WORO UTAMI PRASETIYONINGSIH BAB II

BAB II KAJIAN TEORI A. Sistem Bilangan Real Definisi II.A.1 Sistem bilangan real R merupakan suatu sistem aljabar yang terhadap

  operasi penjumlahan dan operasi perkalian mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

  1. R merupakan grup komutatif terhadap operasi penjumlahan.

  2. R -{0} merupakan grup komutatif terhadap operasi perkalian.

  3. Untuk setiap x , y , z R berlaku x . ( y z ) x . y x . z .

      (Darmawijaya, 2006:19)

  Definisi II.A.2

  Jika x suatu bilangan real, nilai mutlak (absolute value) x yang dituliskan dengan x didefinisikan sebagai berikut.

  x untuk x   x

   x untuk x  Sifat-sifat nilai mutlak pada R adalah:

  x x

  1.  untuk setiap xR ,  jika dan hanya jika x = 0 2.  xx untuk setiap x R

  

  3. xyx y untuk setiap x , yR , dan

  x

  , 4. x y

  y y

  5. Untuk berlaku:

  a

  a. xa   axa

  b. x a x a atau x a 2 2      2

  x x

  6.  dan xx untuk setiap xR 2 2 7. xyxy 8. x y x y untuk setiap (Ketaksamaan Segitiga)    x , yR .

  Akibat dari sifat-sifat nilai mutlak di atas adalah:

  xyxyxy untuk setiap x , y R

  

B. Himpunan Definisi II.B.1

  Setiap benda disebut objek (object). Beberapa objek atau sekelompok objek, karena suatu sebab, membentuk suatu kesatuan yang biasa disebut himpunan (set). Objek-objek yang membentuk suatu himpunan disebut element atau anggota (member) himpunan tersebut.

  (Darmawijaya, 2006:1)

  Definisi II.B.2

  Jika I suatu himpunan tertentu dan untuk setiap i

  I terdapat

  himpunan

  X , maka keluarga (family) atau koleksi (collection) i

  adalah himpunan yang anggota-anggotanya merupakan himpunan dan ditulis singkat dengan

  X atau X : i I .

       i i

  (Darmawijaya, 2006:6)

  Definisi II.B.3

  Jika A dan B masing-masing dua himpunan yang tak kosong

  A dan B maka himpunan yang didefinisikan dengan :  

  ABx , y : xA & yB    

  disebut himpunan hasil kali kartesius (Cartesian product) himpunan A dengan B.

  (Darmawijaya, 2006:6)

1. Himpunan Terbatas Definisi II.B.1.1

  Jika pada suatu himpunan S telah didefinisikan suatu urutan, maka S dinamakan himpunan terurut.

  Diberikan himpunan terurut S dan A  . Himpunan A dikatakan S terbatas ke atas jika terdapat suatu p  , sehingga untuk semua S

  x A berlaku x  . Jadi, p disebut batas atas himpunan A. p

   Jika terdapat suatu q S dan untuk semua x A berlaku x q

     , maka A dikatakan terbatas ke bawah. Jadi, q disebut batas bawah himpunan A.

  (Soemantri, 2000:1.3)

  Definisi II.B.1.2

  Jika S suatu himpunan terurut, dan

  A  . Himpunan A terbatas S

  ke atas dan terdapat pS yang memenuhi sifat-sifat berikut:

  a. p merupakan batas atas A, dan

  b. jika u < p maka u bukan batas atas A maka p disebut batas atas terkecil atau supremum himpunan A, dan diberikan notasi p  sup A .

  (Soemantri, 2000:1.4)

  Definisi II.B.1.3

  Batas bawah terbesar atau infimum dari suatu himpunan A yang terbatas ke bawah, didefinisikan sebagai qS dengan sifat bahwa q merupakan batas bawah A dan jika v > q maka v bukan batas bawah A. Untuk batas bawah terbesar himpunan A diberikan notasi q  inf A .

  (Soemantri, 2000:1.4)

2. Himpunan Bilangan Real Definisi II.B.2

  Himpunan bilangan real (himpunan bagian di dalam R) yang penulisannya khusus antara lain adalah himpunan-himpunan sebagai berikut. Jika a , b R dan a b

    , didefinisikan

  a. a , bxR : axb disebut selang tertutup (closed

      interval )

  b. a , bxR : axb disebut selang terbuka (open

      interval )

  c. a , b x R : a x b disebut selang tertutup di kiri

         

  atau selang terbuka di kanan

  d.  a , b   xR : axb  disebut selang tertutup di kanan

  

  atau selang terbuka di kiri (Darmawijaya, 2006:46-47)

C. Fungsi Definisi II.C

  Diberikan A , BR , fungsi f : AB adalah suatu aturan yang mengaitkan setiap unsur xA dengan tepat satu unsur y  . Unsur y yang B berkaitan dengan unsur x ini diberi lambang y = f(x) yang dinamakan aturan fungsi. Lambang y = f(x), xA menyatakan sebuah fungsi dengan aturan y =

  f (x) yang terdefinisi pada himpuan A. Selanjutnya x dinamakan peubah bebas dan y peubah tak bebas yang nilainya bergantung dari x.

  Apabila terdapat suatu fungsi y = f(x), maka daerah asal (domain) fungsi f adalah himpunan A, ditulis AD , dan daerah nilai fungsi f adalah f himpunan Rf ( x ) : xAD . Unsur f ( x )  B dinamakan nilai fungsi f f   di x. Jika yang diketahui hanya y = f(x), maka domain dan daerah nilai (range) fungsi f adalah D x R : f ( x ) R dan R f ( x ) R : x D . f ff        

  R R R R f R

  D f f f D R f f x f (x) x f (x)

Gambar 1.1 Diagram Panah Fungsi f(x)

  (Martono, 1999:29)

1. Fungsi Komposisi Definisi II.C.1

  Jika fungsi f dengan domain D di A dan range R di B dan f f jika fungsi g dengan domain D di B dan range R di C. g g

  Komposisi g f (notasi komposisi) adalah fungsi dari A ke C diberikan oleh

  gf a , c A C : b B dengan ( a , b ) f dan ( b , c ) g

            

  B C A g f

  D f D g R g R g f D R gf f

Gambar 1.2 Komposisi Fungsi

  Jika f dan g adalah suatu fungsi dan jika x D maka f (x) yang  f dikenai fungsi g dengan f ( x )  D . Domain dari komposisi g

  g f adalah himpunan DxD : f ( x )  D . Untuk g f f g   

  

  xD ( g f ) , nilai dari g f di x yang diberikan oleh

  

  g f xg f x . Range dari g f ditunjukkan oleh        himpunan Rg f ( x ) : xD . g f g f      

  (Bartle dan Shelbert, 2000:13)

2. Fungsi Invers Definisi II.C.2.1

  Jika fungsi f dengan domain D di A dan range R di B maka f f fungsi f dikatakan injektif (satu-satu) jika dan hanya jika a. f ( a )  f ( a ' ) maka aa '

  b. a , a '  D dan aa ' maka f ( a )  f ( a ' ) f (Bartle dan Shelbert, 2000:15)

  Definisi II.C.2.2

  Jika fungsi f injektif dengan domain D di A dan range R di f f

  

B . Jika gb , aBA : a , bf maka g merupakan fungsi

      injektif dengan DR di B dan dengan range RD di A. g f g f

   1 Fungsi g dikatakan invers fungsi dari f dan dinotasikan f .

  B A R f D f f b a

  

1

f

Gambar 1.3 Invers Fungsi

   1 Jika invers fungsi f merupakan suatu fungsi maka dikatakan  1 bahwa f adalah fungsi invers.

  (Bartle dan Shelbert, 2000:15)

  Definisi II.C.2.3

  Fungsi : dikatakan fungsi bijektif (korespondensi 1–

  f AB

  1), jika untuk setiap yB terdapat tepat satu xA sehingga yf (x ) .

  Definisi II.C.2.4

  Jika fungsi f : AB merupakan fungsi bijektif maka kebalikan fungsi f : AB yaitu g : BA pasti merupakan fungsi invers dari f .

3. Jenis Fungsi

  a. Fungsi Eksponen

  Bentuk umum fungsi eksponen adalah sebagai berikut: x

  

f ( x )  a dengan a = bilangan pokok a  dan a

  1  dan

   x R x = pangkat   

  .

  (Varberg, dkk, 2010)

  b. Fungsi Transenden

  Fungsi transenden terdiri dari fungsi-fungsi sebagai berikut: 1) Fungsi logaritma didefinisikan sebagai berikut: fungsi a

  f ( x )  log x , a  , a

  1 , dan x  2) Fungsi logaritma alami dapat dituliskan f ( x )  ln x , x  3) Invers dari ln disebut fungsi eksponen alami dan dinyatakan y exp ( e pangkat). Jadi, x exp y e ln x y , x

       4) Fungsi invers trigonometri a)

  2

  ) cos (  terbatas karena

  ) ( untuk f

  D x   .

  (Martono, 1999:38)

  Contoh:

  a. Fungsi

  x x f

  ) 1 cos (  

  Fungsi f dikatakan terbatas jika terdapat M > 0 sehingga

  x x f untuk f D x  

  b. Fungsi ( 1 )   x

  

x f tidak terbatas pada interval

  

  , karena tidak ada 

  M sehingga M x x f   

  ( 1 )

  M x f

  (Varberg, dkk, 2010:357-359)

  2 , sin sin 1

      

   

       

   x x y y x

  b)

  2 , cos cos 1

  

   x x y y x

         

x x x y y x

  c)

  2

  2 , tan tan 1        

   x x y y x

  d)

  2 , dan sec sec 1

4. Fungsi Terbatas Definisi II.C.4

D. Limit

  1. Limit Fungsi di R Definisi II.D.1.1

  lim f ( x )  L berarti bahwa untuk setiap  , terdapat 

    x c

  yang berpadanan sedemikian rupa sehingga untuk x c    berlaku f ( x ) ; yakni, x c f ( x ) L

   L       (Varberg, dkk, 2010:62)

  Definisi II.D.1.2

  Diberikan fungsi f yang terdefinisi pada interval (c,b). Limit kanan fungsi f di c adalah L (ditulis lim f ( x )  L atau x c

bila ) jika ,

  f ( x )  L xc     c x f ( x ) L dan jika diberikan fungsi f yang

        terdefinisi pada interval (a,c) dengan limit kiri fungsi f di c adalah

   L (ditulis lim f ( x )  L atau f ( x )  L bila xc ) jika xc

  ( )   ,     xcf xL

  (Martono, 1999:53)

  Contoh: 2 x

  9 , x

  9

  x

  3 Diberikan fungsi f (x ) 

  x

  3 , x

  9 

  2 Tentukan (jika ada): a. lim ( ) f x x9 b. lim f ( x ) x 9

  c. lim f ( x ) x9 Penyelesaian:

  x

  3

  a. lim f ( x )  lim  x 9 x   9

  6

  2

  x

  9 x  3 x

  3

    

  b. lim f ( x )  lim  lim  lim x  3 

  6 x 9 x     9 x 9 x 9  

      x

  3 x

  3

   

  c. Karena limit kanan sama dengan limit kiri maka nilai limitnya ada dan lim f ( x ) 

  6 x9 Sifat-Sifat Limit Fungsi: Jika n bilangan bulat positif, k konstanta, serta f dan g adalah fungsi-fungsi yang mempunyai limit di c, dengan lim f ( x )  L dan xc lim g ( x ) M maka x c

  

  a. lim kk xc

  b. lim xc xc

  c. Jika lim f ( x ) g ( x ) L M    xc   d. lim f ( x ) g ( x ) L M

     xc   lim ( ) . ( ) .

  e. f x g xL M x c  

  

   f ( x )  L

  f. lim  , M    x c

  g ( x ) M

    lim ( ) .

  g. k f xk L x c

  

  (Leithold, 1991:99)

  Teorema II.D.1.3

  Jika lim f ( x )  L , maka lim f ( x )  L x c x c   (Martono, 1999:54)

  Bukti: Jika lim ( ) , maka lim ( ) lim ( ) . xc xc xc f xL f xLf x

  Diketahui lim f ( x )  L maka lim f ( x )  L . Teorema ini x c x c   dibuktikan dengan menggunakan definisi limit dimana lim ( ) berarti bahwa untuk setiap , maka harus xc f xL   dibuktikan terdapat sehingga

  

  jika  xc  maka f ( x )

  L

  Diketahui bahwa lim f ( x )  L , maka dari definisi limit diperoleh x c  bahwa untuk terdapat sehingga

  1

  jika x c maka f ( x )    L 1 Misalkan . Karena itu

  

adalah lebih kecil dari , maka

1 1

  jika x c maka f ( x )    L karena f ( x )  Lf ( x )  L dan f ( x )  L maka sesuai dengan sifat ketaksamaan segitiga diperoleh . 2 f ( x )  Lf ( x )  L

  2. Limit Fungsi di R Definisi II.D.2

  Fungsi f adalah fungsi dua variabel dengan domain D maka dapat dikatakan bahwa limit dari f ( x , y ) L dan ditulis  lim f ( x , y )  L , jika untuk setiap  terdapat 

    ( x , y ) ( a , b )

  sedemikian sehingga f ( x , y )  L bilamana ( x , y )  D dan ( x , y ) ( a , b ) dengan

     2 2 ( x , y )  ( a , b )  xayb .

      n (Purcell dan Varberg, 1999:238)

  3. Limit Fungsi di R Definisi II.D.3

  Definisi yang telah diungkapkan untuk limit fungsi di R dan di 2 R tersebut sedemikian sehingga dapat diperluas untuk fungsi tiga peubah (atau lebih). Secara umum, jika zf ( x , x ,..., x ) 1 2 n adalah fungsi n-variabel dengan domain D maka dapat dikatakan

  bahwa limit dari f ( x , x ,..., x ) L dan ditulis 1 2 n  lim f ( x , x ,..., x ) L , jika untuk , ( x , x ,..., x )  ( x , x ,..., x ) 1 2 n 1 o 2 o no 1 2 n      sedemikian sehingga f ( x , x ,..., x )  L bilamana 1 2 n ( x , x ,..., x ) D dan ( x , x ,..., x ) ( x , x ,..., x ) . 1 2 n     1 2 n 1 o 2 o no (Purcell dan Varberg, 1999:239)

  E. Kekontinuan

  1. Kekontinuan Fungsi di R Definisi II.E.1.1

  Kekontinuan fungsi di satu titik dapat didefinisikan sebagai berikut dimisalkan f terdefinisi pada suatu interval terbuka yang mengandung c . Dikatakan bahwa f kontinu di c jika lim f ( x )  f ( c ) . Jadi, fungsi f dikatakan kontinu di titik c jika x c  memenuhi syarat sebagai berikut :

  a. f (c) ada;

  b. ada; lim f ( x ) xc

  c. lim f ( x )  f ( c ) xc Jika satu atau lebih dari ketiga syarat ini tidak dipenuhi di c, maka fungsi f dikatakan tidak kontinu di c.

  (Varberg, dkk, 2010:83)

  Definisi II.E.1.2

  Fungsi f terdefinisi pada interval (a,c) maka fungsi f dikatakan kontinu kanan di c jika lim f ( x )  f ( c ) . x c  Fungsi f terdefinisi pada interval (c,b) maka fungsi f dikatakan kontinu kiri di c jika lim f ( x ) f ( c ) . x c

  (Martono, 1999:59)

  Definisi II.E.1.3

  Fungsi f dikatakan kontinu pada interval terbuka (a,b) jika f kontinu di setiap titik (a,b). Fungsi f kontinu pada interval tertutup [a,b] jika kontinu pada interval terbuka (a,b), kontinu kanan di a, dan kontinu kiri di b. 2 (Martono, 1999:61)

  2. Kekontinuan Fungsi di R Definisi II.E.2.1 2 Fungsi f(x,y) dikatakan kontinu di titik ( a , b )  D , DR jika

  . Fungsi f dikatakan kontinu pada ( x , y )  ( a , b ) lim f ( x , y )  f ( a , b ) domain D jika f kontinu di setiap titik (a,b) dalam D.

  (Purcell dan Varberg, 1999:239)

  Definisi II.E.2.2

  Fungsi f (x,y) dikatakan kontinu pada suatu himpunan S, jika f (x,y) kontinu di setiap titik pada himpunan S.

  S A

   B

   Gambar 1.4 Himpunan S n (Purcell dan Varberg, 1999:239)

  3. Kekontinuan Fungsi di R Definisi II.E.3

  Secara umum, jika fungsi z f ( x , x ,..., x ) dikatakan kontinu  1 2 n n di titik ( x , x ,..., x )  D , D R jika 1 o 2 o no( x , x ,..., x )  ( x , x ,..., x ) 1 2 n lim f ( x , x ,..., x )  f ( x , x ,..., x ) . Fungsi f 1 o 2 o no 1 2 n 1 o 2 o no dikatakan kontinu pada domain D jika f kontinu di setiap titik

  ( x , x ,..., x ) dalam D. 1 o 2 o no

  F. Turunan

  1. Turunan Fungsi di R Definisi II.F.1.1

  Jika f fungsi dari [a,b] ke R dan maka L disebut

  c  [ b a , ]

  diferensial atau turunan f di c jika   ,   sehingga untuk dengan x c berlaku  x  [ b a , ]   

    

  5

   

   

      

    

   

    

    

    

  

2

2 2 2 2

2

2 2 2 2 2 2 2 2

  3 lim

  2

           

  2

  7

  2

  3 lim

  5

  2

  7

  14

  2

  3 lim

    

    x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x

  12

     x x x f x f f x x

    

  3 2

  5

  2

  2

  2 ,

  x  ) (x f

  3   x

  1

  2 ,

    

   

   

     

  ' 2 ( 2 2

  ) 2 ( ( ) lim

  2 )

  3 lim

  1

  3

  1 2 .

  2

  12

  2

   

    dengan

  ) ( ) ( ) lim ( '

   

  

   

  c x c f x f c f c x

  ) ( ) ( ) lim ( ' dan

   

  

   

  c x c f x f c f c x

  c f c f c f  

  Selidiki apakah terdiferensial di 2  x . Jika ya, tentukan ) ' 2 ( f !

   dan ) ( ) ( ) ( ' ' '

   

  ) ( ' c f ada, jika ) ( ' ) ( ' c f c f

  (Bartle and Sherbert, 2000:158) Fungsi f dikatakan mempunyai turunan (diferensiable) di c atau

  ) ( ) ( lim .

  

    

  L c x c f x f c x

  . Jadi, L merupakan turunan dari f di c jika

  L c x ( c f x f ) ) (

  Contoh:

  Penyelesaian:  

  3 lim

    

  4

  4

  2

  3 lim

  2 (

  2 ) 2 )(

  3 3 lim

     

       

     x x x x x f x f f x x

   

  2

    

    

  ' 2 ( 2 2 2

  ) 2 ( ( ) lim

  2 )

  3 lim

  5

  2

  2

  3

  1 2 .

  x x x x

  3 3 lim

     

  c x c x c f x f x f

    

    ) ( .

  ) ( ) ( ) ( c f c x

  c x c f x f x f

     

    Untuk c x  maka

    

    

   

  ) ( ) ( ) ( ) ( c f c f x f x f    Untuk c x c x     maka diperoleh

    ) ( .

  ) ( ) ( ) lim ( lim c f c x

  

c x

c f x f

x f c x c x ) ( lim lim .

  ) ( ) ( ) lim ( lim c f c x

  

c x

c f x f

x f

c x c x c x c x   

     

    ) ( ) ( lim . ) ( ' c f c f c f c x   

  

  Karena  

  

  ) ( ) ( ) ( ) ( c f

  ) ( ) ( ) lim ( '

  2 ) 2 (

   

  3 lim

  2

  6

  3 lim

  2

  7

  1

  3 lim 2 2 2 2  

   

   

  

    

      

      x x x x x x

x

x

x x

  Jadi, f terdiferensial x = 2 dan 3 ) ' 2 (

  

  

f

Teorema II.F.1.2

  Jika fungsi f terdiferensial di c maka fungsi f kontinu di c (Varberg, dkk, 2010:102)

  Bukti: f terdiferensial di c artinya ) ( ' c f ada c x c f x f c f c x

   

   

  ) ( ) ( lim c f c f c x f kontinu di c.

  Akibatnya: Jika fungsi f tidak kontinu di c maka f tidak terdiferensial di c.

    2

  dx du du dy dx dy

  ) (x g u  dan fungsi ) (x g kontinu pada domainnya, maka menurut definisi (aturan rantai) dapat dituliskan sebagi berikut:

  Jika ) (u f y  dengan

  b. Turunan Fungsi Komposisi

  (Leithold, 1991:199)

     

  x v x v x u x v x u x f x v x u x f

  ) (

  ) ( ' ) ( ) (

  ) ( ) ( ' . ) ( ) ( . ) ( '

      7)

  a. Sifat–Sifat Turunan:

  x v x u x v x u x f x v x u x f

  ) ( ' . ) ( ) ( . ) ( ' ) ( ' ) ( . ) ( ) (

  ) ( ' x v ada maka: 4) ) ( ' ) ( ' ) ( ' ) ( ) ( ) ( x v x u x f x v x u x f      5) ) ( ' . ) ( ' ) ( . ) ( x u c x f x u c x f    , dengan c konstan 6)

  Jika ) ( ' x u dan

  x n x f x x f

     n n

  

  ) ( ' ) (

  2) ( 1 ) ' ) (    x f x x f 3) 1

  x f k k x f

  1) ) ( ' konstan , ) (   

  .  Jika yf (u ) dengan ug (v ) dan vh (x ) maka:

  dy dy du dv y ' . .

   

  dx du dv dx

  (Purcell dan Varberg, 1993:138-139)

  c. Turunan Fungsi Trigonometri

  1) f ( x )  sin xf ' ( x )  cos x 2)

  f ( x )  cos xf ' ( x )   sin x 2

  3) f ( x )  tan xf ' ( x )  sec x 2 4) f ( x )  cot xf ' ( x )   csc x 5)

  f ( x )  sec xf ' ( x )  sec x . tan x

  6) f ( x )  csc xf ' ( x )  csc x . cot x (Varberg,dkk, 2010:114-116)

  d. Turunan Fungsi Invers Trigonometri

1 Jika x  sin y maka y  sin x

  1

   1

  ( ) sin ' ( ) 1) f xxf x2 1  x

   1

  1 2) f ( x )  cos xf ' ( x )   2 1  x

  3) 2 1

  x x f

  1) Turunan fungsi logaritma ini dapat dituliskan sebagai berikut:

  x x f a

  ) log (  maka

  a x x f

  ln

  1 .

  1 ) ( ' 

  2) Turunan fungsi logaritma alami dapat dituliskan sebagai berikut: x x f ln ) (  maka

  1 ) ( ' 

    

  3) Turunan fungsi eksponensial dapat dituliskan sebagai berikut: x

  a x f

   ) ( maka a a x f x . ln ) ( '

   4) Turunan fungsi eksponensial alami dapat dituliskan sebagai berikut: x

  

e x f

  ) ( maka x

   e x f

  ) ( ' (Varberg,dkk, 2010)

   x x x f x x f

   

  1

   

  1 ) ( ' tan ) (

  x x f x x f

     

  

  4) 2 1

  1

  1 ) ( ' cot ) (

  x x f x x f

    

  1 ) ( ' csc ) ( 2 1

  

  5)

  1

  1 ) ( ' sec ) ( 2 1

   

    

   x x x f x x f

  6)

  1

e. Turunan Fungsi Logaritma dan Eksponensial

  f. Turunan Fungsi pada Suatu Interval Definisi II.F.1.f

  Jika fungsi y f (x ) terdefinisi pada selang I. Turunan  fungsi f pada selang I, ditulis adalah suatu fungsi

  f ' x ( ),

  yang aturannya di setiap x

  I ditentukan oleh f ( xh )  f ( x ) f ' ( x ) lim , limit ini ada.

   h

  h Catatan:

  1) Lambang lain untuk turunan adalah

  dy dy d

  ' , , ( ), , ( ) . Lambang dikenal

  y f x D y D f x x x dx dx dx

  sebagai notasi Leibniz. 2) Jika I adalah selang tertutup [a,b], maka ' a ( ) berarti

  f f ' a ( ) sedangkan f ' b ( ) berarti f ' b ( ) .

   

  (Martono, 1999:89)

  g. Turunan Tingkat Tinggi Definisi II.F.1.g

  Pendiferensialan mengambil sebuah fungsi f dan menghasilkan sebuah fungsi baru f ' . Jika f ' dideferensialkan, masih menghasilkan fungsi lain, dinyatakan oleh fungsi f '' (dibaca “f double aksen”) dan disebut turunan kedua dari f. Dan jika f '' masih dapat diturunkan lagi maka yang demikian menghasilkan f ' '' , yang disebut turunan ketiga, dan seterusnya. n (Purcell dan Varberg, 1993:141)

  2. Turunan Fungsi di R Definisi II.F.2.1

  Fungsi f adalah suatu fungsi dua peubah x dan y. Jika y dianggap sebagai suatu konstanta, misalnya y y , maka f ( x , y ) menjadi  fungsi satu peubah x. Turunan fungsi f di xx disebut turunan parsial f terhadap x di f ( x , y ) dan dinyatakan sebagai

  f ( x , y ) . Jadi, x f ( x   x , y )  f ( x , y ) f ( x , y )  lim x

    x

   x Demikian pula, turunan parsial f terhadap y di ( x , y ) dinyatakan oleh f ( x , y ) dan dituliskan sebagai y

  f ( x , y   y )  f ( x , y ) f ( x , y ) lim y    y

   y Rumus tersebut mencari f ( x , y ) dan f ( x , y ) dengan x y menggunakan aturan baku untuk turunan; kemudian mensubstitusikan xx dan yy

  (Purcell dan Varberg, 1999:232)

  Contoh:

   

  x z y x f

   

   ) , ( ) , ( y x y

  y z y x f

   

  

  Definisi II.F.2.2

  (Turunan Parsial Tingkat Tinggi) Secara umum, karena turunan parsial suatu fungsi x dan y adalah fungsi lain dari dua peubah yang sama, turunan tersebut dapat diturunkan secara parsial terhadap x atau y untuk memperoleh empat buah turunan parsial kedua fungsi f yaitu: a. 2 2

  

x

f

x f x f xx

     

  ) , (

    

   

   

   , b. 2 2

  

y

f

y f y f yy

   

     

    

   

   

  ) , ( y x x

  ) , (

  Carilah ) 2 , 1 ( x

  9 1 ) 2 , 1 (

  f dan )

  2 , 1 ( y

  f jika 3 2

  , 3 ) ( y y x y x f  

  Penyelesaian:

  4 2 . 1 . 2 ) 2 ,

  1 ( , 2 ) (      x x

  f xy y x f

  37 2 .

  , 9 ) ( 2 2 2 2       y y

   ) , (

  f y x y x f Catatan:

  Jika ) , ( y x f z  , dapat dituliskan

  x y x f x z y x f x

   

    

   ) , (

  ) , (

  y y x f y z y x f y

   

    

   , c.

    x y f

x

f

y f f y x xy

  y x y x y x

y

x

y y x f xy 2 3 2

  y x y y x f xx

     

    

    3

  4 2 3

  2 sin cos

  2 ) , ( x

  y x y x y x y x y x f yy

     

    

     

    

  

  6 sin cos

  6 sin

  1 ) , ( 

    

    

     

    

   

  y x y x y x

y

x

y y x f yx 2 3 2

  6 sin cos

  1 ) , ( 

    

    

     

    

    Dari hasil tersebut,diperoleh bahwa ) , ( ) , ( y x f y x f yx xy

  1 ) , ( xy

  2

    

  Carilah keempat turunan parsial dari 2 3 ) sin , ( y x

     

    

   

   

    2 , dan d.

    y x f

y

f

x f f x y yx

    

     

    

   

   

    2 .

  Contoh:

  y x y x f

    2

     

    

   !

  Penyelesaian: 2 2

  3 cos

  1 ) , ( y x

  y x y y x f x

     

    

  

  y x y x y x y x f y 3 2

  ) 2 cos , ( 

    

    

  

  Definisi II.F.2.3

  Untuk turunan parsial tingkat tiga dan lebih tinggi didefinisikan dengan cara yang sama dan ditulis dengan cara yang sama. Jadi, jika f suatu fungsi dua peubah x dan y, turunan-parsial ketiga f yang diperoleh dengan menurunkan f secara parsial, pertamakali terhadap x dan kemudian dua kali terhadap y, akan ditunjukkan oleh 2 3

   ff   

  f

    2 xyy  

   yyx y x  

    (Purcell dan Varberg, 1999:235)

  Definisi II.F.2.4

  Secara umum, jika f adalah suatu fungsi n peubah yaitu

  

x , x ,..., x . Jika x ,..., x dibuat konstan, misalnya