agama buddha dan ilmu ekonomi

KESEHATAN MENURUT PANDANGAN AGAMA BUDDHA
A Pengertian kesehatan
Kesehatan merupakan harta yang sangat berharga yang dimiliki manusia.
Konsep kesehatan itu sendiri adalah suatu keadaan dimana badan jasmani, mental
lingkungan dan segala sesuatu yang ada disekitarnya benar-benar terjadi suatu
keharmonisan.
Dalam kehidupannya yang suka mengganggu kehidupan orang lain, suka adu
domba, fitnah, menyeleweng dan menipu. Gejala tersebut merupakan unsure dari
pada kejiwaan yang tidak sehat, jiwa yang sehat akan menimbulkan jasmani yang
sehat pula. Berarti sehat merupakan suatu konsep dasar yang mudah dirasakan dan
diamati keadaannya. Misalnya orang yang tidak memiliki keluh kesah fisik
dipandang orang yang sehat secara mental. Kesehatan merupakan suatu keadaan
yang sehat, kebaikan badan jasmani, keadaan sehat jiwa, masyarakat kesehatan
jasmani bagi rakyat (KBBI, 2001. 1011). Menurut WHO (World Health
Organization) kesehatan merupakan suatu bentuk yang sangat luas dan keadaan
yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial, tidak hanya terbebas dari
penyakit, kelemahan atau merupaka suatu keadaan ideal dari segi biologis,
psikologis dan sosial.
B. Konsep Dasar Kesehatan
Manusia mengenal dirinya pada mulanya dari dimensi biologisnya dan
memanfaatkan anggota tubuhnya untuk memenuhi kebutuhannya, makan minum,

dan bekerja. Jadi tidak langka bila tubuh mengalami gangguan kesehatangnya
karena manusia belum merasa puas bila kebutuhannya belum tercukupi dan tidak
pernahmemperdulikan kesehatannya (terlalu bekerja keras, tidak ingat waktu).
Status kesehatan seseorang ataupun masyarakat sangat dipengaruhi oleh
lingkungan, sekalipun tidak tepat tetapi juga tidak salah, kesehatan lingkungan
sering diartikan sebagai kebersihan lingkungan. Kesehatan lingkungan seharusnya,
mencakup pula kebersihan perorangan, kebiasaan hidup dan semua dampak
hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan pertalian dengan
peningkatan derajat kesehatan atau pencegahan penyakit. Lingkungan yang bersih
adalah lingkungan yang sehat, jadi ini tergantung dari manusia dan masyarakat
dimana menjaga lingkungan yang bersih.

Setiap individu memiliki peranan dalam kehidupan baik dalam keluarga,
masyarakat dan sekolah. Seseorang yang mempunyai jasmani dan mental yang
sehat akan meras puas dengan perannya dalam lingkungannya tersebut, tetapi
sebaliknya seseorang tidak memiliki sehat jasmani dan mental yang sehat tidak
merasa terpuaskan dalam peranan-peranan tersebut, dan memang bila seseorang
tidak memiliki badan jasmani dan mental yang kuat tidak bisa beraktifitas dengan
baik.
C. Pendekatan Kesehatan Menurut Agama Buddha

Manusia merupakan satu kesatuan dari unsure jasmani dan rohani, mengenai
pemahaman yang benar terhadap tubuh yang rapuh yang merupakan sarang suatu
penyakit yang justru akan mendorong agar manusia memperhatikan perawatan
tbuhnya dengan baik. “Perhatikanlah tubuh yang indah ini, penuh penyakit, terdiri
dari tulang blulang, lemah dan perlu banyak perawatan, keadaan tidak kekal serta
tidak tetap” (Dhp. XI. 147). Perilaku yang bersih dan sehat akan menghasilkan
lingkungan yang bersih dan sehat pula, begitu pula sebaliknya lingkungan yang
bersih dan sehatakan mendorong perilaku yang bersih dan sehat pula, walaupun
diri sendiri merupakan factor utama dalam menciptakan keadaan yang sehat.
Salah satu hal yang sangat penting dalam pribadi seseorang adalah ksehatan
mental, yaitu kondisi mental yang tidak sakit. Buddha Dhamma berperan besar
dalam memecahkan kesulitan para ahli tentang kesehatan mental, Buddha
menunjukkan bahwa setiap orang secara terus-menerus mendengarkan suatu suara
dalam dirinya dan menafsirkan apa yang sedang dirasakannya. Tindakan ini
merupakan tindakan untuk menenangkan diriterhadap prasangka, kegelisahan dan
ketakutan. “melenyapkan kegelisahan, dan kekawatiran maka akan terbebas dari
perasaan tegang, dengan pikiran tenang, mensucikan batinnya dari kegelisahan dan
kekawatiran. Ia melenyapkan keragu-raguan, ia hidup bagaikan orang yang telah
terbebas dari kekacauan batin dan batinnya berada dalam kebaikan, ia mensucikan
batinnya dari keragu-raguan” (D.III.XIV.25).

“Sehat adalah anugerah tertinggi, nibbana adalah kebahagiaan tertinggi”
(M.II.VII.65). nibbana adalah tujuan tertinggi umat Buddha, sedangkan sakit, usia
tua, kematian sebagai cirri dari penderitaan merupakan prosestak terelakkan yang
penuh makna dan hikmah dalam perjalanan mencapai tujuan tertinggi. “Sungguh
bahagia hidup tanpa penyakit diantara orang-orang yang berpenyakit, diantara
orang-orang yang berpenyakit hidup tanpa penyakit” (Dhp. XV.198).jadi dalam hal

ini tidak bisa dikatakan bahwa tujuan agam adalah sebuah keadaan kesehatan
mental yang sempurna dan kebahagiaan sejati, tetpi selama manusia belum
melenyapkan dukkha dalam dirinya maka kesakitan mental akan berada dalam
dirinya bahkan dapat berkembang dengan cepat dan kedamaian nibbana belum
dapat dirasakan. Perlu diketahui bahwa tujuan dari Buddha mengajarkan dhamma
adalahuntuk kebahagiaan umat manusia dan memperoleh mental yang benar-benar
bebas dari penyakit apapun. Bhagava mengajarkan dhamma agar dhamma dapat
melenyapkan dukkha dari orang yang melaksanakannya (D.III.XIV.24).dukkha
merupakan kekacauan-kekacauan dan nibbana adalah keadaan yang teratur dan
sehat, tetapi umat Buddha adalah pengurangan serta pelenyapan dukkha dan
mencapai nibbana yaitu dengan pelaksanaan delapan jalan utama secara sempurna.
Kesehatan terapi buddhis menjadi suatu pedoman yang disebut dengan jalan
utama beruas delapan, yang merupakan terapi penolong dan terapi yang

sebenarnya, trapi ini mencangkup perilaku setiap hari dari disiplin mental serta
pengenalan terhadap teori filsafat Buddha Dhamma, terapi yang sebenarnya adalah
meditasi (Dhyana ) dalam terapi buddhis dalam melenyapkan kekacauan
mentalmemiliki beberapa kesamaan seperti teks wawancara dan diskusi, meditasi
mirip dengan tehnik terapi perilaku karena bagaimanapun terdapat beberapa aspek
meditasi yang merupakan keunggulan dalam terapi buddhis, hal yang penting
dalam meditasi adalah perhatian, sempurna dalam perilaku, suci dalam cara hidup,
sempurna dalam sila, terjaga dalam pintu indriya, memiliki perhatian murni dan
pengertian yang jelas. Terapi buddhis mengatakan bahwa penyebab tubuh ini
menjadi sakit dan sehat adalah karena adanya melalui perasaan jasmani (rasa sakit)
dan keadaan pikiran (emosi-emosi) yang mempengaruhinya. Dengan begitu apabila
tubuh ini ingin tetap sehat hendaknya menyadari segala bentuk-bentuk pikiran
emosi-emosi yang timbul dalam diri. Yang dimaksud dengan bentuk piiran yang
menyebabkan

penderitaan

karena

mempunyai


beberapa

hal

yaitu:

(1).

Keserakahan, (2). Harga diri yang terluka, (3). Iri hati, (4). Kebencian, (5).
Kekuatiran (Ruth walshe, alih bahasa upi. Ksantidewi, terapi secara buddhis).
D. Pengaruh Perkembangan Ilmu Kedokteran Terhadap Pola Hidup Manusia
Khidupan yang semakin maju baik dalam ilmu teknologi maupun kedokteran
yang semakin maju pesat terdapat atau mempunyai pengaruh yang dapat
mengembangkan pola hidup manusia yaitu:

-

untuk meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dibidang
kesehatan, meningkatkan mutu pemeriksaan yang terjamin terhadap penyakitpenyakit yang diderita, sehingga terbukti dan dapat dipertanggungjawabkan

hasil pemeriksaannya.

-

Dengan banyaknya peralatan dan fasilitas yang digunakan maka kana
meningkatkan pula mutu dari tenaga medis (Fahrul Rasyit, Tempo Tahun
1990:76, Murniyati, Rangkuman Agama Buddha dan disiplin ilmu I dn II
2003)

-

Semakin banyaknya penelitian-penelitian medis yang dilakukan secara
intensif maka akan mendorong didirikannya labolatorium kesehatan dengan
peralatan dan fasilitas yang lebih lengkap

-

Perkembangan ilmu kedokteran dapat meningkatkan mutu manusia secara
fisik (ilmu bedah dapat membantu manusia menutupi cacat fisik yang ada
pada dirinya) (Medika, 1992:59, Murniyati, Rangkuman Agama Buddha dan

Disiplin Ilmu I dan II 2003)

DAFTAR PUSTAKA

Daradjat Zakiah. 1989. Kesehatan Mental. Jakarta: CV. Haji Mas Agung.
Notosoedirjo Moeljono. 2001. Kesehatan Mental Konsep dan Penerapannya.
Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Sasanadhaja Pandita, Widya Surya. 2001. Dhammapada. Jakarta: Yayasan Abdi
Dhamma Indonesia.
Tim Penyusun. 2003. Pengetahuan Dharma. Jakarta: CV. Dewi Kayana Abadi
Wijaya Mukti Krisnananda. 2003. Berebut Kerja Berebut Surga. Jakarta: Yayasan
Dharma Pembangunan.

KLONING DALAM PANDANGAN AGAMA BUDDHA
Kloning berasal dari bahasa Inggris Clone yang berarti proses
pengembangbiakan sekelompok mahkluk hidup yang berasal dari satu induk
tanpa hubungan seksual. Teknologi cloning juga berhubungan dengan teknologi
trasgenitik yaitu penyisipan Gen dari makluk yang sama sekali berbeda.
Kelihatannya gagasan cloning bukan barang baru dalam agama Buddha. Kloning
yang dimaksud adalah produk tenaga batin (abbinna). Kemampuan tenaga batin

lain misalnya membuat diri tidak terlihat, menyalin rupa, menciptakan harimau
jadi-jadian, menembus tanah, berjalan diatas air, membaca pikiran orang lain dan
mengingat tumimbal lahir yang terdahulu (D. III. 281).
Kloning yang menjadi isu sekarang adalah suatu teknik membiakkan
mahkluk baru secara seksual atau tanpa pembuahan dengan memakai sel dewasa.
Hasilnya berupa sekelompok organisme yang satu sama lain secara genetic
identik. Segi teori tumimbal lahir, reproduksi semacam ini dimungkinkan terjadi.
Apa yang disebut nyawa dalam bahasa konvensional atau dalam terminology
Buddhis adalah Patisandhi Gandhabba dijagat raya ini tidak terhitung jumlahnya
dan akan muncul menjadi mahkluk baru dengan mendapatkan unsure jasmani
yang tepat untuknya. Agama Buddha tidak mengenal kekuatan luar yang
menentukan nasib dan kelahiran seseorang., tetapi karma masing-masing yang
menentukan. Tentu saja ada karma perorangan dan ada karma bersama. Unsur
jasmani yang diperlukan oleh suatu makhluk baru berasal dari orang tua atau
induknya (dengan daya tarik dan pertalian karma yang sama). Kemampuan
membelah atau memperbanyak sel dan tumbuh berkembang tidak hanya dimiliki
oleh unsure seks, tetapi juga ditemukan pada unsure jasmani lainnya. Karena itu
cara kelahirannya tidak selalu harus melalui pembuahan.
Bila cloning manusia berhasil dilakukan, maka carapembuahan adalah
tidak sesuai dengan ajaran agama Buddha. Dimana dalam pelaksanaan prosesnya

banyak terjadi pembunuhan embrio yang sudah merupakan makhluk hidup baru
dalam Mahatanhasankaya Sutta; Embrio terjadi karena penggabungan tiga hal,
yaitu:
1. Adanya pertemuan ayah dan ibu
2. Ibu dalam masa subur
3. Adanya makhluk yang siap lahir (M. I. 259)

Adanya manusia itu merupakan keturunan atau hasil perkawinan dari
ayah dan ibu. Kloning manusia dapat merusak tatanan lembaga perkawinan,
karena tidak memerlukan ayah dan ibu. Tanpa adanya perkawinan seseorang
dapat memiliki anak, tidak peduli orang itu pria atau wanita. Cinta kasih atau
kasih saying ibu dan ayah akan tidak ada lagi atau tatanan keluarga akan menjadi
hilang. Disamping itu pasangan homo maupun lesbian akan mendapat kebebasan
sebab mereka dapat memiliki anak dari mereka sendiri.
Ketika masih embrio bila dideteksi cacat maka mereka mudah diganti
oleh embrio yang baru, maka pembunuhan telah terjadi. Hal ini menunjukkan
penyimpangan, merugikan dan membahayakan manusia. Dengan demikian
cloning manusia bertentangan dengan ajaran agama Buddha, karena dalam proses
pelaksanaanya memungkinkan terjadinya suatu pembunuhan terhadap embrio
(makhluk baru) dan hal ini akan bertentangan dengan pancasila Buddhis yakni

sila pertama.

EUTHANASIA
Istilah euthanasia berasal dari bahas Yunani “EU” artinya normal atau
baik dan “thanatos” yang artinya mati secara baik dan mudah tanpa penderitaan.
Jadi Euthanasia adalah tindakan menghilangkan nyawa seseorang pasien yang
tidak mempunyai harapan hidup atau pasien yang mengalami penderitaan luar
biasa dan tidak tertahan lagi.
Latar belakang timbulnya euthanasia yang bervariasi jenis usahanya yang
biasa bermacam-macam mengakibatkan euthanasia dapat dibagi dalam tiga
kelompok yaitu:
1. Voluntary Euthanasia (Euthanasia Sukarela)
Terjadi atas permintaansendiri pasien meminta kepada dokter untuk
menghentikan perawatan yang memperpanjang hidupnya tanpa adanya
kemungkinan sembuh. Pada kondisi itu pasien hanya bisa hidup dengan
pertolongan alat-alat kehidupan muktahkir. Jadi ketergantungan pasien pada
alat tersebut, dengan kata lain jika alat tersebut dilepaskan pasien akan
meninggal.
2. Non Voluntary Euthanasia (Euthanasia diandaikan)
Merupakan kematianyang diusulkan, karena pasien tidak sadar. Disini

individu diandaikan akan memilih meninggal, jika ia dapat menyatakan
keinginan.

3. Ivoluntary Euthanasia (Euthanasia dipaksakan)
Merupakan pembunuhan pada pasien sadar tidak diminta persetujuan
terjadi atas inisiatif sendiri yang memberikan suntikan dengan dosis
mematikan tanpa permintaan pasien.
Euthanasia yang diandaikan maupun dipaksakan tidak dapat dibenarkan
dengan alas an-alasan otonomi. Karena pada kondisi demikian pasien tidak dapat
sama sekali menggunakan otonominya sehingga harus diambil orang lain.
Euthanasia versi pertama ini terjadi apabila pasien masih sadar dan mengerti
penjelasan dokter tentang keadaan penyakitnya. Dokter menjelaskan dengan
sejujurnya tentang keadaan penyakit pasien serta keterbatasan dokter untuk
menolongnya. Dokter harus mengaku dengan jujur bahwa dia tidak mampu
menyembuhkan penyakit sang pasien sehingga memperlama perawatan. Sama
saja meperpanjang penderitaan dan membengkaknya biaya perawatan pasien.
Euthanasia versi kedua dan ketiga merupakan inisiatif dokter mungkin
murni tetapi kemungkinan juga inisiatif dari keluarga pasien. Umumnya dokter
belum berani mengambil inisiatif sendiri tanpa persetujuan keluarga pasien. Latar
belakang dari inisiatif dari keluarga pasien ini juga bisabermacam-macam,
mungkin juga bisa karena tidak tahan melihat pasien yang terlalu menderita
sedangkan untuk kemungkinan sembuhmenurut dokter sangat sulit dan juga
menghindari membengkaknya biaya perawatan.
Penjelasan di atas dikatakan

bahwa euthanasia merupakan tindakan

bunuh diri dengan bantuan dokter untuk mengurangi penderitaan. Euthanasia
biasa dibedakan menjadi dua jenis yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif.
Euthanasia aktif apabila dokter memberikan pengobatan kepada seorang pasien
tanpa persetujuan pasien maupun keluarganya. Sedangkan euthanasia pasif
adalah menhentikan perawatan yang tidak beguna lagi untuk memperpanjang
kehidupan pasien. Sahepaty (1989) mengemukakan euthanasia pasif adalah
tindakan dokter melepas pasien

atau angkat tangan sehubungan dengan

ketidakmampuannya menyembuhkan jenis penyakit yang di derita pasien, dalam
keadaan demikian biasanya pasien di bawa pulang ke rumah dan meninggal dunia
di rumah.
* PELAKSANAAN EUTHANASIA
Tindakan euthanasia tidak selalu atas inisiatif dokter, tetapi juga oleh
pasien dan keluarga dekat, karena keadaan penyakit pasien yang benar-benar

tidak bisssa disembuhkan lagi serta hal itu hanya dapat diputuskan oleh dokter
ahli penyakit yang diderita pasien.
Boleh tidaknya seorang dokter tergantung pada melakukan atau
membiarkan terjadinya euthanasia tergantung pada hukum di Negara yang
bersangkutan ddan tidak melihat assal usul munculnya tindakan euthanasia
tersebut. Contoh kasus euthanasia yang dilakukan oleh seorang dokter wanita dari
negeri Belanda pada tahun 1973. Dokter wanita telah mengakhiri hidup ibunya
yang sudah tidak bisa disembuhkan lagi. Untuk mempertanggung jawabkan
perbuatannya tersebut dokter itu di ajukan di pengadilan dengan tuduhan
melakukan pembunuhan. Di pengadilan tingkat renddah, dinyatakan terbukti
melakukan tindakan pembunuhan, akan tetapi ssang dokter tidak mau menerima
bahwa ia bersalah, karena tindakan tersebut semata-mata dilakukan karena belas
kasihan terhadap ibunya. Di pengadilan banding, wanita itu akhirnya dibebaskan.
Sejak adanya kasus dokter tersebut, berkembanglah pendapat pro dan
kontra euthanasia di Belanda. Akhirnya belakangan ini euthanasia bisa di terima
di Belanda dengan persyaratan yang cukup ketat, yaitu:
a. Pasien tidak bisa disembuhkan secara medis
b. Penderitaan fisik dan psikis tidak tertahankan lagi oleh pasien
c. Pasien harus membuat pernyataan tertulis bahwa ia lebih menyukai kematian
d. Saat kematian pasien memuat ketentuan medis sebenarnya sudah dalam
proses berlangsung (dibuktikan oleh dokter ahli).
Hukum pasif di saat ini yang berlaku di Indonesia pelaku euthanasia
dapat terkenal passal 338, 340 dan 359 KUHP yang menyatakan bahwa:
a. Mengakhiri kehidupan orang lain atas permintaan yang jelas dan sungguhsungguh.
b. Membantu orang lain mengakhiri kehidupannya atau menyediakan
sarananya.
c. Mendorong orang lain mengakhiri kehidupannya.
* EUTHANASIA DALAM PANDANGAN AGAMA BUDDHA
Secara umum dan etika, euthanasia tidak diperbolehkan, begitu pula
menurut ajaran sang Buddha. Bagaimanapun penderitaan yang di alami pasien
karena penyakitnya, menginginkan euthanasia dan apapun alasannya tindakan
seorang dokter untuk melakukan euthanasia demi pasiennya tetap melanggar sila

pertama pancasila Buddhis, yaitu tekad untuk menghindari pembunuhan makhluk
hidup “manusia seharudnya tidak menghancurkan kehidupan” (Sn. II. 400)
Agama Buddha ssangat menghargai kehidupan hal ini menyatakan dalam
Karaniyametta sutta “yang telah lahir ataupun yang dilahirkan harus kita kasihi
dan kita bertekad untuk menghindari segala bentuk pembunuhan”.
Tindakan untuk menghentikan rasa sakit dengan cara mempercepat
datangnya kematian itu adalah pembunuhan, maka tindakan mempercepat proses
kematian dari seorang pasien juga dapat dikatakan sebagai suatu tindakan
pembunuhan. Meletakkan segala kekerasan, berhenti membunuh makhluk hidup
apapun, berhenti menyebabkan orang lain membunuh makhluk apapun, inilah
arti dBrahmana (Sn. II. 9629). Buddha mengatakan kematian tidaklah mengakhiri
penderitaan, kematian justru merupakan salah satu bentuk penderitaan, karena
kematian akan berlanjut dengan kelahiran kembali, suatu perbuatan dapat
dikatakan sebagai pembunuhan apabila apabila memenuhi lima syarat, yaitu:
a. Adanya makhluk hidup
b. Mengetahui bahwa makhluk itu hidup
c. Ada kehendak untuk melakukan pembunuhan
Pada dasarnya setiap orang yang akan meninggal selalu menginginkan
suatu yang damai dalam hatinya, oleh karena itu da beberapa cara yang dapat
dilakukan oleh seseorang agar tidak menghadapi kematian dengan tenang, yaitu:
1. Melakukan perenungan terhadap kematian
2. Melepaskan kemelekatan
3. Meyakini hukum karma
4. Memiliki bekal karma baik (Mettadewi. 2001: 19-23)
Buddha mengajarkan kepada kita tentang cinta kasih yang hendaknya
kita pancarkan kepada semua makhluk hidup demikian juga dengan pasien yang
selalu menderita karena penyakit yang di deritanya. Hendaknya juga harus
dirawat dengan tindakan cinta kasih dan diberikan suatu dorongan semangat
sehingga dalam hatinya tidak akan muncul suatu ketakutan “Perbuatan jasmani
yang sesuai dhamma yaitu seseorang meninggalkan pembunuhan makhluk hidup,
dengan membuang tongkat dan senapan, lemah lembut dan penyayang ia hidup
dengan cinta kasih terhadap semua makhluk” (M. I. 41)

Narkotika Dan Psikoterapi
1. Pengertian Narkotika dan Psikoterapi
Narkotika adalah suatu zat atau bahan yang mempunyai efek kerja tertentu
serta menimbulkan gejala-gejala fisik dan psikis bagi pemakai dan lamakelamaan akan menimbulkan ketergantungan bagi pemakai kepada bahan
narkotika tersebut sehingga pemakai akan selalu membutuhkannya. Menurut UU
No. 22 Tahun 1997 Pasal 1, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintetis ataupun semi sintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Menurut UU No. 5 Tahun 1997 Pasal1, Psikoterapi adalah zat atau obat,
baik alamaiah atau sintesis bukan narkotika, yang bersifat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan pada
aktivitas mental dan perilaku.
2. Penggolongan Narkotika dan Psikoterapi
Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika, ada tiga golongan
berdasarkan tinggi rendahnya potensi yang dapat menimbulkan ketergantungan,
yaitu:
a. Narkotika golongan 1 yaitu narkotika yang dapat digunakan untuk tujuan
perkembangan ilmu pengetahuan, bukan untuk digunakan dalam terapi karena
potensinya sangat tinggi dan mengakibatkan ketergantungan. Diantaranya:
Opium mentah, Opium masak, tanaman koka (Geneus Erythroxloncoca) dan
ganja.
b. Narkotika golongan II yaitu narkotika yang digunakan untuk pengobatan,
namun merupakan pemilihan terakhir, bisa digunakan untuk terapi atau
bertujuan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan memiliki potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Diantaranya: Morfin (berasal dari tanaman
papaversomiferum L, morfin berupa serbuk putih yang bisa digunakan untuk
menghilangkan rasa nyeri sepewri pada penderita kanker atau pada operasi),
fentanil, egonina, petinida dan berikut garam-garamnya.
c. Narkotika golongan III yaitu narkotika yang digunakan untuk pengobatan atau
terapidan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan

mengakibatkan ketergantungan. Diantaranya: Kodein (sintesa dari morfin,
namun bersifat lebih ringan) Etil morfin, Dihidrokodlin dan berikut garamgaramnya.
Berdasarkan UU. No. 5 Tahun 1997 tentang psikoterapika, ada empat
penggolongan psikoterapika, yaitu:
a. Psikoterapi golongan I yaitu psiloterapi yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan ilmu pengatuhuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai
potensi

sangat

kuat

mengakibatkan

ketergantungan.

Diantaranya:

Brolamfetamina, etisiklinida, etriptamina dan katinona.
b. Psikoterapika golongan II yaitu Psikoterapika yang berkhasiat untuk
pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatakan ketergantungan.
Diantaranya: Amfetamina, fenetilina, rasemat, metamfetamina dan zipepprol.
c. Psikoterapika golongan III yaitu psikoterapika yang berkhasiat untuk
pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan ketergantungan.
Diantaranya: Amobarbital, buprenorfina, butalbital dan katina.
d. Psikoterapi golongan IV yaitu psikoterapika yang berkhasiat untuk pengobatan
dan dapat digunakan dalam terapi atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Diantaranya:
Alprazolam, amfepramona, aminorex, barbital dan etinamat.
Selain psikoterapika golongan I, II, III dan IV masih terdapat psikoterapika
lainnya yang tidak mempunyai potensi ketergantungan tetapi digolongankan
sebagai obat keras. Oleh karena itu pengaturan, pembinaan dan pengawasannya
tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang obat keras.
3. Sebab terjadinya penyalahgunaan narkotika dan psikoterapika
Penyalahgunaan narkotika dan psikoterapika yang terjadi sangat relative
dan bermacam alas an. Hal ini lebih banyak terjadi pada kalangan generasi muda.
Saat ini banyak pemakai dan pengedar narkotika dan psikoterapika yang mulai
masuk kalangan pelajar dan mahasiswa, bahkan dikalangan dasar. Padahal
penggunaan narkotika dan psikoterapika secara berlebihan dapat menyebabkan
kemerosotan pada diri pemakai.
Generasi

muda

(remaja)

yang

masih

dalam

pertumbuhan

dan

perkembangan akan merasa harmonis, gembira, produktif apabila semua kebutuhan
tidak terpenuhi dengan cukup maka generasi muda akan mengalami kekecewaan,

tidak puas dan akan frustasi yang pada akhirnya akan mengganggu pertumbuhan
dan perkembangannya. Dengan demikian setiap tingkah laku remaja selalu
berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai.
Pemakai pengedar narkotika dan psikoterapika mempunyai beberapa alasan
dalam menggunakan atau mengedarkan narkotika dan psikoterapika. Kalangan
pengedar melakukannya dengan alasan adanya desakan perekonomian yang kurang
baik dalam keluarga, sehingga mereka menggunakan jalan mengendarkan
narkotika dan psikoterapika untuk memperoleh keuntungan yang lebih untuk
menutupi kebutuhan keluarga.
Buddha mengajarkan kepada para siswanya tentang adanya enam saluran
untuk penghamburan kekayaan yaitu: ketagihan akan minum-minuman keras,
sering keluyuran di jalan pada waktu yang tidak pantas, mengejar tempat-tempat
hiburan, gemar berjudi, mempunyai pergaulan yang tidak baik atau salah dalam
memilih teman dan mempunyai kebiasaan menganggur (D.III.180-193).
4. Gejala-gejala pada korban narkotika dan psikoterapika
Gejala-gejala dini korban ketergantungan narkotika dan psikoterapika
antara lain:
a.

Adanya perubahan kebiasaan dan tingkah laku sehari-hari seperti
kehilangan minat bergaul, olah raga, mengendornya disiplin pribadi, suka
menyendiri, mudah tersinggung dan marah, suka berbuat curang dan tidak jujur
sering menghindari dari perhatian, orang banyak, selalu berhubungan dengan
orang-orang itu saja.

b.

Menurunnya prestasi di sekolah atau kantor

c.

Disiplin kerja mulai luntur

d.

Ditemukannya barang-barang atau alat-alat obat tertentu, seperti alat
penghisap, skuit injeksi, ipetetes, pipet plastic, alumunium foil, amplop-amplop
atau bungkusan yang berisi serbuk (DEPKES, 1996:6)

5. Akibat Dari Penyalahgunaan Narkotika Dan Psikotropika
Beberapa akibat dari penyalahgunaan narkotika dan psikotrapikadapat
dilihat dari beberapa aspek yaitu:
a.

aspek jasmani dan mental meliputi kelainan pada otak, rasa panic,
merubah pola hidup individu dan menimbulkan ketidakstabilan emosi.

b.

Aspek psikologis meliputi timbulnya halusinasi visual, denyut jantung
yang bertambah cepat, berbicara dan tertawa yang tidak terkontrol, hilangnya

persepsi waktu, kesadaran merubah seakan-akan mimpi, menurunnya fungsi
paru-paru dan akan menyebabkan kematian.
c.

Aspek ketahanan dan keamanaqn meliputi banyaknya tindakan tindakan
pencurian, perampokan, kenakalan remaja, kebrutalan serta semua yang
berkenaan dengan adanya tindakan criminal.

d.

Aspek sekolah dan keluarga meliputi banyaknya pergaulan yang kurang
baik, perkelahian atau tawuran pelajar, timbulnya pencurian dan kekerasan,
kurangnya keharmonisan dalam keluarga, putusnya hubungan dalam
keluarga.
Berkenaan dengan akibat dari penyalahgunaan narkotika dan psikotropika,

sang Buddha telash mengajarkan kepada siswanya tentang adanya enam akibat
buruk darikegemaran akan minum minuman keras yaitu: kehilangan harta dengan
cepat, menambah adanya pertengkaran, mudah terkena penyakit, memperoleh
nama buruk, menunjukkan rasa tidak kenal malu dan dapat melemahkan daya
kecerdasan (D.iii.180-193)
* Penanggulangan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika
1. Pihak orang tua
orang

tua

dan

anggota

keluarga

sangat

berperan

dalam

penanggulangan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika. Keluarga dalam
mengendalikan serta mendidik anggota keluarganya akan bahaya dari
ketergantungan narkotika dan psikotropika. Ada beberapa langkah yang dapat
dilakukan untuk mencengahterjadinya penyalahgunaan narkotika dan
psikotropika oleh pihak orang tua yaitu:
a. Menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan dalam rumah
sehingga anak betah tnggal dirumah.
b. Biasakan membicarakan kegiatan yang dilakukan setiap saat.
c. Menjelaskan secara gambling kepada anak seputar narkotika dan
psikotropika dan bahaya yang akan timbul apabila ketergantungan
terhadap narkotika dan psikotropika.
d. Tanamkan kesadaran dan pemahaman akan pentingnya kesehatan fisik
dan kehidupan yang bebas dari narkotika dan psikotropika.
e. Dari kecil tanamkan kesadaran akan percaya diri, dan sikap mampu
menyelesaikan masalah sendiri.

f. Mengamati perkembangan dan tingkah laku, tanpa menaruh rasa
curiga (jangan sampai anak diperlakukan seperti penjahat yang perlu
diawasi).
g. Biasakan untuk mengenal temannya dan menjadikannya teman dalam
keluarga.
h. Mendekati anak dengan kasih saying dan kelembutan serta mencari
tahu seberapa jauh anak terlibat narkotika dan psikotropika.
i. Berikan infornasi alternative penyembuhan terhadap anak.
j. Usaha untuk menyembuhkan harus dilakukan dengan partisipasi
seluruh

keluarga

dan

niat

anak

untuk

sembuh

(DEKDIKNAS,1999:39-40)
2. Pihak instansi pendidikan
instansi pendidikan dapat menggunakan beberapa cara dalam
menangani penyalahgunaan narkotika dan psikotropika. Langkah-langkah
yang ditempuh oleh pihak sekolah antara lain:
a. Membentuk suatu tim yang terdiri dari para pendidik, siswa, orang
tua, aparat penegak hukum, dan penagdilan remaja dan pemuka
masyarakat untuk mengembangkan rencana pembentukan keamanan
sekolah dari adanya obat-obat terlarang.
b. Mengembangkan rencana keamanan sekolah yang didasarkan
padapenelitian permasalahan dan sumber daya serta peninjauan
strategi peratuaran.
c. Mengupayakan setiap siswa siswi terlibat dalam suatu kegiatan yang
menantang.hal ini dimaksudkan untuk memperkecil kesempatan siswa
siswi terlibatpenyalahgunaan narkotika dan psikotropika.
d. Bekerja dengan aparat penegak hukum dan instansi yang menangani
peradilan remaja dan membuat laporan tentang pelanggaran
membawa jenis jenis obat terlarang dan pidana yang lain.
e. Segera mengambil tindakan apabila terdapat laporan tentang
penggunaan dan perdagangan obat obatan terlarang.
f. Mendorong aparat sekolah untuk menghormati sesame dan para siswa
serta berperan sebagai teladan.
g. Melakukan kegiatan operasi operasi pada siswa terutama pada waktu
siswa masih berada dalam kelas.

h. Mengadakan penyuluhan penyuluhan tentang bahaya dari narkotika
dan psikotrapika.
i. Mendorong siswa siswi untuk berperan aktif dalam penanggulangn
penyalahgunaan obat obat terlarang (DEPDIKNAS,2002:32-33).
3. Pihak kepolisian
Pihak kepolisian dalam menaggulangi penyalahgunaan obat obat
terlarang menggunakan berbagai cara antara lain:
a. Banyaknya kegiatan operasi atau razia dijalan-jalan, instansi pemerintah
dan tempat tempat pendidikan.
b. Mengadakan penyauluhan tentang bahaya dari penyalahgunaan narkotika
dan psikotrapika.
c. Mengadakan operasi pada hotel hotel, tempat tempat hiburan, seperti bar,
club malam, tempat tempat panti pijat dan tempat remang remang.
4. Pihak pemerintah
Berkenaan dengan penggunaan, pengedaran dan penyalahgunaan
narkotika dan psikotropika maka pemerintah telah berupaya untuk mengatur
dan menaggulangi nasalah ini dengan mengeluarkan Undang Undang. Yaitu
UU no.22 tahun 1997 tentang narkotika dan UU No. 5 tahun 1997 tentang
psikotropika. Didalam UU ini terdapat berbagai macamcara penyaluran,
pemakaian, dan hukuman hukuman yang akan diberikan baik pidana atau
denda bagi mereka yang melanggar ketentuan yang ada.
Ada beberapa larangan yang dikeluarkan pemerintahberkenaan
dengan narkotika dan psikotropika yaitu:
1. dilarang menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki,
menyimpan, atau menguasai obat obatan terlarang.
2. dilarang secara tanpa hak memproduksi, mengolah, meracik, atau
menyediakan obat obatan terlarang.
3. dilarang secara tanpa hak memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau
persediaan, dan akan menguasai obat obatan terlarang.
4. dilarang tanpa hak mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual,
menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara
dalam jual beli atau menukar obat obatan terlarang.
5. dilarang tanpa hak menggunakan atau memberikan obat oabt terlarang untuk
digunakan orang lain.
6. dilarang tanpa hak mengggunakan obat obatan terlarang bagi dirinya sendiri.

7. dilarang tanpa hak membawa, mengirim, mengangkut dan menstransito obat
obatan terlarang.
Selain larangan larangan serta peraturan peratuaran pemerintah dan UU yang
telah ditetapkan ada beberapa cara penanggulangan penyalahgunaan narkotika
dan psikotropika, seperti adanya tindakan preventif dan reprentif ( pencegahan
dan tindakan)
1. tindakan preventif
merupakan

upaya

pencegahan

terjadinya

penyalahgunaan

narkotika,

psikotropika, obat keras dan minum minuman keras. Pencegahan ini melalui
beberapajalur seperti jalur pendidikan baik secara formal maupun non formal,
jalur sosial yaitu dengan adanya perbaikan sosial dengan meningkatkan kegiatan
remaj (kesenian, olahraga, seni dan lain lain), jalur hukum dengan
memperketatpengawasan pengedaran obat, narkotika, psikotropika dan minuman
keras serta melakukan tindakan tegas terhadap para penyelundup, pemakai dan
pengedarnya.
2. tindakan reprensif
tindakan yang dilakukan antara lain tindakan pemberantasan penyelundupan dan
mengkonsumsi serta perawatan dan rehabilitasi terhadap korban narkotika dan
psikotropika, mengadakan kerja sama dengan Negara Negara lain dalam
pelaksanaan pemberantasan narkotika dan psikotropika, mengadakan operasi
operasi yang rutin.
D. penanggulangan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika menurut
pandangan agama Buddha.
Penggunaan dan peredaran obat obatan terlarang memang sangat
berbahaya

bagi

kelangsungan

hidup

manusia.

Sang

Buddha

menggolongkan obat obatan terlarang kedalam bagian makanan atau
minuman yang dapat menyebabkan hilangnya kesadaran dan ketagihan.
Didalam pancasila buddhis sudah dijelaskan bahwa umat Buddha
bertekad untuk menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan
mabuk dan ketagihan. Selain itu dalam sigalovada sutta sang
buddhamenjelaskan bahwa kekerasan tidak berdiri sendiri namun
berkaitan dengan tindakan kejahatan lainnya.sang Buddha menganjurkan
siswanya untuk mematuhi lima sila, mengingat pelanggaran terhadap satu
sila juga akan menyebabkan pelanggaran sila lainnya, dan tindakan
kekerasan biasanya menyertai tindakan pelanggaran sila, pancasila

buddhis yang harus dihindari adalah tidak: “membunuh, mencuri, berzina,
berdusta, makan minum yang memabukkan” (D.iii.180-193).
Sang Buddha juga menyarankan siswa siswanya agar tidak bergaul
dengan orang orang dungu. Seperti yang dijelaskan sang Buddha dalam
sutta nipata;
“tidak bergaul dengan si dungu, bergaul dengan orang yang bijaksana dan
menghormati itulah berkah termulia”. “menjauhi dan tidakmelakukan
kejahatan, menghindari minum minuman keras yang memabukkan dan
mengakibatkan ketagihan, tekun mengamalkan dharma itulah berkah yang
mulia” (Sn.ii.4)
sehubungan dengan moralitas atau perbuatan yang sesuai dengan sila,
sang Buddha memberikan nasihat kepada rahula yang juga merupakan
nasihat sang Buddha bagi umat Buddha dimanapun dan kapanpun berada:
“jika ada suatu perbuatan, rahula, yang ingin kamu lakukan,
bayangkanlah demikian: apakah perbuastan ini mengakibatkankerugian
saya, maupun orang lain, atau keduanya? Lalu adakah perbuatan buruk ini
membawapenderitaan. Perbuatan semacam ini harus kamu hindari”.
“ jika ada suatub perbuatan, rahula, yang hendak kamu lakukan,
bayangkanlah demikian: apakah perbuatan ini mengakibatkan kerugian
saya maupun orang lain atau keduanya? Lalu adakah perbuatan ini
membawa kebahagiaan. Perbuatan semacam ini harus kamu lakukan
berulang ulang” (Sn.ii.11).
orang tua wajib memberi tahu anak terhadap perbuatan perbuatan tercela
yang mesti dihindari yang mungkin saja sering dilihatnya seperti
pembunuhan, pencurian, perzinaan, berdusta, dan makan minum yang
menyebabkan memabukkan (D.iii.180-193). Atau juga sesuatu yang tidak
dibenarkan seperti merangsang hawa nafsu yang menambah belenggu
penderitaan, yang memupuk kekotoran batin, yang menimbulkan ketidak
puasan, yang membuat atau bersifat malas dan bermewahan (A.vi.23).
orang tua juga berkewajiban menanamkan nilai nilai buddhis kepada
anak. Misalnya tahu tentang tujuh hal yang membawa kemajuan dan
kemuliaan yaitu memiliki keyakinan, malu berbuat salah, takut hasil
perbuatan salah, banyak mendengar dan belajar, bersemangat, memiliki
kesadaran dan memiliki kebijaksanaan (jo priastana, 2000:119-121).

Dalam sigalovada sutta sang Buddha mengingatkan akan adanya enam
jalan yang dapat menghabiskan harta benda yang pada akhirnya
menimbulkan

penderitaan berkepanjangan. Keenam jalan tersebut

adalah: Ketagihan minuman keras, sering berkeliaran di jalan pada waktu
yang tidak pantas, gemar berjudi, pergaulan yang tidak dan kebiasaan
bermalas-malasan (D.III.180-193) Buddha menjelaskan tentang adanya
enam akibat buruk dari kegemaran akan inum-minuman keras, yaitu:
Kehilangan harta dengan cepat, bertambah pertengkaran, mudah terkena
penyakit, memperoleh nama buruk, menunjukkan rasa tidak kenal malu
dan dapat melemahkan daya kesadaran (D.III.180-193)I

Prosedur Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika dan Psiketerapika
Penanggulangan penyalahgunaan narkotika dan psikoterapika dalam agama
Buddha diolakukan dengan menggunakan terapi kepada korban teersebut adalah:
1. Korban narkotika dan psikoterapika harus memiliki pengertian tentang
apa narkotika itu, tentang bahaya narkotika dan psikoterapika yang
dapat menimbulkan penderitaan yang sangat berat.
2. Korban narkotika harus mengetahui sebab musabab penderitaan yang
disebabkan oleh narkotika dan psikoterapika.
3. Korban narkotika dan psikoterapika harus percaya bahwa penderitaan
akibat narkotika dan psikoterapika itu dapat dilenyapkan.
4. Korban narkotika dan psikoterapika harus yakin adanya jalan untuk
melenyapkan penderitaan yang disebabkan oleh narkotika dan
psikoterapika.
Cara untuk mengatasi penderitaan yang disebabkan oleh narkotika dan
psikoterapika yaitu dengan jalan:
1. Melaksanakan sila kelima dari pancasila Buddhis
2. Melaksanakan Vipassana Bhavana untuk memperoleh pandangan terang
3. Mengembangkan kebijaksanaan (panna) akan dapat memusnahkan keinginan
nafsu untuk menikmati narkotika dan psikoterapika.

DAFTAR PUSTAKA
Jo Priastana. 2002. Buddha Dhamma Kontekstual. Jakarta: Yayasan Yasodhara
Putri
Lanny Anggawati dan Wena Cintiawati. 1999. Sutta Nipata. Klaten: Penerbit
Vihara Bodhivamsa
……, 2002. UU Narkotika dan Psikoterapika. Jakarta: Surya Grafika
……,

1996.

Penyuluhan

Penyalahgunaan

Obat

Dan

Permasalahan Remaja. Semarang: Panitia Dhammasanti Waisak

Narkotika

Serta