BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pendidikan Karakter a. Pengertian Pendidikan Karakter - PENINGKATAN RASA PERCAYA DIRI DAN PRESTASI BELAJAR IPS MATERI MENGENAL JENIS-JENIS USAHA DAN KEGIATAN EK ONOMI DI INDONESIA MELALUI METODE PEMBELAJARAN ROU

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pendidikan Karakter a. Pengertian Pendidikan Karakter Pada dasarnya pendidikan dilaksanakan untuk memberikan

  pengarahan kepada setiap orang agar dapat bertindak dan bersikap benar sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan yang dipelajari. Dalam pendidikan karakter terdapat nilai-nilai karakter yang diterapkan setiap proses pembelajaran, maka pendidikan bukan hanya tertuju pada intelektual saja melainkan mempunyai moral dan karakteristik yang seimbang.

  Menurut Suyadi (2013:5) karakter merupakan nilai-nilai universal perilaku manusia yang meliputi seluruh aktivitas kehidupan, baik yang berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, maupun dengan lingkungan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat. Karakter menurut Samani (2012: 41) dimaknai sebagai cara berfikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.

  7 Dari beberapa pengertian karakter di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karakter identik dengan akhlak, sehingga karakter seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama manusia dan dengan lingkungan. Karakter yang baik diperlukan suatu pembinaan baik dalam lingkup formal maupun non formal.

  Pada dasarnya pendidikan karakter menurut Salahudin (2013:42) dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara kebaikan, mewujudkan dan menebar kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Menurut Benninga (1991:4) menjelaskan bahwa: “Moral education is a conscious effort shared by

  parent society, and professional aducators to help “shape the character of

less wel educated people”. Pendidikan moral merupakan bagian dari

  upaya sadar oleh orang tua, masyarakat, dan pendidik profesional untuk membantu membentuk karakter orang yang kurang berpendidikan.

  Zubaedi (2013:15) Pendidikan Karakter adalah usaha sengaja (sadar) untuk mewujudkan kebajikan, yaitu kualitas manusia yang baik secara objektif, bukan hanya baik untuk individu perseorangan, tetapi juga baik untuk masyarakat secara keseluruhan. Berdasarkan pengertian dari para ahli dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan usaha sengaja yang dilakukan untuk membentuk kepribadian manusia agar menjadi pribadi yang baik dalam kehidupannya sehari-hari.

   Tujuan Pendidikan Karakter

  Menurut Hamid (2013:39), terdapat enam tujuan pendidikan karakter, yaitu: 1) Membentuk siswa berpikir rasional, dewasa, dan bertanggung jawab.

  2) Mengembangkan sikap mental yang terpuji. 3) Membina kepekaan sosial anak didik. 4) Membangun mental optimis dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan tantangan.

  5) Membentuk kecerdasan emosional. 6) Membentuk anak didik yang berwatak pengasih, penyayang, sabar, beriman, takwa, bertanggung jawab, amanah, jujur, adil, dan mandiri.

  Tujuan pendidikan karakter yaitu untuk menanamkan, membentuk dan mengembangkan karakter pribadi peserta didik sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang berbudaya. Peserta didik mempunyai watak yang pengasih, penyayang, sabar, beriman, takwa, bertanggung jawab, amanah, jujur, adil, dan mandiri. Peserta didik mempunyai mental yang optimis dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan tantangan.

c. Fungsi Pendidikan Karakter

  Menurut Zubaedi (2013:18), pendidikan karakter memiliki tiga 1) Fungsi Pembentukan dan Pengembangan Potensi.

  Pendidikan karakter berfungsi membentuk dan mengem- bangkan potensi peserta didik agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup pancasila. 2) Fungsi Perbaikan dan Penguatan.

  Pendidikan karakter berfungsi memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi warga negara dan pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera. 3) Fungsi Penyaring.

  Pendidikan karakter berfungsi memilah budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.

  Fungsi pendidikan karakter adalah mengembangkan potensi dasar peserta didik agar dapat berpikir dan berperilaku yang baik.

  Memilah nilai-nilai budaya bangsa lain yang sesuai dengan karakter bangsa. Sehingga dapat meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.

2. Percaya Diri a. Pengertian Percaya Diri

  memiliki kemampuan untuk melakukan apa yang perlu dilakukan tanpa pengaruh dari orang lain. Menurut Mustari (2014:51) berpendapat percaya diri adalah sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapan. Percaya diri (self-confidence) menurut Dariyo (2007:206) ialah kemampuan individu untuk dapat memahami dan meyakini seluruh potensinya agar dapat dipergunakan dalam menghadapi penyesuaian diri dengan lingkungan hidupnya. Berdasarkan pengertian dari para ahli dapat disimpulkan bahwa percaya diri merupakan sikap seseorang yang mempunyai keyakinan pada kemampuan dirinya sendiri, sehingga dalam setiap tindakannya tidak terlalu cemas dalam melakukan hal-hal yang sesuai dengan keinginannya, dan bertanggung jawab atas perbuatannya.

b. Langkah-Langkah Percaya Diri

  Menurut Lauster (2006:15), ada sepuluh langkah-langkah percaya diri, yaitu: 1) Sebagai langkah pertama carilah sebab-sebab Saudara merasa rendah diri. Sekali Saudara mengetahui sebab-sebab itu maka

  Saudara sudah mendapatkan prasyarat yang sangat penting untuk suatu perbaikan kepercayaan diri sendiri yang direncanakan.

  2) Atasi kelemahan Saudara. Hal yang penting adalah Saudara harus memiliki kemauan yang kuat. Karena hanya dengan begitu Saudara yang sebenarnya. 3) Cobalah kembangkan bakat dan kemampuan Saudara lebih jauh.

  Dengan begitu Saudara mengadakan kompensasi bagi kelemahan Saudara, sehingga kelemahan itu tidak penting lagi bagi Saudara.

  4) Bahagialah dengan keberhasilan Saudara dalam suatu bidang tertentu dan janganlah ragu-ragu untuk bangga atasnya. Perkiraan Saudara sendiri atas keberhasilan Saudara adalah lebih penting untuk kesadaran diri Saudara sendiri dibandingkan dengan pendapat orang lain. 5) Bebaskan diri Saudara dari pendapat orang lain. Janganlah berbuat berlawanan dengan keyakinan Saudara sendiri. Hanya dengan begitu Saudara akan merasa merdeka dalam diri sendiri dan yakin. 6) Jika misalnya Saudara tidak puas dengan pekerjaan Saudara tapi tidak melihat sesuatu kemungkinanpun untuk memperbaiki diri

  Saudara, maka kembangkanlah bakat-bakat Saudara melalui sesuatu hobby. Dengan begitu Saudara dapat mengkompensasikan kekecewaan dan dapat menjaga diri dari ketidak yakinan atas diri sendiri.

  7) Jika Saudara diminta untuk melakukan pekerjaan yang sukar, cobalah melakukan pekerjaan tersebut dengan rasa optimis. Jika anda takut melakukan tugas itu, maka di masa depan saudara akan kurang percaya pada kemampuan saudara sendiri dan akhirnya 8) Jangan terlalu bercita-cita, karena cita-cita yang kelewat batas tidak baik. Makin besar cita-cita Saudara, maka akan semakin sulit bagi

  Saudara untuk memenuhi tuntutan yang tinggi itu. 9) Jangan terlalu sering membandingkan diri Saudara dengan orang lain. Ada banyak hal yang dapat dilakukan lebih baik oleh orang lain dibanding dengan Saudara. Jika Saudara terus menerus membandingkan diri Saudara dengan orang lain maka ada kemungkinan Saudara akan kecewa dengan diri Saudara sendiri. Dan ini tidak baik bagi harga diri Saudara sendiri. 10) Janganlah mengambil sebagai motto ungkapan yang berbunyi,

  “apapun juga yang dilakukan dengan baik oleh orang lain sayapun harus dapat melakukannya”, karena tak seorangpun dapat mempunyai hasil yang sama dalam tiap bidang.

  Menurut pendapat di atas ada sepuluh langkah-langkah percaya diri yaitu: cari sebab-sebab merasa rendah diri, atasi kelemahan saudara, kembangkan bakat dan kemampuan, bahagialah dengan keberhasilan dan jangan ragu-ragu, bebaskan diri dari pendapat orang lain, kembangkan bakat melalui hobby, melakukan pekerjaan dengan rasa optimis, jangan terlalu bercita-cita, jangan sering membandingkan diri dengan orang lain, dan jangan mengambil motto orang lain karena tak seorangpun dapat mempunyai hasil yang sama. Sepuluh langkah- langkah percaya diri sudah diketahui, maka dapat diperbaiki positif kepada diri seseorang.

c. Indikator Percaya Diri

  Indikator percaya diri merupakan suatu hasil yang nampak pada diri seseorang. Apabila peserta didik berani melakukan suatu aktivitas dan kelihatannya ia tidak ragu memilih dan membuat apa yang harus dibuatnya. Berikut adalah beberapa indikator percaya diri menurut pendapat Mustari (2014: 53-57) yaitu:

  1. Memiliki keyakinan Percaya diri berarti keyakinan pada diri. Untuk memiliki keyakinan pada peserta didik diperlukan keberanian, kemampuan untuk mengambil resiko, kesediaan untuk menerima penderitaan dan kekecewaan atau tindakan yang dilakukannya.

  2. Persamaan kesempatan Setiap peserta didik memiliki potensi yang memadai untuk mengikuti proses pembelajaran di sekolah.

  3. Menghilangkan inferioritas (menghilangkan rasa minder/rasa rendah diri) Peserta didik memiliki kemampuan bersosialisasi, misalnya menjalin keakraban dengan teman tanpa merasa minder atau tidak percaya diri dengan keadaan dirinya.

  Menurut pendapat di atas dalam penelitian ini percaya diri peserta didik yang dinilai yaitu memiliki keyakinan pada diri seseorang ataupun kritik dan saran, persamaan kesempatan yang untuk mengikuti proses pembelajaran di sekolah, dan menghilangkan rasa minder atau rendah diri peserta didik. Rasa percaya diri sangatlah penting bagi peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran di dalam kelas.

3. Prestasi Belajar a. Pengertian Prestasi Belajar

  Prestasi belajar adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena dengan belajar seseorang akan melakukan aktivitas dan proses untuk memperoleh keberhasilan yang telah ditargetkan, sedangkan keberhasilan yang telah dicapai tersebut merupakan prestasi dari hasil usahanya. Menurut Arifin (2013:12), kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie. Bahasa Indonesia mengartikan prestasi yang berarti hasil usaha. Prestasi belajar menurut Hamdani (2011:137) prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun secara kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak pernah melakukan kegiatan.

  Gagne (dalam Suprijono, 2013:2) berpendapat bahwa belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Menurut Sagala (2012: 12), belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku dan keterampilan dengan Berdasarkan beberapa pengertian prestasi dan belajar di atas maka dapat disimpulkan prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang dicapai peserta didik dari hasil belajarnya. Hasil belajar peserta didik dapat diukur berdasarkan tingkah laku sebelum dan sesudah proses belajar dilakukan, dimana diwujudkan dengan perilaku dan pengetahuan. Prestasi belajar secara konkrit adalah dalam bentuk nilai (angka), hasil dari tes formatif dalam pembelajaran pada masing- masing peserta didik. Prestasi belajar ini dapat tercapai yaitu dengan belajar tekun, sungguh-sungguh, serta kemauan keras dalam belajar.

b. Prinsip – Prinsip Pengukuran Prestasi Belajar

  Prestasi belajar dapat diukur melalui tes yang sering dikenal dengan tes prestasi belajar. Menurut Gronlun (dalam Azwar, 2013: 19- 22), merumuskan beberapa prinsip dasar dalam pengukuran prestasi belajar sebagai berikut: 1) Tes prestasi harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara jelas sesuai dengan tujuan instruksional.

  Prinsip ini menjadi langkah pertama dalam menyusun tes prestasi belajar, yaitu langkah pembatasan tujuan ukur. Identifikasi dan pembatasan tujuan ukur harus bersumber dan mengacu pada tujuan instruksional yang telah di gariskan bagi suatu program.

  2) Tes prestasi harus mengukur suatu sampel yang representatif dari hasil belajar dan materi yang dicakup oleh program instruksional Maksud sampel hasil belajar dalam hal ini adalah perwujudan soal tes dalam bentuk aitem-aitem yang mewakili kesemua pertanyaan mengenai materi pelajaran yang secara teoritik mungkin ditulis. Pengukuran hasil belajar materi pelajaran secara keseluruhan, sampel pertanyaan yang termuat dalam tes harus representatif yakni harus menanyakan semua bagian materi yang dicakup oleh suatu program secara proporsional. 3) Tes prestasi harus berisi poin-poin dengan tipe yang paling cocok guna mengukur hasil belajar yang diinginkan.

  Hasil belajar yang hendak diukur akan menentukan tipe perilaku yang harus diterima sebagai bukti tercapainya tujuan instruksional yang telah ditetapkan. Tujuan pengukuran prestasi belajar adalah mengungkapkan proses mental atau kompetensi tingkat tinggi guna pemecahan masalah maka dapat dipilih tipe esai, atau tipe pilihan ganda.

  4) Tes prestasi harus dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaan hasilnya.

  Dalam hal ini perhatian lebih ditunjukkan pada respon atau jawabannya yang diberikan peserta didik pada aitem-aitem tertentu sedangkan skor keseluruhan menjadi berkurang penting peranannya. Pusat perhatian akan tertuju pada kesalahan-kesalahan yang biasa dilakukan oleh peserta didik dan bukan pada usaha karena tes seperti ini tujuan utamanya adalah unutk mendeteksi masalah-masalah kesukaran belajar maka taraf kesukaran aitem- aitemnya pun dibuat rendah. 5) Reliabilitas tes prestasi harus diusahakan setinggi mungkin dan hasil ukurannya harus ditafsirkan dengan hati-hati.

  Informasi mengenai reliabilitas suatu tes haruslah menjadi salah satu pertimbangan penting dalam melakukan interprestasi hasil ukur tes yang bersangkutan. Laporan mengenai koefisien reliabilitas setiap tes perlu juga dilengkapi dengan laporan besarnya eror standar dalam pengukuran. 6) Tes prestasi harus dapat digunakan untuk meningkatkan belajar pada anak didik.

  Bahwasannya tujuan utama pengukuran prestasi belajar, baik formatif maupun sumatif, adalah membantu mereka dalam belajar haruslah dapat dikomunikasikan kepada peserta didik. Peserta didik telah dapat memandang tes sebagai sarana yang menolong mereka, di samping sebagai dasar pemberian angka atau nilai rapot, maka fungsi tes sebagai motivator dan pengarah dalam belajar telaah tercapai.

c. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

  Pada dasarnya, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi (intern) dan faktor dari luar (ekstern), Hamdani (2011: 139-146).

  1) Faktor Internal Faktor intern adalah faktor yang berasal dari peserta didik.

  Faktor ini antara lain sebagai berikut:

  a) Kecerdasan (intelegensi) Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Adakalanya perkembangan ini ditandai oleh kemajuan-kemajuan yang berbeda antara satu anak dengan anak lainnya sehingga anak pada usia tertentu sudah memiliki tingkat kecerdasan lebih tinggi dibandingkan dengan kawan sebayanya. Oleh karena itu, jelas bahwa faktor intelegensi merupakan suatu hal yang tidak diabaikan dalam kegiatan belajar mengajar.

  b) Faktor jasmani atau faktor fisiologis Kondisi jasmaniah atau fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang.

  c) Sikap

  Sikap yaitu suatu kecenderungan untuk mereaksi terhadap suatu hal, orang, atau benda dengan suka, tidak suka, Dalam diri peserta didik harus ada sikap yang positif (menerima) kepada sesama peserta didik atau kepada gurunya.

  Sikap positif ini akan menggerakkannya untuk belajar. Adapun peserta didik yang sikapnya negatif (menolak) kepada sesama peserta didik atau gurunya tidak akan mempunyai kemauan untuk belajar.

  d) Minat Minat menurut para ahli psikologi adalah suatu kecenderungan untuk selalu memperhatikan dan mengingat sesuatu secara terus-menerus. Minat ini erat kaitannya dengan perasaan, terutama perasaan senang. Dapat dikatakan minat itu terjadi karena perasaan senang pada suatu.

  Minat memiliki pengaruh yang besar terhadap pembelajaran. Jika menyukai suatu mata pelajaran, peserta didik akan belajar dengan senang hati tanpa rasa beban. Minat belajar yang telah dimiliki peserta didik merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Seseorang apabila mempunyai minat yang tinggi terhadap sesuatu, akan terus berusaha untuk melakukan sehingga apa yang diinginkan dapat tercapai. e) Bakat Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki datang f) Motivasi

  Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong peserta didik untuk melakukan belajar.

  Dalam perkembangannya, motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: (a) motivasi intrinsik, (b) motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang bersumber dari dalam diri seseorang yang atas dasarnya kesadaran sendiri untuk melakukan suatu pekerjaan belajar. Adapun motivasi ekstrinsi, yaitu motivasi yang datang dari luar diri peserta didik, yang menyebabkan peserta didik tersebut melakukan kegiatan belajar.

  Dalam memberian motivasi, guru harus berusaha untuk mengarahkan perhatian peserta didik pada sasaran tertentu.

  Dengan adanya dorongan dalam diri peserta didik, akan timbul inisiatif dengan alasan mengapa ia menekuni pelajaran. Untuk membangkitkan motivasi kepada mereka, supaya dapat melakukan kegiatan belajar dengan kehendak sendiri dan belajar secara aktif.

  Faktor eksternal terdiri atas dua macam, yaitu lingkungan sosial dan lingkungan nonsosial.

  Lingkungan sosial adalah guru, kepala sekolah, staf administrasi, teman-teman sekelas, rumah tempat tinggal peserta didik, alat-alat belajar, dan lain-lain. Adapun yang termasuk dalam lingkungan nonsosial adalah gedung sekolah, tempat tinggal, dan waktu belajar. Menurut Slameto (dalam Hamdani, 2011: 143), faktor ekstern yang dapat mempengaruhi belajar adalah keadaan keluarga, keadaan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

  a) Keadaan keluarga Keluarga merupakan lingkungan tekecil dalam masyarakat, tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan.

  Keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama. Adanya rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Rasa aman itu membuat seseorang terdorong untuk belajar secara aktif karena rasa aman merupakan salah satu kekuatan pendorong dari luar yang menambah motivasi untuk belajar.

  Oleh karena itu, orangtua hendaknya menyadari bahwa pendidikan dimulai dari keluarga. Adapun sekolah merupakan pendidikan lanjutan. Peralihan pendidikan informal ke lembaga-lembaga formal memerlukan kerjasama yang baik meningkatkan hasil belajar anak. Jalan kerja sama yang perlu ditingkatkan, ketika orangtua harus menaruh perhatian yang serius tentang cara belajar anak dirumah. Perhatian orangtua dapat memberikan motivasi sehingga anak dapat belajar dengan tekun. Anak memerlukan waktu, tempat, dan keadaan yang baik untuk belajar.

  b) Keadaan sekolah Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Oleh karena itu, lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong peserta didik untuk belajar lebih giat.

  Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan guru dengan peserta didik, alat-alat pelajaran, dan kurikulum. Hubungan antara guru dan peserta didik yang kurang baik akan mempengaruhi hasil-hasil belajaranya. Oleh sebab itu, guru harus menguasai bahan pelajaran yang disajian dan memilih metode yang tepat dalam mengajar.

  c) Lingkungan masyarakat Lingkungan alam sekitar sangat berpengaruh terhadap perkembangan pribadi anak sebab dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih banyak bergaul dengan lingkungan tempat ia berada. Oleh karena itu, apabila seorang peserta didik belajar, kemungkinan besar hal tersebut akan membawa pengaruh pada dirinya sehingga ia akan turut belajar sebagaimana temannya.

d. Fungsi Prestasi Belajar

  Menurut Arifin (2013:12-13), prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain: 1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik.

  2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. Para ahli psikologi biasanya menyebut hal ini sebagai “tendensi keingintahuan (couriosity) dan merupakan kebutuhan umum manusia”.

  3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.

  Asumsinya adalah prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi peserta didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berperan sebagai umpan balik (feedback) dalam meningkatkan mutu pendidikan.

  4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ektern dari suatu institusi pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan dengan kebutuhan masyarakat dan anak didik. Indikator dijadikan indikator tingkat kesuksesan peserta didik di masyarakat. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan pula dengan kebutuhan masyarakat.

  5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) peserta didik. Dalam proses pembelajaran, peserta didik menjadi fokus utama yang harus diperhatikan, karena peserta didiklah yang diharapkan dapat menyerap seluruh materi pelajaran.

4. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) a. Pengertian IPS

  Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan ilmu yang membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Lingkungan masyarakat dimana anak didik tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari masyarakat, dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada dan terjadi di lingkungan sekitarnya.

  IPS adalah suatu bahan kajian yang terpadu yang merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan modifikasi yang diorganisasikan dari konsep-konsep dan keterampilan Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi, dan Ekonomi (Gunawan, 2013:48).

  IPS dipandang pula sebagai integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya (Trianto, 2010:171). mata pelajaran di sekolah yang didesain atas dasar fenomena, masalah dan realitas sosial dengan pendekatan interdisipliner yang melibatkan berbagai cabang ilmu-ilmu sosial dan humaniora seperti kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, pendidikan. IPS menurut Savage & Armstrong (1996:9) menyatakan bahwa:

  ”Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence.” Pelajaran IPS adalah

  pelajaran yang menggabungkan dari ilmu-ilmu sosial dan manusia untuk meningkatkan kompetensi masyarakat.

  Berdasarkan beberapa pengertian IPS di atas maka dapat disimpulkan bahwa IPS merupakan studi atau kajian masalah-masalah sosial yang berasal dari ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk kepentingan tujuan pendidikan di sekolah yaitu untuk mempersiapkan peserta didik sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai yang dapat digunakan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah pribadi atau masalah sosial serta kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik.

b. Tujuan Pelajaran IPS

  Pada dasarnya tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan lingkungannya, serta berbagai bekal bagi peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Solihatin & Raharjo, 2011:15). Menurut Gunawan (2013:51) mata pelajaran IPS bertujuan agar anak didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

  2) Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial. 3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

  4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

  Tujuan pelajaran IPS adalah untuk membina peserta didik agar menjadi warga negara yang baik. Peserta didik memiliki pengetahuan, keterampilan dan keperdulian sosial yang berguna bagi dirinya sendiri serta bagi masyarakat dan negara. Peserta didik dapat menjadi generasi penerus yang dapat membuat bangsa Indonesia menjadi lebih baik lagi.

  c. Ruang Lingkup Pelajaran IPS

  Gunawan (2013: 51), menyatakan bahwa ruang lingkup 1) Manusia, tempat, dan lingkungan.

  2) Waktu, keberlanjutan, dan perubahan. 3) Sistem sosial dan budaya. 4) Perilaku ekonomi dan kesejahteraan. 5) IPS SD sebagai Pendidikan Global (global education), yakni:

  Mendidik siswa akan kebhinekaan bangsa, budaya, dan peradaban di dunia; Menanamkan kesadaran ketergantungan antar bangsa; Menanamkan kesadaran semakin terbukanya komunikasi dan transportasi antar bangsa di dunia; Mengurangi kemiskinan, kebodohan dan perusakan lingkungan.

  d. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

  Standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk jenjang SD/MI kelas V, semester I, mata pelajaran IPS tertera pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

  Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

  1. Menghargai berbagai peninggalan dan

  1.5 Mengenal jenis- tokoh sejarah yang berskala nasional jenis usaha dan pada masa Hindu-Budha dan Islam, kegiatan ekonomi keragaman kenampakan alam dan suku di Indonesia bangsa, serta kegiatan ekonomi di Indonesia

5. Metode Pembelajaran Round Robin (Merespon Bergiliran)

  Suprijono (2013: 46), metode pembelajaran diartikan sebagai pola memberi petunjuk kepada guru di kelas. Metode pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan- tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas. Pada penelitian kali ini menggunakan metode pembelajaran kolaboratif.

  Pembelajaran kolaboratif berarti pembelajaran untuk bekerjasama bersama-sama orang lain, dalam praktek pembelajaran kolaboratif berarti peserta didik bekerja secara berpasangan atau dalam kelompok kecil untuk mencapai tujuan pembelajaran bersama terdapat beberapa fitur penting.

  Barkley (2012:4). Fitur-fitur tersebut diantaranya:

  a. Pembelajaran kolaboratif adalah desain yang disengaja. Guru membagi peserta didik menjadi kelompok kecil kemudian peserta didik bekerja secara tertsruktur. Desain sengaja dibuat dengan tujuan untuk melibatkan peserta didik secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.

  b. Pembelajaran kolaboratif meliputi kerjasama antar peserta didik.

  Setiap anggota kelompok harus bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

  c. Pembelajaran kolaboratif adalah terjadinya proses pembelajaran yang penuh makna. Peserta didik bekerjasama dalam sebuah tugas kolaboratif, mereka harus bisa mendapatkan peningkatan pengetahuan atau semakin memahami materi yang diajarkan. Tugas yang diberikan kepada kelompok harus terstruktur sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Memberikan tanggung jawab kepada peserta didik dan membuat ruang kelas riuh oleh kerja kelompok-kelompok kecil yang energik dan hidup merupakan hal yang menarik. Hal tersebut tidak akan memiliki makna edukatif apabila peserta didik tidak bisa mencapai tujuan pembelajaran.

  Pembelajaran kolaboratif adalah sebuah pedagogi yang pusatnya terletak dalam asumsi bahwa manusia selalu menciptakan makna bersama dan proses tersebut selalu memperkaya dan memperluas wawasan mereka. Matthews (dalam Barkley 2012: 8). Pembelajaran kolaboratif akan menghindari ketergantungan peserta didik terhadap guru yang berperan sebagai pemegang otoritas, baik atas subyek yang diajarkan maupun proses belajar (Barkley, 2012: 8). Guru bukan hanya menjadi pemantau proses belajar, sebaliknya guru harus menjadi anggota, seperti halnya peserta didik yang tengah mencari pengetahuan, karena pembelajaran kolaboratif merupakan sebuah inovasi pembelajaran. Pembelajaran yang sudah berinovasi akan menciptakan suasana belajar yang lebih komunikatif antara peserta didik dengan peserta didik lain maupun dengan guru.

  Pembelajaran kolaboratif untuk meningkatkan rasa percaya diri peserta didik yaitu dengan cara menerapkan teknik-teknik diskusi, sehingga peserta didik memiliki kesempatan untuk mengutarakan ide maupun gagasan-gagasan berdasarkan pengalamannya. Pertukaran informasi, gagasan, dan pendapat merupakan inti dari pembelajaran kolaboratif.

  Peserta didik harus terlibat aktif dalam membangun pikiran mereka sendiri dalam belajar kelompok. Kelompok-kelompok kecil teman sebaya yang belajar bersama memberi keuntungan bagi pencapaian akademis, motivasi, dan kepuasan (Barkley 2012: 38). Kelompok kecil yang terstruktur akan menciptakan tanggung jawab individual dan kerjasama kelompok. Pada penelitian ini akan menggunakan metode pembelajaran

  Round Robin (Merespon Bergiliran).

a. Metode Round Robin (Merespon Bergiliran)

  Barkley (2012: 162) Metode Round Robin (Merespon Bergiliran) sebenarnya adalah teknik brainstorming yaitu peserta didik mengajukan gagasan-gagasan namun tanpa mengelaborasikan, menjelaskan, mengevaluasi, atau mempertanyakan gagasan tersebut. Metode Round Robin (Merespon Bergiliran) melibatkan peserta didik untuk memunculkan gagasan dan berbicara secara berurutan. Urutan pemberian respon ini diatur dengan memulai dari satu peserta didik ke peserta didik lain sampai semua peserta didik memiliki kesempatan untuk berbicara. Teknik ini digunakan khususnya untuk menyusun sesi sumbang saran dan memastikan bahwa semua peserta didik ikut berpartisipasi.

  Dua konsep yang akan menjadi karakteristik dalam pelaksanaan pembelajaran Round Robin (Merespon Bergiliran) yaitu:

  1) Tujuan Kelompok Pembelajaran dengan menggunakan metode Round Robin

  (Merespon Bergiliran) dilakukan secara berkelompok, dengan tujuan diantaranya untuk menjalin keakraban dengan peserta didik lain, menciptakan kerjasama dan meningkatkan komunikatif peserta didik. Melalui pembelajaran kelompok, maka dapat membantu peserta didik yang pasif untuk menjadi aktif. Setiap anggota kelompok harus berpartisipasi dalam menyampaikan gagasan. 2) Tanggung jawab individual

  Keberhasilan belajar secara berkelompok juga akan dipengaruhi oleh tanggung jawab setiap peserta didik. Setiap individu memiliki tugas yang akan menunjang keberhasilan dalam kerja kelompok. Tanggung jawab individu ini yang akan mempengaruhi aktivitas belajar peserta didik.

b. Langkah-langkah metode Round Robin (Merespon Bergiliran)

  Barkley (2012: 163) menyebutkan prosedur kegiatan pembelajaran dengan menerapkan metode Round Robin (Merespon Bergiliran) sebagai berikut: 1) Minta peserta didik membentuk kelompok yang beranggotakan empat sampai enam orang.

  2) Jelaskan bahwa kegiatan brainstroming ini adalah untuk memancing munculnya gagasan. Anggota kelompok akan mendapatkan giliran satu per satu, bergerak searah jaru jam, dan memberi respon pada pertanyaan. Informasikan kepada peserta didik bahwa untuk menghindari interupsi atau gangguan terhadap aliran gagasan, mereka harus menahan diri untuk mengevaluasi, mempertanyakan atau membahas gagasan-gagasan tersebut.

  3) Jika menurut anda bermanfaat untuk membagi peran kepada peserta didik (seperti pencatat atau penegas aturan), maka luangkan waktu beberapa menit untuk membagi peran. 4) Sampaikan kepada peserta didik apakah mereka akan mendapat giliran secara satu per satu sesuai urutan hanya untuk satu kali, atau sampai beberapa kali, umumkan batas waktu, jangan lupa untuk memajang pengarah.

  5) Minta salah satu peserta didik untuk memulai kegiatan tersebut dengan mengemukakan sebuah gagasan atau jawaban secara lisan. Peserta didik berikutnya melanjutkan sesi brainstroming tersebut dengan mengemukakan gagasan baru. Kegiatan terus berlanjut, bergerak dari satu anggota ke anggota lainnya secara berurutan, sampai semua peserta didik berpartisipasi.

B. Penelitian yang Relevan

  Penelitian yang telah dilakukan oleh Moh. Funali dalam jurnal yang berjudul “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS

  Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kolaborasi Pada Siswa Kelas V SDN 1 Siboang

  ”, dalam kesimpulannya menyatakan bahwa model pembelajaran kolaborasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS. Hasil belajar siswa dari 60,15 (nilai rata-rata hasil belajar sebelum penelitian) menjadi 69,12 (siklus I) dan 81,64 (siklus II). Begitupun menjadi 87,5% pada siklus II. Demikian pula peningkatan daya serap klasikal dari 69,12% pada siklus I menjadi 81,64% pada siklus II.

  Penelitian yang telah dilakukan oleh Dian Surya Ningsih dalam jurnal yang berjudul “Pengaruh Teknik Pembelajaran Round Robin (merespon bergiliran) terhadap Kemampuan Menulis Puisi Siswa Kelas X SMA Negeri

  1 Kisaran Tahun Pembelajaran 2013/2014”, dapat disimpulkan bahwa nilai yang didapat belum mencapai KKM sebesar 75 dalam menulis puisi, dengan melalukan pre-test tanpa perlakuan teknik Round Robin, hasil yang didapat dengan nilai rata-rata 64,52 sehingga termasuk dalam kategori. Akan tetapi setelah melakukan post-test yaitu penerapan teknik Round Robin, nilai rata- rata kemampuan menulis puisi lebih tinggi yakni sebesar 73,7 (kategori baik) daripada nilai rata-rata kemampuan menulis puisi sebelum perlakuan.

C. Kerangka Berfikir

  Kerangka berpikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Penelitian

  Pada kondisi awal terlihat rasa percaya diri dan prestasi belajar rendah. Guru melakukan tindakan dengan menyampaikan materi pelajaran

  IPS kepada peserta didik melalui metode belajar Round Robin (Merespon Bergiliran). Penerapan metode pembelajaran ini menuntut peserta didik untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran, karena nantinya selama kegiatan pembelajaran akan dilaksanakan penilaian dalam bentuk lembar observasi yang terdiri dari angket dan soal evaluasi pada akhir siklus. Hasil observasi dari angket tersebut digunakan untuk melihat peningkatan rasa percaya diri,

  KONDISI AWAL Rasa Percaya Diri dan Prestasi belajar rendah

  TINDAKAN

Dalam Pembelajaran

guru menggunakan

metode Round Robin

  

(Merespon

Bergiliran)

Rasa Percaya diri dan prestasi belajar meningkat

  Refleksi Siklus II Dalam pembelajaran peserta didik melaksanakan metode Round Robin (Merespon Bergiliran)

  Refleksi Siklus I Dalam pembelajaran peserta didik melaksanakan metode Round Robin

  (Merespon Bergiliran) sedangkan soal evaluasi untuk melihat peningkatan prestasi belajar terhadap materi yang telah diajarkan. Tercapainya peningkatan rasa percaya diri dan prestasi belajar peserta didik adalah tujuan yang diharapkan oleh guru dapat tercapai.

D. Hipotesis Tindakan

  Untuk mengatasi masalah yang sudah diuraikan diatas, maka dapat diambil hipotesis tindakan berupa :

  1. Pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran Round Robin dapat meningkatkan rasa percaya diri peserta didik terhadap mata

  pelajaran IPS materi mengenal jenis-jenis usaha dan kegiatan ekonomi di Indonesia di SD Negeri 1 Pajerukan.

  2. Pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran Round Robin dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik terhadap mata

  pelajaran IPS materi mengenal jenis-jenis usaha dan kegiatan ekonomi di Indonesia kaan di SD Negeri 1 Pajerukan.