Kebijakan Moneter dan Fiskal (4)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu ekonomi adalah sebuah cabang ilmu dari pengetahuan sosial yang tidak bisa lepas
dalam kehidupan sehari-hari karena melalui ilmu ekonomi inilah setiap manusia dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai satu kesatuan atau dikenal dengan
organisasi. Dalam hal ini, organisasi yang merupakan kesatuan dari setiap individu disebut
dengan negara.
Berbicara soal negara, tentu tidak bisa dilepaskan dari cabang ilmu pengetahuan sosial
lainnya yaitu ilmu politik. Melalui ilmu politik ini individu-individu yang terlibat dalam
organisasi yang disebut sebagai negara dapat memainkan perannya untuk mengatur sebuah
negara agar dapat mencapai tujuannya yang telah dicita-citakan melalui semua kebijakan,
termasuk kebijakan ekonomi.
Pentingnya perekonomian dibagi menjadi tiga bagian yang pertama, pentingnya ilmu
ekonomi untuk perseorangan (individu), kedua pentingnya ilmu ekonomi untuk dunia usaha, dan
ketiga, pentingnya ilmu ekonomi untuk bangsa dan Negara.
Krisis global dapat membuat keadaan perekonomian di berbagai Negara sangat
menghawatirkan dan membuat tingkat perekonomian menerun tajam, yang mengakibatkan
suasana ketidakpastiannya sangat tinggi terhadap masa depan suatu Negara yang mengalaminya.
Untuk mengatasi dan mencegah terjadinya krisis global Negara Indonesia melakukan kebijakankebijakan yang bertujuan agar kondisi perekonomian Indonesia pulih kembali.
Kebijakan yang akan dibahas yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan

fiskal yang dilakukan pemerintah merupakan kebijakan di dalam bidang perpajakan
(penerimaan) dan pengeluarannya, sedangkan kebijakan moneter adalah langkah-langkah yang
dijalankan oleh Bank Sentral untuk mengawasi jumlah uang yang berada di tangan masyarakat.
Kedua kebijakan ini merupakan wahana utama bagi peran aktif pemerintah dibidang ekonomi.
Moneter, fiskal dan perdagangan internasional adalah merupakan instrument kebijakan
makro ekonomi. Indonesia telah mengalami berbagai macam kebijakan moneter dan fiscal sejak
kemerdekaan. Pada awal tahun 1950-an kebijakan moneter cenderung bersifat konservatif
(jumlah uang yang beredar bertambah dengan mantap, tetapi terkendali dengan laju 22%
1

pertahun) pada tahun 1951-1956. Kemudian pada tahun 1956-1960 pertumbuha uang beredar
lebih cepat rata-rat 37% pertahun.
Kebijakan moneter selanjutnya terkesan sebagai hasil sampingan kegiatan dunia politik
dan kebutuhan untuk membiayai defisit anggaran (APBN) yang makin membesar. Pada awal
tahun 1960-an ada usaha untuk melakukan pengendaliaan moneter, tetapi sejak tahun 1963 tidak
dilakukan lagi dan jumlah uang yang beredar tumbuh tidak terkendalikan. Hal ini menyebabkan
inflasi yang parah yang mencapai puncaknya pada tahun 1966 (indeks harga untuk DKI Jakarta
meningkat 150%). Setelah itu terjadi perubahan gaya pengelolaan ekonomi moneter dalam waktu
yang pendek sektor moneter dapat dikendalikan dan harga-harga menuju stabilitas antara tahun
1969-1971 Indonesia mengalami laju inflasi dibawah 10% pertahun. Stabilitas ini berlangsung

sampai triwulan terakhir tahun 1971, setelah itu ditandai adanya inflasi yang cukup tinggi,
meskipun kebijakan moneter yang dianut tidak berbeda dengan yang sebelumnya. Menjelang
akhir tahun 1976 stabilitas harga dapat dipulihkan kembali dan inflasi mencapai laju sedikit lebih
tinggi dari 10% pertahun. Keadaan seperti ini dapat dipertahankan sampai tahun 1978, tetapi
devaluasi yang dilakukan pada bulan November tahun 1978 menghidupkan kembali inflasi pada
tahun 1979. Sampai saat ini Indonesia menganut kebijakan moneter mengambang (Floating
Rate).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1.2.1

Apa Pengertian dari Kebijakan Moneter?

1.2.2

Apa Pengertian dari Kebijakan Fiskal?

1.2.3

Apa Tujuan dari Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal?


1.2.4

Apa saja Macam-macam Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal?

1.2.5

Bagaimana Peranan Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal?

1.2.6

Bagaimana Hubungan antara Kebijakan Moneter dengan Kebijakan Fiskal?

1.3 Tujuan Penulisan
Pembuatan makalah ini bertujuan agar kita mengetahui tentang:
1.3.1

Memahami tentang Pengertian Kebijakan Moneter

1.3.2


Memahani tentang Pengertian Kebijakan Fiskal
2

1.3.3

Tujuan Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal

1.3.4

Macam-macam Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal

1.3.5

Peranan Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal

1.3.6

Hubungan antara Kebijakan Moneter dengan Kebijakan Fiskal


3

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk
mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera.
Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, "margin requirement",
kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui
persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.
Kebijakan Moneter adalah kebijakan yang dilakukan oleh otoritas moneter (Bank Sentral)
untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi melalui pengawasan uang beredar atau suku bunga, atau
kombinasi keduanya, usaha tersebut dilakukan agar terjadi kesetabilan harga, dan inflasi, serta
terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk
mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga,
pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran)
serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur
dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang
seimbang.

Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter
dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali
akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang
tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai
tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara
persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan
kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.
Dalam perekonomian suatu negara, jika pemerintah memandang bahwa pembangunan
ekonomi yang berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka pemerintah akan mengambil
serangkaian tindakan kebijaksanaan untuk menstabilkan kembali situasi perekonomian tersebut.

4

Diantaranya adalah kebijaksanaan moneter. Dalam kebijaksanaan moneter lembaga yang paling
berwenang mengambil langkah kebijaksanaan yang diambil adalah Bank Sentral.
Cara yang ditempuh bisa melalui operasi pasar terbuka, politik diskonto, cadangan
minimum atau perkreditan yang dapat mempengaruhi jumlah uang yang beredar. Ada beberapa
perbedaan pendapat mengenai bagaimana uang mempengaruhi perekonomian serta bagaimana
mekanisme transmisi (jalur pengaruh) perubahan jumlah uang beredar.

1.

Jalur biaya modal (The Cost of Capital Channel)

2.

Jalur kekayaan (Wealth Channel)

3.

Jalur harga relatif (Teori Portofolio)

4.

Jalur langsung (Teori Monetarist)
Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada

instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing
dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan
likuiditas.

Dengan kata lain, kebijakan moneter adalah proses di mana pemerintah, bank sentral,
atau otoritas moneter suatu negara kontrol supplay: uang, ketersediaan uang, dan biaya uang atau
suku bunga untuk mencapai menetapkan tujuan berorientasi pada pertumbuhan dan stabilitas
ekonomi.
Kebijakan Moneter bertumpu pada hubungan antara tingkat bunga dalam suatu
perekonomian, yaitu harga di mana uang yang bisa dipinjam, dan pasokan total uang. Kebijakan
moneter menggunakan berbagai alat untuk mengontrol salah satu atau kedua, untuk
mempengaruhi hasil seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar dengan mata uang lainnya
dan pengangguran.
Dimana mata uang adalah di bawah monopoli penerbitan, atau dimana ada sistem diatur
menerbitkan mata uang melalui bank-bank yang terkait dengan bank sentral, otoritas moneter
memiliki kemampuan untuk

mengubah jumlah uang beredar dan dengan demikian

mempengaruhi tingkat suku bunga untuk mencapai kebijakan gol. Serta otoritas moneter dapat
mempengaruhi pertumbuhan output untuk menyerap pengangguran dan mengendalikan laju
inflasi.
Dapat dipahami betapa pentingnya kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas peredaran
uang, jangan terlalu banyak dan jangan terlalu sedikit. Apabila terlalu banyak uang yang beredar

5

itangan masyarakat akan menimbulkan terlalu banayak permintaan didalam ekonomi.
Sebaliknya, terlalu sedikit uang yang dipegang masyarakat membuat rendahnya permintaan
didalam ekonomi yang menyebabkan rendahnya kegiatan produksi yang bias mengakibatkan
resesi ekonomi. Jadi stabilitas uang yang beredar berarti stabilitas ekonomi dan yang terakhir ini
mrupakan kondisi yang paling kritis untuk pertumbuhan output/ekonomi yang tinggi dan
berkelanjutan.
Untuk memahami efektifitas dari kebijakan moneter terhadap ekonomi Indonesia, perlu
terlebih dahulu dipahami empat hal pokok. Yakni :
1) Mekanisme kerja dari pasar uang atau bagaimana terjadinya permintaan dan penawaran uang
dan keseimbangan antara keduanya.
2) Faktor-faktor utama yang mempengaruhi permintaan dan penawaran uang.
3) Sistem moneter yang diterapkan diindonesia
4) Hubungan antara uang yang beredar di masyarakat dengan laju pertumbuhan ekonomi.
Ada tiga instrument utama yang digunakan untuk mengatur jumlah uang beredar: operasi
pasar terbuka (open market operation), fasilitas diskonto (discount rate), dan rasio cadangan
wajib (reserve requirement ratio). Di luar tiga instrument tersebut (yang merupakan kebijakan
moneter bersifat kuantitatf), pemerintah dapat melakukan imbauan moral (moral persuasion).
1) Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)

Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau
membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang
beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang
yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada
masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari
Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
Di Indonesia operasi pasar terbuka dilakukan dengan menjual atau membeli Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) . Jika ingin mengurangi jumlah uang
beredar, pemerintah menjual SBI dan atau SBPU. Melalui penjualan SBI/SBPU uang yang ada
dalam masyarakat ditarik, sehingga jumlah uang beredar berkurang. Biasanya penjualan

6

SBI/SBPU dilakukan bila jumlah uang beredar dianggap sudah mengganggu stabilitas
perekonomian.
2) Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat
bunga bank sentral pada bank umum. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah
menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi
membuat uang yang beredar berkurang.

Dalam kondisi tertentu, bank-bank mengalami kekurangan uang, sehingga mereka harus
meminjam kepada bank sentral. Kebutuhan ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk
mengurangi atau menambah jumlah uang beredar.
Bila pemerintah ingin menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah menurunkan tingkat
bunga pinjaman (tingkat diskonto). Dengan tingkat bunga pinjaman yang lebih murah, maka
keinginan bank-bank untuk meminjam uang dari bank sentral menjadi lebih besar, sehingga
jumlah uang beredar bertambah. Sebaliknya bila ingin menambah laju pertambahan jumlah uang
beredar, pemerintah menaikan bunga pinjaman. Hal ini akan mengurangi keinginan bank-bank
meminjam uang dari bank sentral, sehingga pertambahan jumlah uang beredar dapat ditekan.
3) Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah
dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang,
pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar,
pemerintah menaikkan rasio.
Penetapan rasio cadangan wajib juga dapat mengubah jumlah uang beredar, jika rasio
cadangan wajib diperbesar, maka kemampuan bank memberikan kredit akan lebih kecil
dibanding sebelumnya. Misalnya, jika rasio cadangan wajib mulanya hanya 10%, maka untuk
setiap unit deposito yang diterima, perbankan dapat mengalirkan pinjaman sebesar 90% dari
deposito yang diterima perbankan. Dengan demikian angka multiplier uang dari sistem
perbankan adalah 10.
Bila rasio cadangan wajib diperbesar menjadi 20%, maka untuk setiap unit deposito yang
diterima, sistem perbankan hanya dapat menyalurkan kredit sebesar 80%. Angka multiplikasi
7

uang dari sistem perbankan menurun menjadi 5, dengan demikian jumlah uang beredar di
masyarakat akan berkurang. Sebaliknya yang terjadi bila pemerintah menurunkan rasio cadangan
wajib. Sebab penurunan rasio tersebut akan memperbesar angka multiplikasi uang, yang berarti
akan meningkatkan jumlah uang beredar.
Untuk pertama kalinya sejak Pakto 1988 Bank Indonesia menggunakan rasio cadangan wajib
guna mengerem pertumbuhan besar-besaran moneter yang masih tinggi, yaitu dengan
menetapkan rasio menjadi 3% pada Februari 1996 (ketentuan sebelumnya menurut Pakto 1988
adalah 2%). Sejak April 1997 besarnya rasio cadangan wajib adalah 5%.
4) Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan
jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan
pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang
beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak
jumlah uang beredar pada perekonomian. Dengan imbauan moral, otoritas moneter mencoba
mengarahkan atau mengendalikan jumlah uang yang beredar.

2.2 Pengertian Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mengelola
atau mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau diinginkan dengan cara
mengubah-ubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Jadi, kebijakan fiskal mempunyai
tujuan yang sama persis dengan kebijakan moneter. Perbedaannya terletak pada instrumen
kebijakannya. Jika dalam kebijakan moneter pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar,
maka dalam kebijakan fiskal pemerintah mengendalikan penerimaan dan pengeluarannya.
Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar,
namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi.
Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan
dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli
masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
8

Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan
ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah.
Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men-stabilkan
perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen
utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak.
Perubahan tingkat dan komposisi pajak serta pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi
variabel-variabel berikut:
a) Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi
b) Pola persebaran sumber daya
c) Distribusi pendapat
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang
berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan
berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan
meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak
akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan anggaran/politik anggaran sebagai berikut:
a.

Anggaran defisit (deficit budget) kebijakan fiskal ekspansi

Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari
pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik
digunakan jika keadaan ekonomi sedang resesif.
b. Anggaran surplus (surplus budget) kebijakan fiskal kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar
daripada

pengeluarannya.

Sebaliknya,

politik

anggaran

surplus

dilaksanakan

ketika

perekonomian pada kondisi yang ekspansi mulai memanas (overheating) untuk menurunkan
tekananan permintaan.
c.

Anggaran berimbang (balanced budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan

pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang, yaitu terjadinya kepastian anggaran serta
meningkatkan disiplin.
9

Perubahan dalam tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat
berdampak pada variabel-variabel berikut dalam perekonomian:
a)

Aggregate demand and the level of economic activity (Permintaan agregat dan tingkat
kegiatan ekonomi).

b) The pattern of resource allocation (Pola alokasi sumber daya).
c) The distribution of income (Distribusi pendapatan).

Kebijakan fiskal mengacu pada efek keseluruhan hasil anggaran pada kegiatan ekonomi.
Sikap yang tiga kemungkinan kebijakan fiskal yang netral, ekspansif, dan kontraktif:
1) Sikap Netral
Sebuah sikap netral menyiratkan kebijakan fiskal anggaran berimbang di mana G = T
(Pemerintah pengeluaran = Pajak pendapatan). Pengeluaran pemerintah sepenuhnya didanai
oleh penerimaan pajak dan hasil keseluruhan anggaran memiliki efek netral pada tingkat
kegiatan ekonomi.
2) Sikap Ekspansif
Sikap ekspansif kebijakan fiskal bersih melibatkan peningkatan pengeluaran pemerintah
(G> t) melalui pengeluaran pemerintah meningkat, penurunan pendapatan pajak, atau
kombinasi dari keduanya. Hal ini akan mengakibatkan defisit anggaran yang lebih besar
atau lebih kecil daripada surplus anggaran pemerintah sebelumnya, atau defisit jika
sebelumnya pemerintah memiliki anggaran berimbang. Ekspansioner kebijakan fiskal
biasanya berhubungan dengan defisit anggaran.
3) Sikap Kontraktif
Sikap kontraktif kebijakan fiskal (G