BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kedisiplinan pada Anak Usia Dini - UMI MARKHAMAH BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kedisiplinan pada Anak Usia Dini 1. Kedisiplinan a. Pengertian Kedisiplinan Kedisiplinan berasal dari kata disiplin. Istilah disiplin berasal dari

  bahasa latin disciplina yang menunjuk pada kegiatan belajar dan mengajar. Sedangkan istilah bahasa Inggrisnya adalah discipline yang berarti: 1.

  Tertib, taat atau mengendalikan tingkah laku, penguasaan diri.

  2. Latihan membentuk, meluruskan atau menyempurnakan sesuatu, sebagai kemampuan mental atau karakter moral.

  3. Hukuman yang diberikan untuk melatih atau memperbaiki.

  4. Kumpulan atau sistem-sistem peraturan-peraturan bagi tingkah laku 1: 1).

  Menurut Hurlock (1999: 82) bahwa disiplin adalah keinginan seorang untuk belajar dari atau secara sukarela mengikuti seorang pemimpin. Jadi kedisiplinan adalah perbuatan seseorang yang dilakukan secara sukarela dan teratur tanpa paksaan dari siapapun.

  Rahmawati (tt: 1) menjelaskan bahwa disiplin secara umum dapat diartikan sebagai pengendalian diri sehubungan dengan proses penyesuaian diri dan sosialisasi. Disiplin merupakan faktor positif dalam hidup, sebagai perkembangan dari pengawasan dari dalam yang menuntut seseorang ke arah pola perilaku dapat diterima oleh masyarakat dan yang menunjang kesejahteraan diri sendiri.

  Beberapa definisi tersebut dapat memberikan kesimpulan bahwa kedisiplinan adalah kepatuhan mentaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan yang dilakukan secara sukarela dan teratur tanpa paksaan dari siapapun, baik tertulis, lisan maupun berupa peraturan-peraturan atau kebiasaan.

  b.

  Unsur-unsur Disiplin Unsur-unsur disiplin terdiri dari: 1. Peraturan

  Menurut Hurlock (1999: 85) bahwa peraturan adalah pola yang ditetapkan untuk tingkah laku. Pola tersebut ditetapkan oleh orang tua dengan tujuan untuk membekali anak dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam situasi tertentu. Pola tersebut mungkin ditetapkan oleh orang tua, guru atau teman bermain.

  Peraturan sekolah yang dijadikan rujukan misalnya peraturan yang menyatakan kepada anak apa yang harus dan apa yang tidak bolah dilakukan sewaktu berada di dalam kelas, koridor sekolah, ruang makan sekolah, kamar kecil atau lapangan bermain sekolah. Sebaliknya mereka tidak mengatakan apa yang tidak boleh dilakukan di rumah, lingkungan sekitar rumah atau kelompok bermain yang tidak diawasi guru.

  Peraturan di rumah mengajarkan anak apa yang harus dan apa yang boleh dilakukan di rumah atau dalam hubungan dengan anggota keluarga seperti tidak boleh mengambil barang milik saudara, tidak boleh membantah nasehat orang tua, dan tidak boleh lalai melakukan bagian tugas rumah tangga mereka, misalnya menata meja atau membersihkan kamar mereka.

  Peraturan mempunyai dua fungsi yang sangat penting dalam membantu anak menjadi makhluk bermoral, yaitu: a)

  Peraturan mempunyai nilai pendidikan karena peraturan memperkenalkan pada anak perilaku yang disetujui anggota kelompok tersebut. Misalnya anak belajar dari peraturan tentang memberi dan mendapat bantuan dalam tugas yang dibuatnya sendiri merupakan satu-satunya metode yang dapat diterima di sekolah untuk menilai prestasinya.

b) Peraturan membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan.

  Bila merupakan peraturan keluarga menetapkan bahwa tidak seorang anak pun boleh mengambil mainan atau milik saudaranya tanpa pengetahuan dan izin si pemilik, maka anak segera belajar bahwa hal ini dianggap perilaku yang tidak diterima karena mereka dimarahi atau dihukum bila melakukan tindakan terlarang ini.

  Agar peraturan dapat memenuhi kedua fungsi tersebut, maka peraturan dimengerti, diingat, dan diterima oleh anak. Bila peraturan diberikan dalam kata-kata yang tidak dimengerti atau hanya sebagian yang dimengerti, maka peraturan itu tidak berharga sebagai pedoman perilaku dan gagal mengekang perilaku yang tidak diinginkan.

  Alamat website(2009: 1) memberikan penjelasan bahwa membuat peraturan bagi anak merupakan bagian mendasar dari usaha untuk mendisiplinkan anak. Dalam membuat peraturan untuk anak ada beberapa hal yang harus orang tua perhatikan, yaitu orang tua harus tahu dengan jelas apa konsekuensi yang akan dihadapi oleh anak saat ia melanggar peraturan tersebut.

  Hal yang terpenting adalah pastikan bahwa orang tua telah sepakat akan peraturan dan konsekuensinya. Untuk itu dibutuhkan waktu khusus bagi orang tua untuk membicarakan tentang hal ini.

  Peraturan yang orang tua buat untuk si kecil sebaiknya bisa bersifat luas dan meliputi segala situasi, misalnya tidak boleh berbohong, selalu menghormati orang yang lebih tua, tidak boleh ngambek, tidak boleh bertengkar dengan saudara, tidak boleh berteriak saat bicara, dan sebagainya. Konsekuensi yang orang tua berikan jika si kecil melanggar peraturan tersebut pun harus jelas dan setimpal dengan pelanggaran yang dibuat. Jangan membuat konsekuensi yang terlalu kejam untuk dijalani anak. Orang tua hanya cukup memberinya pelajaran agar tidak mengulangi kesalahannya lagi.

  Menurut Zepe (2011: 1-4) bahwa manfaat peraturan bagi anak anak usia dini adalah: a)

  Anak Belajar Bertanggung Jawab Peraturan buat anak harus dibuat secara bersama, yaitu antara orang tua dan anak yang disepakati secara bersama. Dengan adanya peraturan yang telah disepakati bersama, maka anak pun akan belajar bertanggung jawab.

  b) Mempermudah Mendisiplinkan Anak

  Tidaklah mudah untuk mendisiplinkan anak. Kadang secara sadar atau tidak orang tua akan memakai cara kekerasan misalnya dengan membentak dengan maksud agar orang tua menunjukkan ketegasannya. Dengan adanya peraturan orang tua akan meminimalisir hal itu dalam mendisiplinkan anak.

  c) Anak Mengerti Arti Konsekuensi (Sebab Akibat)

  Apa yang kita tabur, maka itulah yang kita tuai. Bagi seorang anak tentu akan sangat sulit memaknai kalimat tersebut. Namun dengan peraturan secara tidak langsung orang tua telah mengajarkan makna dari kalimat bijak tersebut. Saat orang tua membuat peraturan bersama anak tentu orang tua sudah menjelaskan sebab-sebab dari dibuatnya peraturan tersebut dan akibatnya bila anak melanggar. Misalnya mengapa seluruh anggota keluarga harus tidur di bawah jam 22.00. Si anak sudah tahu kalau sebabnya adalah agar semua tidak terlambat bangun pagi. Bila anak melanggarnya apa akibatnya? Orang tua harus memberikan konsekuensi kepada anak, misalnya dengan mengurangi uang jajan dan lain-lain. Tentu saja konsekuensi ini tidak hanya berupa hukuman saja, melainkan juga penghargaan. Penghargaan bisa orang tua berikan berupa pujian atau memberikan hadiah buat anak.

  d) Anak Belajar Patuh Kepada Orang Tua

  Tidak sedikit anak menjadi pribadi yang suka memberontak karena pola asuh yang salah. Misalnya dengan terlalu sering menggunakan kekerasan seperti berbicara keras dan main tangan untuk mendidik dan mendisiplinkan anak. Dengan adanya peraturan orang tua tidak perlu menggunakan kekerasan, tetapi anak akan belajar patuh kepada orang tua. Agar anak tahu bahwa peraturan dibuat demi kebaikannya, maka sebelum membuat peraturan orang tua harus menjelaskan manfaatnya. Orang tua menjelaskan kepada anak bahwa peraturan tersebut dibuat karena orang tua menyayangi mereka karena orang tua ingin mereka menjadi anak yang baik serta karena orang tua ingin agar si kecil disayang oleh Tuhan, guru, teman, dan orang tua.

  e) Melatih Daya Ingat Anak

  Memunculkan peraturan secara tidak langsung akan mendidik anak untuk belajar melatih daya ingat. Anak akan berusaha untuk mengingat peraturan-peraturan yang ada untuk mematuhinya dan agar mendapatkan penghargaan dari orang tua.

  f) Mencegah Pengaruh Buruk dari Luar

  Bila orang tua membiasakan anak untuk patuh pada peraturan, maka sang anak pun akan merasa aneh bila melanggarnya dan menanyakan hal itu kepada orang tua.

  Banyak sekali manfaat dari peraturan anak. Akan lebih baik bagi orang tua mulai membuat peraturan sedini mungkin, agar anak tidak melakukan kesalahan-kesalahan yang selalu diulang dan berubah menjadi kebiasaan. Hal yang perlu diingat dalam membuat peraturan adalah harus diimbangi dengan teladan yang baik dari orang tua. Jangan sampai orang tua membuat peraturan, tetapi orang tua sendiri sering melanggarnya. Hal yang tidak kalah penting dalam membuat peraturan adalah dengan memperbanyak konsekuensi yang positif atau dengan lebih banyak memberikan penghargaan daripada hukuman.

  2) Hukuman

  Hurlock (1999: 86-87) menjelaskan bahwa hukuman berasal dari kata kerja bahasa Latin, yaitu punire yang artinya menjatuhkan hukuman pada seseorang karena suatu kesalahan, perlawanan atau pelanggaran sebagai ganjaran atau pembalasan. Walaupun tidak dikatakan secara jelas, tetapi tersirat di dalamnya bahwa kesalahan perlawanan atau pelanggaran ini disengaja dalam arti bahwa orang itu mengetahui bahwa perbuatan itu salah, tetapi tetap melakukannya. Hukuman mempunyai dua peran penting, yaitu:

  a) Menghalangi

  Hukuman menghalangi pengulangan tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat. Bila anak menyadari bahwa bila melakukan tindakan tertentu akan dihukum, maka anak biasanya urung melakukan tindakan tersebut. Nilai penghalangnya juga penting bagi anak yang belum belajar tentang apa yang benar dan salah.

  b) Mendidik

  Hukuman adalah mendidik. Sebelum anak mengerti peraturan mereka dapat belajar bahwa tindakan tertentu benar dan yang lain salah dengan mendapat hukuman karena melakukan tindakan yang salah dan tidak menerima hukuman bila mereka melakukan tindakan yang diperbolehkan. Dengan meningkatnya usia mereka belajar peraturan, terutama lewat pengajaran verbal. Mereka juga belajar dari pengalaman bahwa jika mereka gagal mematuhi peraturan, maka sudah barang tentu mereka akan dihukum. Hal ini memperkuat pengajaran verbal.

  Aspek edukatif lain dari hukuman yang sering kurang diperhatikan adalah mengajar anak membedakan besar kecilnya kesalahan yang diperoleh mereka. Kriteria yang diterapkan pada anak-anak adalah frekwensi dan beratnya hukuman. Jika hukuman, maka mereka akan selalu dihukum untuk tindakan yang salah. Beratnya hukuman membuat mereka mampu membedakan kesalahan yang serius dari yang kurang serius.

  c) Memberi Motivasi

  Tujuan dari memberi motivasi adalah untuk menghindari perilaku yang tidak diterima masyarakat. Pengetahuan tentang akibat-akibat tindakan yang salah perlu sebagai motivasi untuk menghindari kesalahan tersebut. Bila anak mapu mempertimbangkan tindakan alternatif dan akibat masing-masing alternatif mereka harus belajar memutuskan sendiri apakah suatu tindakan yang salah cukup menarik untuk dilakukan. Jika mereka memutuskan tidak, maka mereka akan mempunyai motivasi untuk menghindari tindakan tersebut. Dalam(2012: 1) dikatakan bahwa fungsi dari hukuman adalah: a)

  Membatasi perilaku. Dalam hal ini hukuman menghalangi terjadinya pengulangan tingkah laku yang tidak diharapkan.

b) Bersifat mendidik.

  c) Memperkuat motivasi untuk menghindarkan diri dari tingkah laku yang tidak diharapkan.

  Lebih jauh Hurlock (1999: 89) bahwa bentuk hukuman yang baik adalah: a)

  Hukuman harus disesuai dengan pelanggaran dan harus mengikuti pelanggaran sedini mungkin, sehingga anak akan mengasosiasikan keduanya.

  b) Hukuman yang diberikan harus konsisten, sehingga anak mengetahui bahwa kapan saja peraturan dilanggar, maka hukuman tidak dapat dihindari.

  c) Apapun bentuk hukuman yang diberikan sifatnya harus impersonal, sehingga anak itu tidak akan menginterprestasikannya sebagai kejahatan si pemberi hukuman.

  d) Hukuman harus konstruktif, sehingga memberi motivasi untuk yang disetujui secara sosial di masa mendatang.

  e) Suatu penjelasan mengenai alasan mengapa hukuman diberikan harus menyertai hukuman agar anak itu akan melihatnya sebagai hal yang adil dan benar.

  f) Hukuman harus mengarah pada pembentukan hati nurani untuk menjamin pengendalian perilaku dari dalam di masa mendatang.

  g) Hukuman tidak boleh membuat anak merasa terhina atau menimbulkan rasa permusuhan.

  Purwanto (2002: 188-189) menguraikan bahwa berhasil atau tidaknya suatu hukuman tergantung pada pribadi si pendidik, pribadi anak, dan bahan atau cara yang dipakai dalam menghukum anak. Selain itu ditentukan atau dipengaruhi pula oleh hubungan antara pendidik serta suasana atau saat ketika hukuman diberikan.

  Setiap hukuman pedagogis mengandung maksud yang sama, yaitu bertujuan untuk memperbaiki watak dan kepribadian anak didik meskipun hasilnya belum tentu dapat diharapkan. Beberapa dampak dari hukuman adalah: a)

  Menimbulkan perasaan dendam pada si terhukum. Hal ini adalah akibat dari hukuman yang sewenang-wenang dan tanpa tanggung jawab. Akibat semacam inilah yang harus dihindari oleh pendidik.

  b) Menyebabkan anak menjadi lebih pandai menyembunyikan pelanggaran. Hal ini pun akibat yang tidak baik, kadang-kadang bisa juga menimbulkan akibat yang tidak disukai.

  c) Memperbaiki tingkah laku si pelanggar. Misalnya anak yang suka bercakap-cakap di dalam keloas karena mendapat hukuman mungkin pada akhirnya berubah juga kelakuannya.

  d) Mengakibatkan si pelanggar menjadi kehilangan perasaan salah karena kesalahannya dianggap telah dibayar dengan hukuman yang telah dideritanya.

  e) Akibat yang lain adalah memperkuat kemauan si pelanggar untuk menjalakan kebikan. Biasanya ini adalah akibat dari hukuman normatif.

  3) Penghargaan

  Demikian pula Hurlock (1999: 90) mendefinisikan bahwa penghargaan berarti setiap bentuk penghargaan untuk suatu hasil yang baik. Penghargaan tidak perlu berbentuk materi, tetapi dapat berupa kata pujian, senyuman atau tepukan di punggung. Sifat dari penghargaan adalah suatu hal yang menyusul hasil yang dicapai.

  Penghargaan mempunyai tiga fungsi, yaitu:

a) Penghargaan mempunyai nilai mendidik.

  b) Sebagai motivasi untuk mengulangi perilaku yang disetujui secara sosial.

  c) Penghargaan berfungsi untuk memperkuat perilaku yang disetujui secara sosial.

  Jenis penghargaan yang dapat diberikan kepada anak, yaitu penerimaan sosial, hadiah, dan perlakuan yang istimewa.

  Ilmawati (2011: 1-2) menjelaskan bahwa ada beberapa yang perlu diperhatikan ketika pendidik memberikan penghargaan (reward) kepada anak. Penghargaan semestinya diberikan jika anak berhasil melakukan sesuatu sesuai dengan standar prestasi atau pencapaian tertentu berdasarkan kemampuan dan keadaan anak. Sebaiknya standar prestasi itu dibuat berdasarkan kesepakatan yang menantang bukan yang menekan agar anak tidak stres, nyaman, dan senang melakukannya. Penghargaan juga bisa diberikan saat pendidik mempunyai harapan tertentu terhadap perilaku anak. Walau anak tidak melakukan dengan sempurna, tetapi bisa memenuhi harapan pendidik, maka memberikan penghargaan menjadi langkah yang tepat.

  Unaradjan (2003: 16) mengatakan bahwa beberapa fungsi penghargaan dalam disiplin yang berperan dalam mengajari anak untuk berperilaku sesuai dengan harapan masyarakat adalah:

  a) Penghargaan yang memiliki nilai mendidik, yaitu imbalan yang diberikan setelah anak berperilaku tertentu, sehingga anak tahu bahwa perilaku itu adalah perilaku yang baik.

  b) Penghargaan menyediakan suatu motivasi untuk mengulangi perilaku yang diterima masyarakat.

  c) Imbalan menyediakan penguat (reinforcement) bagi perilaku yang diterima masyarakat.

  4) Konsistensi

  Ezra (2011: 1) menerangkan bahwa konsistensi adalah sebuah kekuatan. Konsistensi merupakan salah satu faktor kesuksesan.

  Konsisten adalah tindakan yang dilakukan terus menerus untuk mencapai tujuan. Konsisten adalah tekad yang disertai tujuan yang jelas. Ada 2 hal yang bisa membuat seseorang konsisten, yaitu visi dan nilai (value).

  Kelebihan dari konsistensi bagi seseorang adalah:

  a) Orang yang konsisten akan mendapat kepercayaan.

  b) Orang yang konsisten akan mendapat hasil akhir yang baik.

  c) Orang yang konsisten akan mendapat banyak kesempatan

  d) Orang yang konsisten akan mempunyai keberuntungan (luck factor ).

  Beberapa hal yang diperlukan agar seseorang bisa konsisten adalah: a) Mempunyai arah yang tepat dan jelas (visi).

  b) Komitmen terhadap nilai-nilai.

  c) Ada apresiasi sebab kalau tidak ada apresiasi akan berhenti di tengah jalan.

  d) Didikan, penghargaan (reward), dan hukuman (punishment).

  e) Kontrol dan keteladanan

  Halangan dan rintangan seringkali menggoyahkan konsistensi. Jika hal ini terjadi hendaklah tetap konsisten. Ibarat pesawat terbang yang sudah didesain dengan tepat kordinatnya, maka meski terjadi guncangan pesawat akan sampai ke tujuan. Begitu juga dalam hidup, yaitu kalau tujuan dan visi yang kita desain sudah jelas dan kuat, maka meski ada halangan dan rintangan kita akan tetap konsisten mencapai tujuan tersebut.

  Hurlock (1999: 91-92) menjelaskan bahwa konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas. Konsistensi tidak sama dengan ketetapan yang berarti tidak adanya perubahan, tetapi suatu kecenderungan menuju kesamaan. Konsistensi harus menjadi ciri semua aspek disiplin. Harus ada konsistensi dalam cara peraturan yang digunakan sebagai pedoman perilaku, konsistensi dalam cara peraturan ini diajarkan dan dipaksakan, dalam hukuman yang diberikan kepada mereka yang tidak menyesuaikan pada standar, dan dalam penghargaan bagi mereka yang menyesuaikan.

  Peran konsistensi dalam disiplin adalah:

a) Konsistensi mempunyai nilai mendidik yang besar.

  b) Konsistensi mempunyai nilai motivasi yang kuat

  c) Konsistensi mempertinggi penghargaan terhadap peraturan dan orang yang berkuasa.

  Demikian pula Unaradjan (2003: 16) menjelaskan bahwa konsistensi berarti keseuaian atau stabilitas (uniformity or stability).

  Konsistensi harus menjadi ciri dari seluruh segi penanaman disiplin. Hukuman diberikan bagi pelaku yang tidak sesuai dan hadiah untuk yang sesuai.

  Fungsi konsistensi yang penting dalam disiplin adalah:

a) Konsistensi dapat meningkatkan proses belajar untuk disiplin.

  b) Konsistensi memiliki nilai motivasional yang kuat untuk melakukan tindakan yang baik di masyarakat dan menjauhi tindakan yang buruk.

  c) Konsistensi membantu perkembangan anak untuk hormat pada aturan-aturan dan masyarakat sebagai otoritas. Anak-anak yang telah berdisiplin secara konsisten mempunyai standar yang berlaku dibanding dengan anak-anak yang berdisiplin secara tidak konsisten.

  c. Fungsi Disiplin Unaradjan (2003: 16-17) menjelaskan bahwa di balik keteraturan dan keterarahan hidup manusia terhadap keadamaian, keberhasilan, dan kebahagiaan yang merupakan dambaan setiap insan. Sepanjang hidupnya manusia membutuhkan suasana yang aman dan harmonis. Kebutuhan dan dan harapan akan keadaan tersebut mendorong manusia untuk berdisiplin diri. Oleh karena setiap manusia adalah makhluk individual dan sosial, maka manfaat disiplin diri tersebut dirasakan oleh pribadi yang bersangkutan maupun orang-orang di sekitarnya.

  Unaradjan (2003: 20) melanjutkan penjelasannya bahwa fungsi disiplin secara umum terbagi menjadi dua, yaitu: 1)

  Bagi Diri Sendiri Disiplin dapat memungkinkan seseorang mencapai keberhasilan usaha. Setiap orang yang belajar tentu mengharapkan supaya dirinya berhasil. Contohnya seorang pelajar sangat menginginkan keberhasilan ujian akhir maupun ujian semester atau seorang mahasiswa yang berharap agar skripsi atau tesis atau atau disertasinya dapat selesai pada waktunya. Untuk mencapai keberhasilan, maka berbagai macam tuntutan dan persyaratan harus dipenuhi. Dalam hal ini pengendalian diri dari berbagai kecenderungan yang dapat menghambat kelancaran usaha tersebut atau pengaturan waktu sangat penting. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keinginan untuk mencapai keberhasilan dalam suatu karya mendorong seseorang berdisiplin diri.

  Setiap manusia sebetulnya mendambakan kebebasan. Kebebasan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Kebebasan yang sungguh-sungguh memenuhi hasrat hati manusia adalah kebebasan sejati. Kebebasan inilah yang menentukan manusia mewujudkan diri sebagai makhluk personal, sosial, dan insan yang bertuha. Realisasi ini membuat manusia merasa bahagia karena keharmonisan realisasinya baik dengan sesama, Tuhan, dan dengan dirinya sendiri. Kebebasan sejati merupakan buah dari pengendalian diri tanpa paksaan dan tekanan dari pihak lain. Oleh karena itu seseorang merasa terdorong untuk berdisiplin guna memperoleh kebebasan seperti itu.

  Setiap pribadi yang mampu mengontrol dan mengekang diri akan dihargai dalam masyarakat. Kebutuhan akan penghargaan ini merupakan salah satu kebutuhan psikologis manusia yang penting. Wujud penghargaan antara lain berupa pengakuan akan hak dan kewajiban manusia. Setiap individu tentu mengharapkan hak-haknya diakui oleh orang lain. Sebaliknya dia pun diharapkan memiliki sikap yang sama. Dapat dikatakan bahwa penghargaan merupakan salah satu kebutuhan psikologis yang wajib diakui oleh manusia. Supaya hak dan kewajiban dapat dihayati secara seimbang, maka pengaturan dan pengontrolan diri yang sadar dari setiap pribadi sangat berguna. 2)

  Bagi Orang Lain Hakekat manusia sebagai makhluk individu dan sosial membuat disiplin juga berfungsi ganda. Selain berguna untuk diri sendiri disiplin juga berguna untuk orang lain. Sebagai anggota masyarakat pola hidup disiplin dari sesorang akan ditiru oleh orang lain terutama pribadi-pribadi yang telah mengalami efek positif dari hidup ini. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa disiplin berguna bagi setiap individu maupun masyarakat di mana dirinya menjadi anggotanya.

  Dalam kaitannya dengan hal ini dapat dikatakan bahwa disiplin diri berhubungan erat dengan disiplin nasional karena disiplin nasional merupakan sikap mental suatu bangsa yang nyata dalam tingkah laku terpola. Suatu bangsa adalah sejumlah orang yang mendiami wilayah atau daerah. Oleh karena itu kalau setiap orang menghayati disiplin dengan baik, maka disiplin nasional juga akan terjamin. Dengan demikian tujuan pembangunan yang menjadi aspirasi seluruh rakyat dapat tercapai.

  Dalam(2011: 1-8) disebutkan beberapa fungsi dari disiplin bagi seorang anak, yaitu: 1)

  Menumbuhkan kepekaan. Anak tumbuh menjadi pribadi yang peka atau berperasaan halus dan percaya kepada orang lain. Sikap-sikap seperti ini akan memudahkan dirinya mengungkapkan perasaannya kepada orang lain termasuk orang tuanya. Hasilnya adalah anak akan mudah menyelami perasaan orang lain juga. 2)

  Menumbuhkan kepedulian. Anak menjadi peduli pada kebutuhan dan kepentingan orang lain. Disiplin membuat anak memiliki integritas selain dapat memikul tanggung jawab, mampu memecahkan masalah dengan baik, dan mudah mempelajari sesuatu.

  3) Mengajarkan keteraturan. Anak jadi memiliki pola hidup yang teratur dan mampu mengelola waktunya dengan baik.

  4) Menumbuhkan ketenangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bayi yang tenang atau jarang menangis ternyata lebih mampu memperhatikan lingkungan sekitarnya dengan baik. Di tahap selanjutnya ia bisa cepat berinteraksi dengan orang lain.

  5) Menumbuhkan sikap percaya diri. Sikap ini tumbuh saat anak diberi kepercayaan untuk melakukan sesuatu yang mampu ia kerjakan sendiri.

  6) Menumbuhkan kemandirian. Dengan kemandirian anak dapat diandalkan untuk bisa memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Anak juga dapat mengeksplorasi lingkungannya dengan baik. Disiplin merupakan bimbingan pada anak agar sanggup menentukan pilihan bijak.

  7) Menumbuhkan keakraban. Anak jadi cepat akrab dan ramah terhadap orang lain karena kemampuannya beradaptasi lebih terasah.

  8) Membantu perkembangan otak. Pada usia tiga tahun pertama pertumbuhan otak anak sangat pesat. Di usia ini ia menjadi peniru perilaku yang sangat piawai. Jika ia mampu menyerap disiplin yang dicontohkan orang tuanya, maka disiplin sejak dini akan membentuk kebiasaan dan sikap yang positif.

  9) Membantu anak yang hiperaktif. Dengan menerapkan disiplin, maka anak dengan kebutuhan khusus akan mampu hidup lebih baik.

  10) Menumbuhkan kepatuhan. Hasil nyata dari penerapan disiplin adalah kepatuhan. Anak akan menuruti aturan yang diterapkan orang tua atas dasar kemauan sendiri.

  Hurlock (1999: 83) menyebutkan bahwa beberapa kebutuhan masa kanak-kanak yang dapat diisi dengan kedisiplinan sebagai berikut: 1)

  Disiplin memberi anak rasa aman dengan memberitahukan apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan.

  2) Dengan disiplin membantu anak menghindari perasaan bersalah dan rasa malu akibat perilaku yang salah, yaitu perasaan yang pasti mengakibatkan rasa tidak bahagia dan penyesuaian yang buruk.

  Dengan disiplin memungkinkan anak hidup menurut standar yang disetujui kelompok sosial, sehimgga memperoleh persetujuan sosial.

  3) Dengan disiplin anak belajar bersikap menurut cara yang akan mendatangkan pujian yang akan ditafsirkan anak sebagai tanda kasih sayang dan penerimaaan. Hal ini esensial bagi penyesuaian yang berhasil dan membahagiakan hati anak.

  4) Disiplin yang sesuai dengan perkembangan berfungsi sebagai motivasi pendorong ego untuk mencapai apa yang diharapkan dari anak.

5) Disiplin membantu mengembangkan hati nurani.

  d. Penanaman Disiplin Sebagai Bentuk Pengendalian Setiap sekolah memiliki peraturan dan tata tertib yang harus dilaksanakan dan dipatuhi oleh semua siswa. Peraturan yang dibuat sekolah merupakan kebijakan sekolah yang tertulis dan berlaku sebagai standar untuk tingkah laku siswa, sehingga siswa mengetahui batasan- batasan dalam bertingkah laku. Dalam disiplin terkandung pula ketaatan dan mematuhi segala peraturan dan tangung jawab. Dalam hal ini sikap patuh siswa ditunjukkan pada peraturan yang telah ditetapkan ( Listiani, 2005: 24).

  Rahmawati (tt: 1-4) memaparkan bahwa disiplin bisa diartikan sebagai pengendalian atau pengawasan terhadap tingkah laku manusia.

  Dalam kondisi tertentu disiplin kelas dapat diartikan sebagai suatu keadaan tertib di mana guru dan anak didik yang tergabung dalam suatu kelas tunduk pada peraturan yang telah ditentukan dengan senang hati. Disiplin siswa merupakan suatu keadaan di mana sikap, penampilan dan tingkah laku siswa sesuai dengan tatanan nilai, norma, dan ketentuan- ketentuan yang berlaku di sekolah.

  Pada saat ini banyak penyimpangan perilaku anak didik yang perlu penanggulangan secepatnya. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara mengidentifikasi penyebab penyimpangan perilaku tersebut. Penyimpangan sikap muncul karena adanya perbedaan persepsi atau pandangan terhadap sikap anak itu sendiri. Perbedaan persepsi inilah yang dapat menimbulkan kesulitan dalam perkembangan anak.

  Proses sosialisasi dibutuhkan anak didik untuk membawa ke arah pemenuhan apa yang dihadapkan oleh lingkungannya dari dirinya yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Bahkan sering menimbulkan konflik antara tuntutan sosial dan keinginan anak. Sekolah perlu bertindak tegas untuk bisa mengkondisikan lingkungan sekolah menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak untuk belajar dan bukan seperti terpenjara dalam peraturan yang mengikat. Jadi disiplin merupakan aspek dari hubungan orang tua dan anak maupun hubungan guru dan anak didik.

  Harapan dengan adanya penanaman disiplin bagi anak didik agar mereka dapat memahami bahwa disiplin itu perlu agar dapat hidup serasi dengan lingkungannya. Oleh karena itu lembaga sekolah harus menggunakan metode-metode disiplin agar tidak mematuhi keinginan tuntutan pendidikan semata. Pendidik harus dapat menunjukkan secara konsisten pada anak didik mengenai tingkah laku mana yang dinilai baik dan mana yang tidak.

  Metode disiplin yang bisa diterapkan sekolah salah satunya dengan penertiban terhadap aturan sekolah. Aturan atau tata tertib sekolah merupakan salah satu alat untuk melatih anak didik mempraktekkan disiplin di sekolah. Tata tertib dan disiplin sekolah harus diusahakan menunjang dinamika sekolah dalam semua kegiatannya karena secara eksplisit mencakup sanksi-sanksi yang akan diterima jika terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan sekolah. Tujuan disiplin anak didik adalah untuk mengontrol tingkah laku anak didik seperti yang dikehendaki agar tugas-tugas di sekolah dapat berjalan dengan optimal. Selain itu anak didik belajar hidup dengan pembiasaan yang baik, positif, dan bermanfaat bagi dirinya dan lingkungannya, sehingga perkembangan dan pertumbuhan anak didik meningkat.

  Pencapaian tujuan pembinaan disiplin kelas antara lain dengan beberapa teknik yang bisa dilakukan antara lain: 1)

  Teknik inner control, artinya kepekaan akan disiplin harus tumbuh dan berkembang dari dalam diri anak.

  2) Teknik external control, artinya pengendalian ini berasal dari luar diri anak berupa bimbingan dan penyuluhan.

  3) Teknik cooperative control, artinya disiplin kelas yang baik harus mengandung kesadaran kerja sama antara guru dan anak didik secara harmonis, respektif, efektif, dan produktif.

  Fungsi kedisiplinan secara individual dapat mengatur pergaulan di sekolah menjadi teratur, tidak ada yang berkelakuan dan bersikap semaunya sendiri. Pelaksanaan tata tertib kedisiplinan bisa berjalan baik apabila tata tertib tersebut disosialisasikan kepada anak didik harus ada pengawasan tentang dilaksanakan atau tidaknya secara intensif dan apabila terjadi pelanggaran harus ada tindakan.

  Kedisiplinan perlu ditanamkan kepada siswa karena beberapa hal, yaitu: 1)

  Memberikan dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang.

  2) Membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan.

  3) Cara menyelesaikan tuntutan yang ingin ditunjukkan peserta didiknya terhadap lingkungannya.

  4) Untuk mengatur keseimbangan keinginan individu satu dengan individu lainnya.

  5) Menjauhi siswa melakukan hal-hal yang dilarang sekolah. 6) Mendorong siswa melakukan hal-hal yang baik dan benar. 7) Peserta didik belajar dan bermanfaat baginya dan lingkungannya. 8) Kebiasaan baik menyebabkan ketenangan jiwa dan lingkungannya.

  Lingkungan sekolah yang teratur, tertib, dan tenang memberi gambaran lingkungan siswa yang giat, gigih, serius, penuh perhatian, sungguh-sungguh, dan kompetitif dalam pembelajarannya. Lingkungan disiplin seperti itu ikut memberi andil lahirnya siswa-siswa yang berhasil dengan kepribadian unggul. Di sana ada dan terjadi kompetisi positif di antara mereka.

  Untuk mencapai dan memiliki ciri-ciri kepribadian tersebut diperlukan pribadi yang giat, gigih, tekun, dan disiplin. Keunggulan tersebut baru dapat dimiliki apabila dalam diri seseorang terdapat sikap dan perilaku disipli 4-5). e. Metode Penanaman Disiplin Menurut Utami Munandar seperti yang dikutip oleh Rahmawati (tt:

  4-5) bahwa cara yang bisa pendidik lakukan adalah dengan cara proses imitasi (peniruan), identifikasi (keteladanan), dan internalisasi (penyerapan) anak secara berangsur-angsur belajar mengenai nilai-nilai sosial dan susila sebagai pedoman tingkah laku. Dengan makin besarnya anak nilai-nilai yang semula ditanamkan dan diteladankan oleh pendidik akhirnya diinternalisasi menjadi sistem nilai anak itu sendiri yang sudah mencapai otonomi dalam menilai baik buruk perilaku. Jadi hendaknya disiplin hukuman diberikan bagi anak-anak yang menunjukkan perilaku menyimpang dari apa yang diharapkan atau sebagai pemberian kendali dari luar.

  Memang kadang-kadang pemberian hukuman tidak dapat dihindarkan jika dengan cara-cara lain pendidikan perilaku anak tidak dapat dikendalikan. Tetapi tujuan akhir dari penanaman disiplin ialah perkembangan dari internal control (pengendalian dari dalam) dan disiplin diri. Sekolah harus bisa membedakan antara tujuan disiplin jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Jika yang pertama adalah konformitas anak terhadap tuntutan orang tua, yaitu pengendalian oleh orang tua terhadap perilaku anak, yang terakhir adalah perkembangan dari pengendalian diri atau disiplin dari dalam.

  Dalam(2012: 1) dijelaskan bahwa orang tua seringkali merasa bingung dengan sikap anak yang tidak mau diatur dan cenderung membantah perkataan orang tua sehingga akhirnya orang tua menggunakan kekerasan pada anak secara fisik misalnya memukul atau secara psikis misalnya membentak agar anak menuruti perintah orang tua. Namun hal tersebut malah membuat anak semakin tidak mendengarkan orang tua.

  Selanjutnya dalam(2012: 1-2) disebutkan beberapa cara untuk menanamkan disiplin pada anak antara lain: 1)

  Konsisten (tidak berubah). Ada kesepakatan antara ayah dan ibu, sehingga setiap tindakan dalam menanamkan disiplin tidak berubah- ubah. 2)

  Jelas. Berikan aturan yang sederhana dan jelas, sehingga anak mudah melakukannya.

  3) Memerhatikan harga diri anak. Jangan menegur anak di hadapan orang lain karena hal itu akan membuat anak merasa malu, sehingga tetap mempertahankan tingkah laku tersebut.

  4) Beralasan dan dapat dipahami. Alasan dan tata tertib yang dilakukan itu perlu dijelaskan kepada anak, sehingga anak melakukannya dengan penuh kesadaran.

  5) Memberi hadiah. Hadiah berupa pujian, penghargaan, barang atau kegiatan seperti memperbolehkan bermain, nonton televis, dan lain- lain diberikan apabila anak melakukan perilaku positif. Hal tersebut akan menumbuhkan rasa percaya diri.

6) Hukuman. Orang tua harus berhati-hati dalam memberikan hukuman.

  Jangan sampai menyakiti fisik atau jiwa anak. Hukuman merupakan pilihan terakhir. Lebih baik memuji perbuatannya yang benar daripada menghukum kesalahannya. 7)

  Luwes. Jangan terlalu kaku dalam menegakkan disiplin, tetapi sesuaikan dengan keadaan anak.

  8) Keterlibatan anak. Sebaiknya anak dilibatkan dalam setiap membuat tata tertib, sehingga anak merasa dihargai dan diakui dalam keluarga.

  9) Bersikap tegas. Bersikap tegas bukan berarti bersikap kasar baik dalam tindakan fisik atau perbuatan.

  10) Jangan emosional. Dalam menghukum anak sebaiknya hindari emosi yang berlebihan.

  Dalam (2008: 1-3) bahwa selain orang tua setiap sekolah memiliki metode serta peraturan yang berbeda. Secara umum metode kedisiplinan yang diterapkan di Taman Kanak-kanak memiliki kemiripan, yaitu: 1)

  Menyontohkan Pendekatan positif sangat perlu agar anak-anak tidak stres dan terbebani saat mengikuti aturan. Guru harus memberikan contoh baik dan konkret karena anak-anak akan meniru orang dewasa yang sehari- hari perilakunya diamatinya (role model).

  2) Punishment and Reward

  Sistem punishment and reward sangat cocok dalam penerapan disiplin anak. Misalnya aturan dalam bermain dan makan. Aturannya adalah setiap anak harus antri cuci tangan kemudian duduk di tempat masing-masing dan berdoa lalu makan dengan tenang serta tidak boleh sambil mengobrol. Kalau ada yang menyela antrian atau mengobrol saat makan padahal hari itu ada kegiatan berenang, maka hukuman yang harus mereka terima adalah tidak jadi berenang bersama pada hari itu. Sebaliknya, jika anak-anak disiplin, maka guru tak segan memberikan pujian atau hadiah. Misalnya tanda bintang di buku nilainya atau sebatang coklat. Tidak harus mahal yang penting anak merasa dihargai usahanya. 3)

  Tanpa Emosi Disiplin tidak sama dengan kekerasan, kemarahan, luapan emosi, atau hukuman. Hukuman adalah cara terakhir yang diterapkan bila disiplin sudah berulangkali dilanggar. Hukuman tidak boleh menyakiti secara fisik, mental atau verbal, tetapi berupa kesepakatan bahwa si anak akan kehilangan haknya tertentu bila melanggar disiplin tertentu.

  Jangan memberikan hukuman yang tidak disepakati bersama sebelumnya, sehingga menyebabkan anak merasa bingung, frustrasi, dan merasa bahwa guru hanya ingin mengambil hak-hak dan kesenangannya saja tanpa alasan yang berarti. Saat anak didik mulai berulah, maka guru jangan marah atau emosi. Alihkan perhatian anak dan tawarkan sesuatu yang menarik hatinya dan membuatnya berhenti berulah. Anak sangat senang bila diminta membantu pekerjaan orang dewasa.

  Mereka bangga bila dapat melakukan hal-hal yang dilakukan gurunya. Meminta anak membantu mengambilkan spidol atau membawakan buku ke ruang guru lalu setelahnya anak diberi reward berupa pujian atas hal itu akan mengubah sikap dan perilaku mereka.

  Berikan pujian secara tulus pada saat anak bersikap manis dan mematuhi peraturan. Pujian yang tulus atas achievement anak akan membuat mereka bangga dan berarti. Anak akan terus berusaha mendapatkan pengakuan ini. Punishment yang diberikan pun harus berupa hal yang anak suka. Contohnya dengan melarang main boneka favorit anak. Hal tersebut tentu akan menimbulkan efek jera. Begitu juga dengan reward dapat diberikan berupa hal yang anak suka dengan catatan jika anak memunculkan perilaku taat disiplin.

  4) Konsisten

  Disiplin diperkenalkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan guru dan anak. Kunci utamanya adalah konsistensi.

  Guru dan orangtua hendaknya bersikap konsisten sehingga anak tidak mendapat celah untuk melanggar aturan yang telah disepakati.

  Misalnya tidak boleh berbicara ketika sedang makan, maka aturan tersebut harus konsisten dilaksanakan.

  Konsisten juga diperlukan antara peraturan yang diterapkan di rumah dengan di sekolah, sehingga anak tidak memiliki standar ganda yang menyebabkan anak tidak menganggap serius peraturan yang ada. Aturan dibuat tidak hanya oleh guru saja melainkan berupa kesepakatan bersama dengan anak. Dengan demikian dalam pelaksanaannya anak dapat lebih bertanggung jawab terhadap tindakannya.

  5) Kalimat Positif

  Menurut para ahli tumbuh kembang anak, baik medis, psikologi maupun pendidikan sejak balita sudah harus diperkenalkan dengan disiplin dan keteraturan. Kata kuncinya adalah kasih sayang, kelemahlembutan, konsistensi, pengenalan pada batasan dan peraturan serta tanpa kekerasan, baik verbal maupun mental dan fisik.

  Cara yang salah dalam mendisiplinkan anak akan membunuh rasa percaya dirinya karena anak takut mengembangkan dan mengekspresikan pikiran dan pendapatnya. Rasa percaya diri anak akan tereduksi bila anak mengalami ketakutan besar untuk bertindak dan mengambil risiko (guilt), sehingga akan menjadi pribadi minder, apatis, bahkan agresif. Pengalaman negatif yang dialami semasa kanak-kanak akan direkam otak dan terbawa sampai dewasa karena 90% perkembangan otak terjadi pada usia di bawah tujuh tahun. Jadi, apabila ingin anak mempunyai rasa percaya diri untuk dapat menjelajahi kehidupannya kelak ketika dewasa berikan sebanyaknya pengalaman positif, yaitu dengan menggantikan kata-kata jangan atau tidak boleh dengan kata-kata yang dapat memotivasi serta membangun rasa percaya dirinya.

  Orang tua dan guru harus selalu menggunakan kalimat positif. Tidak mengatakan banyak kata jangan, tetapi cari persamaan kata dari suatu tindakan yang akan anak lakukan. Contohnya kalimat “Jangan teriak-teriak!” diganti dengan kalimat “Ayo sayang berbicara yang halus”.

  6) Ucapkan Maaf

  Sebagai manusia yang tak luput dari emosi kadang sebagai orang dewasa guru suka kelewat batas kalau marah. Jangan buat anak menjadi takut, sehingga membuat mereka enggan ke sekolah dengan alasan gurunya galak. Meskipun anak sering melakukan kesalahan ataupun melanggar aturan yang telah diterapkan jangan sampai terlontar kata-kata kasar dari mulut guru karena akan sangat menyakitkan anak tersebut.

  Guru harus rendah hati dan tidak pelit untuk meminta maaf kalau melakukan kesalahan. Sebagai pendidik sekaligus role mode guru harus bisa mengontrol emosi. Bahasa yang tidak berguna, mengandung makna yang negatif, dan tidak memotivasi akan dicontoh dan direkam di memori otak anak dengan cepat dan mudah.

2. Anak Usia Dini

  Menurut Setiawati (2006: 42-43) bahwa anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia sejak lahir hingga delapan tahun. Batasan usia nol sampai delapan tahun merupakan batasan usia yang mengacu pada konsep

  

Developmentally Aprropriate Practices (DAP), yaitu acuan Pendidikan Anak

  Usia Dini (PAUD) yang diterbitkan oleh Asosiasi PAUD di Amerika. Dalam DAP sudah dikembangkan kurikulum, kegiatan pembelajaran, dan penilaian (assessment) yang disesuaikan dengan perkembangan anak berdasarkan usia dan kebutuhan individunya.

  Berdasarkan karakteristik usia tersebut, anak usia dini dibagi menjadi: a. Usia nol sampai satu tahun merupakan masa bayi.

  b.

  Usia satu sampai tiga tahun merupakan masa toddler (batita).

  c.

  Usia enam tahun merupakan masa prasekolah.

  d.

  Usia enam sampai delapan tahun merupakan masa Sekolah Dasar (SD) kelas awal.

  Meskipun demikian batasan anak usia dini ini ada perbedaan konsep di Indonesia terutama konsep yag dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Ssekolah. Di Indonesia anak usia dini didefinisikan sebagai anak usia nol sampai enam tahun. Batasan usia 0-6 tahun ini antara lain karena pertimbangan batas masuknya anak dalam pendidikan dasar atau formal.

  Anak usia dini memiliki proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik. Secara fisik pertumbuhan anak usia dini sangat pesat di mana tinggi badan dan berat badan anak bertambah cukup pesat dibanding dengan pertumbuhan pada usia di atasnya. Begitu pula pertumbuhan otak anak di mana otak sebagai pusat koordinasi berbagai kemampuan manusia tumbuh sangat pesat pada anak usia dini. Pada usia empat tahun pertumbuhan otak anak sudah mendekati 80% sempurna. Pada usia empat sampai 12 tahun pertumbuhan otak tersebut mencapai kesempumaan. Pemberian stimulasi pendidikan pada saat pertumbuhan fisik anak yang pesat dan otak sedang tumbuh dan mengalami kelenturan atau pada usia kematangannya akan mendapat hasil yang maksimal disbandingkan pada usia sebelum dan sesudahnya. Dengan demikian sebagai pendidik perlu memahami kapan munculnya masa peka atau usia kematangan anak tersebut.

  Di samping pertumbuhan perkembangan anak usia dini pun muncul dengan pesat. Berbagai macam aspek yang berkembang sering dikelompokkan sebagai perkembangan fisik (motorik halus dan kasar), inteligensi (daya pikir dan daya cipta), bahasa (kosa kata dan komunikasi), sosial emosional (sikap, kebiasaan, perilaku, dan moral). Pada usia dini perkembangan masing-masing aspek memiliki karakteristik khusus yang berbeda pada usia-usia tertentu. Pemberian stimulasi yang sesuai dengan karakteristik perkembangan anak akan menjadikan berbagai aspek perkembangan anak berkembang maksimal. Dengan demikian pemahaman para pendidik terhadap berbagai karakteristik perkembangan anak usia dini sangat diperlukan guna memberikan perlakukan yang baik pada anak didiknya.

  Cara anak usia dini berkembang memiliki ciri tersendiri. Banyak pandangan yang dikemukakan para ahli tentang perkembangan anak usia dini.

  Salah satunya adalah prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini menurut S. Bredekamp dan C. Copple yang dikutip oleh Aisyah, dkk. (2009: 1.17-1.23), yaitu: a.

  Perkembangan Aspek Fisik, Sosial, Emosional, dan Kognitif Perkembangan dalam satu aspek dapat bersifat membatasi atau mendukung perkembangan pada aspek lainnya. Misalnya perkembangan fisik motorik anak dalam hal kematangan alat-alat ucap (artikulator) akan memudahkan anak dalam perkembangan bahasa khususnya dalam pengucapan berbagai kosa kata. Sebaliknya ketika anak sedang terfokus untuk belajar berjalan, maka perkembangan bicaranya seolah-olah terhenti sejenak. b.

  Perkembangan Aspek Fisik Motorik, Emosi, Sosial, Bahasa, dan Kognitif Kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan anak dibangun berdasarkan pada apa yang sebelumnya telah diperolehnya. Meskipun terdapat berbagai variasi perkembangan anak sesuai kultur budaya setempat, tetapi secara umum urutan perkembangan tersebut mengikuti pola dan urutan tertentu yang dapat diperkirakan.

  Dengan demikian perkembangan merupakan proses yang berkesinambungan di mana pengalaman belajar dan ketercapaian tugas perkembangan pada suatu periode akan mendasari proses perkembangan berikutnya.

  c.

  Perkembangan Berlangsung dalam Rentang yang Bervariasi antar Anak dan antar Bidang Pengembangan dari Masing-masing Fungsi Variasi ini terjadi dalam dua dimensi, yaitu variasi dari rata-rata perkembangan dan variasi keunikan setiap anak sebagai individu. Variasi dari rata-rata perkembangan anak artinya adalah dalam menentukan urutan perkembangan usia anak hanyalah menrupakan indeks kasar yang sifatnya perkiraan saja, sehingga kemungkinan akan terdapat variasi perkembangan di antara anak yang berusia sama. Sedangkan variasi keunikan perkembangan setiap anak artinya adalah tidak ada anak yang perkembangannya sama persis meskipun anak kembar. Setiap anak akan memiliki keunikan tersendiri yang dapat terjadi dalam hal kepribadian, temperamen, gaya belajar, latar belakang pengalaman atau latar belakang keluarga.

  d.

  Pengalaman Awal Anak Memiliki Pengaruh Kumulatif dan Tertunda Terhadap Perkembangan Anak

  Pengalaman awal memiliki pengaruh kumulatif yang artinya jika suatu pengalaman memiliki jika suatu pengalaman jarang terjadi, maka hanya berpengaruh sedikit terhadap perkembangan anak. Sebaliknya jika suatu pengalaman yang sama sering terjadi berulang-ulang, maka akan berpengaruh kuat dan bertahan lama pada anak.

  Pengalaman awal memiliki pengaruh tertunda yang artinya suatu perlakuan tertentu yang diberikan kepada anak pengaruhnya tidak langsung terasa saat itu juga, tetapi memerlukan waktu yang cukup lama. Misalnya upaya memberikan motivasi ekstrinsik untuk jangka pendek. Namun dalam jangka waktu lama strategi ini justru akan memperlemah motivasi intrinsik pada diri anak.

  e.

  Perkembangan Anak Berlangsung ke Arah yang Semakin Kompleks, Khusus, Teorganisasi, dan Terinternalisasi.

  Anak secara bertahap belajar dari hal-hal yang sederhana dan konkret kemidian berlanjut mempelajari hal-hal yang lebih sulit, banyak menggunakan simbol, dan abstrak. Misalnya melalui tulisan, gambar atau penjelasan. Anak juga mulai memahami dunia sekitarnya dengan lebih mendalam, sehingga pemahaman ini menyatu (internalisasi) dalam dirinya. Misalnya awalnya anak hafal berbagai macam berbagai benda yang ada di dalam rumahnya, maka lambat laun anak mulai paham tentang posisi, bentuk atau segala hal tentang berbagai benda tersebut secara terperinci.

  f.

  Perkembangan dan Cara Belajar Anak Terjadi dan Dipengaruhi oleh Konteks Sosial Budaya yang Majemuk

  Konteks sosial budaya ini dimulai sejak dari lingkungan keluarga, pendidikan sampai masyarakat secara umum. Berbagai jenis lingkungan tersebut akan saling berhubungan dan semuanya berpengaruh terhadap perkembangan anak.

  g.

  Anak adalah Pembelajar Aktif yang Berusah Membangun Pemahamannya tentang Lingkungan Sekitar dari Pengalam Fisik, Sosial, dan Pengetahuan Diperolehnya