PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE PERCEPTION Pengaruh Corporate Governance Perception Index Dan Karakteristik Perusahaan Terhadap Risk-Taking Behavior.

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE PERCEPTION
INDEX DAN KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP
RISK-TAKING BEHAVIOR
NASKAH PUBLIKASI

Disusun oleh:
WIWIT WIDYAWATI
B 200100016

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE PERCEPTION INDEX DAN
KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP RISK-TAKING BEHAVIOR
ABSTRAKSI
Penelitian ini menguji pengaruh corporate governance perception index dan
karakteristik perusahaan yang diproksikan dengan kepemilikan institusional,
profitabilitas (ROA), kesempatan tumbuh (growth sales), ukuran perusahaan
terhadap risk-taking behavior yang di ukur dengan menggunakan standar deviasi
returns saham bulanan dan koefisien beta pasar. Penelitian ini menggunakan sampel

91 perusahaan, dengan metode purposive sampling dengan kriteria perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2006-2012 yang masuk dalam
peringkat The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) dan Indonesian
Capital market Directory (ICMD) tahun 2006-2012, serta mengeluarkan laporan
keuangan tahun 2012.Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi berganda.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa (1) corporate governance
perception index mempunyai pengaruh yang negatif signifikan terhadap risk-taking
behavior (2) kepemilikan institusional mempunyai pengaruh yang negatif signifikan
terhadap risk-taking behavior (3) profitabilitas (ROA) mempunyai pengaruh tidak
signifikan terhadap risk-taking behavior (4) kesempatan tumbuh (growth sales)
mempunyai pengaruh yang positif signifikan terhadap risk-taking behavior dan (5)
ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang positif signifikan terhadap risk-taking
behavior. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kualitas corporate
governance merupakan sinyal bagi pasar. Sehingga para investor dapat melakukan
penilaian atas kualitas corporate governance suatu perusahaan terlebih dahulu
sebelum memutuskan untuk berinvestasi.
Kata Kunci: corporate governance perception index, kepemilikan institusional,
profitabilitas, growth sales, ukuran perusahaan, risk-taking behavior.
PENDAHULUAN
Konsep teori agensi didasari pada permasalahan agensi atau hubungan agensi

yang ada dalam sebuah korporasi. Hubungan agensi itu sendiri ada ketika salah satu
pihak (prinsipal) menyewa pihak lain (agen) untuk melaksanakan satu jasa, dan
dalam melakukan hal itu, prinsipal mendelegasikan wewenang untuk membuat
keputusan kepada agen tersebut (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam sebuah
korporasi atau perusahaan, pemegang saham atau partisipan-partisipan yang
berkontribusi pada modal disebut sebagai pemilik (principal) sedangkan partisipanpartisipan yang berkontribusi dalam keahlian dan tenaga kerja disebut pengelola
perusahaan (agen) (Nuswandari, 2009). Kedua partisipan tersebut, mempunyai
1

kepentingan yang berbeda, hal inilah yang menyebabkan timbulnya permasalahan
(conflict of interest), oleh karena itu perlu dibentuk suatu mekanisme, untuk
menyelaraskan kepentingan yang berbeda di antara keduanya. Teori keagenan
ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan
keagenan. Namun dalam aplikasinya teori keagenan mempunyai suatu keterbatasan
dalam mengatasi masalah keagenan, oleh sebab itu muncullah konsep tata kelola
perusahaan atau corporate governance. Corporate governance merupakan pedoman
bagi manajer untuk mengelola perusahaan secara best practice. Manajer akan
membuat

keputusan


keuangan

yang

dapat

menguntungkan

semua

pihak

(stakeholder). Manajer bekerja secara efektif dan efisien (Nuswandari, 2009),
sehingga perusahaan yang menerapkan corporate governance akan memberikan
kualitas laporan keuangan yang baik kepada investor, hal ini akan meningkatkan
kredibilitas posisi keuangan perusahaan. Dengan tingginya kredibilitas laporan
keuangan perusahaan, maka akan memberikan kepercayaan kepada investor bahwa
harga saham perusahaan juga tinggi (Mosher dan Hoffman, 2013).
Disisi lain, konsep corporate governance menjelaskan bahwa struktur

kepemilikan yang berbeda mempunyai peran yang dominan dalam pengambilan
keputusan investasi dan keuangan. Salah satu parameter kunci dalam proses
pengambilan keputusan itu adalah kesiapan pemilik dan manajemen perusahaan
dalam mengambil tingkat risiko yang ada (corporate risk-taking). Pemegang saham
terbesar dalam perusahaan mempunyai kebijakan dalam pengambilan keputusan,
dengan memperhatikan seberapa besar kesanggupan perusahaan dalam menanggung
risiko (corporate risk-taking behavior) (Shah et al, 2012).
Struktur kepemilikan perusahaan yang berbeda juga mempunyai perbedaan
dalam motivasi dan strategi dalam mencapai kesuksesan dan juga berbeda dalam
tingkat pengambilan risiko (risk-taking). Kepemilikan institusi mempunyai peranan
yang penting dalam memonitor kinerja manajer, yang dijelaskan dalam active
monitoring hypothesis (Mahdavi et al, 2012). Active monitoring hypothesis
menjelaskan bahwa investor institusi dapat mengurangi masalah keagenan dan
asimetris informasi dengan melakukan monitoring terhadap kinerja manajer, dengan
meningkatkan hak kepemilikan mereka (King dan Wen, 2011 dalam Mahdavi et al,
2012). Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional
2

adalah investor yang memiliki informasi utama dan mungkin mereka dapat
bekerjasama dengan pemilik ekuitas dan penyedia utang yang dapat meningkatkan

pengawasan terhadap kinerja manajer supaya manajer bekerja dengan sebaik
mungkin untuk kepentingan perusahaan dan memaksimalisasi nilai perusahaan.
Profitabilitas

salah satu

pengukur

nilai perusahaan,

semakin

tinggi

profitabilitas perusahaan semakin tinggi nilai perusahaan tersebut. Karena
perusahaan dengan profitabilitas tinggi menunjukkan semakin besar perusahaan
mampu memberikan returns, sehingga permintaan atas saham perusahaan juga tinggi
(Wibowo dan Sudarno, 2013). Tingginya permintaan saham perusahaan akan
meningkatkan fluktuasi returns saham perusahaan tersebut, hal ini mengindikasikan
tingginya risk-taking behavior. Selain itu, perusahaan yang mempunyai profitabilitas

tinggi juga mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut pada tahap kedewasaan
(mapan). Tingkat kemapanan perusahaan juga dilihat dari besarnya aktiva yang
dimiliki oleh perusahaan. Ketika suatu perusahaan dinilai mempunyai aktiva yang
besar maka investor cenderung tertarik untuk melakukan investasi pada perusahaan
tersebut (Susanto, 2011 dalam Rohman dan Utama, 2013). Dan perusahaan dengan
profitabilitas yang tinggi juga menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mempunyai
tingkat pertumbuhan penjualan yang tinggi. Hal ini merupakan indikator bahwa laba
perusahaan tinggi. Perusahaan dengan laba yang tinggi, cenderung menggunakan
dana internal dalam membiayai kesempatan-kesempatan investasinya. Sehingga
perusahaan akan terhindar dari ketidakpastian, hal ini membuat investor tertarik
terhadap saham perusahaan tersebut ( Barton et al, 1989 ) besarnya permintaan
saham perusahaan, mengakibatkan tingginya fluktuasi returns saham perusahaan.
Kondisi ini mengindikasikan tingginya risk-taking behavior.
Penerapan GCG antara perusahaan satu dengan lainnya cenderung berbeda, hal
ini dapat terjadi karena adanya faktor internal maupun eksternal perusahaan yang
bersangkutan yaitu karakteristik masing-masing perusahaan yang berbeda-beda
(Ulum et al, 2008 ). Dalam penelitian ini, peneliti bertujuan untuk menemukan bukti
empiris pengaruh corporate governance perception index, kepemilikan institusional,
profitabilitas (ROA), kesempatan tumbuh (growth sales), ukuran perusahaan
terhadap risk-taking behavior. Risk-taking behavior dalam penelitian ini diukur


3

dengan menggunakan dua proksi yaitu standar deviasi return saham bulanan dan
koefisien beta pasar dengan menggunakan indeks tunggal
TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
Pengaruh corporate governence perception index terhadap risk-taking behavior
Corporate governence merupakan suatu sistem tatakelola yang digunakan
untuk

mengatur

dan

mengawasi

diimplementasikannya sistem tersebut

perusahaan,


yang

mana

dengan

dalam perusahaan diharapkan dapat

meningkatkan nilai pemegang saham perusahaan (Mosher dan Hoffman, 2013). Di
Indonesia, dalam memotivasi perusahaan-perusahaan publik agar menerapkan good
corporate governance, didirikan sebuah lembaga independen yang melakukan
pengembangan corporate governance dalam bentuk pemeringkatan yaitu The
Indonesian Institute For Corporate Governance (IICG). Untuk mengukur tingkat
corporate governance yang diterapkan di perusahaan Indonesia, IICG membentuk
program riset dan pemeringkatan penerapan GCG yang disebut dengan Corporate
Governence Perception Index (CGPI) (Rohman dan Utama,2013).
Perusahaan yang menerapkan corporate governence dalam menjalankan
aktifitas usahanya, maka akan mempunyai kinerja yang tinggi. Perusahaan yang
memiliki kinerja tinggi akan cenderung berani dalam mengambil risiko (corporate
risk-taking), sedangkan investor sebagian besar kurang berminat pada saham

perusahaan yang berisiko, rendahnya minat investor terhadap saham perusahaan,
akan mempengaruhi fluktuasi return saham perusahaan yang juga akan rendah.
Kondisi ini mengindikasikan rendahnya risk-taking behavior. Shah et al (2012) juga
menyatakan bahwa semakin baik penerapan corporate governance akan semakin
mengurangi risk-taking behavior. Hasil yang sama juga diungkapkan oleh Eling dan
Marek (2009) yang menemukan bahwa mekanisasi corporate governance yang baik
cenderung menurunkan risk-taking.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
H1 :

Corporate Governance Perception Index berpengaruh terhadap risk-taking
behavior.

4

Pengaruh kepemilikan institusional terhadap risk-taking behavior
Kepemilikan oleh pihak luar atau oleh institutional investor sebagai
monitoring manajemen memiliki arti yang sangat penting. Karena kepemilikan
mewakili sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau
sebaliknya terhadap keberadaan manajemen. Adanya kepemilikan institusional akan

mendorong peningkatan pengawasan secara optimal. Pada akhirnya, semakin besar
saham yang dimiliki oleh institutional investor akan menyebabkan usaha monitoring
menjadi semakin efektif, karena dapat mengendalikan perilaku oportunistik yang
dilakukan oleh para manajer (Indahningrum dan Ratih, 2009). Namun, semakin
tinggi tingkat pengawasan oleh kepemilikan institusional maka manajer akan bekerja
sesuai dengan kepentingan pemegang saham (institusi), hal ini membuat fluktuasi
returns saham perusahaan tersebut akan rendah, karena hanya investor institusi
tersebut yang tertarik dengan saham perusahaan. Hal ini mengindikasikan rendahnya
risk-taking behavior.
Hasil sebaliknya, dikemukakan Shah et al (2012) yang menyatakan bahwa
kepemilikan institusional mempunyai pengaruh positif tidak signifikan terhadap risktaking behavior. Hal ini menjelaskan bahwa tinggi rendahnya kepemilikan
institusional tidak berpengaruh terhadap risk-taking behavior. Penelitian ini
didukung oleh penelitian Mahdavi et al (2012) yang juga menyatakan bahwa
kepemilikan institusional mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap risk-taking
behavior.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
H2 : Kepemilikan

institusional


berpengaruh signifikan terhadap risk-taking

behavior.
Pengaruh profitabilitas (ROA) terhadap risk-taking behavior
Kartikasari (2007) menyatakan bahwa profitabilitas mengukur efektifitas
manajemen secara keseluruhan sebagaimana ditunjukkan dari keuntungan yang
diperoleh dari penjualan dan investasi. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan
menunjukkan semakin besar perusahaan mampu memberikan returns, sehingga
permintaan atas saham perusahaan juga tinggi (Wibowo dan Sudarno, 2013). Selain
itu Sudana,(2009) berpendapat bahwa perusahaan yang mempunyai profitabilitas
tinggi, maka perusahaan tersebut efektif dalam menggunakan aktiva untuk
5

menghasilkan laba dan dikategorikan perusahaan yang menguntungkan di masa yang
akan datang. Sehingga investor tertarik menanamkan modalnya pada perusahaan
tersebut. Banyaknya permintaan atas saham perusahaan, akan meningkatkan
fluktuasi return saham. Kondisi tersebut mengindikasikan tingginya risk-taking
behavior.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
H3 : Profitabilitas (ROA) berpengaruh signifikan terhadap risk-taking behavior.
Pengaruh kesempatan tumbuh (growth sales) terhadap risk-taking behavior
Pertumbuhan penjualan mencerminkan manifestasi keberhasilan investasi
periode masa lalu dan dapat dijadikan sebagai prediksi pertumbuhan masa yang akan
datang. Pertumbuhan penjualan juga merupakan indikator permintaan dan daya saing
perusahaan dalam suatu industri. Laju pertumbuhan suatu perusahaan akan
mempengaruhi

kemampuan

mempertahankan

keuntungan

dalam

mendanai

kesempatan-kesempatan pada masa yang akan datang ( Barton et al,1989 ).
Perusahaan dengan tingkat penjualan yang tinggi, akan menghasilkan laba
yang tinggi apabila biaya operasional tidak mengalami kenaikan. Dan cenderung
menggunakan dana internal dalam membiayai kesempatan-kesempatan investasi. Hal
ini menunjukkan bahwa perusahaan akan terhindar dari hutang yang sangat berisiko
untuk menyebabkan kebangkrutan apabila perusahaan tidak dapat mengembalikan
hutang tersebut. Sehingga investor tertarik untuk berinvestasi pada saham
perusahaan dengan tingkat penjualan yang tinggi. Besarnya permintaan atas saham
tersebut mengakibatkan fluktuasi returns saham tinggi. Yang menandakan tingginya
risk-taking behavior. Shah et al (2012) dalam penelitiannya juga menunjukkan
bahwa semakin tinggi kesempatan tumbuh (growth sales) perusahaan maka akan
semakin tinggi risk-taking behavior.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
H4 : Kesempatan tumbuh berpengaruh terhadap risk-taking behavior.
Pengaruh ukuran perusahaan (size) terhadap risk-taking behavior
Rohman dan Utama (2013) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki
aktiva yang besar menunjukkan perusahaan tersebut sudah mencapai tingkat
kemapanan. Ketika suatu perusahaan dinilai mempunyai aktiva yang besar akan
memunculkan pandangan bagi investor bahwa berinvestasi di perusahaan dengan
6

tingkat aktiva besar memiliki risiko yang lebih kecil sehingga banyak investor yang
ingin berinvestasi di perusahaan tersebut. Semakin banyaknya permintaan akan
saham perusahaan maka akan membuat fluktuasi return saham ikut bergerak naik.
Kondisi ini mengindikasikan tingginya risk-taking behavior. Namun, Shah et al
(2012) menunjukkan hasil yang berbeda dalam penelitiannya, bahwa semakin besar
ukuran perusahaan (size) maka semakin rendah risk-taking behavior.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
H5 :

Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap risk-taking behavior.

METODE PENELITIAN
Pemilihan Sampel dan Pengumpulan Data
Populasi yang menjadi objek penelitian ini yaitu seluruh perusahaan yang
terdaftar (go public) di Bursa Efek Indonesia tahun 2006-2012. Sedangkan sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang masuk di BEI dan
terdaftar sebagai anggota pemeringkatan corporate governance perception index
selama periode 2006-2012. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 91
perusahaan. Pengambilan sampel perusahaan yang akan diteliti dipilih berdasarkan
metode purposive sampling, sampel penelitian berupa pooled data. Adapun kriteria
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.

Perusahaan yang terdaftar sebagai anggota corporate governance perception
index selama periode 2006-2012.

b.

Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2006-2012.

c.

Perusahaan yang mengeluarkan laporan keuangan tahun 2012.

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Dalam penelitian ini, risk-taking behavior yang diproksikan dengan dua
pengukuran yaitu standar deviasi dari retuns saham bulanan dan koefisien beta
dengan menggunakan model pasar (Shah et al, 2012). Returns suatu saham adalah
hasil yang diperoleh dari investasi dengan cara menghitung selisih harga saham
periode berjalan dengan periode sebelumnya dengan mengabaikan dividen, maka
dapat ditulis rumus (Jogiyanto, 2010:339):

7

Retuns saham = Pt  Pt -1
Pt -1

Untuk menghitung risiko, metode yang banyak digunakan adalah deviasi
standar (standard deviation) yang mengukur absolut penyimpangan nilai-nilai yang
sudah terjadi dengan nilai ekspektasinya dari retuns saham dan koefisien beta (beta
pasar, beta akuntansi, beta fundamental, beta portofolio). Beta dapat diukur dengan
menggunakan model pasar (model indeks tunggal) dan CAPM. Jogiyanto
(2010:339).
Standar deviasi return saham





 X i  E X i 
n

SD 

i 1

n 1

2

Koefisien beta dengan model indeks tunggal
Model indeks tunggal didasarkan pada pemikiran bahwa harga dari suatu
sekuritas berfluktuasi searah dengan indeks harga pasar. Secara khusus dapat diamati
bahwa apabila indeks harga saham naik maka harga saham individu cenderung naik.
Persamaan model indeks tunggal dan returns pasar (Jogiyanto, 2010:339) sebagai
berikut:

Ri i   i  RM  ei

Returns pasar :
R

M, t



I H SG  I H SG
t
t 1
I H SG
t 1

Corporate Governance Perception Index (CGPI)
Corporate Governance Perception Index (CGPI) merupakan sebuah hasil riset
yang dilakukan oleh Indonesia The Indonesian Institute for Corporate Governance
(IICG) untuk mengukur tingkat Corporate Governance yang diterapkan di
perusahaan Indonesia. Pengukuran variabel CGPI berdasarkan jumlah nilai akhir dari
setiap tahapan penilaian, dalam bentuk persentase (Rohman dan Utama, 2013).

8

Kepemilikan institusional (IOWN)
Kepemilikan saham institusional diukur dengan proporsi saham yang dimiliki
oleh institusi pada akhir tahun dibandingkan dengan jumlah saham yang beredar
pada perusahaan tersebut (Moh’d et al, 1998 dalam Kusumawardhani, 2012).
INST = Jumlah saham yang dimiliki oleh institusi
Jumlah saham yang beredar

Profitabilitas (ROA)
ROA merupakan salah satu rasio untuk mengukur tingkat profitabilitas. ROA
merupakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan total
aset (kekayaan) yang dimiliki perusahaan. ROA besarnya dapat dihitung dengan
formula sebagai berikut (Darmadji dan Fakhruddin, 2011:158):
ROA = Laba bersih
Total Aset

Kesempatan tumbuh (growth sales)
Pertumbuhan penjualan mencerminkan manifestasi keberhasilan investasi
periode masa lalu dan dapat dijadikan sebagai prediksi pertumbuhan masa yang akan
datang. Dalam penelitian ini kesempatan investasi diukur dengan pertumbuhan
penjualan (growth sales) sesuai dengan penelitian Shah et al (2012) yaitu:
Growth Sales = St St -1
St -1

Ukuran perusahaan (size)
Besar kecilnya perusahaan dapat dilihat dari total aktiva (asset) dan total
penjualan (net sales) yang dimiliki oleh perusahaan. Beberapa penelitian
menggunakan ukuran aktiva sebagai ukuran perusahaan (Kusumawardhani, 2012).
Dalam penelitian ini variabel ukuran perusahaan (size) diukur dengan menggunakan
logaritma natural (LN) dari total aset (Shah et al, 2012). Hal ini dikarenakan
besarnya masing-masing total aset berbeda antara masing-masing perusahaan,
bahkan mempunyai selisih yang besar sehingga dapat menyebabkan nilai yang
ekstrim (Budiyanti dan Ifada, 2012). Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:
Size = Ln Total Assets

9

Jenis Data dan Sumber Data
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari ICMD (Indonesian Capital Market Direktori) yang didapat di Pojok
BEI Universitas Muhammadiyah Surakarta, dan laporan CGPI dari tahun 2006-2012
yang

diperoleh

dari

laporan

tahunan

CGPI

yang

dipublikasikan

oleh

http://www.mitrariset.com/ yang di kutip dari majalah SWA. Dan data closing price
saham bulanan yang disesuaikan diperoleh dari www.yahoofinance.com. Dan
laporan keuangan perusahaan sampel yang diperoleh dari www.idx.co.id.
Metode Analisis Data
Pengujian hipotesis mengenai pengaruh CGPI, kepemilikan institusional
(IOWN), profitabilitas (ROA), kesempatan investasi (growth sales), ukuran
perusahaan (size) terhadap risk-taking behavior dalam penelitian ini menggunakan
analisis regresi berganda. Adapun model regresinya adalah sebagai berikut:
SDR

=

α0 + β1CGPI + β2IOWN + β3ROA + β4GS + β5Size + ε .....(1)

Beta

=

α0 + β1CGPI + β2IOWN + β3ROA + β4GS + β5Size + ε ..... (2)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Statistik Deskriptif

SDR
Beta
CGPI
IOWN
ROA
GS
Size

N
91
91
91
91
91
91
91

Tabel 1 Hasil Statistik Deskriptif

Minimum
0.0129
-0.0710
57.73
0.0526
-0.6673
-0.34417
11.95400

Maximum
0.2752
2.4870
91.91
0.9692
0.4250
1.17595
20.41597

Mean
0.120664
1.156044
80.4011
0.640302
0.070750
0.2003765
17.2407134

Std.Deviation
0.0529089
0.5717385
7.32025
0.1748538
0.1207321
0.24496106
1.72082063

Sumber : Hasil olah data, 2013
Menurut hasil analisis deskriptif pada tabel 1 menunjukkan bahwa dari 91
sampel tersebut, nilai standar deviasi retuns saham mempunyai nilai maksimum
0.2752 dan nilai minimum sebesar 0.0129, serta mempunyai nilai rata-rata 0.120664.

Sedangkan beta memiliki nilai rata-rata sebesar 1.156044, yang artinya saham yang

10

dimiliki perusahaan sampel dikategorikan sebagai saham yang opensif, dengan nilai
maksimum sebesar 2.4870 dan nilai minimum sebesar -0.0710.
Berdasarkan hasil perhitungan statistik deskriptif dapat diketahui bahwa ratarata CGPI perusahaan sebesar 80.40%, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang
menjadi sampel penelitian masuk kategori perusahaan terpercaya. Dengan standar
deviasi 7.32025 sementara nilai terendah 57.73 dan nilai tertinggi 91.91.
Berdasarkan hasil perhitungan statistik deskriptif dapat diketahui bahwa
kepemilikan institusional memiliki nilai rata-rata sebesar 0.640302, hasil ini
menjelaskan bahwa saham perusahaan yang menjadi sampel penelitian sebagian
besar dimiliki oleh institusi sebesar 64%. Adapun nilai IOWN terendah sebesar
0.0526 dan nilai tertinggi sebesar 0.9692 dengan standar deviasi 0.1748538.

Dari hasil perhitungan statistik deskriptif menunjukkan bahwa perusahaan
memiliki nilai rata-rata profitabilitas yang diukur dengan ROA sebesar 0.070750,
hasil ini menunjukkan bahwa laba bersih yang dilaporkan oleh perusahaan yang
menjadi sampel penelitian rata-rata mencapai 7.08% dari total aset yang dimiliki
perusahaan. Sementara nilai ROA terendah sebesar -0.6673 dan nilai ROA tertinggi
sebesar 0.4250. Dengan standar deviasi sebesar 0.1207321.
Dari hasil perhitungan statistik deskriptif menunjukkan bahwa rata-rata
pertumbuhan penjualan sebesar 0.2003765, artinya dari tahun ke tahun pertumbuhan
penjualan perusahaan naik sebesar 20%. Dengan nilai tertinggi dari growth sales
sebesar 1.17595 dan nilai terendah sebesar -0.34417, dengan standar deviasi
0.24496106.

Dari hasil perhitungan statistik deskriptif menunjukkan bahwa ukuran
perusahaan

yang menjadi sampel rata-rata sebesar 17.2407134. Dengan nilai

terendah sebesar 11.95400, sedangkan nilai tertinggi sebesar 20.41597. Dan standar
deviasi sebesar 1.72082063.
Hasil Uji Regresi
Analisis dilakukan terhadap dua model regresi yaitu model regresi pertama
yang menggunakan standar deviasi return saham (SDR) sebagai ukuran risk-taking
behavior dan model regresi kedua menggunakan koefisien beta pasar (Beta) sebagai
ukuran risk-taking behavior. Peneliti melakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu
baru kemudian melakukan uji hipotesis.
11

Uji Asumsi Klasik
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan uji One Kolmogorov-Smirnov
dalam melakukan uji normalitas data, dari model yang pertama nilai signifikan
sebesar 0.344 > 0.05 untuk model kedua nilai signifikan 0.926 > 0.05, maka dapat
disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Untuk mendeteksi ada tidaknya
multikolinearitas dalam model regresi berganda dapat dilihat dari nilai tolerance dan
Variance Inflation factor (VIF ). Hasil uji multikolinearitas pada dua model
penelitian, menunjukkan bahwa seluruh variabel independen memiliki nilai VIF < 10
dan nilai tolerance > 0.1 sehingga dapat disimpulkan bahwa model tidak terjadi
multikolinearitas. Pendeteksian adanya heteroskedastisitas dalam model, dengan
menggunakan uji Rank-Spearman. Apabila hasil uji Rank Spearman menunjukkan
apabila nilai signifikan > 0.05 maka dapat dikatakan bahwa model regresi tersebut
tidak terjadi heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa
tidak terjadi heteroskedastisitas pada model. Hal ini terlihat dari probabilitas
signifikan > 0.05. Dan dalam mendeteksi adanya autokorelasi peneliti menggunakan
Run Test. Berdasarkan hasil Run Test pada model pertama nilai probabilitas 0.917
lebih besar dari 0.05. Pada model kedua nilai probabilitas 0.460 lebih besar dari
0.05, maka tidak ada autokorelasi pada dua model tersebut.
Uji Hipotesis (Uji t)
Tabel 2 Hasil Uji Regresi Linear Berganda
SDR = α0 + β1CGPI + β2IOWN + β3ROA + β4GS + β5Size + ε
SDR

CGPI

IOWN

ROA

GS

-0.004

-0.014

0.027

0.060

(0.000)*

(0.640) (0.520) (0.004)*

0.009

Inter
cept
0.247

(0.009)*

(0.000)

Size

R2

F

0.326 8.216

Adjus
ted R2
0.286

(0.000)

Beta = α0 + β1CGPI + β2IOWN + β3ROA + β4GS + β5Size + ε
Beta

-0.006
(0.543)

-0.854

0.694

(0.019)* (0.175)

0.003

0.119

0.089

(0.991)

(0.004)*

(0.906)

0.177

3.653

0.128

(0.005)

Sumber : Hasil Olah Data, 2013
Keterangan *) signifikan level 0.05

12

1.

Pengaruh corporate governance perception index terhadap risk-taking
behavior.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang pertama mendapatkan hasil bahwa

corporate governance perception index (CGPI) mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap risk-taking behavior. Dengan parameter koefisien regresi
menunjukkan arah hubungan yang negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa
perusahaan yang mempunyai corporate governance perception index tinggi, akan
menurunkan risk-taking behavior. Hasil tersebut konsisten dengan penelitian Shah et
al (2012) yang mendapatkan bukti bahwa corporate governance index mempunyai
pengaruh yang negatif signifikan terhadap risk-taking behavior.
2.

Pengaruh kepemilikan institusional (IOWN) terhadap risk-taking behavior.
Dalam pengujian hipotesis yang kedua, yang menguji pengaruh kepemilikan

institusional (IOWN) terhadap risk-taking behavior, mendapatkan hasil bahwa
variabel kepemilikan institusional (IOWN) mempunyai pengaruh signifikan terhadap
risk-taking behavior. Dengan parameter negative, yang menjelaskan bahwa semakin
tinggi kepemilikan institusional, maka risk-taking behavior akar rendah. Hasil ini
tidak konsisten dengan hasil penelitian Shah et al (2012) yang menemukan bukti
bahwa kepemilikan institusional berpengaruh tidak signifikan terhadap risk-taking
behavior.
3. Pengaruh profitabilitas (ROA) terhadap risk-taking behavior.
Dalam pengujian hipotesis yang ketiga, yang menguji pengaruh ROA terhadap
risk-taking behavior, mendapatkan hasil bahwa variabel profitabilitas (ROA)
mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap risk-taking behavior. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh kartikasari (2007) menunjukkan
bahwa profitabilitas berpengaruh tidak signifikan pada beta pada saat kondisi
perekonomian normal. Parameter koefisien regresi menunjukkan adanya hubungan
yang positif, artinya bahwa semakin besar ROA menunjukkan semakin besar
perusahaan mampu memberikan retuns saham, sehingga dapat dikatakan bahwa
investor mempunyai reaksi yang positiv terhadap tingginya ROA perusahaan.
Sehingga fluktuasi harga saham semakin tinggi. kondisi ini mengindikasikan
tingginya risk-taking behavior.

13

4.

Pengaruh kesempatan tumbuh (growth sales) terhadap risk-taking behavior.
Hasil pengujian hipotesis keempat, yang menguji pengaruh GS (growth sales)

terhadap risk-taking behavior, menemukan bahwa variabel kesempatan tumbuh
(growth sales) suatu perusahaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap risktaking behavior. Hasil ini konsisten dengan hasil penelitian Shah et al (2012) yang
menemukan bukti bahwa kesempatan investasi yang diukur dengan growth sales
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap risk-taking behavior. Apabila dilihat
dari parameter koefisien regresi yang mempunyai arah positif maka dapat
diinterpretasikan bahwa tingginya penjualan akan menghasilkan laba yang tinggi.
Perusahaan yang memiliki pertumbuhan penjualan yang tinggi, cenderung
menggunakan dana internal dalam membiayai kesempatan-kesempatan investasi. Hal
ini menunjukkan bahwa perusahaan akan terhindar dari ketidakpastian, sehingga
investor tertarik untuk berinvestasi pada saham perusahaan tersebut, besarnya
permintaan atas saham tersebut mengakibatkan fluktuasi returns saham tinggi.
5.

Pengaruh ukuran perusahaan (size) terhadap risk-taking behavior.
Hasil pengujian hipotesis kelima, yang menguji pengaruh ukuran perusahaan

(size) terhadap risk-taking behavior, mendapatkan bukti bahwa variabel ukuran
perusahaan (size) mempunyai pengaruh signifikan terhadap risk-taking behavior.
Hasil ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Shah et al (2012) yang menemukan
bukti bahwa ukuran perusahaan (size) mempunyai pengaruh yang tidak signifikan
terhadap risk-taking behavior. Dilihat dari parameter koefisien regresi yang
menunjukkan arah positif, dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi ukuran suatu
perusahaan (size) akan berpengaruh pada tingginya risk-taking behavior perusahaan
tersebut. Dikarenakan perusahaan yang mempunyai aktiva yang besar menunjukkan
perusahaan tersebut sudah mencapai tingkat kemapanan. Hal ini memunculkan
pandangan bahwa investor lebih memilih berinvestasi pada perusahaan yang mapan,
sehingga semakin banyak permintaan saham perusahaan maka harga saham juga
akan ikut bergerak naik. Hal ini menyebabkan fluktuasi returns saham juga tinggi.

14

KESIMPULAN
Isu sentral dalam penelitian ini adalah pengujian pengaruh corporate
governance perception index, kepemilikan institusional, profitabilitas, kesempatan
tumbuh, ukuran perusahaan terhadap risk-taking behavior yang diukur dengan
standar deviasi return saham bulanan dan koefisien beta pasar. Variabel independen
yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap risk-taking behavior adalah
corporate governance perception index dengan arah negatif, kepemilikan
institusional dengan arah negatif, kesempatan tumbuh dengan arah positif, ukuran
perusahaan dengan arah positif. Sedangkan profitabilitas mempunyai pengaruh tidak
signifikan terhadap risk-taking behavior.
KETERBATASAN DAN SARAN
Sejumlah keterbatasan dalam penelitian ini yaitu : pertama, penelitian ini
standar deviasi dari retuns saham sebagai salah satu proksi risk-taking behavior
menggunakan closing price saham bulanan, sehingga memungkinkan terjadinya
fluktuasi returns yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Untuk itu penelitian
selanjutnya diharapkan dalam mengukur standar deviasi retuns saham sebagai salah
satu proksi risk-taking behavior menggunakan closing price saham mingguan atau
harian. Kedua, pengukuran koefisien beta pasar sebagai proksi risk-taking behavior
yang kedua menggunakan model indeks tunggal. Kelemahan model indeks tunggal
mengabaikan faktor lain yang berpengaruh terhadap beta, seperti tingkat suku bunga.
Bagi penelitian berikutnya diharapkan dalam mengukur koefisien beta pasar sebagai
proksi kedua risk-taking behavior menggunakan model CAPM. Karena model
CAPM memperhatikan faktor lain yang juga berpengaruh terhadap beta, selain
retuns pasar.
Ketiga, Sampel penelitian tidak dibedakan berdasarkan jenis industri, jadi
memungkinkan adanya bias industri. Dalam penelitian berikutnya diharapkan
membedakan jenis industri, agar tidak terjadi bias industri. Keempat, Dalam
penelitian ini corporate governance hanya menggunakan mechanism of corporate
governance yang berupa peringkat CGPI. Dalam penelitian berikutnya dapat
membreakdown corporate governance menjadi structure of corporate governance
dan mechanism of corporate governance.
15

DAFTAR PUSTAKA
Alam, Abdullah dan Syed Zulfiqar Ali Shah. 2013. Corporate Governance And Its
Impact On Firm Risk. International Journal of Management, Economics
And Social Sciences Vol.2(2). pp.76-98. ISSN 2304-1366.
Budiyanti dan Luluk M.Ifada. 2012. Karakteristik Perusahaan Dan Kualitas
Implementasi Corporate Governance. EKOBIS Vol.14.No.2.
Barton, Sidney.L; Ned.C Hill; Srinivasan Sundaran. 1989. An Empirical Test Of
Stakeholder Theory Prediction Of Capital Structure. Financial Management
(Spring 1989).
Darmadji, Tjiptono dan Hendy M. Fakhruddin. 2011. Pasar Modal Indonesia.
Jakarta : Salemba Empat.
Deitiana, Tita. 2011. Pengaruh Rasio Keuangan, Pertumbuhan Penjualan Dan
Dividen Terhadap Harga Saham. Jurnal Bisnis Dan Akuntansi. Vol.13.
No.1. Hal 57-66.
Eling, Martin dan Sebastian Marek. 2009. Corprate Governance And Risk Taking:
Evidence from the U.K. and German Insurance Markets. Preprint
Series:23.Universitat ULM.
Ghozali, H. Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS
19. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Indahningrum, Putri Rizka dan Ratih Handayani. 2009. Pengaruh Kepemilikan
Manajerial, Kepemilikan Institusional, Dividen, Pertumbuhan Perusahaan,
Free Cash Flow Dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang. Jurnal
Bisnis dan Akuntansi.Vol.11, No.3.
Jogiyanto, Hartono. 2010. Teori Portofolio Dan Analisis Investasi. Yogyakarta:
BPFE.
Kartikasari, Lisa. 2007. Pengaruh Variabel Fundamental Terhadap Risiko Sistematik
Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEJ. Jurnal Akuntansi Dan
Manajemen Vol.XVIII.No.1.hal 1-8.
Kusumawardhani, Indra. 2012. Pengaruh Corporate Governance, Struktur
Kepemilikan, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba. Jurnal
Akuntansi dan Sistem Informasi Teknologi.Vol.9.No.1.
Mahdavi, Gholamhossein; Mohammad Monfared Maharlouie; Mehdi Sarikhani;
Fahime Ebrahimi. 2012.The Impact of institutional ownership on risktaking behaviors. African Journal of Business Management Vol.6(12),
pp.4488-4495.ISSN 1993-8233.
16

Mosher, Timothy dan Raymundo Hoffman. 2013. Firm Characteristic, Corporate
Governance and Firm Value. European Journal of Innovation and Business.
Vol.10.ISSN (paper) 2668-313X. ISSN (online) 2668-3431.
Nuswandari, Cahyani. 2009. Pengaruh Corporate Governance Perception Index
Terhadap Kinerja Perusahaan Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa
Efek Jakarta. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE).Vol.16.No.2. ISSN:14123126.
Rohman, Abdul dan Tito Albi Utama. 2013. Pengaruh Corporate Governance
Perception Index, Profitabilitas, Leverage, dan Ukuran Perusahaan
Terhadap Nilai Saham. Diponegoro Journal of Accounting. Vol.2. No.2.
hal 1-9.
Shah, Abid Ali.,Rehana Kouser.,Muhammad Aamir.,Ch.Mazhar Hussain. 2012. The
Impact of The Corporate Governance and The Ownership Structure on The
Firm’s Financial Performance and its Risk Taking Behavior. International
Research Journal of Finance and Economics. ISSN 1450-2887 Issue 93.
Wibowo, Satrio Adi dan Sudarno. 2013. Analisis Pengaruh Variabel Fundamental,
Risiko Sistematik, Dan Jenis Perusahaan Terhadap Return Saham.
Diponegoro Journal of Accounting. Vol.2. No.1.

17

Dokumen yang terkait

Pengaruh Corporate Governance dan Dewan Komisaris Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 62 92

Pengaruh Corporate Governance, Leverage, Kualitas Audit dan Employee Diff Terhadap Manajemen Laba: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013

5 56 124

Pengaruh Corporate Governance dan Leverage Ratio terhadap manajemen laba pada perusahaan Manufaktur Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

2 35 108

Analisa Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI

3 39 98

Pengaruh Corporate Governance Terhadap Intellectual Capital Bank Umum Swasta Nasional yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 49 95

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE PERCEPTION INDEX, RISIKO, DAN KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP KINERJA Pengaruh Corporate Governance Perception Index, Risiko, Dan Karakteristik Perusahaan Terhadap Kinerja Keuangan (Studi Empiris Perusahaan Go Public Di CG

0 1 13

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE PERCEPTION INDEX, RISIKO, DAN KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP KINERJA Pengaruh Corporate Governance Perception Index, Risiko, Dan Karakteristik Perusahaan Terhadap Kinerja Keuangan (Studi Empiris Perusahaan Go Public Di CG

0 1 19

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE PERCEPTION Pengaruh Corporate Governance Perception Index Dan Karakteristik Perusahaan Terhadap Risk-Taking Behavior.

0 1 13

PENDAHULUAN Pengaruh Corporate Governance Perception Index Dan Karakteristik Perusahaan Terhadap Risk-Taking Behavior.

0 1 8

DAFTAR PUSTAKA Pengaruh Corporate Governance Perception Index Dan Karakteristik Perusahaan Terhadap Risk-Taking Behavior.

0 1 4