Pengaruh Vascular Endothelial Growth Factor 121 Rekombinan Terhadap Ekspresi Heat Shock Protein 70 Pada Mencit (Musmusculus) Model Preeklampsia NASKAH PUBLIKASI

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PENGARUH VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR 121
REKOMBINAN TERHADAP EKSPRESI HEAT SHOCK PROTEIN 70 PADA
MENCIT (Musmusculus) MODEL PREEKLAMPSIA
The Effect of Vascular Endothelial Growth Factor 121 Recombinant Against
Expression of Heat Shock Protein 70 in Mice (Mus musculus) Model Preeclampsia

Lungguk Helen Alfian Tanjung, Sri Sulistyowati, Supriyadi Hari R
Program Studi Kedokteran Keluarga, Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstrak
Latar Belakang : Prevalensi kejadian preeklampsia sekitar 5%-15% dari keseluruhan
kehamilan di dunia dan cenderung meningkat. Pada preeklampsia, salah satu jenis HSP
(protein yang dikeluarkan sel untuk mempertahankan keadaan homeostasis yang baik
selama stress oksidatif) yaitu HSP70 (HSP dengan berat molekul 70 kDa) biasanya akan
meningkat sangat signifikan yang merefleksikan adanya inflamasi sistemik, stress
oksidatif dan juga cedera hepatoseluler.
Tujuan : Mengetahui efek VEGF 121 rekombinan dalam menurunkan kadar HSP 70

pada mencit dengan model preeklampsia.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental analitik (ekspanatorik)
dengan rancang bangun Randomized Control Trial (RCT), dilakukan pada tiga puluh
mencit betina Mus musculus bunting pada usia kebuntingan enam belas hari, untuk
mengetahui perbedaan kadar HSP70 pada trofoblas mencit bunting normal, mencit
bunting model preeklampsia tanpa terapi VEGF 121 rekombinan, dan mencit bunting
model preeclampsia dan mendapat terapi VEGF 121 rekombinan. Kadar HSP70 diukur
dan dianalisis menggunakan uji Kruskall-Wallis program SPSS versi 19 for windows.
Hasil :Terdapat perbedaan yang bermakna nilai rata-rata HSP 70 pada kelompok
negatif dengan kelompok positif perlakuan ( p=0,000 300 mg per
hari.1 Prevalensi kejadian preeklampsia sekitar 5%-15% dari keseluruhan kehamilan di
duni. Sekitar 70% wanita yang didiagnosis hipertensi dalam kehamilan merupakan
kasus preeklampsia.4 Tiap tahunnya diperkirakan ada 50.000 wanita yang meninggal
commit to user
karena preeklampsia.2 Di Indonesia 30-40% kasus preeklampsia menjadi penyebab

3
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id


kematian ibu hamil dan 30-50% menjadi penyebab kematian perinatal. Di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta kematian ibu hamil yang disebabkan oleh preeklampsia yaitu
67,6% dari 37 kasus preeklampsia dari 1956 persalinan pada tahun 2008.5
Preeklampsia sendiri menurut Cunningham et al paling baik dideskripsikan
sebagai sindroma spesifik kehamilan yang dapat mempengaruhi semua sistem organ.6
Hal ini membuat preeklampsia merupakan hal yang serius dan komplikasinya sering
kurang dipahami sehingga bisaanya akan berkembang menjadi eklampsia atau kematian
maternal, hal inilah yang menjadi penyebab penting mortalitas maternal khususnya di
Negara berkembang.2 Terdapat banyak komplikasi yang dapat ditimbulkan dari
preeklampsia, meliputi eklampsia, hemolytic elevated liver enzim and low platelet
(HELLP syndrome), Disseminated Intra Coagulant (DIC), hipertensi emergensi,
hipertensi ensefalopati, dan kebutaan daerah kortikal serebri.7 Sekitar 3% hingga 5%
preeklampsia akan berakhir pada mortalitas maternal.1
Etiologi pasti terjadinya preeklampsia belum jelas, namun diduga bahwa disfungsi
endotel berperan penting dalam perkembangan terjadinya preeklampsia.8 Baik
hipertensi maupun proteinuria, keduanya melibatkan endotel sebagai target organ.
Hipertensi pada preeklampsia dikarakteristikkan dengan adanya vasokonstriksi perifer
dan penurunan compliance dari arteri. Sedangkan terjadinya proteinuria berhubungan
dengan lesi patognomonik pada renal yang dikenal sebagai endoteliosis glomerular

dimana

sel

endotel

glomerolus

mengalami

pembengkakan

dan

kemampuan

fenestrasinya menurun.1
Preeklampsia terjadi dalam dua tahap, Tahap pertama pada stadium preklinik,
yaitu pada proses endotelialisasi dimana terjadi gangguan kerja sitotrofoblas serta invasi
arteri spiralis pada miometrium yang tidak adekuat. Proses plasentasi yang jelek ini

menyebabkan terjadinya iskemia dan hipoksia pada plasenta. Tahap kedua terjadi pada
kehamilan lanjut, yaitu adanya stress oksidatif plasenta menyebabkan pelepasan protein
antiangiogenik seperti solube fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt-1), prostaglandin, dan
sitokin ke dalam sirkulasi maternal. Keadaan stress oksidatif tersebut akan menekan
produksi faktor proangiogenik termasuk placenta growth faktor (PlGF) dan vascular
endotelial growth faktor (VEGF).9

Saat ini telah berkembang bukti bahwa ketidakseimbangan antara faktor
angiogenik seperti PlGF dan VEGF dengan
faktor
pengambat angiogenesis seperti sFltcommit
to user

4
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

1 dan soluble Endoglin (sEng), diduga terlibat dalam patogenesis pada preeklampsia.
sFlt-1 merupakan antagonis dari PlGF dan VEGF yang terikat pada reseptor yang

sama.7 sFlt-1 menjadi hal yang bertanggung jawab terjadinya sindrom preeklampsia.
Pada hewan penelitian yang diinduksi sFlt-1 eksogen memperlihatkan gejala
preeklampsia seperti hipertensi, proteinuria, dan kerusakan ginjal. Pada manusia, kadar
sFlt-1 juga terbukti meningkat pada pasien preeklampsia,

dan kadarnya menurun

hingga normal kembali setelah melahirkan. Berbeda dengan dengan sFlt-1, konsentrasi
PlGF dan VEGF justru menurun pada preeklampsia. Jadi dapat disimpulkan bahwa
preeklampsia terjadi akibat adanya sFlt-1 dan sEng yang disekresikan oleh plasenta
yang abnormal. Bersamaan dengan itu terjadi penurunan kerja dari VGEF, PlGF dan
juga TGF-β (Tumor Growth Faktor –β) sebagai pemelihara endothelium vaskular.1
Preeklampsia juga dihubungkan dengan adanya peningkatan stress oksidatif. Jenis
oksigen yang reaktif atau dikenal juga dengan Reactive Oxygen Species (ROS)
memainkan peran penting dalam proses ini. Oksigen reaktif ini berperan dalam
pertumbuhan seluler plasenta, diferensiasi, apoptosis dan juga ternyata berperan dalam
menentukan outcome dari kehamilan itu sendiri. Hipoksia relative pada plasenta terkait
dengan sirkulasi uteroplasenta yang inadekuat menimbulkan dihasilkannya PIGF
kedalam sistem sirkulasi maternal. Faktor-faktor ini akan menyebabkan gangguan
endotel maternal dan pada akhirnya menyebabkan adanya manifestasi klinis seperti

preeclampsia.10
Untuk mempertahankan keadaan homeostasis yang baik selama stress oksidatif,
sel akan mengeluarkan protein stress atau disebut juga heat shock protein (HSP) yang
berfungsi melindungi sel dari kerusakan.10 Salah satu jenis HSP yaitu HSP70 (HSP
dengan berat molekul 70 kDa) biasanya akan beredar pada sirkulasi perifer wanita sehat
yang sedang tidak hamil maupun wanita hamil. Namun peningkatannya sangat
signifikan pada wanita hamil dengan preeklampsia yang merefleksikan adanya
inflamasi sistemik, stress oksidatif dan juga cedera hepatoseluler. Sehingga peningkatan
kadarnya akan lebih signifikan pada wanita hamil dengan HELPP Syndrome.
Peningkatan kadar protein stress ini juga mengindikasikan adanya kerusakan jaringan
dan tingkat keparahan khususnya pada pasien HELPP Syndrome.11
Beberapa penelitian mencoba memberikan pengobatan preeklampsia pada tahap
sebelum timbul gejala klinis (subklinis)
yangtodilakukan
pada hewan coba (mencit).
commit
user

perpustakaan.uns.ac.id


5
digilib.uns.ac.id

Penelitian hewan coba ini berdasarkan pertimbangan bahwa mencit (Mus musculus)
paling sering dipakai dalam penelitian biomedik, karena secara genetik mempunyai
kemiripan dengan manusia serta mempunyai kemampuan beradaptasi hidup dalam
lingkungan laboratorium.5
Adapun VEGF eksogen dapat digunakan dalam penelitian yaitu VEGF 121
rekombinan, yang merupakan protein proangiogenik yang berperan terhadap proses
vaskulogenensis dan angiogenesis, mempunyai reseptor didinding endotel yaitu
vascular endotelial growth faktor receptore-1 (VEGFR-1). Dimana VEGFR-1 bisa

terikat lebih kuat terhadap sFlt-1. Pengobatan dengan pemberian VEGF 121 rekombinan
memiliki kemampuan menghambat sirkulasi sFlt-1 dalam darah, menurunkan tekanan
darah maternal, perbaikan fungsi endotel dan mengurangi hipoksia plasenta.12
Sesuai dengan patogenesis terjadinya preeklampsia tersebut, maka seharusnya
terjadi penurunan kadar HSP 70 sebagai ekspresi adanya stress oksidatif pada
preeklampsia dengan adanya pemberian VEGF sebagai agen angiogenesis. Berdasarkan
latar belakang di atas, maka peneliti ingin mengetahui efek pemberian VEGF 121
rekombinan dalam menurunkan kadar HSP 70 pada mencit dengan model preeklampsia.


METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental analitik (ekspanatorik) dengan
rancang bangun Randomized Control Trial (RCT). Penelitian ini dilakukan pada hewan
coba mencit betina Mus musculus bunting pada usia kebuntingan enam belas hari, untuk
mengetahui perbedaan kadar HSP70 pada trofoblas mencit bunting normal, mencit
bunting model preeklampsia tanpa terapi VEGF 121 rekombinan, dan mencit bunting
model preeklampsia dan mendapat terapi VEGF 121 rekombinan.
Peneltian dilaksanakan di kandang Hewan Percobaan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga untuk proses membuntingkan mencit dan membuat mencit
bunting model preeklampsia serta memelihara mencit bunting sampai dengan
pengambilan sampel. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Airlangga untuk penilaian kadar HSP70 serum sampel penelitian.
Penelitian pada hewan coba menggunakan trofoblas mencit yang memenuhi
criteria inklusiya itu berasal dari mencit betina Mus musculus galur Swiss diperoleh dari
pusat Veterinaria Farma Surabaya. Dalam
penelitian
commit
to userini diperoleh mencit betina umur 3


6
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

bulan, sehat, dengan berat badan 20-25gram. Penelitian hewan coba ini berdasarkan
pertimbangan bahwa mencit Musmusculus paling sering dipakai dalam penelitian
biomedik, karena secara genetic mempunyai kemiripan dengan manusia serta
mempunyai

kemampuan

beradaptasi

hidup

dalam

lingkungan


laboratorium.

Pengambilan sampel preparat dilakukan pada serum mencit yang selanjutnya
disentrigfugasi dalam suhu ruang dengan gaya 3000 gram per 10 menit kemudian
disimpan dalam suhu -80 oC sebelum dilakukan pengukuran. Jumlah/besar sampel
untuk pengujian hipotesis penelitian Jumlah/besar sampel untuk pengujian hipotesis
penelitian ditentukan berdasarkan rumus replikasi dari Steel danTorrie, sehingga
diperoleh sampel sebanyak 10 ekor mencit untuk tiap kelompok.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pemberian VEGF 121
rekombinan sebagai variabel bebas, dan ekspresi HSP70 pada trofoblas sebagai variabel
tergantung. VEGF 121 rekombinan adalah protein yang bersifat proangiogenik yang
berperan terhadap proses vaskulogenesis dan angiogenesis,

mempunyai reseptor di

dinding endothel yaitu VEGFR-1 dan bisa terikat juga dengan ikatan yang lebih kuat
pada sFlt-1. HSP70 adalah protein heat shock yang berasal dari jaringan trofoblas
mencit model preeklampsia yang mempunyai berat molekul 70 kD.
Penelitian ini menggunakan skala pengukuran semikuantitatif. Data dilakukan uji
non parametrik

signifikan,

menggunakan Kruskal-Wallis.

Apabila didapatkan perbedaan

untuk melihat perbedaan satu kelompok dibandingkan dengan kelompok

lain dilanjutkan dengan uji statistic Mann Whitney.

HASIL
Jumlah tikus 30 yang dibagi kedalam 3 kelompok yaitu kelompok kontrol (-) yaitu
mencit bunting normal (tanpa perlakuan), kelompok kontrol (+) yaitu mencit bunting
model preeklampsia tanpa perlakuan dan Kelompok Perlakuan yaitu kelompok mencit
bunting model preeklampsia dengan perlakuan mendapat VEGF 121 rekombinan.
Tabel 1. Deskripsi Nilai HSP 70
Variabel

N

Normal
Preeklampsia
Perlakuan

10
10
10

Min

Max

Rerata

SD

0.90
3.20
2.40
5.10
0.90
3.50
commit to user

1.6900
3.5000
2.2400

0.68710
0.95568
0.84879

7
digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Dari data diatas didapatkan bahwa rerata ekspresi HSP 70 pada kelompok normal
adalah 1.69 + 0.68 per µm2 , rerata ekspresi HSP 70 pada kelompok preeklampsia
tanpa perlakuan adalah 3.50 + 0.95 per µm2 , dan rerata ekspresi HSP 70 pada
kelompok preeklampsia dengan perlakuan adalah 2.24 + 0.84 per µm2 .

Gambar 1. Grafik Nilai Rerata HSP 70
Gambar 1 menunjukkan bahwa rerata ekspresi HSP 70 pada kelompok negatif
(kelompok normal) adalah rendah (1.69/µm2), meningkat pada kelompok preeklampsia
tanpa perlakuan (3.50 /µm2) dan turun pada kelompok preeklampsia dengan perlakuan
VEGF 121 rekombinan (2.24 /µm2).
Analisis statistik dengan mengunakan uji normalitas Kruskal-Wallis test terhadap
variabel penelitian kelompok kontrol (-), kelompok kontrol (+) dan kelompok perlakuan
didapatkan p=0.001 (p