Dialektika Pemasaran Politik.

Pikiran Rakyat

.

0

Selasa

4

(!)

5
20

o Mar

21
OApr

0


Rabu

7
22

8
23

OMei

0

Kamis

9

OJun

10

24

Jumat

11
25

OJul

o Sabtu 0 Mlnggu
12

26

13
27

0 Ags OSep

Dialektika Pemasaran

Oleh SUWANDI SUMARTIAS

"If marketing, advertising
and public relations can sell
toothpaste and deodorant,
why not political candidate
(Kotler,1989)".

D

AIAM era demokrasi
liberal dan pasar global, praksis politik tidak
mau ketinggalan dengan produk lainnya, kampanye kandidat dan pemasaran program
politik melalui media massa'
menjadi wacana yang menarik.
Maraknya komentar di berbagai media massa cetak dan
elektronik atas tayangan dua
kandidat Ketua Umum Golkar
di dua stasiun televisi swasta
milik masing-masing

calon
sungguh luar biasa. Tidak
hanya meneguhkan bahwa po. sisi media massa memiliki peran amat penting sebagni agen
informasi, hiburan, pendidikan,
perubahan sosial, juga menjadi
media pemasaran politik dan

-- -

,.;.

~

~"-'---

pembentuk opini khalayak.
Politik dan media massa menjadi satu ranah kajian komunikasi politikyang dinarnisdan
tak pernah lepas dari berbagai
kritik dan analisis. Bahkan,
tidak hanya isi media atau pe- .

san yang disampaikan, yang
memiliki kekuatan, yang oleh
Mc Luchan (1960) dikatakan
bahwa media massa itu sendiri
sebagai pesan (message). Media massa sebagai perangkat
lunak (software)
dan
perangkat keras (hardware)
sarna-sarna memilikikekuatan
sebagai media yang ampuh,
apalagi bagi para politisi yang
sekaIiguspemiliksaharn.
Dalarn konteks ini, apa yang
teIjadi dengan dua stasiun televisitersebut dianggaphal biasa.
Media massa menjadi ajang
kompetisi dan pemasaran,
apalagi sebagai milik pribadi,
sekalipun harus melupakan
karakteristik rllassa atau khalayakpenonton, termasuktanggungjawab moral dan sosial.
Pertaruhan kredibilitas

Penyelenggaraan karnpanye
dua kandidat Ketua Umum
Golkar di dua televisi, tidak
mungkin karena faktor lupa,
narnun dampaknyaadalah pertaruhan kredibilitas dan kepercayaan khalayak yang sudah
kadungjatuh cinta dan percaya
pada dua stasiun televisi tersebut sebagai media yang menyajikan bobot informasi yang
lebih banyak dan senus, sehingga masyarakat mengetahui
dan percaya benar bahwa untuk memperoleh
informasi
cepat, aktual, dan akurat selalu
""-".

Kllplng

".

>"-~~

Hum as Un pad

--

.

14
28

80kt

15
29

16
30

OHov

ODes

Politik

~-...

bergantung pada stasiun televisi tersebut. Namun dengan
kejadian tersebut, pemirsa televisi muIai meragukan kredibilitas dua stasiun televisi tersebut,
sebagai agen informasi dan perubahan sosial yang benar-benar serius memiliki komitmen
sebagai media yang dapat dipercaya, walaupun pada hakikatnya wacana independensi
atau netralitas media itu tidak
ada (nonsense), cuma yang kuantitas dan kualitas pengem~san pesan atau ideologi media
saja yang berbeda kadarnya.
Dalam situasi media massa
seperti ini, rakyat dan atau khalayak tidak sadar dirinya
sedang digiring dalarn wilayah
ketidakberdayaan
dan tidak
memiHki pilihan lain, kecuali
pasrah pada para pemilik
modal yang berkolaborasi dengan kepentingan politisi atau
elite birokrasi. Kesadaran dan
pendidikan
politik

selalu
bermuara pada kekuatan dan
niat baik pemilik media dan
elite penguasa. Sungguh tantangan dan pertaruhan yang arna.t besar untuk dapat membangkitkan kepercayaan rakyat
pada media massa dan elite
negeri ini, khususnya pada
mereka yang telah memperoleh
kesempatan sebagai pemilik
modal
dan
mengemban
amanat sebagai elite politisi.
Pemimpin yangpopulis
Ditengah-tengah krisis muI-

ti dimensi bangsa ini, sangat
dibutuhkan pemimpin yang

.


.humanis,
memiliki karakter populis dan
tegas dan memiliki

komitmen pada penegakan
hukum. Lahirnya pimpinan
hasil pemilihan langsung baik
di _eksekutif,
legislatif,~ atau ,,-,~_:oa.:

2009

31

yudikatif serta lembaga sosial
politik sekalipun, tidak serta
merta melahirkan pemimpin
yang populis di mata rakyatnya. Karena pimpinan populis
hakikatnya merupakan pilihan
terbaik rakyat, berpikir dan

bertindak atas nama, oleh dan
untuk rakyat, dirindukan dan
dicintai rakyat, bukan hanya
karena janji-janji manis pada
saat kampanye politik, dia
memilikikomitmen moral dan
sosialyang tinggi,egaliter, dan
bijak serta selalu bertindak solutif dalam memecahkan
berbagai masalah. Diamemiliki kepedulian tinggi pada perbaikan nasib dan hidup rakyat.
, Meminjam
pemikiran
AntonyGidden (2001),apapun
wujud realitas sosial, politik,
ekonomi, budaya merupakan
praksis sosial yang tak pernah
terpisah antar~ dimensi ruang
dan waktu, pemimpin yang
lahir dalam wujud demokrasi
apa pun, tak akan lepas dari
masa lalu, kekinian, dan masa
yang akan datang. Demokrasi
seyogianyamenempatkanrakyat sebagaisubjekpolitik,bukan
sasaran d.aripemasaran politik
dalam konteks bisnis. Karena
jika praksis politiktetjebak pada ranah bisnis, maka yang
'muncul kepermukaan adalah
platform politik yang tak lagi
mengindahkantanggungjawab
sosialdan moral karena hakikat
bisnis tak mengenal keduanya,
kecuali keuntungan semata
Yangteramat rasional.
Para aktor politik dalam
alam demokrasi, seharusnya
mampu menampilkan dan
mengawal partisipasi rakyat
sebagai aksi politik rakyat secara utuh dan bukan ~lagiseba~
z:_~

gai objek politik, bisnis,
ataupun retorika politik. Dan
tidak ada lagi kekuatan negara
(pemerintah) dan pasar yang
akan menggerogoti otonomi
dan kebebasan manusia untuk
mengontrol dirinya, memiliki
tubuhnya sendiri, dan menafsirkan sendiri apa yang baik
bagi dirinya dan masyarakatnya sendiri. Jurgen Habermas
(1981) menyebutnya sebagai
"Collonizationof Life-World",
di mana kehidupan privat
manusia menjadi objek bagi
kontrol negara dan modal.Perjuangan pada tingkatan akar
rumpQttermasuk pula inisiatif
untuk menetapkan masyarakat
sejajar dengan negara dan
ekonomi,
dimasukkannya
rakyat dalam relasi ini memungkinkan terciptanya ruang
publik yang baik untuk individu dan kelompok yang
menegaskan otonomi dan kebebasannya dalam mempresentasikan dirinya dalam
berhadapan dengan .negara
dan pasar. Praksis politikyang
karut marut selama ini, bukan
hanya produk sosialyang gagal
dari para politisi dan elite
negeri ini, namun merupakan
projek kesengajaan rezim penguasa untuk tetap memiliki
pengaruh di mata rakyatnya.
Keterbelakangandan kemiskinan masuk dalam ranah struktur dan sistem yang dibangun
oleh para pembuat kebijakan
dan pemilik otoritas, tanpa filter dan kontrol yang memadai
dari rakyat,lembagasosial,termasuk media massa dan partai
politi!