Hubungan antara Gender Gap dan Pemberian

Hubungan antara Gender Gap dan Pemberian Reward terhadap
Discretionary Effort pada Salesperson PT. Oriflame Surabaya

Kelas A
Icchami Tasya Wardhana 111211131018
Dea Ayu Agatha Ningrum

111211132001

Evryanti Rasari

111211132002

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
TAHUN AJARAN 2015

Correlation between gender gap and reward to discretionary effort of salesperson in
PT. Oriflame Surabaya
Icchami Tasya, Dea Ayu Agatha, Evryanti Rasari
Cholichul Hadi

Faculty of Psychology, Airlangga University-Surabaya, Indonesia.
Jl. Darmawangsa Selatan, Surabaya, East Java, Indonesia
Local Discussion Paper

Abstract
In obtaining a salary, gender gap phenomenon has always been a universal problem in
every country. Men and women have different reward system based on gender differences.
In the literature written by Gorman and Kmec (2010) states that the strategy used to
increase discretionary effort includes giving incentive funds, social control process in
teamwork, employee relations that involve a social and economic exchange, also
organization culture that demonstrate loyalty and initiatives. The provision of incentive
funds then form the basis of this study to explore its relationship with discretionary effort.
Discretionary effort is the performance (behavior or activity) where the salesperson is
doing more than his duty, gives more than expected, or exceeds the normal requests or
requirements or expectations of the job. Therefore, researchers wanted to know the
correlation between gender gap and reward to discretionary effort of salesperson in PT.
Oriflame Surabaya. The reason for researchers to choose PT. Oriflame is because in
2010, PT Oriflame became a cosmetics company with direct sales system No. 1 in
Indonesia (www.oriflame.co.id). The research approach used in this study is quantitative.
This study uses survey research type (correlational). The results of this study will be

discussed further in our full paper.

Keywords: Gender Gap, Discretionary Effort, Salesperson

Bab I

Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Dalam memperoleh gaji, fenomena gender gap selalu menjadi masalah
yang universal. Peneliti menemukan data bahwa gender gap ini terjadi di
setiap negara. Median annual menyebutkan bahwa di United States gaji yang
diterima wanita hanya sebesar 75,7% dari gaji pria (U.S. Census Bureau,
2011a). Pada tahun 2008, Wanita di Eropa memperoleh gaji rata-rata sebesar
82% dari gaji pria (Eurostat, 2010). Pada tahun 2010, suatu studi
mengindikasikan bahwa wanita Australia juga memperoleh gaji 82% dari gaji
pria (Gender Pay Gap Getting Worse, not Better: Australian study, 2010). Pada
tahun 2008 di Canada, baik pekerja full-time dan part time hanya memperoleh
rata-rata gaji 64,5% dari laki-laki pada tahun 2008 (Statistics Canada, 2010).
Sementara pada tahun 2010 di United Kingdom, pekerja wanita full-time
memperoleh gaji sebesar 89,8% dibandingkan semua gaji pekerja pria dan

berbeda sebesar 80,2% dari pria (Office for National Statistics, 2010). Data
diatas menjelaskan bahwa pria dan wanita mengalami pemberian reward yang
berbeda berdasarkan perbedaan gender.
The Bureau of Labor Statistics menyebutkan bahwa jumlah pekerja
wanita meningkat secara cepat daripada laki-laki selama 10 tahun terakhir
dalam periode 1998-2008. Hal yang terjadi kemudian adalah wanita
merepresentasikan 48% dari keseluruhan total pekerja (Rasmusson, 2000).
Sehingga tidak mengejutkan ketika pekerja wanita dalam bidang sales juga
meningkat (Marchetti, 1996).

Pertumbuhan wanita dalam bidang sales

personnel ini terjadi selama peningkatan ekonomi. Di awal tahun 2000,
pengangguran nasional menurun 3,9% sejak tahun 1957 dalam total presentase
populasi pekerja 64,9% yang tertinggi di sejarah United States.
Selanjutnya dalam literatur yang ditulis oleh Gorman & Kmec (2010)
menyebutkan

bahwa


strategi

yang

digunakan

untuk

meningkatkan

discretionary effort meliputi pemberiaan dana insentif, social control process
didalam kerjasama tim, hubungan karyawan yang melibatkan pertukaran
sosial dan pertukaran ekonomi, dan budaya organisasi yang menunjukkan

loyalitas dan inisiatif. Pemberian dana insentif ini kemudian menjadi dasar
penelitian ini untuk melihat hubungannya dengan discretionary effort. Oleh
karena itu peneliti ingin mengetahui hubungan antara gender gap dan
pemberian reward terhadap discretionary effort pada salesperson PT. Oriflame
Surabaya. Peneliti ingin mengetahui apakah terdapat gender gap di
perusahaan tersebut. Selanjutnya alasan peneliti memilih PT. Oriflame adalah

karena pada tahun 2010, PT Oriflame Indonesia merupakan perusahaan
kosmetik

dengan

sistem

penjualan

langsung

No.

1

di

Indonesia

(www.oriflame.co.id). Namun fokus penelitian ini adalah PT. Oriflame yang

ada di Surabaya.
1.2 Identifikasi Masalah
Hubungan antara gender gap dengan discretionary work effort
ditunjukkan oleh dua hal. Pertama, pria dan wanita berbeda dalam hal
karakteristik personal yang menghasilkan discretionary work effort (Gorman,
E & Kmec,J, 2010). Kedua, pria dan wanita memiliki perbedaan level
discretionary work effort sebagai hasil dari pekerjaan yang dipegangnya
(Gorman, E & Kmec,J, 2010). Sedangkan pemberian reward juga berpengaruh
terhadap discretionary work effort. Hal ini dinyatakan oleh Purcell (2003)
bahwa salah satu kondisi yang diperlukan untuk terbentuknya discretionary
behavior adalah cara SDM dan reward policies dari perusahaan. Sementara
data yang peneliti dapat, ada perbedaan pemberian reward berupa gaji antara
pria dan wanita. Untuk mengetahui hubungan antara gender gap dan
pemberian reward terhadap discretionary work effort, peneliti menggunakan
populasi salesperson PT. Oriflame Surabaya. Alasan peneliti memilih PT.
Oriflame adalah karena pada tahun 2010, PT Oriflame Indonesia merupakan
perusahaan kosmetik dengan sistem penjualan langsung No. 1 di Indonesia.
Namun fokus penelitian ini adalah PT. Oriflame yang ada di Surabaya
(www.oriflame.co.id).
1.3 Batasan Masalah

Discretionary effort pada salesperson
Discrationary effort pada adalah kinerja (perilaku tertentu atau aktivitas)
dimana salesperson melakukan lebih dari kewajibannya, memberikan lebih

dari yang diharapkan, atau melebihi permintaan normal atau persyaratan atau
harapan dari pekerjaannya.
Gender Gap
Pria dan wanita berbeda dalam hal karakteristik personal yang menghasilkan
discretionary work effort karena wanita lebih engage kepada perusahaan dan
memiliki level altruistic organizational citizenship behavior yang lebih tinggi.
Pemberian Reward
Penghargaan (reward) adalah sebuah bentuk apresiasi kepada suatu prestasi
tertentu yang diberikan, baik oleh dan dari perorangan ataupun suatu lembaga
yang biasanya diberikan dalam bentuk material atau ucapan (Bull, 2008).
Reward terbagi menjadi dua yaitu financial reward dan non-financial reward.
Financial reward adalah Reward yang terdiri dari upah berdasarkan kerja.
Dalam penelitian ini reward yang dilihat adalah gaji salesperson di PT.
Oriflame, Surabaya.
Salesperson pada PT. Oriflame Surabaya
Subyek penelitian ini adalah salesperson pada PT. Oriflame Surabaya.

Perusahaan tersebut dipilih karena PT. Oriflame merupakan perusahaan
kosmetik dengan sistem penjualan langsung No. 1 di Indonesia.
1.4 Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara Gender Gap dan Pemberian Reward terhadap
Discretionary Effort pada Salesperson PT. Oriflame Surabaya?
1.5 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan antara Gender Gap dan Pemberian Reward
terhadap Discretionary Effort pada Salesperson PT. Oriflame Surabaya.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi
atau masukan bagi perkembangan ilmu psikologi dan menambah kajian ilmu
psikologi, khususnya Psikologi Industri dan Organisasi mengenai hubungan
antara gender gap dan pemberian reward terhadap discretionary effort pada
salesperson.
Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan
bagi pihak PT. Oriflame Surabaya guna menentukan kebijakan perusahaan agar
bisa meningkatkan discretionary effort pada salesperson. Penelitian ini juga

diharapkan dapat membantu pihak lain dalam penyajian informasi untuk
mengadakan penelitian serupa.

BAB II
Landasan Teori
2.1 Discretionary Effort
Dubinsky & Skinner (2002) menyebutkan bahwa discretionary
effort adalah kinerja (perilaku tertentu atau aktivitas) dimana salesperson
melakukan lebih dari kewajibannya, memberikan lebih dari yang
diharapkan, atau melebihi permintaan normal atau persyaratan atau
harapan dari pekerjaannya. Salesperson tidak diharuskan untuk engage
dengan perilaku tersebut, tetapi ia memilih untuk melakukannya, sehingga
ia bekerja melebihi panggilan tugasnya tanpa dipaksa oleh perusahan.
Usaha dapat didefinisikan sebagai dorongan, energi, atau aktivitas
untuk menyelesaikan tugas (Brown & Peterson, 1994). Discretionary
effort mengindikasikan extra-role performance (MacKenzie, et al., 1999).
Extra-role performance dapat diartikan sebagai perilaku salesperson yang
discretionary, dimana tidak secara spesifik diakui oleh sistem pemberian
reward perusahaan dan memiliki dampak menyehatkan bagi organisasi
(Dubinsky & Skinner, 2001). Lebih jauh lagi, hal itu bukan merupakan

bagian dari job description pekerja dan tidak akan diberikan hukuman bila
gagal menunjukkan perilaku tersebut (MacKenzie, et al., 2001).
Dubinsky & Skinner (2002) menyatakan bahwa terdapat empat
kategori umum model anteseden dari discretionary effort yang dilakukan
oleh salesperson, yaitu organizational
precursors, customer
Organizational

antecedents, salesperson

antecedents, dan environmental

factors.

antecedents berhubungan dengan fenomena dalam

perusahaan yang dapat menimbulkan discretionary effort yang terdiri dari
faktor yang berhubungan dengan sales manager atau management.
Salesperson precursors mengacu pada ciri kognitif, afektif atau objektif
tertentu dari individu dan terdiri dari faktor personal dan reaksi yang

berhubungan dengan pekerjaan. Customer antecedents berkontribusi pada
discretionary effort dalam lingkup pelanggan dan berhubungan dengan
kepentingan

pelanggan.

Environmental

factors

yang

mungkin

dihubungkan dengan discretionary effort adalah lingkungan bisnis
eksternal dimana salesperson beroperasi.

2.2 Gender Gap dalam Discretionary Work Effort
Pendapat mengenai alasan mengapa pria dan wanita berbeda
dalam hal discretionary work effort dibagi menjadi dua kategori besar dan
hal ini memberikan prediksi tentang siapa yang lebih memiliki komitmen
terhadap discretionary work effort (Gorman, E & Kmec,J, 2010). Pertama,
pria dan wanita berbeda dalam hal karakteristik personal yang
menghasilkan discretionary work effort (Gorman, E & Kmec,J, 2010).
Kedua, pria dan wanita memiliki perbedaan level discretionary work effort
sebagai hasil dari pekerjaan yang dipegangnya (Gorman, E & Kmec,J,
2010). Dibandingkan dengan Pria, Wanita lebih engage kepada perusahaan
dan memiliki level altruistic organizational citizenship behavior yang
lebih tinggi (Lin, 2008; Lovell et al., 1999). Bagi wanita, discretionary
work effort itu penting untuk memenangkan persetujuan dari organisasi
(Gorman, E & Kmec,J, 2010). Ketika organisasi menganggap wanita
bersifat altruis dan suportif maka wanita tersebut memiliki discretionary
work effort yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria (Gorman, E &
Kmec,J, 2010).
Salah satu stereotype percaya bahwa wanita merasa lebih helpful,
cooperative, dan supportive dibandingkan dengan pria (Eagly & Crowley,
1986). Dalam sebuah pekerjaan proses sosialisasi yang dilakukan wanita
digunakan untuk menunjukkan dedikasi mereka kepada pekerja lain, atau
organisasi dibandingkan dengan pria (Kidder & Parks, 2001). Sehingga
wanita disebutkan kembali memiliki discretionary work effort yang lebih
tinggi daripada pria (Gorman, E & Kmec,J, 2010).
Tetapi dalam studi cultural lain menemukan bahwa wanita lebih
berfokus pada rumah dan keluarga, sedikit komitmen terhadap organisasi
dan pekerjaan, dan hanya memikirkan gaji (Curran, 1988). Wanita terlihat
kurang antusias dalam memanfaatkan waktu bekerjanya : Mereka lebih
sering absen dari pekerjaan (Mastekaasa & Olsen, 1998), Mereka sering
membatasi jam kerjanya dan mengambil lebih banyak waktu untuk
berlibur (Maume,2006b).
Gorman & Kmec (2010) menyatakan bahwa job sex composition
juga berpengaruh terhadap gender gap dalam discretionary work effort.

Sex composition dari pekerjaan individu mempengaruhi kesungguhan
seseorang untuk melakukan usaha lebih dalam bekerja (Gorman, E &
Kmec,J, 2010). Dalam setting pekerjaan yang didominasi oleh satu
gender, pekerja dengan kedua gender (wanita dan pria) akan mengikuti
norma dari salah satu gender yang mendominasi (Gorman, E & Kmec,J,
2010). Sehingga wanita yang bekerja di suatu perusahaan yang didominasi
oleh wanita akan memiliki kepuasaan kerja yang tinggi daripada wanita
yang bekerja di perusahaan yang didominasi oleh laki-laki karena gender
yang berkuasa adalah wanita (Hodson, 1989). Ketika kepuasaan kerja
seorang wanita meningkat maka discretionary work effort seseorang
tersebut akan meningkat pula (Gorman, E & Kmec,J, 2010).
Kontroversi gender gap dalam discretionary work effort diatas
terjadi di negara yang menjadi sampel penelitian sebelumnya yaitu United
State dan Britania. Oleh karena itu peneliti ingin menambah data
penelitian dengan menjadikan negara Indonesia sebagai sample penelitian.
Sehingga salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat
hubungan dari gender gap dengan discretionary work effort pada pekerja
salesman di Indonesia.
2.3 Pemberian Reward
Penghargaan (reward) adalah sebuah bentuk apresiasi kepada suatu
prestasi tertentu yang diberikan, baik oleh dan dari perorangan ataupun
suatu lembaga yang biasanya diberikan dalam bentuk material atau ucapan
(Bull, 2008). Reward terbagi menjadi dua yaitu financial reward dan nonfinancial reward. Financial reward adalah Reward yang terdiri dari upahberdasarkan-kerja, yang mana pemberian upah dasar berhubungan dengan
nilai dari pekerjaan tersebut, juga upah berdasarkan orang yang
bersangkutan, yang mana pemberian reward berdasarkan kinerja,
kontribusi, kompetensi atau kemampuan individu. Sebuah reward juga
dapat tidak dalam bentuk finansial contohnya, pengakuan. Jika sebuah
reward pantas untuk dimiliki dan dapat dicapai dan orang-orang tersebut
tahu bagaimana cara mencapainya, reward tersebut dapat menjadi
motivator. (Amstrong, 2010).

Purcell (2003) menyatakan bahwa salah satu kondisi yang
diperlukan untuk terbentuknya discretionary behavior adalah cara SDM
dan reward policies, praktek yang dilaksanakan oleh front-line managers
dan cara top-level, nilai yang dianut budaya organisasi yang ditetapkan
oleh mereka, akan meningkatkan atau melemahkan efek dari kebijakan
SDM dalam memicu discretionary behavior.
Perusahaan membentuk program Manajemen reward untuk
melakukan improvisasi pelaksanaan organisasi dengan mengembangkan
sistem penghargaan yang membantu untuk menarik, menahan, dan
mengikutsertakan orang sebagai sandaran bisnis (Amstrong, 2010).
Manajemen reward berkonsentrasi pada strategi, kebijaksanaan dan proses
yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa penilaian terhadap orang dan
kontribusi yang mereka buat untuk mencapai tujuan organisasi,
departemen dan tim telah diakui dan dihargai (Amstrong, 2010).
Ekonom tenaga kerja membedakan antara efek yang mendorong
dari hadiah finansial (menghasilkan keterlibatan dan usaha yang lebih) dan
efek yang menarik (menarik pegawai dengan kualitas yang lebih baik). Isu
yang mendasar adalah sejauh mana manfaat hadiah finansial ini
memberikan efek pacu (Amstrong, 2010).
2.4 Tinjauan Pustaka Mengenai Hubungan Antar Variabel
Gorman & Kmec (2010) menyebutkan bahwa strategi yang
digunakan untuk meningkatkan discretionary work effort meliputi
pemberian dana insentif, social control process di dalam kerjasama tim,
hubungan karyawan yang melibatkan pertukaran sosial dan pertukaran
ekonomi, dan budaya organisasi yang menunjukkan loyalitas dan inisiatif.
Peneliti menghubungkan pemberian dana insentif dengan pemberian
reward yang mempengaruhi discretionary work effort. Pemberian reward
(dalam hal ini reward eksternal) yang didapatkan antara pria dan wanita
berbeda.
Selain itu, adanya gender gap dalam sebuah perusahaan juga
memberikan pengaruh terhadap discretionary work effort. Dibandingkan
dengan Pria, Wanita lebih engage kepada perusahaan dan memiliki level
altruistic organizational citizenship behavior yang lebih tinggi (Lin, 2008;

Lovell et al., 1999). Bagi wanita, discretionary work effort itu penting
untuk memenangkan persetujuan dari organisasi (Gorman, E & Kmec,J,
2010). Ketika organisasi menganggap wanita bersifat altruis dan suportif
maka wanita tersebut memiliki discretionary work effort yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pria (Gorman, E & Kmec,J, 2010). Maka dari itu
pemberian reward dan gender gap yang ada dalam sebuah perusahaan
merupakan hal yang berkaitan terhadap discretionary effort.
Dalam hal ini, peneliti memandang bahwa terdapat hubungan
antara Gender Gap dan Pemberian Reward terhadap Discretionary Effort
pada Salesperson yang bekerja di Kota Surabaya.
2.5 Kerangka Konseptual
Gender Gap
Dibandingkan dengan Pria, Wanita lebih
engage kepada perusahaan dan memiliki
level altruistic organizational citizenship
behavior yang lebih tinggi.
Discretionary Effort

Pemberian Reward
Reward eksternal yang diterima wanita
berupa gaji tidak sama dengan yang
didapatkan oleh pria.

2.6 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan tinjauan pustaka yang telah
dipaparkan, maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis :
“Ada hubungan antara Gender Gap dan Pemberian Reward
terhadap Discretionary Effort pada Salesperson yang bekerja di Kota
Surabaya”

Bab III
Metode Penelitian
3.1 Tipe Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuantitatif. Pendekatan ini memiliki karakteristik antara lain data yang
diperoleh berupa bukti secara empiris atau informasi yang diperoleh
dikumpulkan dengan hati-hati berdasarkan suatu prosedur tertentu (Neuman,
2007). Penelitian kuantitatif menggunakan variabel, hipotesis, unit analisis
dan penjelasan sebab-akibat (Neuman, 2007).
Tipe penelitian yang dimaksudkan disini adalah prosedur atau cara
dalam menjalankan penelitian. Menurut Neuman (2007), prosedur yang biasa
digunakan dalam penelitian kuantitatif ada 3 (tiga) jenis, yaitu: eksperimen,
survei dan content analysis. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian survei.
Penelitian survei sering disebut correlational (Neuman, 2007). Penelitian
survei menggunakan variabel kontrol dan menghubungkannya melalui analisis
statistik. Kerlinger (2004) menyatakan bahwa metode penelitian survei
memiliki karakteristik :
1.

Prosedur sampling yang cermat dan ketat.

2.

Adanya

desain

keseluruhan

dan

implementasi

desain/rancangan kajian.
3.

Definisi yang jelas-tegas serta spesifikasi masalah penelitian
dan analisis serta penafsiran data.
Penelitian survei yang dilakukan penulis memiliki tujuan untuk

memberikan penjelasan (explanatory research). Hal ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa tujuan penelitian ini adalah menjelaskan hubungan
korelasional

antara

variabel-variabel

melalui

pengujian

hipotesis

(Neuman,2007). Ini sejalan dengan tujuan penelitian yaitu menguji secara
empirik ada tidaknya hubungan antara Gender Gap dan Pemberian Reward
terhadap Discretionary Effort pada Salesperson yang bekerja di Kota
Surabaya.
3.2 Identifikasi Variabel Penelitian
Adapun variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah :

a. Variabel independen (X)
Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu gender gap sebagai
variabel independen pertama (X1) dan pemberian reward sebagai variabel
independen yang kedua (X2). Anggapan mengenai gender gap diangkat
karena wanita memiliki discretionary work effort yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pria (Gorman, E & Kmec,J, 2010). Sementara
pemberian reward digunakan sebagai (X2) karena reward menjadi salah
satu faktor yang mempengaruhi discretionary behaviour (Purcell, 2003).
Reward adalah bentuk apresiasi kepada suatu prestasi tertentu yang
diberikan, baik oleh dan dari perorangan ataupun suatu lembaga yang
biasanya diberikan dalam bentuk material atau ucapan (Bull, 2008).
b. Variabel dependen (Y)
Varibel dependen dalam penelitian ini adalah discretionary effort.
Dubinsky & Skinner (2002) menyebutkan bahwa discretionary effort
adalah kinerja (perilaku tertentu atau aktivitas) dimana salesperson
melakukan lebih dari kewajibannya, memberikan lebih dari yang
diharapkan, atau melebihi permintaan normal atau persyaratan atau
harapan dari pekerjaannya.
3.3 Subjek Penelitian
Kriteria subjek yang ditetapkan penulis adalah sebagai berikut :
1.

Berstatus sebagai karyawan PT. Oriflame Surabaya.

2.

Karyawan laki-laki dan perempuan dengan jumlah yang setara.
Pengambilan data atas subjek penelitian dilakukan dengan accidental

sampling. Penulis memberikan kesempatan pada semua subjek penelitian
untuk terlibat dalam penelitian dengan cara memberitahukan kepada semua
subjek penelitian tentang adanya penelitian tersebut. Dalam jangka waktu
tertentu diberikan kesempatan kepada subjek penelitian untuk terlibat dalam
penelitian. Dengan cara ini diharapkan diperoleh sampel yang representatif,
yang memenuhi sifat-sifat sebagai berikut (Singarimbun & Effendi, 1989) :
1.

Memberikan gambaran yang dapat dipercaya
dari seluruh populasi yang diteliti.

2. Dapat menentukan presisi (tingkat ketetapan yang ditentukan oleh
pembedaan hasil yang diperoleh dari sampel dibandingkan hasil yang
diperoleh dari catatan lengkap, dengan syarat bahwa keadaan-keadaan dimana

kedua penelitian adalah sama) dari hasil penelitian dengan menentukan
penyimpangan baku (standar).dari taksiran yang diperoleh.
3.

Sederhana sehingga mudah untuk dilaksanakan.

4.

Dapat memberikan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya yang
serendah-rendahnya.

3.4 Instrumen Penelitian
Teknik

pengumpulan

data

dalam

penelitian

ini

adalah

dengan

menggunakan kuisioner Kuesioner adalah daftar pertanyaan terstruktur
dengan alternatif jawaban yang telah tersedia sehingga responden tinggal
memilih jawaban sesuai dengan aspirasi, persepsi, sikap, keadaan, ataupun
pendapat pribadinya (Suyanto dkk, 1994). Jawaban dari kuesioner dapat
dimanifestasikan ke dalam angka-angka, tabel analisis statistik dan uraian
serta kesimpulan hasil penelitian. Hasil pengukuran dengan menggunakan
kuesioner untuk discretionary effort dan gender gap serta pemberian reward
diukur dengan menggunakan skala Likert sehingga data yang diperoleh
berupa data interval.
a. Alat ukur discretionary effort
Alat yang digunakan untuk mengukur variabel dependen adalah dengan 15
item discretionary effort questionnaire. Instrumen ini dikembangkan dari
survey tools dari Yankelovich dan Immerwhr (1983) dan Benkoffs (1997)
b. Alat ukur gender gap dan pemberian reward
Alat yang digunakan untuk mengukur variabel independen adalah dengan
Gender Empowerment Measure. Instrumen ini terdiri dari tiga dimensi
yaitu partisipasi politik dan pengambilan keputusan, partisipasi ekonomi
dan pengambilan keputusan, serta kekuasan atas sumber daya ekonomi
(United Nations Development Project Report, 2005 dalam Siegel, 2005).
3.5

Validitas dan reliabilitas alat ukur

3.5.1

Validitas alat ukur
Validitas dapat diartikan sebagai ketepatan dan kecermatan alat ukur

dalam menjalankan fungsi ukurnya (Azwar, 2006). Dalam artian ketepatan
dan kecermatan skala mampu mengukur atribut yang dirancang untuk
mengukurnya. Validitas yang diukur dalam penelitian ini adalah validitas
isi (content validity).

Validitas isi suatu alat ukur ditentukan oleh sejauhmana isi alat
ukur tersebut mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek
kerangka konsep (Singarimbun & Effendi, 1989). Alat ukur yang disusun
berdasarkan kawasan ukur yang teridentifikasi dengan baik dan dibatasi
dengan jelas, secara teoritik akan valid (Azwar, 2006). Dalam
pengukuran validitas isi suatu penelitian, keterkaitan aitem dengan tujuan
ukur dengan tujuan penelitian dapat dievaluasi lewat nalar dan akal sehat.
3.5.2

Reliabilitas alat ukur
Singarimbun dan Effendi (1989) mendefinisikan reliabilitas

sebagai indeks yang menunjukkan sejauhmana alat pengukur dapat
dipercaya atau dapat diandalkan. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan

konsistensi

internal

(internal

consistency).

Estimasi

reliabilitas dengan pendekatan reliabilitas konsistensi internal didasarkan
pada data dari sekali pengenaan satu bentuk alat ukur pada sekelompok
subyek (Azwar, 2005).
Reliabilitas dinyatakan dalam koefisien reliabilitas (rxx’) yang
angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai dengan 1. Semakin
koefisien reliabilitas mendekati 1 maka semakin tinggi reliabilitasnya.
Begitu juga sebaliknya, koefisien yang semakin rendah dan mendekati 0
berarti semakin rendah reliabilitasnya (Azwar, 2006).
3.6

Analisis Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam
bentuk yang lebih mudah untuk dibaca dan diinterpretasikan
(Singarimbun & Effendi, 1989). Dalam proses ini seringkali
digunakan statistik.
Hadi (2000) mengemukakan agar kesimpulan yang ditarik
tidak menyimpang dari kebenaran yang seharusnya ditarik, maka
haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Sampel yang digunakan dalam penyelidikan harus sampel yang
diambil dengan cara random.
2. Hubungan antara variabel X dan variabel Y merupakan hubungan
garis linier atau hubungan lurus.

3. Bentuk distribusi variabel X dan variabel Y dalam populasi adalah
atau mendekati distribusi normal.
Teknik korelasi yang dipakai menganalisis data dari
penelitian ini adalah teknik korelasi Product Moment. Penulis
menggunakan teknik ini karena teknik ini melukiskan hubungan antara
dua variabel. Operasionalisasi teknik ini menggunakan program
komputer SPSS 16.0 for Windows.
Selanjutnya, besar nilai r (koefisien korelasi) dapat
diinterpretasikan untuk memperkirakan kekuatan hubungan korelasi,
seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 10. Interpretasi terhadap Nilai r Hasil Analisis
Korelasi

Interval nilai r

Interpretasi

0,001 - 0,200

Korelasi sangat lemah

0,201 – 0,400

Korelasi lemah

0,401 – 0,600

Korelasi cukup kuat

0,601 – 0,800

Korelasi kuat

0,801 – 1,000

Korelasi sangat kuat

Dari nilai r (koefisien korelasi) yang diperoleh, maka dapat
diketahui signifikan tidaknya korelasi yang telah diperoleh. Hal ini
dapat diketahui dengan menggunakan tabel korelasi. Apabila nilai r
yang kita peroleh sama dengan atau lebih besar daripada nilai r dalam
tabel r tersebut, maka nilai r yang kita peroleh adalah signifikan (Hadi,
2000). Dengan nilai r yang signifikan tersebut maka kita akan menolak
hipotesis nol (Ho) yang mengatakan bahwa tidak korelasi antara X dan
Y, serta menerima hipotesis alternatif (Ha) yang mengatakan bahwa
ada korelasi antara variabel X dan Y atas dasar taraf signifikansi yang
kita gunakan (5% atau 1%).

Daftar Pustaka
Amstrong, M. (2010). Armstrong’s Essentials Human Resource Management
Practice. London: KoganPage.
Anonim. (2010). Sekilas Mengenai Oriflame. Diakses pada tanggal 5 Juli 2014 dari
http://www.oriflame.co.id/
Azwar, S. (2006). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Benkhoff, B. (1997). Ignoring commitment is costly: new approaches establish the
missing link between commitment and performance. Human Relation. 50 (6),
701-726
Brown SP, Peterson RA. The effect of effort on sales performance and job
satisfaction. J Mark 1994; 58:70 – 80.
Bull, Victoria. (2008). Oxford Dictionary. United Kingdom: Oxford University Press.
Curran, M. M. (1988). Gender and recruitment: People and places in the labor
market. Work, Employment, & Society, 2, 335-351.
Dubinsky A.J., Skinner S.J. Industrial Marketing Management 31 (2002) 589–598.
Eagly, A. H., & Crowley, M. (1986). Gender and helping behavior: A meta-analytic
review of the social psychological literature. Psychological Bulletin, 100, 283308.
Eurostat (2010, Oktober). Gender pay gap statistics. Diakses pada tanggal 4 Juli 2014
dari
http://epp.eurostat.ec.europa.eu/statistics_explained/index.php/Gender_pay_ga
p_statistics
Hadi, S. (2004). Statistik Jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset.
Kerlinger, F.N. (2004). Azas-Azas Penelitian Behavioural. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Kidder, D. L., & Parks, J. M. (2001). The good soldier: Who is s(he)? Journal of
Organizational Behavior, 22, 939-959.
Kmec,J., & Gorman,E.(2010). Gender and Discretionary Work Effort: Evidence From
the United States and Britain, 37(1), 3 –36.

Lin, C. P. (2008). Examination of gender differences in modeling OCBs and their
antecedents in business organizations in Taiwan. Journal of Business and
Psychology, 22, 261-273.
Lovell, S. E., Kahn, A. S., Anton, J., Davidson, A., Dowling, E., Post, D., et al.
(1999). Does gender affect the link between organizational citizenship
behavior and performance evaluation? Sex Roles, 41, 469-478.
Gender pay gap getting worse, not better: Australian study (2010, September). The
China

Post.

Diakses

pada

tanggal

4

Juli

2014

dari

http://www.chinapost.com.tw/life/discover/2010/09/01/270850/Genderpay.
htm
Hodson, R. (1989). Gender differences in job satisfaction: Why aren’t women more
dissatisfied? Sociological Quarterly, 30, 385-399.
MacKenzie SB, Podsakoff PM, Paine JB. Do citizenship behaviors matter more for
managers than for salespeople? J Acad Mark Sci (1999);27:396–410.
MacKenzie SB, Podsakoff PM, Rich GA. Transformational and transactional
leadership and salesperson performance. J Acad Mark Sci (2001);29:115–
34.
Marchetti, M. (1996). Women’s movement. Sales Mark Manage, 148(4), 76 – 82.
Mastekaasa, A., & Olsen, K. M. (1998). Gender, absenteeism, and job characteristics:
A fixed effects approach. Work and Occupations, 25, 195-228.
Maume, D. J. (2006). Gender differences in taking vacation time. Work and
Occupations, 33, 161-190.
Neuman W. L. (2007). Basics of Social Research Methods: Qualitative &
Quantitative Approachs (2ed). Boston: Allyn &Bacon
Office for National Statistics (2010a). Earning: full-time gender pay gap narrows.
Diakses pada tanggal 4 Juli 2014 dari
http://www.statistics.gov.uk/CCI/nugget.asp?ID0167
Purcell, J. Kinnie, K, Hutchinson, S, Rayton, B and Swart, J. (2003). People and
Performance: How people management impacts on organizational
performance, CIPD, London

Rasmusson E. (2000). Does your sales force need a new look? Sales Mark Manage,
152(5):13.
Siegel, E. (2005). The Gender Gap and Growth: Measures Models and the Explained.
Departemen of Economic: University of Copenhagen
Singarimbun, M & Effendi, S. (1989). Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.
Statistics Canada (2010, Juni). Summary Tables: Average earnings by sex and work
pattern (all earners). Diakses pada tanggal 4 Juli 2014 dari
http://www40.statcan.gc.ca/l01/cst01/labor01a-eng.htm
U.S. Census Bureau (2011). Historical income tables: People. Diakses pada tanggal 4
Juli 2014 dari
http://www.census.gov/hhes/www/income/data/historical/people/index.ht
ml
Yankelovich, D & Immerwahr, J. (1983). Putting the work ethic to work: a public
agenda report on restoring America’s competitive vitality. New York: The
Public Agenda Foundation