijahit. Dikatakan
salam karena orang yang memesan menyerahkan harta pokoknya dalam
majelis. Dikatakan salam karena ia menyerahkan uangnya terlebih dahulu
sebelum menerima barang dagangnya. Salam termasuk kategori jual beli
yang sah jika memenuhi persyaratan keabsahan jual beli pada umumnya. 1
Adapun salam secara terminologis adalah transaksi terhadap suatu yang
dijelaskan sifatnya dalam tanggungan dalam suatu tempo dengan harga

yang diberikan kontan ditempat transaksi.2
Salam yaitu akad jual beli dimana barangnya tidak diperlihatkan, tetapi
diberitahukan sifat barang dan kualitasnya oleh penjual dan setelah ada
kesepakatan pembeli langsung membayarnya meskipun barangnya belum
ada.3 Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah(KHES) pasal 22 ayat
34,salam adalah jasa pembiayan yang berkaitan dengan jual beli yang
pembayaranya di lakukan bersamaan dengan pemesanan barang.4
Definisi jual beli salam menurut para Ahli
Al-Bujairami mendefinisikan Makna Salam secara etimologi

a.

sebagai berikut: “Lafaz salam adalah isim masdar lafaz aslama
dan lafaz aslafa. Adapun masdar lafaz aslama dan aslafa adalah
lafaz islam dan lafaz islaf. Berbeda dengan lafaz aslafa yang

1

Mardani Fiqih Muamalah, (Jakarta: Kencana ,2012), h.113
Ibid,hlm.113

3
Team Guru Bina PAI MA, Modul Hikmah, (Sragen: Akik Pustaka), h.21
4
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah,Pasal 22 ayat(34)
2

3

digunakan dalam bab salam dan bab qard, lafaz salam ini khusus
untuk bab salam saja”.5
Menurut Al-Bahuti dalam Haris Faulidi (2004:92) as-salam disebut

b.

juga as-salaf merupakan istilah dalam bahasa Arab yang
mengandung makna penyerahan. Lebih lanjut ia mendefinisikan
as-salam sebagai transaksi atas sesuatu yang masih berada
dalam tanggungan dengan kriteria-kriteria tertentu dan diserahkan
kemudian dengan pembayaran harga ditempat kontrak atau
secara lebih ringkas disebutkan jualbeli yang ditangguhkan

dengan harga disegerakan.6
Para ulama fiqih menamakannya dengan istilah Al-Mahawi’ij,

c.

artinya adalah sesuatu yang mendesak, karena jual beli tersebut
barangnya tidak ada ditempat, sementara dua belah pihak yang
melakukan jual beli dalam keadaan terdesak. Pihak pemilik uang
membutuhkan barang, dan pemilik barang memerlukan uang,
sebelum barang berada di tempat uang dimaksud untuk
memenuhi kebutuhanya. Ada pendapat yang mengartikan jual beli
salam adalah pembiayaan terkait pembayaraanya dilakukan
bersamaan dengan pemesanan barang. Jual beli salam ini
biasanya berlaku untuk jual beli yang objeknya adalah agrobisnis,
misalnya gandum, padi, tebu dan sebagainya.7
Dalam jual beli salam, spesifikasi dan harga barang pesanan
disepakati oleh pembeli dan penjual diawal akad. Ketentuan harga barang
pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad.8 Selain definisi
tersebut,terdapat


beberapa

definisi

lain

mengenai

salam

yang

berkembang di kalangan fuqaha, antara lain:

Al-Bujairami,Hasyiyah al-Bujairami „ala al-Khatib,sebagaimana dikutip oleh
Imam Mustofa, Fiqih muamalah kontemporer, (Jakarta: Rajawali pers, 2016), h. 85
6
AzharMuttaqin,”Transaksi E-commerce dalam tinjauan hukum jual beli
Islam”dalam jurnal fakultas agama islam UMM vol.VI(2010) h.462
7

Siti Mujiatun,Jual Beli dalam PerspektifIslam: Salam dan Istisna‟,dalam jurnal
riset ekonomi dan bisnis, (Sumatera Utara: Fakultas Ekonomi Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara,vol 13.no 2, September 2013), h. 207
8
Ibid, h. 207
5

4

a. Fuqaha Syafi’iyah dan Hanbali mendefinisikan salam adalah: 9
Akad yang disepakati dengan menentukan ciri-ciri tertentu dengan
membayar harganya lebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan
kemudian dalam suatu majlis akad.
b. Fuqaha Malikiyah mendefinisikan jual beli salam sebagai berikut:
Jual beli yang modalnya dibayar dahulu, sedangkan barangnya
diserahkan sesuai dengan waktu yang disepakati.
Salam atau yang kita kenal dengan sebutan inden, ialah pembeli
memesan barang dengan memberitahukan sifat-sifat serta kualitasnya
kepada penjual dan setelah ada kesepakatan, pembeli langsung
membayarnya meskipun barangnya belum kelihatan.10

Misalnya kata penjual: “Saya jual kepadamu satu meja tulis kayu jati
ukuran 125x75 cm, tinggi 75 cm, dengan harga Rp.150.000,-; pembeli
membayarnya pada waktu itu juga walaupun mejanya belum ada. Jadi
salam ini jual-beli utang dari pihak penjual dan kontan dari pihak pembeli,
karena uangnya sudah dibayar sewaktu akad, atau dengan perkataan
lain, salam ini adalah jual-beli berupa pesanan atau inden. Dalam hal ini
perlu bukti pembayaran yang sah berupa kuwitansi atau catatan yang
ditanda tangani penerima uang.11
Contoh sederhana pak Ali memesan sejumlah pakaian kepada took
Arto. Pak Ali menjelaskan spesifikasi pakaian yang dipesannya dan
membayar harga pakaian tersebut. Setelah pakaian ada, took Arto
mengirim pakaian kepada pak Ali.12
Contoh praktek jual beli salam dalam dunia perbankan misalnya,
seorang petani cengkeh yang bernama Ny. Nuryan hendak menanam

9

Ghufron A.Masadi, Fiqih Muamalah Kontekstual , (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002), h.143
10

Moh Rifai,Mutiara Fiqih, (Semarang: Wicaksana, 1998), h .739
11
Ibid, h. 739
12
Imam Mustofa, Fiqih Mu‟amalah Kontemporer…, h.86

5

cengkeh dan membutuhkan dana sebesar Rp200.000.000’- untuk satu
hektar. Bank Syariah Blinyu menyetujui dan melakukan akad dimana Bank
Syariah Blinyu akan membeli hasil cengkeh tersebut sebanyak 10 ton.
Kemudian Bank Syariah Blinyu dapat menjual cengkeh tersebut dengan
harga yang relative lebih tinggi misalnya Rp25.000,- per kilo. Dengan
demikian,

penghasilan

Rp250.000.000,-.

Dari


Bank
hasil

adalah
tersebut

10
Bank

ton

X

Syariah

Rp25.000,Blinyu

=

akan

memperoleh keuntungan sebesar Rp50.000.000,- setelah dikurangi modal
yang diberikan oleh Bank Syariah Blinyu, yaitu Rp250.000.000,- dikurangi
Rp200.000.000,-.13
Salah satu contoh jual beli salam

yang sedang marak akhir-akhir

inilah jual beli via internet, dengan cara gambar yang ditampilkan semua
model barang secara tertulis telah dijelaskan seperti kualitas, kuantitas
sampai

batas

pengiriman

barang.

Antara

penjual

dan

pembeli

berkomunikasi via telepon. Setelah barang dipilih sesuai dengan yang
diinginkan, pembayaran biasanya dilakukan dengan cara mentrasfer uang
ke rekening kemudian penjual mengirimkan barang kepada pembeli
melalui pos atau langsung di tempat pembeli langsung.
Pada jual-beli salam memang tidak dibahas tentang pengiriman
barang. Tetapi tempat penyerahan barang dan lama masa penyerahan
atau masa tangguh. Para ulama berbeda pendapat tentang masa tangguh
(al-ajl), mulai dari yang paling cepat yaitu satu jam (Ibnu Hazm), dua hari
(Malik), lima belas hari (Ibnu Al-qasim) dan yang paling lama satu bulan
(Muhammad seorang ahli fiqih dari mazhab Hanafi). Karena tidak
disebutkan

batasan

pasti

untuk

penangguhan,

berarti

diberikan

kebebasan bagi kedua belah pihak yang bertransaksi untuk dapat
mengatur tenggang waktu menurut situasi dan kondisi serta kesepakatan
dari keduanya, yang penting dalam hal ini ada kejelasan tentang
penangguhan bagi kedua belah pihak agar kekhawatiran akan timbulnya
perselisihan dikemudian hari dapat dihindari. Adapun tempat serah terima
13

Kasmir,Bank dan Lembaga Keuangan Lainya, (Jakarta: Rajawali Pers,2014), h. 172

6

barang menurut pendapat para ulama tidak disebutkan tempat khusus
yang ditetapkan, karena Rasulullah juga tidak menekankan hal tersebut.
Selama tempat tersebut disepakati oleh kedua belah pihak dan cukup
refresentatif serta bisa terjangkau oleh keduanya maka bisa menjadi
tempat serah terima barang.14
Ada beberapa maslahat dalam jual-beli salam ini, terkait dengan
pedagang, pembeli dan barang yang diperjual belikan15
a. Maslahat atau keuntungan bagi pedagang, dengan adanya
pembayaran dimuka, dapat mengatasi masalah modal dan
memberikan peluang untuk menjalankan usahanya, sehingga
lebih leluasa mengembangkan usahanya. Selain itu, akan terjadi
pengurangan dana untuk sewa tempat, display barang, dan
resiko.
b. Maslahat bagi pembeli, ia dapat memiliki barang yang sesuai
dengan kriteria yang diinginkanya.
c. Sedangkan untuk barang, barang yang dijual tidak ada restan,
karena dibuat berdasarkan pesanan.
B. Dasar Hukum Jual-Beli Salam
Yang menjadi dasar hukum jual beli salam yaitu:
1. Dalil Al Qur’an
a. Q.S Al Baqarah:282
“Hai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menjalankan
sesuatu urusan dengan utang piutang yang diberi tempo hingga
ke

suatu

masa

yang

ditentukan,

maka

hendaklah

kamumenulisnya (utang dan masa bayarnya) itu.”
b. Q.S Al Maidah:1
“Hai orang yang beriman!penuhilah akad-akad itu..”
AzharMuttaqin,”Transaksi E-commerce dalam tinjauan hukum jual beli
Islam”dalam jurnal fakultas agama islam UMM vol. VI(2010) h. 465
15
Enizar,Hadis Ekonomi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013) , h. 154
14

7

2. Hadist
Hadis Nabi yang menerangkan tentang hukum jual beli salam
yaitu: “Rasulullah SAW datang ke Madinah ,dan pada saatitu orang
banyak sedang mengadakan tamar untuk jangka waktu dua dan tiga
tahun. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang
menghutangkan, dalam harga yang diketahui dan timbangan yang
diketahui, hingga masa yang diketahui”.
SabdaRasulullah SAW ini muncul ketika beliau pertama kali hijrah
ke Madinah, dan mendapati para penduduk Madinah melakukan
transaksi jual beli salam. Jadi Rasulullah SAW membolehkan jual beli
salam asal akad yang dipergunakan jelas, ciri-ciri barang yang
dipesan jelas, dan ditentukan waktunya.16
Ibnu Abbas meriwayatkan, “bahwa Rasulullah SAW datang ke
Madinah dimana penduduknya melakukan salaf (salam) dalam buahbuahan (untuk jangka waktu) satu, dua dan tiga tahun. Beliau berkata
“barang siapa yang melakukan salaf (salam), hendaklah ia melakukan
dengan takaran yang jelas dan timbanganya yang jelas pula,untuk
jangka waktu yang ditentukan.”17
Berdasarkan kedua hadits tersebut, jual beli salam ini hukumnya
dibolehkan, selama ada kejelasan ukuran, timbangan, dan waktunya
yang ditentukan. Dari Shihab r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara
tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum
dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual”, (HR.Ibnu
Majjah) Hadis Nabi SAW: “Dari Abu Sa‟id Al-Khudri bahwa Rasulullah
SAW bersabda, ‟sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka
sama suka‟. (HR.Al-Baihaqi dan Ibnu Majah,serta dinilai sahih oleh
Ibnu Hiban)
Hadis Nabi riwayat jama’ah:
16

Muhammad bi Ismail AbuAbdullah al-Bukhari, Shohuih al-Bukhari, hadis nomor
2240, dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih Mu‟amalah Kontemporer…, h. 87
17

Ibid.

8

“Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu
adalah suatu kezaliman..”
Hadis Nabi riwayat Tirmizi:
“Perdamaian

dapat

dilakukan

diantarakaum

muslimin

kecuali

perdamaian yang mengharamkan yang haram atau menghalalkan
yang haram,dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka
kecuali syaratyang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram”.(Tirmidzi dari Amr bin Auf).
3. Ijma’
Berkata Ibnu Mudhir bahwa semua pakar ilmu yang saya ketahui
telah berkonsesus keabsahan as-salam karena kebutuhan manusia
terhadapnya.18
4. Kaidah Fiqih
Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali
ada dalil yang mengharamkanya
C. Pendapat Imam Mahzab Mengenai Jual Beli Salam
Dibolehkan menjual daging secara salam terhadap daging. Demikian
pendapat Maliki dan Syafi’i. Sedangkan Hambali dan Hanafi melarang
pada daging. Tidak dibolehkan melakukan salam terhadap roti. Menurut
pendapat hanafi dan Syafi’i. Sedangkan Maliki membolehkanya. Menurut
Hambali: boleh menjual roti secara salam dan terhadap semua yang
disentuh api dimasak ,digoreng dan dipanggang.19
Boleh menjual barang-barang yang belum ada ketika terjadi akad
salam secara salam. Demikian pendapat Maliki dan Syfi’i.Menurut
Hambali apabila menurut dugaan bahwa barang tersebut akan ada jika

18

Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, (Yogyakarta: UII
Press, 2000) h. 31
19
Saikh Al-Alamah Muhammad, Fiqih empat mazhab, (Bandung:Hasyimi, 2012),
h. 232

9

diperlukan. Hanafi berpendapat: Kalau barang yang dipesan itu tidak ada
ketika terjadi akad sampai diperlukan, maka tidak boleh.20
Tidak boleh menjual permata yang sukar diperoleh secara salam.
Kecuali

pendapat

menguasakan

Maliki

kepada

yang

orang

lain

membolehkanya
dalam

menjual

berserikat
secara

dan

salam,

sebagaimana dibolehkan dalam jual beli. Adapun menurut pendapat
Hanafi, Syafi’I dan Hambali tidak boleh.21 Dan diantara hukum transaksi
salam adalah tidak boleh menjual barang yang ditransaksikan dengan
sistem salam ini sebelum barang tersebut diserah terimakan. Hal itu
karena Nabi SAW melarang menjual makanan hingga orang tersebut
menerimanya, dan tidak boleh adanya pengalihan tagihan dalam masalah
ini, karena hiwalah hanya sah bagi utang yang sudah berlangsung dengan
pasti, sedangkan transaksi salam itu dapat mengalami pembatalan. 22
Diantara hukum salam adalah jika barang yang ditransaksikan itu tidak
kunjung ditemukan hingga waktu penyerahanya, seperti bertransaksi
salam atas buah, kemudian pada tahun tersebut pohon buah itu tidak
menghasilkan buah,maka hendaknya pihak yang memesan barang
tersebut agar bersabar hingga barang yang dipesanya itu tersedia
sehingga ia dapat meminta agar segera diserahkan barang tersebut, atau
ia membatalkan transaksinya dan meminta kembali uangnya. Karena
transaksi itu jika gagal,maka harganya harus dikembalikan. Sedangkan
jika uangnya hilang, maka ia harus menggantinya.23
Dibolehkan transaksi ini adalah salah satu bentuk kemudahan yang
diberikan oleh syariat Islam dan toleransinya. Karena dalam memahami ini
terdapat kemudahan bagi manusia dan mewujudkan kemaslahatan
mereka, sambil bersihnya hal itu dari riba atau seluruh hal yang dilarang.

20

Ibid.
Ibid.
22
Saleh al-Fauzan, Fiqih sehari-hari, Alih bahasa Abdul Hayyie al-Kattani, dkk.,
(Jakarta: Gema Insani Press, 2005), h. 409
23
Ibid.
21

10

Maka,segala puji bagi Allah atas segala kemudahan yang di anugerahkanNya.24
D. Rahasia Salam
Orang yang mempunyai perusahaan sering membutuhkan uang untuk
keperluan

perusahaan

mereka,

bahkan

sewaktu-waktu

kegiatan

perusahaanya sampai terhambat karena kekurangan bahan pokok.
Sedangkan si pembeli, selain akan mendapat barang yang sesuai dengan
yang diinginkanya, ia pun sudah menolong kemajuan perusahaan
saudaranya. Maka untuk kepentingan tersebut Allah mengadakan
peraturan salam.25
Dengan adanya salam tertolonglah pengusaha-pengusaha kecil yang
lemah dalam modal. Mereka tetap akan dapat berproduksi dan menjaga
mutu barang industry kecilnya itu. Prinsip tolong menolong yang sangat
dianjurkan islam dapat terwujud dalam perdagangan dengan adanya
“salam”26

24

Ibid.
Sulaiman Rasjid,Fiqih Islam:Hukum fiqh Islam, (Bandung: SinarBaru
Algensindo, 2012)h. 295
26
Moh.Rifa’I,Mutiara Fiqih, (Semarang: Wicaksana, 1998)h. 741
25

11

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salam merupakan jual beli yang barangnya tidak diperlihatkan, namun
hukumnya sah jika dilakukan sesuai dengan ketentuan yang sudah
disepakati pada waktu transaksi dilakukan, baik kualitas barang, kuantitas
barang, harga dan waktu penyerahan barang. Salah satu contoh jual beli
salam yang marak saat ini adalah jual beli via internet ,dengan cara
barang yang diperlihatkan,
Adapun yang menjadi sumber hukum pelaksanaan jual beli salam
yaitu: Pertama, Q.S Al-Baqarah:282 “Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kalian menuliskanya”. Kedua, Al-hadist sebagai
berikut: Ibnu Abas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW

datang ke

Madinah dimana penduduknya melakukan salaf (salam) dalam buahbuahan (untuk jangka waktu) satu, dua, dan tiga tahun. Beliau berkata
“Barang siapa yang melakukan salaf (salam), hendaklah ia melakukan
dengan takaran yang jelas dan timbanganya yang jelas pula, untuk jangka
waktu yang ditentukan”.

A. Penutup
Dengan mengucap Syukur Alhamdulillah, penulisan makalah ini dapat
terselesaikan. Walaupun dalam keadaan yang sangat sederhana & waktu
yang sangat singkat. Kami menyadari bahwa manusia tidak lepas dari
kesalahan dan kekurangan. Penyusun juga sadar bahwa dalam makalah
ini masih belum sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun
tetap penyusun harapkan. Demikian, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, Amin…

12

DAFTAR PUSTAKA

A Masadi, Gufron. 2002. Fiqih muamalah kontekstual. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Ad-Dimasyqi, Syaiikh Al-Allamah Muhammad bin Abdurrahman. 2012.
Fiqih Empat Mazhab. Bandung: Hasyimi.
Enizar. 2013. Hadist Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Mardani. 2012. Fiqih Ekonomi Syariah:Fiqih Muamalah. Jakarta: Kencana.
Muhammad. 2000. Sistem dan Prosedure operational bank Syariah.
Yogyakarta: UII Pers.
Mujiatun, Siti. 2010. Jual Beli dalam Perspektif Islam. Sumatera Utara:
Universitas Sumatera Utara.
Mustofa, Imam. 2016. Fiqih Muamalah Kontemporer. Jakarta: Rajawali
Pers.
Muttaqin, Azhar. 2010. Transaksi E-commerce dalam tinjaun hukum jual
beli Islam.
Rasjid, Sulaiman. 2012. Fiqih Islam. Bandung: Sinar baru Algensindo.
Rifai, Moh. 1998. Mutiara Fiqih. Semarang: Wicaksana.
Team Guru Bina PAI MA. Modul Hikmah. Sragen:Akik Pusaka.
Al-fauzan, Saleh. 2005. Fiqih sehari-hari. Jakarta: Gema Insani press.
Kasmir. 2014. Bank dan Lembaga Keuangan Lainya. Jakarta: Rajawali
pers.

13