BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu - UJI IRITASI AKUT DERMAL PADA HEWAN UJI KELINCI ALBINO TERHADAP SEDIAAN BODY LOTION EKSTRAK KULIT BIJI PINANG (Areca catechu L.) - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Hasil penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Putri, et al., (2017)

  dengan judul AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN IRITASI AKUT DERMAL SEDIAAN SABUN CAIR WAJAH ANTI JERAWAT EKSTRAK ETANOL BIJI PEPAYA (Carica papaya L.). Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui formulasi yang paling efektif terhadap bakteri penyebab jerawat yaitu P.acnes dan S.epidermis dan untuk mengetahui keamanan produk sabun cair wajah ekstrak biji papaya pada efek iritasi kulit.

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini untuk uji aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi agar sumuran dan untuk uji keamanannya melalui uji iritasi akut dermal. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini berdasarkan data hasil diameter zona hambat P.acnes dan S.epidermis menggunakan One Way ANOVA menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji papaya memiliki aktivitas antibakteri dan untuk uji keamanan produk sabun cair wajah ekstrak etanol biji papaya dinyatakan aman tanpa menyebabkan efek iritasi pada kulit karna hasil dari pengamatan pada seluruh formula yaitu

  0. Persamaan dalam penelitian ini yaitu untuk metode uji keamanannya mengacu pada prosedur baku yaitu peraturan KaBPOM RI nomor 7 tahun 2014. Perbedaan dalam penelitian ini yaitu untuk penelitian terdahulu memformulasi ekstrak etanol biji papaya menjadi sabun cair wajah dan perbedaan lainnya untuk sediaan uji yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu dalam bentuk sediaan body lotion, sedangkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Putri, et al., (2017) menggunakan sediaan sabun cair wajah.

  Penelitian lain dilakukan oleh Lilly, et al., (2018) yang berjudul FORMULASI DAN UJI SIFAT FISIK LOTION ANTIOKSIDAN EKSTRAK METANOL KULIT BIJI PINANG (Areca catechu L.). Tujuan penelitian ini yaitu untuk membuat sediaan lotion dari ekstrak kulit biji pinang, untuk mengetahui aktivitas sediaan lotion ekstrak kulit biji pinang terhadap penangkapan radikal bebas pada DPPH dan untuk mengetahui sifat fisik sediaan lotion ekstrak kulit biji pinang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini untuk membuktikan bahwa ekstrak metanol kulit biji pinang memiliki aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini berdasarkan penetapan nilai IC

  50 ekstrak

  metanol kulit biji pinang memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas sebesar 6, 11 ppm dan setelah diformulasi dalam bentuk sediaan lotion dengan konsentrasi 1, 2 dan 3 gram aktivitasnya menjadi 17, 80 ppm; 7, 68 ppm dan 7, 13 ppm. Hasil sifat fisik sediaan lotion esktrak metanol kulit biji pinang memiliki sifat fisik yang baik dari aspek organoleptis, pH, daya lekat, daya sebar, viskositas, dan homogenitas. Perbedaan dalam penelitian ini yaitu untuk penelitian terdahulu membahas tentang uji aktivitas antioksidan dan uji sifat fisik sediaan lotion ekstrak metanol kulit biji pinang, sedangkan penelitian ini membahas tentang uji keamanan sediaan body lotion ekstrak kulit biji pinang melalui uji iritasi akut dermal.

  B. Landasan Teori 1. Tinjauan Umum Biji Pinang (Areca catechu L.) a. Klasifikasi Gambar 2.1Pinang (Areca catechu L.) Desa Petuguran, Kecamatan Punggelan, Kabupaten Banjarnegara

  Kedudukan tanaman pinang dan taksonomi tumbuhan adalah sebagai berikut: Kerajaan : Plantae Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Sub divisi : Angiospermae (berbiji terbuka) Kelas : Monocotyledoneae (berkeping satu) Bangsa : Arecales Suku : Arecaceae (palem-paleman) Marga : Areca Spesies : Areca catechu L.

  Nama umum :Pinang/Jambe (Syamsuhidayat and Hutapea, 1991;Backer and Van Den Brink, 1965).

  b. Deskripsi tumbuhan

  Pinang (Areca catechu L.) merupakan tumbuhan famili

  Arecaceae yang dapat mencapai tinggi 15-20 m dengan batang tegak

  lurus bergaris tengah 15 cm. Buahnya berkecambah setelah 1,5 bulan dan 4 bulan kemudian mempunyai jambul daun-daun kecil yang belum terbuka. Pembentukan batang baru terjadi setelah 2 tahun dan berbuah pada umur 5-8 tahun tergantung keadaan tanah. Tanaman ini berbunga pada awal dan akhir musim hujan dan memiliki masa hidup 25-30 tahun. Biji buah berwarna kecoklatan sampai coklat kemerahan, agak berlekuk-lekuk dengan warna yang lebih muda. Pada bidang irisan biji tampak perisperm berwarna coklat tua dengan lipatan tidak beraturan menembus endosperm yang berwarna agak keputihan (Depkes RI, 1989).

  c. Kandungan kimia dan manfaat

  Menurut menyatakan bahwa biji buah pinang mengandung alkaloid, seperti arekolin (C

  8 H

  13 NO 2 ),

  arekolidine, arekain, guvakolin, guvasine dan isoguvasine, tanin terkondensasi, tannin terhidrolisis, flavan, senyawa fenolik, asam galat, getah, lignin, minyak menguap dan tidak menguap, serta garam.menyebutkan bahwa biji buah pinang mengandung proantosianidin, yaitu suatu tannin terkondensasi yang termasuk dalam golongan flavonoid. Proantosianidin mempunyai efek antioksidan, antibakteri, antivirus, antikarsinogenik, anti- inflamasi, anti-alergi, dan vasodilatasi

2. Uraian Hewan Uji Kelinci Albino (Orytolagus cuniculus)

Gambar 2.2 Kelinci Albino (Oryctolagus cuniculus), Lembang, Bandung, Jawa Barat a. Klasifikasi

  Menurut Festing (1979), uraian hewan uji mulai dari klasifikasi hewan uji kelinci, karakteristik hewan uji kelinci dan morfologi hewan uji kelinci dapat diuraikan sebagai berikut: Kingdom : Animalia Fillum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Lagorhapha Familia : Leporidae Genus : Oryctolagus Spesies : Oryctolagus cuniculus b.

   Karakteristik

  Lama hidup : 8 tahun

  o

  Suhu tubuh normal : 39,5 C Volume darah : 5-66% Masa tumbuh : 38,5 hari Masa pubertas : 4 bulan Masa beranak : 5 kali dalam setahun Masa hamil : 28-36 hari Jumlah sekali lahir : 5-6 ekor

  Frekuensi kelahiran : 3-4 kali/tahun Bobot badan dewasa :

  1) Jantan : 2-5 kg 2) Betina : 4-6,5 kg 3) Bobot lahir : 30-100 g c.

   Morfologi

  Kelinci albino (Orytolagus cuniculus ) berpunggung melengkung dan berekor pendek, kepalanya pendek dengan daun telinga yang tegak keatas akan tetapi ada beberapa jenis kelinci yang terkulai kebawah. Kelinci memiliki bibir yang bagian atasnya terbelahan bergabung hingga hidung, beberapa misa atau kumis panjang yang keras atau tepat dihidung. Disekitar mata terdapat beberapa helai bulu mata yang panjang. Telinga kelinci yang besar dan banyak terdapat saluran darah, kaki belakang kelinci lebih panjang dan kuat dibanding dengan kaki depannya yang berjari dan berkuku empat, kelinci merupakan hewan pelonoat.

  Gigi kelinci tergolong unik, gigi akan terus tumbuh sepanjang usianya. Apabila pertumbuhan gigi semakin panjang, untuk membatasi pertumbuhan gigi, diusahakan makan yang keras seperti jagung yang kering dan sepotong kayu sebagai saran untuk mengasah gigi dan kukunya.

  Sebagai hewan herbivora, kelinci menyukai makanan berupa rumput-rumputan dan daun yang segar dengan gigi tergolong unik yang akan terus tumbuh sepanjang usianya.

3. Kulit

  Kulit merupakan lapisan yang menutupi dan melindungi seluruh tubuh dari berbagai macam gangguan dari luar tubuh yang menyebabkan hilangnya kelembaban sehingga kulit menjadi kering. Kulit kering mempunyai karakter kasar dan keras, tidak fleksibel dan pecah-pecah akibat kekurangan air distratum corneum dan kelembaban yang rendah, sedangkan kulit normal memiliki tekstur kulit lembut, lembab berembun, segar, halus, elastis, serta tidak terlihat minyak yang berlebihan (Mitsui, 1997).

Gambar 2.3 Struktur Kulit (Mescher AL, 2010)

  2 Kulit manusia memiliki luas rata-rata lebih kurang 2 m dengan

  berat sebesar 10 kg dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak. Luas

  2

  kulit orang dewasa sekitar 1,5 m dengan berat kira-kira 15% berat badan (Wasitaatmadja, 1997). Kulit terbagi atas 2 lapisan utama, yaitu

  

epidermis (kulit ari) sebagai lapisan paling luar dan dermis (korium, kutis

  kulit jangat), dibawah dermis terdapat sub kutis atau jaringan lemak bawah kulit.

  a. Epidermis Lapisan kulit yang paling luar disebut epidermis. Pada bagian tubuh epidermis memiliki ketebalan yang berbeda, paling tebal berukuran 1 mm, misalnya pada telapak kaki dan telapak tangan dan paling tipis berukuran 0,1 mm terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi dan perut. Sel epidermis juga disebut keratinosit. Epidermis dibagi menjadi 5 lapisan, yaitu : 1) Stratum corneum (lapisan tanduk)

  Lapisan ini merupakan lapisan yang paling atas dan terdiri atas beberapa lapis sel pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air. Lapisan ini sebagian besar terdiri atas keratin (protein yang tidak larut dalam air) dan sangat resisten terhadap bahan kimia. Secara alami, sel-sel yang mati dipermukaan kulit akan melepaskan diri untuk beregenerasi. Permukaan lapisan ini dilapisi oleh lapisan pelindung lembab tipis bersifat asam disebut mantel asam kulit (Tranggono dan Latifah, 2007). 2) Stratum lucidum (lapisan jernih)

  Lapisan ini disebut juga lapisan barier yang letaknya tepat di bawah stratum corneum. Lapisan ini merupakan lapisan tipis, jernih, mengandung elaidin dan sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki. Antara stratum lucidum dan

  stratum corneum terdapat lapisan keratin tipis disebut rein’s barrier yang tidak dapat ditembus (Tranggono dan Latifah, 2007).

  3) Stratum granulosum (lapisan berbutir-butir) Lapisan ini tersusun atas sel-sel keratinosit berbentuk poligonal, berbutir kasar, berinti mengkerut. Dalam butir keratohyalin tersebut terdapat bahan logam, khususnya tembaga, sebagai katalisator proses pertandukan kulit. Stratum

  granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti sel didalamnya.

  Mukosa biasanya tidak memiliki lapisan ini. Stratum

  granulosum juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki (Wasitaatmadja, 1997).

  4) Stratum spinosum (lapisan malphigi) Lapisan ini memiliki sel berbentuk kubus dan seperti berduri, berinti besar dan berbentuk oval. Setiap sel berisi filamen kecil terdiri atas serabut protein. Cairan limfa ditemukan mengitari sel-sel dalam lapisan ini (Tranggono dan Latifah, 2007).

  5) Stratum germinativum (lapisan basal atau membran basalis) Lapisan ini merupakan lapisan terbawah epidermis, didalamnya terdapat sel-sel melanisoit, yaitu sel yang tidak mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya membentuk pigmen melanin dan melalui dendrit-dendrit diberikan kepada sel-sel keratinosit. Satu sel melanin untuk sekitar 36 sel keratinosit dan disebut melanin epidermal (Tranggono dan Latifah, 2007).

  b. Dermis

  Bagian ini terdiri dari serabut kolagen dan elastin yang berada dalam substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari gelatin mukopolisakarida. Serabut kolagen mencapai 72% dari keseluruhan berat kulit manusia tanpa lemak. Pada dermis terdapat aneksa kulit, seperti folikel rambut, papila rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf, juga sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah kulit (subkutis/hipodermis) (Tranggono dan Latifah, 2007).

  Menurut Mitsui (1997), kulit mempunyai fungsi biologik sendiri yaitu : a. Proteksi

  Serabut elastis pada dermis serta jaringan lemak subkutan berfungsi mencegah trauma mekanik langsung terhadap tubuh bagian dalam. Lapisan tanduk dan mantel lemak kulit menjaga kadar air dengan mencegah masuknya air dari luar tubuh dan mencegah penguapan air, serta sebagai barier terhadap racun dari luar. Mantel asam kulit dapat mencegah pertumbuhan bakteri di kulit.

  b. Termoregulasi Temperatur tubuh diatur dengan mekanisme dilatasi dan kontrisksi pembuluh kapiler dan melalui respirasi. Saat temperatur badan menurun terjadi vasokonstriksi, sedangkan saat temperatur meningkat terjadi vasodilatasi sehingga penguapan menjadi lebih banyak dan mengakibatkan tubuh terasa dingin.

  c. Persepsi sensoris Kulit bertanggung jawab sebagai indera terhadap adanya rangsangan dari luar. Rangsangan tersebut kemudian diterima oleh reseptor-reseptor dan diteruskan ke sistem saraf pusat yang selanjutnya diinterpretasikan oleh korteks serebri. Reseptor-reseptor yang bertanggung jawab terhadap adanya rangsangan tersebut, antara lain Meissner sebagai reseptor raba, Pacini sebagai reseptor tekanan, Ruffini dan Krauss sebagai reseptor suhu dan Nervus dan Plate sebagai reseptor nyeri.

  d. Absorbsi Absorbsi melalui kulit terdiri dari 2 jalur yaitu melalui kulit

  epidermis dan melalui kelenjar sebasea. Penetrasi yang mungkin ke

  dalam kulit yaitu melalui antara sel-sel stratum corneum, dinding- dinding saluran folikel rambut, kelenjar keringat,kelenjar sebasea dan menembus sel-sel stratum corneum. Bahan-bahan yang mudah larut dalam lemak akan lebih mudah diabsorbsi dibandingkan air ataupun bahan yang dapat larut dalam air.

  Secara alamiah kulit dapat melindungi diri dari berbagai faktor yang menyebabkan kulit menjadi kering yaitu dengan adanya (NMF) yang merupakan tabir lemak

  Natural Moisturizing Factor

  pada lapisan stratum corneum atau disebut mantel asam. Pada kondisi tertentu NMF tersebut tidak mencukupi, maka dibutuhkan perlindungan tambahan non alamiah yaitu dengan memberikan kosmetika pelembab kulit (Wasitaatmadja, 1997).

  Kontak antara kosmetika dengan kulit menyebabkan kosmetika terserap oleh kulit dan masuk ke bagian yang lebih dalam dari kulit. Jumlah kosmetika yang terserap kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan hidup pemakai kosmetika, keadaan kosmetika yang dipakai dan kondisi kulit pemakai. Kekeringan dan sifat kurang lentur pada lapisan stratum corneum dapat diperbaiki jika kandungan air dinaikkan lebih dari kondisi normal (sekitar 10%).

  Pemakaian lotion kosmetik dapat memperbaiki kulit kering karena meninggalkan lapisan yang rapat pada kulit, permeabilitas terhadap air rendah, mensuplaitas terhadap air rendah, mensuplai komponen hidrofilik sehingga mampu menahan dehidrasi air dari kulit dengan demikian kulit menjadi lembut. Emulsi losion merupakan bentuk emulsi yang baik untuk menghasilkan lapisan yang lembut pada kulit dan mampu mengurangi evaporasi (Sondari, 2007).

  Absorpsi kosmetika melalui kulit terjadi karena kulit mempunyai celah anatomis yang dapat menjadi jalan masuk zat-zat yang melekat diatasnya. Celah tersebut adalah celah antar sel

  

epidermis , celah folikel rambut dan celah antar sel saluran kelenjar

  keringat. Produk kosmetika yang memiliki pH sangat asam atau sangat basa dapat menyebabkan kulit teriritasi (Wasitaatmadja, 1997).

  Levin dan Maibach (2007) menyatakan bahwa mantel asam merupakan lapisan yang halus pada permukaan kulit dengan pH sedikit asam yang terdiri dari asam laktat dan asam amino yang berasal dari keringat, asam lemak bebas yang berasal dari kelenjar sebaseus dan sebum serta asam amino dan asam karbosiklik

  

pyrolidine yang berasal dari proses cornification pada kulit (Levin

dan Maibach, 2007).

  Fungsi lapisan ini antara lain menyokong pembentukan lemak epidermis yang menjaga pertahanan kulit dari gangguan luar, memberikan perlindungan terhadap serangan mikroorganisme dan memberikan perlindungan terhadap bahan-bahan yang bersifat alkali (alkali neutralizing capacity atau skin buffering capacity). Gangguan atau kerusakan lapisan ini akan mengakibatkan kulit kehilangan keasamannya, lebih mudah rusak dan teriritasi serta terjadi penyakit-penyakit kulit. Kadar pH yang terlalu asam atau basa dapat menyebabkan kulit menjadi kering dan mengalami iritasi.

  Bawab dan Friberg (2004) mengemukakan bahwa lapisan mantel terdiri dari zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan dalam melawan kuman dan bakteri, salah satunya garam yang berasal dari kelenjar keringat. Garam yang terdapat pada mantel asam menyebabkan kondisi yang hiperosmosis sehingga dapat memusnahkan bakteri karena konsentrasi garam yang tinggi menyebabkan air dari dalam bakteri tertarik dan bakteri mengalami dehidrasi. Skin care cosmetics berperan dalam menjaga fungsi dan mekanisme perlindungan kulit agar berjalan dengan baik. Pada dasarnya skin care cosmetics dapat melindungi kulit dari efek kekeringan, radiasi ultraviolet dan oksidasi sehingga kulit tetap indah dan sehat (Mitsui, 1997).

4. Body Lotion

  Body lotion merupakan sediaan kosmetik yang mengandung air

  lebih banyak. Sediaan ini memiliki sifat sebagai sumber pelembab bagi kulit, memberi lapisan minyak yang sama seperti sebum, menjadikan tangan dan badan terasa lembut, tetapi tidak berminyak dan mudah dioleskan. Hand and body lotion merupakan sebutan umum yang ada dipasaran (Sularto, et al, 1995).

  Body lotion termasuk dalam golongan pelembab kulit yang terdiri

  dari minyak nabati, hewani, maupun sintesis. Body lotion berfungsi untuk melembutkan dan melenturkan kulit yang kasar dan kering. Body lotion didefinisikan sebagai campuran antara dua fase yang tidak saling campur dan distabilkan oleh emulgator, berbentuk cairan yang dapat dituang bila ditempatkan pada suhu ruang (Lachman, et al., 1994).

  Body lotion dimaksudkan untuk penggunaan pada kulit sebagai

  pelindung untuk obat karena sifat dari bahan-bahannya. Kecairan dari sediaan ini memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat menyerap pada permukaan kulit yang luas. Sediaan ini segera kering pada kulit setelah pemakaian dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen obat pada permukaan kulit. Fase terdispersi pada body lotion cenderung memisah dari pembawanya bila didiamkan. Pada saat body lotion akan digunakan harus dikocok kuat-kuat terlebih dahulu supaya bahan-bahan yang terpisah akan terdispersi kembali (Ansel, 1989).

  Sediaan body lotion tersusun atas komponen zat berlemak, air, zat pengemulsi dan humektan. Komponen zat berlemak diperoleh dari lemak maupun minyak dari tanaman, hewan maupun minyak mineral seperti minyak zaitun, minyak jojoba, minyak parafin, lilin lebah dan sebagainya. Zat pengemulsi umumnya berupa surfaktan anionik, kationik maupun nonionik. Humektan bahan pengikat air dari udara, antara lain gliserol, sorbitol, propilen glikol dan polialkohol (Jellineck, 1970). Komponen-komponen yang menyusun lotion adalah pelembab, pengemulsi, bahan pengisi, pembersih, bahan aktif, pelarut, pewangi, dan pengawet (Setyaningsih, et al., 2007).

  Pada metode pembuatan body lotion, fase minyak dan fase air yang terpisah disatukan dengan pemanasan dan pengadukan. Fase minyak mengandung komponen bahan yang larut minyak. Fase air mengandung komponen bahan yang larut air yang dipanaskan pada suhu yang sama dengan fase minyak kemudian disatukan (Rieger, 2000).

  o

  Pencampuran antara fase minyak dan air dilakukan pada suhu 70-75 C.

  o

  Proses emulsifikasi pada pembuatan body lotion adalah pada suhu 70 C (Mitsui, 1997).

  Emulsi merupakan penyatuan dari zat-zat yang mempunyai sifat bertolak belakang. Zat-zat tersebut mempunyai sifat kelarutan yang berbeda, yaitu sebagian larut dalam air dan sebagian larut dalam minyak. Penyatuaannya dimungkinkan dengan menambahkan suatu zat yang memiliki gugus polar maupun non polar secara bersamaan dalam satu molekulnya. Zat tersebut dinamakan emulsifier (Suryani et al., 2000).

  Pada pembuatan emulsi akan terjadi kontak antara dua cairan yang tidak bercampur karena berbeda kelarutannya dan pada saat tersebut terdapat kekuatan yang menyebabkan masing-masing cairan menahan pecahnya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil. Kekuatan ini disebut tegangan antarmuka. Zat-zat yang dapat meningkatkan penurunan tahanan tersebut akan merangsang suatu cairan untuk menjadi partikel- partikel yang lebih kecil. Penggunaan zat-zat ini sebagai zat pengemulsi dan zat penstabil menghasilkan penurunan tegangan antarmuka dari kedua cairan yang tidak saling bercampur, mengurangi gaya tolak antara cairan-cairan tersebut dan mengurangi gaya tarik menarik antarmolekul dari masing-masing cairan (Ansel, 1989).

  Evaluasi sediaan body lotion meliputi uji organoleptis, uji pH (pH

  body lotion berdasarkan SNI 16-4399-1996 yaitu 4,5-8 dan pH skin body lotion komersial yaitu berkisar 7,25-8,45), uji daya lekat, uji daya sebar

  (daya sebar sediaan topikal yang berkisar 5-7 cm). Semakin luas daya sebar suatu body lotion maka dengan cepat melepaskan efek terapi dikulit), uji viskositas (viskositas body lotion berdasarkan SNI 16-4399- 1996 yaitu beradadalam kisaran nilai viskositas 2000-50000 cp dan kisaran nilai viskositas skin body lotion komersial yaitu 1700-7200 cp), dan uji homogenitas.

5. Antioksidan

  Antioksidan alami merupakan senyawa fitokimia berupa zat alami yang terdapat dalam tanaman yang dapat memberikan cita rasa, aroma dan warna yang khas pada tanaman tersebut. Secara kimia, senyawa antioksidan merupakan senyawa pendonor elektron. Secara biologis, antioksidan merupakan senyawa yang dapat menangkal atau merendam proses radikal bebas. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga senyawa yang bersifat oksidan tersebut dapat dihambat (Yenrina dan Sayuti, 2015).

  Senyawa fenolik mempunyai berbagai efek biologis seperti aktivitas antioksidan melalui mekanisme sebagai pereduksi, penangkal radikal bebas, pengkelat logam, perendam terbentuknya singlet oksigen serta pendonor elektron. Flavonoid merupakan salah satu dari kelompok senyawa fenolik yang biasanya ditemukan dalam buah-buahan maupun sayur-sayuran. Menurut Suryanto (2012) menyatakan bahwa biji buah pinang mengandung senyawa-senyawa fenolik dan mempunyai aktifitas sebagai penangkal radikal bebas. Beberapa tahun belakangan ini, telah dibuktikan bahwa flavonoid memiliki potensi yang besar dalam melawan penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas (Yenrina dan Sayuti, 2015).

  Manfaat antioksidan sangatlah penting yaitu untuk mempertahankan mutu produk pangan, kesehatan serta kecantikan. Dalam bidang kesehatan dan kecantikan, antioksidan berfungsi untuk mencegah penyakit kanker dan tumor, penyempitan pembuluh darah, penuaan dini, dan penyakit degeneratif lainnya. Dibidang industri pangan, antioksidan dapat digunakan untuk mencegah proses terjadinya oksidasi yang dapat menyebabkan kerusakan, seperti ketengikan, perubahan warna dan aroma serta kekeruhan fisik pada produk pangan lainnya (Tamat et al., 2007).

  Resiko terkena penyakit degeneratif seperti kardiovaskular, kanker, aterosklerosis, osteoporosis dan lain-lain, bisa dicegah dengan mengkonsumsi senyawa antioksidan secukup mungkin. Konsumsi makanan yang mengandung antioksidan yang dapat meningkatkan status imunologi dan mencegah timbulnya penyakit degeneratif akibat penuaan dini (Yenrina dan Sayuti, 2015).

6. Uji Iritasi Akut Dermal

  Uji iritasi akut dermal adalah suatu uji pada hewan berupa kelinci albino untuk mendeteksi efek toksik yang muncul setelah pemaparan sediaan uji pada kulit selama 3 menit sampai 4 jam. Prinsip uji iritasi akut dermal adalah pemaparan sediaan uji dalam dosis tunggal pada kulit hewan uji dengan area kulit yang tidak diberi perlakuan berfungsi sebagai kontrol. Derajat iritasi dinilai pada interval waktu tertentu yaitu pada jam ke 1, 24, 48, dan 72 setelah pemaparan sediaan uji. Tujuan uji iritasi akut dermal adalah untuk menentukan adanya efek iritasi pada kulit, serta untuk menilai dan mengevaluasi karakteristik suatu zat apabila terpapar pada kulit (BPOM, 2014).

  Uji ini dilakukan terhadap hewan uji untuk melihat adanya reaksi biokimia, fisiologik dan patologik pada manusia terhadap sediaan uji. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memberi informasi mengenai derajat bahaya sediaan uji tersebut bila terjadi paparan terhadap manusia, sehingga dapat ditentukan dosis penggunaanya demi keamanan manusia (BPOM, 2014).

C. Kerangka Konsep

  Body lotion kulit biji pinang (Areca catechu L.) Memiliki aktivitas antioksidan karena mengandung senyawa fenolik, flavonoid, alkaloid dan triterpenoid.

  Evaluasi efek iritasi akut dermal berdasarkan skor dan indeks iritasi akut dermal Ekstrak kulit biji pinang dan body lotion ekstrak kulit biji pinang memiliki potensi dalam memperbaiki sel tubuh yang rusak akibat radikal bebas dan aman tanpa menimbulkan efek iritasi pada kulit.

  

Gambar 2.4Kerangka Konsep

D. Hipotesis

  1. Ekstrak kulit biji pinang dan sediaan body lotion ekstrak kulit biji pinang tidak menyebabkan iritasi akut dermal.

Dokumen yang terkait

INHIBISI EKSTRAK BIJI PINANG (Areca catechu L.) TERHADAP PELEPASAN KALSIUM PADA PROSES DEMINERALISASI GIGI YANG DISTIMULASI Streptococcus mutans

0 6 18

View of UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK BIJI PINANG (Arecha catechu L.) TERHADAP PERTUMBUHAN Streptococcus mutans SECARA IN VITRO

0 0 14

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BIJI BUAH PINANG (Areca catechu L) TERHADAP Streptococcus mutans

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BIJI BUAH PINANG (Areca catechu L) TERHADAP Streptococcus mutans - repository perpustakaan

0 0 10

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN UJI TOKSISITAS AKUT DERMAL SEDIAAN SABUN CAIR WAJAH ANTIJERAWAT EKSTRAK ETANOL BIJI PEPAYA (Carica papaya L.)

0 5 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu - UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN UJI TOKSISITAS AKUT DERMAL SEDIAAN SABUN CAIR WAJAH ANTIJERAWAT EKSTRAK ETANOL BIJI PEPAYA (Carica papaya L.) - repository perpustakaan

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - FORMULASI SEDIAAN LULUR KRIM ANTIOKSIDAN EKSTRAK BIJI KOPI HIJAU ARABIKA (Coffea arabica, L.) SERTA UJI SIFAT FISIKNYA - repository perpustakaan

4 21 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Penelitian Terdahulu - FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN LIPSTIK LIKUID EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus L.) - repository perpustakaan

0 1 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu - UJI KEAMANAN DAN KESUKAAN RESPONDEN TERHADAP LIPSTIK EKSTRAK UBI JALAR UNGU ( Ipomoea batatas L., ) - repository perpustakaan

0 0 14

UJI IRITASI AKUT DERMAL PADA HEWAN UJI KELINCI ALBINO TERHADAP SEDIAAN BODY LOTION EKSTRAK KULIT BIJI PINANG (Areca catechu L.)

0 1 18