Islam dan Politik SPAI 1

Politik dalam Pandangan Islam
(Politik Identitas Kampus Sebagai Langkah Strategis)
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam
dari dosen pengampu :
Dr. H. Sudirman, M. Pd.

Disusun oleh :

Rossa Mawar Kesuma
NIM

1507279

DEPARTEMEN PENDIDIKAN BAHASA PRANCIS
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2018

1


Daftar Isi

Daftar Isi..........................................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian...................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................................... 2
1.5 Metode Penelitian..................................................................................................... 3
BAB II.............................................................................................................................................4
PEMBAHASAN..............................................................................................................................4
2.1 Pengertian Politik..................................................................................................... 4
2.1.2 Asas-asas Politik Islam....................................................................................................5
2.1.3 Nilai-Nilai Dasar Sistem Politik Dalam Al-Qur’an.........................................................5
2.2 Pembahasan............................................................................................................. 9
2.2.1 Berebut Kader Potensial Masa Depan.............................................................12
2.2.2 Menjaga Keragaman dan Kedamaian.............................................................13
2.2.3 Buta Politik Kampus....................................................................................14

BAB III.........................................................................................................................................16
KESIMPULAN..............................................................................................................................16
3.1 Simpulan............................................................................................................... 16
3.2 Saran.................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................17

2

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah,
dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah pendidikan
agama islam dengan judul "Memahami Pengertian dan Fungsi Perbankan Syariah" tepat
pada waktunya
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan berbagai
pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat

kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena kami
membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran maupun
kritik demi memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat diambil
manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat
permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.

Bandung, 20 Maret 2018

Rossa Mawar Kesuma

3

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbicara mengenai hubungan nilai-nilai agama dengan perilaku politik rasanya
sejalan benar dengan penelitian Weber tentang pengaruh nilai-nilai agama terhadap
perilaku ekonomi. Agama diakui telah memperjelas nilai-nilai dan norma-norma
kehidupan daripada aspek apapun dalam masyarakat. Artinya bahwa agama merupakan

salah satu di antara sumber nilai yang penting, yang menunjang budaya politik
masyarakat. Adapun terpolarisasinya umat Islam ke dalam beberapa kelompok antara lain
berkenaan dengan corak pemikiran atau pemahaman meraka dalam menghadapi masalahmasalah kagamaan.
Pergerakan mahasiswa merupakan kumpulan dari mahasiswa yang tergabung dalam suatu
kelompok gerakan atau organisasi yang bertujuan untuk mentransformasikan kondisi
bangsa menjadi lebih baik tanpa memandang apakah gerakan tersebut dapat
dikategorikan sebagai gerakan besar/kecil ataupun gerakan yang memiliki pengaruh yang
besar atau kecil. Saat ini pergerakan mahasiswa merupakan sebuah keniscayaan yang
mesti diperjuangkan mengingat kondisi bangsa Indonesia majemuk akan pandangan atau
mahzab dalam mencapai kondisi idealnya bagi masing-masing gerakan mahasiswa.
Sebenarnya pergerakan mahasiswa dapat dibagi menjadi dua macam, yakni: Pergerakan
Horizontal dan PergerakanVertikal. Pergerakan Horizontal merupakan pergerakan yang
sasaran utamanya berorientasi kepada masyarakat. Pergerakan ini dapat berupa
pengembangan masyarakat (community development ), bakti sosial, dan sebagainya.
Sedangkan Pergerakan Vertikal merupakan pergerakan yang berorientasi untuk
menyalurkan aspirasi kepada Pemerintah yang sering disebut dengan mekanisme check
and balance.. Pergerakan Mahasiswa yang sudah ada sejak lama sesuai dengan isi
Tridharma Perguruan Tinggi yang terdiri atas pendidikan, penelitian, dan pengabdian
masyarakat. Poin pergerakan mahasiswa pada tridharma perguruan tinggi terletak pada
poin pengabdian masyarakat. Pengabdian masyarakat inilah yang membentuk corak

mahasiswa berdasarkan ideologinya seperti NU, Muhammadiyah, Tarbiyah, Persis, dan

1

lain-lain. Secara umum mahasiswa tersebut digolongkan kedalam empat fungsi, yakni:
agent of change,direct of change, iron stock, dan moral force.
Berbicara Gerakan Mahasiswa akan kurang jika tidak mengaitkannya dengan politik.
Bukan ingin menjadikan politik sebagai suatu yang dijunjung tinggi, tapi memang
kenyataan menunjukkan bahwa dengan berpolitik seseorang ataupun sekelompok orang
(Gerakan mahasiswa) mampu melaksanakan fungsi idealnya. Namun, tentu saja
berpolitik disini berbeda dengan politik yang sifatnya pragmatis,seperti kondisi
perpolitikan negeri ini. Nuansa politik yang ingin dibangun di dalam kultur mahasiswa
adalah politik ideologis, bukan semata-mata hanya pada politik kepentingan. Politik
memang kepentingan, namun kepentingan disini adalah kepentingan yang sifatnya
berlandaskan pada pokok-pokok ideologis. Pada hakikatnya sistem politik kampus adalah
cerminan dari sistem politik Indonesia. Proses yang terjadi di dalamnya pun
seringkali polanya mirip dengan politik nasional.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dirumuskan adalah sebagai

berikut:
1. Bagaimana peran politik Islam dalam kampus?
2. Bagaimana pandangan Islam terhadap problematika politik?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui peran politik Islam dalam kampus
2. Untuk mengetahui perkembangan politik islam di dalam kampus
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti, adalah untuk mengetahui peran, posisi, dan sistem politik yang
digunakan dalam kampus sesuai dengan ajaran Islam, serta memahami problematika
sistem politik dengan kaitan ajaran Islam di Indonesia

2. Bagi pembaca, adalah untuk menambah wawasan mengenai konsep politik
mahasiswa dalam Islam serta dapat menyikapi problematika politik yang ada di
kampus.
1.5 Metode Penelitian
Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif.
Penelitian ini mengkaji perspektif partisipan dengan strategi-strategi yang bersifat

interaktif dan fleksibel. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomenafenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Dengan demikian arti atau pengertian
penelitian kualitatif tersebut adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada
kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan instrumen kunci (Sugiyono, 2005).

4

BAB II
KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Politik
Perkataan politik berasal dari bahasa Latin politicus dan bahasa Yunani politicos, artinya
sesuatu yang berhubungan dengan warga negara atau warga kota. Kedua kata itu berasal
dari kata polis yang maknanya kota. Dalam teori politik islam, politik itu identik
dengan siyasah secara bahasa disebut dengan mengatur. Fiqh siyasah adalah aspek ajaran
islam yang mengatur sistem kekuasaan dan pemerintahan. Politik artinya segala urusan
dan tindakan, kebijakan, dan siasat mengenai pemerintahan suatu negara atau kebijakan
suatu negara terhada negara-negara lain. Politik dapat juga dikatakan kebijakan atau cara
bertindak suatu negara dalam menghadapi / menangani suatu masalah.
Jauh sebelum terjadinya faksi-faksi (firqah) di kalangan umat Islam, Nabi Muhammad
Saw telah memprediksi bahwa jika kelak akan muncul berbagai aliran dan golongan di
kalangan umat Islam. Sebagaimana sabda Nabi Saw:

“Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: Orang-orang Yahudi
terpecah ke dalam 71 atau 72 golongan, demikian juga orang-orang Nasrani. Dan
umatku akan terbagi kedalam 73 golongan." (HR. Sunan Abu Dawud).
“Demi Tuhan yang memegang jiwa Muhammad ditanganNya. Akan terpecah umatku
sebanyak 73 firqah, yang satu masuk surga dan yang lain masuk neraka. Bertanya para
sahabat: 'Siapakah yang tidak masuk neraka itu ya Rasulullah?' Nabi menjawab:
'Ahlussunnah wal Jamaah." (HR. Imam Thabrani).
Politik Islam terdiri dari dua aspek yaitu politik dan islam. Politik berarti suatu cara
bagaimana penguasa mempengaruhi perilaku kelompok yang dikuasai agar sesuai
ddengan keinginan penguasa. Sedangkan islam berarti penataan dan islam sebagai din
merupakan organisasi penataan menurut ajaran Allah , yaitu Al-Qur’an dan menurut
sunnah rasulnya.
Politik Islam dapat diartikan sebagai suatu cara untuk mempengaruhi anggota
masyarakat, agar berprilaku sesuai dengan ajaran Allah menurut sunah rasulnya. Dalam
konsep islam, kekuasaan tertinggi adalah Allah SWT. Ekspresi kekuasaan Allah tertuang
dalam Al-Qur’an menurut sunah rasul.

Penguasa tidak memiliki kekuasaan yang mutlak, ia hanya wakil (khalifah) Allah di muka
bumiyang berfungsi untuk menegakkan ajaran Allah dalam kehidupan nyata.
2.1.2 Asas-asas Politik Islam

HAKIMIYAAH ILAHIYYAH
Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan hukum tertinggi dalam
sistem politik Islam hanyalah hak mutlak Allah. Hakimiyyah Ilahiyyah membawa arti
bahwa terasutama kepada sistem politik Islam ialah tauhid kepada Allah di segi
Rububiyyahdan Uluhiyyah.
RISALAH
Risalah bererti bahawa kerasulan beberapa orang lelaki di kalangan manusia sejak Nabi
Adam hingga kepada Nabi Muhammad saw adalah suatu asas yang penting dalam sistem
politik Islam. Melalui landasan risalah inilah maka para rasul mewakili kekuasaan
tertinggi Allah dalam bidang perundangan dalam kehidupan manusia. Para rasul
meyampaikan, mentafsir dan menterjemahkan segala wahyu Allah dengan ucapan dan
perbuatan.
KHILAFAH
Khilafah bererti perwakilan. Kedudukan manusia di atas muka bumi ini adalah sebagai
wakil Allah. Oleh itu, dengan kekuasaan yang telah diamanahkan ini, maka manusia
hendaklah melaksanakan undang-undang Allah dalam batas yang ditetapkan. Di atas
landasan ini, maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik tetapi hanyalah khalifah
atau wakil Allah yang menjadi Pemilik yang sebenar.
2.1.3 Nilai-Nilai Dasar Sistem Politik Dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai sumber ajaran utama dan pertama agama Islam mengandung ajaran

tentang nilai-nilai dasar yang harus diaplikasikan dan di implementasikan dalam
pengembangan sistem politik Islam. Nilai-nilai dasar tersebut adalah :
a) Keharusan mewujudkan persatuan dan kesatuan umat.

5

“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan
Aku adalah Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku.
(Q.S. al-Mukminun: 52)”.
b) Kemestian bemusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah ijtihadiyah.

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan
shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan
mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.
(QS Asy Syura : 38)”.
c) Keharusan menunaikan amanat dan menetapkan hukum secara adil.

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil.Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang

sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
Melihat.( Q.S. an-Nisa: 58)”.
d) Kemestian mentaati Allah dan Rasulullah serta Ulil Amri (pemegang kekuasaan).

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu benar-benar
6

beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.(Q.S. An-Nisa: 59)”.
e) Keniscayaan mendamaikan konflik antar kelompok dalam masyarakat Islam.

“Dan jika dua golongan daripada orang Mukmin berperang, maka damaikanlah antara
kedua-duanya. Maka jika salah satu daripada kedua-duanya berbuat aniaya terhadap yang
lain, maka perangilah yang berbuat aniaya itu sehingga kembali kepada perintah Allah.
Maka jika telah kembali, damaikanlah antara kedua-duanya dengan adil.Dan hendaklah
berlaku adil, sesungguhnya Allah menyukai orang yang berlaku adil”.Dan kalau ada dua
golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara
keduanya.(Q.S. al-Hujurat:9)”.
f) Keharusan mempertahankan kedaulatan Negara dan larangan melakukan agresi dan
invasi.

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah
kalian melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang
melampaui batas.(Q.S. al-Baqarah: 190)”.
g) Kemestian mementingkan perdamaian daripada permusuhan.

7

“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan
bertawakkallah kepada Allah.Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.(QS. Al-Anfal 8:61)”.
h) Kemestian meningkatkan kewaspadaan dalam bidang pertahanan dan keamanan.

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan
dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu
menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak
mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan
Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya
(dirugikan).(Q.S. al-Anfal: 60)”.
i) Keharusan menepati janji.

“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu
membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah
menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu).Sesungguhnya Allah
mengetahui apa yang kamu perbuat.(Q.S. an-Nahl:91)”.
j) Keharusan mengutamakan perdamaian bangsa-bangsa.

8

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.(Q.S. al-Hujurat: 13)”
k) Kemestian peredaran harta pada seluruh lapisan masyarakat

“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta
benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul,
kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara
kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah amat
keras hukumannya.(Q.S. al-Hasyr: 7)”.
2.2 Pembahasan
2.2.1 Politik Kampus
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) merupakan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan
Hukum dengan segala kecenderungan yang dipengaruhi oleh perkembangan sosial
budaya bahkan agama dalam kampus. Corak politik dari beragam pandangan serta situasi
objektif menciptakan suatu pergerakan yang cukup massif. Tak heran jika UPI syarat
akan kemajemukan pemetaan pergerakan mahasiswa di dalamnya. Sebagai bagian dari

9

mahasiswa UPI sudah seharusnya mahasiswa mendapat pengetahuan mengenai kompetisi
antar grup/kelompok/organisasi ekstra dalam upaya memperebutkan bursa pencalonan
Ketua BEM REMA UPI. Terdapat kekuatan ideologis nasionalis-sosialis (GMNI,
LMND), di samping itu ada ikhwan-akhwat dari gerakan Tarbiyah Ikhwanul Muslimin
yang berada di Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan punya basis
kuat di organisasi kerohanian Islam (Rohis) kampus, ada juga sahabat-sahabat dari
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang berlatar Nahdliyin, ada juga
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan
lainnya.
Sejak awal tahun 2000 Rohis telah menjadi motor gerakan politik yang cukup massif di
kampus. Dan hal itu terjadi hingga saat ini. Untuk momentum sederhana seperti
pemilihan ketua BEM Rohis berperan penting sebagai penggalang massa untuk
mencoblos calon, tentu saja calon yang mereka jagokan. Kaitan Rohis, Lembaga Dakwah
Kampus (LDK) dengan gerakan Tarbiyah Ikhwanul Muslimin kian jelas jika kita telusuri
model kaderisasi dan ideologi Islam yang diajarkan. Pasti tidak jauh dari Hassan al
Banna, Sayid Quthb, dan kawan-kawan. Kaitan politisnya juga jelas dengan Partai
Keadilan Sejahtera (PKS). Beberapa ketua BEM UPI yang dulu didukung oleh KAMMI
dan Rohis misalnya jelas naik pangkat ke struktur partai di PKS. Kalaupun tidak menjadi
simpatisan, Ustadz yang berideologi Ikhwanul Muslimin, dan sejenisnya. Seperti yang
terlihat kaitan Gerakan Mahasiswa (Gema) Pembebasan dengan Hizbut Tahrir. Oleh
karena itu tidak heran jika anggota Rohis baik yang merangkap anggota KAMMI
menggalang massa untuk mendukung calon dari partai tertentu (biasanya PKS) dalam
perhelatan Pilkada dan lainnya.
Sementara itu, sekitar tahun 2005 sampai 2013-an kelompok-kelompok mahasiswa yang
berideologi nasionalis maupun Islam lainnya tampak menarik diri dari percaturan politik
kampus. Baru tahun 2014 terlihat geliat terutama di kalangan mahasiswa yang berlatar
tradisi Nahdliyin (Nahdlatul Ulama), yaitu dari PMII, IPNU dan IPPNU.
Kaitan ideologis dan politisnya tidak jauh berbeda dengan Rohis, KAMMI, dan PKS.
Secara general dan simplistis tentu saja. PMII adalah gerakan mahasiswa yang lahir dari
10

rahim Nahdlatul Ulama, demikian juga dengan IPNU dan IPPNU. Oleh karena itu yang
diperjuangkan juga jelas, yakni Islam Ahlussunnah wal Jama’ah sebagaimana telah
dirintis perjuangan keorganisasiannya di Nusantara oleh Hadratusy Syaikh Hasyim
‘Asy’ari, pendiri NU. Jika kelompok-kelompok mahasiswa yang berlatar NU calon
ketua/presiden BEM-nya tiada lain untuk semakin memperluas syi’ar Ahlusunnah wal
Jama’ah di kampus.
Bedanya adalah: NU bukan PKS yang jelas merupakan partai politik, hingga pada
akhirnya kesadaran dan gerak infiltrasi politik PKS –> KAMMI –> Rohis menjadi lebih
kentara dan masif dibandingkan dengan NU –> PMII di kampus. Terlebih lagi IPNU dan
IPPNU, nyaris tidak terlihat gerak politiknya di kampus dan luar kampus. Di balik PKS
sebenarnya terdapat gerakan “tanpa bentuk” yaitu gerakan Tarbiyah yang kadernya sering
disebut sebagai kader dakwah, bentuk formalnya adalah PKS. Sementara itu NU tidak
punya partai, secara formal dulu Gus Dur memang pernah mendeklarasikan Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai partai sah NU, tapi sekarang tidak lagi. Begitu
banyak kader NU yang ada di banyak partai lain, seperti Partai Persatuan Pembangunan
(PPP), Golkar, dan lainnya.
Itulah bisa jadi yang dapat menjelaskan mengapa gerakan politik kampus beberapa
organisasi yang berlatar historis dan kultur NU tidak masif dan terorganisasi rapi di
kampus sebagaimana PKS –> KAMMI, karena memang motifnya bukan untuk politik
praktis seperti PKS. Pun PMII dan kelompok Nahdliyin lain tidak punya basis kuat di
Rohis, karena secara presentase kalah jumlah dari kader Tarbiyah di situ. Walau ada
beberapa mahasiswa berlatar kultural NU, namun secara faktual tidaklah dominan
perannya. Oleh karena itu, kalau dikatakan Rohis—secara umum—telah menjadi motor
penggerak/mesin politik bagi kepentingan politik gerakan Tarbiyah di kampus, maka NU,
PMII, dan IPNU-IPPNU tidak punya.
Struktur yang berbeda dimiliki oleh HMI. Secara ideologis dapat dikatakan “terbelah”
menjadi dua, yakni HMI Dipo dan MPO. Dulu HMI punya Masyumi sebagai organisasi
induknya, namun sekarang tidak lagi. Oleh karena itu kondisinya mirip dengan PMII,
yakni tidak lagi menjadi underbow dari partai politik manapun, baik PKB, PAN, PPP,
11

atau lainnya. Namun para kadernya dibebaskan untuk masuk dalam organisasi dan partai
politik apapun itu. Hal inilah yang membedakan dengan KAMMI dan PKS.

2.2.2 Berebut Kader Potensial Masa Depan
Mungkin banyak pembaca, mahasiswa terutama, akan bertanya: mengapa begitu repotrepot organisasi-organisasi besar semacam PKS, NU, Muhammadiyah, dan lainnya
perhatian betul dengan mahasiswa dan ingin menarik massa banyak dari kalangan
mahasiswa untuk menjadi bagian darinya. Jawabnya adalah: mahasiswa punya potensi
besar sebagai pemanggul masa depan bangsa Indonesia dan Islam. Gerakan Tarbiyah
Ikhwanul Muslimin-PKS perlu kader dari kalangan sarjana terdidik untuk menjadi bagian
dari garda depannya, demikian juga NU dan Muhammadiyah.
Salah satu caranya adalah dengan menduduki kursi presiden BEM universitas. Melalui
kekuasaan yang sebenarnya tidaklah prestise tersebut. BEM dapat mengadakan acara
yang menghadirkan tokoh-tokoh dari kalangan mereka. Jelasnya: kalau ketua BEM-nya
didukung Rohis-KAMMI-PKS maka tokoh dan kajian yang dilakukan tidak jauh-jauh
dari tokoh-tokoh dan tema-tema di lingkaran gerakan Tarbiyah Ikhwanul Muslimin.
Demikian juga jika ketua BEM-nya didukung oleh kalangan Nahdliyin maka akan
banyak menghadirkan pada Kyai, Habaib, dan Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah An
Nahdliyah dan tema-temanya juga tidak jauh dari diskursus yang berkembang di tubuh
NU tentang Islam dan kebangsaan/nasionalisme.
Mungkin banyak juga yang akan bertanya mengapa kampus dengan model infiltrasi
kepentingan politik dan Ormas tersebut malah menjadi ajang perseteruan dan ditarik ke
upaya “Islamisasi”, yang satu “Islamisasi” ke arah yang bercorak Ikhwanul Muslimin, di
sisi lain ke arah Ahlussunnah wal Jama’ah An Nahdliyah?
Tepatnya karena memang demikian karakteristik BEM. Karakternya lebih bersifat politik
ketimbang intelektual. BEM tidak diorientasikan untuk peningkatan kualitas akademik,
karena pihak kampus sudah melakukannya melalui program kreativitas mahasiswa,
12

lomba mahasiswa berprestasi, bahkan ada juga unit kegiatan mahasiswa bidang
keilmiahan. BEM adalah replikasi, simulasi, atau cermin wajah perpolitikan nasional kita
di Indonesia yang tak dapat dilepaskan dari keberadaan politik aliran.
Dalam perspektif pedagogi kritis Freirean, kampus adalah arena pertarungan kepentingan
ideologi, politik, ekonomi, budaya, bahkan agama. Pendidikan tidaklah netral, selalu ada
motif dan kepentingan ideologis di baliknya. Bagi yang tidak percaya ideologi ambil
peran penting dalam semua hal ada baiknya membaca bagaimana tatanan sosial ekonomipolitik neoliberal dewasa ini yang digerakkan oleh WTO, IMF, Bank Dunia dan didukung
oleh negara-negara maju telah menyetir perekonomian Indonesia bahkan hingga selera
konsumsi kita. Pandangan Anda tentang tujuan pendidikan, karakteristik guru ideal, dan
sistem ekonomi ideal tak lepas dari yang namanya ideologi.
Jadi wajar memang jika orientasi BEM perguruan tinggi lebih ke arah politik ketimbang
intelektual. Wajar juga jika banyak pihak termasuk NU, Muhammadiyah, PKS, dan
lainnya berupaya menarik simpati dan menjaring kader sebanyak-banyaknya dari
kampus.
2.2.3 Menjaga Keragaman dan Kedamaian
Jika ditelaah lebih jauh, hasil analisis terhadap kontur PKS, NU, PMII, HMI, pun tidaklah
seragam dan satu warna. Ada banyak orang yang bertradisi kultural Islam NU menjadi
simpatisan PKS, ada juga mahasiswa yang berlatar tradisi NU ikut PMII, ada juga yang
ikut HMI, KAMMI, bahkan juga GMNI dan LMND. Banyak juga mahasiswa berlatar
tradisi NU, Muhammadiyah dan lainnya yang tidak ikut organisasi apapun baik intra
maupun ekstra kampus. Di Rohis pun apalagi, banyak mahasiswa berlatar tradisi NU dan
Muhammadiyah ikut menjadi anggota Rohis. Biasanya karena tidak tahu ada firqah lain
maka yang berasal dari kalangan NU selama di Rohis pada akhirnya pindah halauan
menjadi bagian dari kader dakwah gerakan Tarbiyah Ikhwanul Muslimin. Di kampus pun
beragam pula mazhab dan Ormas dari warganya, ada yang NU, Muhammadiyah,
Ikhwanul Muslimin, orientasinya politiknya juga beragam tentu saja.

13

Tentu di tiap organisasi di kampus memiliki gradasi dan karakter dominannya walau
terdapat keberagaman. Hal yang penting adalah tidak memaksa mahasiswa yang
bermazhab keislaman berbeda untuk mengikuti yang mazhabnya berlainan. Mahasiswa
berkultur tradisi NU yang sejak dari kampung dan pesantren punya amalan Dzikir, Yasin,
dan Tahlil hendaknya jangan dipaksa untuk mengamalkan Ma’tsurat dari Hassan al
Banna—walau sejatinya juga tidak banyak berbeda secara substansi. Mahasiswa yang
gemar maulidan, bersholawat, dan diba’an tidak dilarang untuk ikut mazhab yang tidak
suka dengan aktivitas-aktivitas tersebut. Demikian juga sebaliknya. Itulah yang penting,
yakni menjaga keragaman dan saling menghormati satu sama lain.
2.2.4 Buta Politik Kampus
Hal yang tabu dan hendaknya dihilangkan dalam mekanisme demokrasi adalah: memilih
tanpa tahu yang dipilih dan risiko konsekuensi dari pilihannya. Sama halnya kita memilih
Wakil Rakyat, Gubernur, atau Presiden yang tanpa kita ketahui pribadinya, karakternya,
maka ibarat membeli kucing dalam karung. Pada akhirnya yang terjadi adalah: Wakil
Rakyat, Gubernur, dan lainnya yang kita pilih lebih banyak disetir oleh kepentingan
partai politik, para konglomerat, dan kelompok-kelompok yang mendukungnya.
Dari informasi yang beredar di media sosial akhir akhir maka dapat disimpulkan : (1) jika
hendak memilih pasangan Tyas-Fikri misalnya, harus tahu bahwa ia membawa visi
ideologis anak-anak Santri Nahdlatul Ulama dengan Islam Ahlussunah wal Jama’ahnya;
(2) mau pilih Fauzan-Junai, juga harus tahu bahwa ia membawa visi ideologis ikhwanakhwat gerakan Tarbiyah Ikhwanul Muslimin-PKS. Bisa saja Tyas-Fikri tidak mengaku,
bisa juga Fauzan-Junai pun tidak mengaku demi citra diri terlihat netral meskipun hal
tersebut jarang terjadi, namun itulah setidaknya simpulan sementara yakni terdapat risiko
dan potensi untuk dikendalikan oleh organ pengusungnya.
Lalu, apakah mahasiswa lain yang tidak masuk dalam firqah tersebut, atau kawan satu
jurusan atau fakultas yang telah mendukung akan mampu menyetir calon yang didukung?
Jawabnya: jika mendukung berdasarkan pertimbangan teman sekelas, kakak kelas, satu
jurusan atau fakultas biasanya tidak punya kesadaran kritis dan tidak paham politik dan
14

kepentingan ideologis, sehingga tidak akan memiliki posisi vital ketika calonnya jadi
ketua BEM. Paling hanya sebagai penggembira yang dapat usul namun potensi
diterimanya usul amat kecil, terlebih ketika usulnya berlawanan dengan kepentingan
ideologis dari gerbong lain yang juga mendukungnya.
Terkadang banyak calon dalam perpolitikan tingkat RT, kampung, kampus, daerah, atau
nasional yang senang didukung oleh kelompok keagamaan tertentu, partai tertentu, atau
korporasi tertentu. Tapi semua orang juga tahu tidak ada makan siang gratis, tak ada
dukungan yang tanpa pamrih. Secara ideologis percaturan politik memperebutkan ketua
BEM di level universitas memang bukan soal menaikkan citra jurusan atau fakultas
(berbeda dengan di level jurusan), tapi adalah soal ideologis. Dan tiap kali beberapa
pihak menyatakan tak ada kaitannya dengan ideologi dan politik, sejatinya itu adalah
upaya untuk menyembunyikan kepentingan ideologi dan politik itu sendiri.
Jika berbicara soal niat baik, siapapun berhak percaya bahwa semua calon mempunyai
niat baik. Meskipun kadang tidak mengetahui jika BEM tersebut disetir oleh invisible
hand dari partai politik tertentu yang menginstruksikan. Namun hal yang perlu
diperhatikan adalah soal potensi dan risiko dari intervensi kelompok-kelompok di balik
semua calon tersebut.
Seseorang mengklaim diri sebagai warga NU misalnya jelas memiliki kepentingan agar
Islam yang rahmatan lil ‘alamin tersebar di kampus dan amalan-amalan NU tetap eksis
dan dilakukan oleh mahasiswa yang berlatar NU baik secara pribadi maupun kolektif.
Membahas tentang Pemira BEM universitas sebenarnya soal yang dianggap tidak terlalu
penting, walau begitu hendaknya mahasiswa perlu diberikan peta biar jelas mau ke mana,
karena kalau tidak tahu maka selamanya mahasiswa akan buta politik. Padahal hidup ini
penuh dengan politik, ada politik praktis, politik kampus, politik kebudayaan.

15

BAB III
KESIMPULAN

3.1 Simpulan
Setiap gerakan mahasiswa memiliki arah ideologis masing-masing berdasarkan historis dan
tujuan idealnya. Individu hendaknya memahami tiap arah politik masing-masing pergerakan agar
dapat menyesuaikan dengan karakteristik yang akan membentuk pribadi serta lingkungan di
sekitarnya. Pengetahuan akan politik islam di kampus sangat penting untuk menghindari
penggiringan opini maupun dokrin yang memaksa kita mengikuti suatu aliran tertentu. Hal ini
juga akan membangun nalar kritis agar peka pada kehidupan kampus dan senantiasa memberikan
gagasan melalui pemahaman dari pemetaan politik kampus.

3.2 Saran
Perbedaan ideologis dari masing-masing gerakan hendaknya bukan dijadikan ajang untuk
kepentingan golongan. Namun dengan kemajemukan tersebutlah kita dapat belajar bahwa
perbedaan hendaknya menjadi penawar dimana kita dapat belajar berbagi antar sesama dan
menghargai satu sama lain. Hendaknya mahasiswa perlu diberikan peta biar jelas mau ke mana,
karena kalau tidak tahu maka selamanya mahasiswa akan buta politik.

16

DAFTAR PUSTAKA
Buku ajar mata kiliah pendidikan agama islam. Rujukan utama dosen dan
mahasiswa diseluruh periodi universitas negeri gorontalo. Oleh H. Lukman D. Katili,
S.Ag.

http://kamusbahasaindonesia.org/politik/mirip
http://tugasulyakyu.blogspot.com/2012/03/sistem-politik-islam.html
http://www.referensimakalah.com/2013/03/prinsip-prinsip-politik-islam.html
http://studipemikiranquranhadist.wordpress.com/2013/12/25/tafsir-ayat-ayat-al-quran-tentangmusyawarah/
http://jatisarwoedy.blogspot.com/2011/11/nilai-nilai-dasar-sistem-politik-dalam-Al-Qur’an.html
http://kreatif123.blogspot.com/2013/06/ruang-lingkup-fiqh-siyasah.html
http://cahyodwi-dc.blogspot.com/2011/03/kontribusi-umat-islam-dalam.html

17