Analisa Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI

(1)

SKRIPSI

ANALISA PENGARUH MEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA

PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BEI

OLEH

NURLENI SIMAMORA 070503244

PROGRAM STUDI STRATA SATU AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan skripsi yang berjudul: “Analisa Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI”

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks skripsi level Program Strata-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya. Apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas.

Medan, Juni 2011

Yang membuat pernyataan,

Nurleni Simamora NIM: 070503244


(3)

KATA PENGANTAR

Pertama sekali penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan kesehatan yang diberikan-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Analisa Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI”, disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Departemen Akuntansi Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari sepenuhnya keterbatasan pengetahuan penulis dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulias mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk penyempurnaan skripsi ini.

Penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah memberikan bimbingan, dorongan, semangat, nasehat, bantuan, maupun kritik dan saran selama proses penyusunan skripsi ini, terutama kepada pihak-pihak berikut ini:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak., selaku Ketua Program Studi S1 Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM., Ak., selaku sekretaris Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara;


(4)

3. Bapak Iskandar Muda, SE, M.Si., Ak., selaku Dosen Pembimbing;

4. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA., Ak. Dan Bapak Drs. Hotmal Ja’far, MM., Ak., selaku Dosen Pembanding I dan II;

5. Kedua orangtua penulis, Parsaoran Simamora dan Risma Br. Damanik, yang telah memberikan kasih sayang, mendidik, memberikan dorongan dan semangat belajar dan doa kepada penulis;

6. Kedua adik penulis, Nora Jessica Simamora dan Juniver Davidson Simamora yang selalu ada memberikan dorongan, semangat, nasehat, kritik, saran, maupun canda tawa kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Terimakasih.

Medan, Juni 2011 Penulis

Nurleni Simamora NIM: 070503244


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh mekanisme good corporate governance terhadap manajemen laba. Variabel independen dalam penelitian ini, yang digunakan sebagai proksi mekanisme good corporate governance, adalah kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit. Sedangkan manajemen laba, sebagai variabel dependen, diukur dengan menggunakan dasar rasio modal kerja akrual. Data yang digunakan diambil dari laporan keuangan dan laporan tahunan

yang dipublikasikan melalui website

Sampel yang digunakan adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI perode 2006 sampai 2010. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode purposive sampling, yakni metode yang menetapkan kriteria-kriteria tertentu untuk menentukan sampel, yang menghasilkan 125 perusahaan selama lima tahun pengamatan. Dan metode analisis yang digunakan adalah model regresi berganda dan statistik deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya kepemilikan institusional yang berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Proksi mekanisme good corporate governance lainnya (ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit) tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba secara parsial. Secara simultan mekanisme good corporate governance juga terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

Kata Kunci: kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, komite audit, manajemen laba.


(6)

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze the influence of good corporate governance mechanism concerning to earnings management. The independent variables examined in this research, that used as the proxies of good corporate governance mechanism, are institutional ownership, commissioner size, independent commissioner, and audit committee. Earnings management, as dependent variable, in this research is measured with accrual working capital ratio. Data used in this research is annual and financial report that is published through website www.idx.co.id.

The samples used in this research are banking companies listed in Indonesian Stock Exchange during 2006 up to 2010. The data collection method used in this research is purposive sampling, a method that uses some criteria to determine samples, that resulted 125 companies during the five years observation. Multiple regression model and statistic descriptive are used to analyze data.

This research result shows that only institutional ownership influences the earnings management significantly. Other proxies of good corporate governance mechanism (commissioner size, independent commissioner, and audit committee) do not influence the earnings management partially. Simultaneously, good corporate governance mechanism does not influence the earnings management significantly.

Keywords: institutional ownership, commissioner size, independent commissioner, audit committee, earnings management.


(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Batasan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis ... 9

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 21

C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 24

1. Kerangka Konseptual ... 24


(8)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian ... 28

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 28

C. Jenis dan Sumber Data ... 30

D. Teknik Pengumpulan Data ... 30

E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 30

F. Metode Analisis Data ... 33

G. Jadwal Penelitian... 38

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Data Penelitian ... 39

B. Analisis Hasil Penelitian ... 40

C. Pembahasan dan Hasil Penelitian ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 65

B. Keterbatasan Penelitian ... 66

C. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Ringkasan Tinjauan Peneliti Terdahulu ... 22

Tabel 3.1 Daftar Populasi dan Sampel Perusahaan ... 29

Tabel 3.2 Ringkasan Definisi Operasional dan Pengukurannya ... 33

Tabel 3.3 Jadwal Penelitian ... 38

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Variabel-variabel Selama Tahun 2006 sampai Tahun 2010 ... 40

Tabel 4.2 Nonparametric-test Kolmogorov-Smirnov... 45

Tabel 4.3 Hasil Uji Durbin-Watson... 42

Tabel 4.4 Koefisien ... 47

Tabel 4.5 Koefisien Korelasi ... 48

Tabel 4.6 Analisis Hasil Regresi ... 51

Tabel 4.7 Analisis Koefisien Determinasi ... 52

Tabel 4.8 Hasil Uji Parsial (Uji t) ... 54


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Kontinum Manajemen Laba ... 14

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual ... 25

Gambar 4.1 Grafik Histogram ... 43

Gambar 4.2 Grafik Normal Plot ... 44


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran I Data Perusahaan Tahun 2006-2010 ... 72

Lampiran II Data GCG dan Earnings Management Tahun 2006-2010 .... 75

Lampiran III Statistik Deskriptif Data ... 78

Lampiran III.1 Hasil Uji Normalitas: Nonparametric-test Kolmogorov-Smirnov ... 79

Lampiran III.2 Hasil Uji Normalitas Data: Analisis Grafik Histogram ... 80

Lampiran III.3 Hasil Uji Normalitas Data: Analisis Grafik P-P Plots ... 81

Lampiran III.4 Hasil Uji Multikolinearitas Data ... 82

Lampiran III.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 83

Lampiran III.6 Hasil Uji Autokorelasi dan Model Regresi ... 84

Lampiran III.7 Hasil Uji t ... 84


(12)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh mekanisme good corporate governance terhadap manajemen laba. Variabel independen dalam penelitian ini, yang digunakan sebagai proksi mekanisme good corporate governance, adalah kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit. Sedangkan manajemen laba, sebagai variabel dependen, diukur dengan menggunakan dasar rasio modal kerja akrual. Data yang digunakan diambil dari laporan keuangan dan laporan tahunan

yang dipublikasikan melalui website

Sampel yang digunakan adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI perode 2006 sampai 2010. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode purposive sampling, yakni metode yang menetapkan kriteria-kriteria tertentu untuk menentukan sampel, yang menghasilkan 125 perusahaan selama lima tahun pengamatan. Dan metode analisis yang digunakan adalah model regresi berganda dan statistik deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya kepemilikan institusional yang berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Proksi mekanisme good corporate governance lainnya (ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit) tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba secara parsial. Secara simultan mekanisme good corporate governance juga terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

Kata Kunci: kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, komite audit, manajemen laba.


(13)

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze the influence of good corporate governance mechanism concerning to earnings management. The independent variables examined in this research, that used as the proxies of good corporate governance mechanism, are institutional ownership, commissioner size, independent commissioner, and audit committee. Earnings management, as dependent variable, in this research is measured with accrual working capital ratio. Data used in this research is annual and financial report that is published through website www.idx.co.id.

The samples used in this research are banking companies listed in Indonesian Stock Exchange during 2006 up to 2010. The data collection method used in this research is purposive sampling, a method that uses some criteria to determine samples, that resulted 125 companies during the five years observation. Multiple regression model and statistic descriptive are used to analyze data.

This research result shows that only institutional ownership influences the earnings management significantly. Other proxies of good corporate governance mechanism (commissioner size, independent commissioner, and audit committee) do not influence the earnings management partially. Simultaneously, good corporate governance mechanism does not influence the earnings management significantly.

Keywords: institutional ownership, commissioner size, independent commissioner, audit committee, earnings management.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perusahaan membutuhkan modal untuk memenuhi keperluan operasional rutinnya. Ada banyak cara yang dapat dilakukan perusahaan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut, di antaranya dengan menerbitkan dan menjual saham melalui penjualan saham perdana kepada masyarakat dengan melakukan Initial Public Offering (IPO); melakukan penawaran kedua, ketiga, dan seterusnya; melakukan Seasoned Equity Offerings (SEO); atau dengan menjual saham kepada pemegang saham lama (right issue). Besar kecilnya dana yang akan diperoleh perusahaan dari kegiatan tersebut tergantung pada kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan itu sendiri seringkali dinilai berdasarkan laba yang mampu dihasilkannya. Informasi laba merupakan perhatian utama untuk menaksir kinerja atau pertanggungjawaban manajemen (Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) No. 1). Laba terlahir dari suatu proses akuntansi yang memberikan kebebasan bagi para penyusunnya untuk memilih metode akuntansi (Kusumawardhani dan Veronika, 2009). Misalnya, untuk menghasilkan laba yang tinggi, perusahaan akan lebih memilih menggunakan FIFO daripada LIFO.

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, laba berpengaruh kuat terhadap kegiatan perusahaan dan keputusan yang dibuat oleh manajemennya. Keasyikan memenuhi harapan pasar modal mencerminkan bahwa perusahaan sangat peduli terhadap risiko nilai saham yang dimilikinya. Menanggapi risiko tersebut,


(15)

manajemen mungkin berpandangan bahwa kewajibannya adalah melakukan apa saja yang mungkin – dalam batasan tertentu – agar ramalan pasar modal dapat dipenuhi atau dilebihi, dengan melakukan manajemen laba. Memenuhi laba menurut pasar modal adalah salah satu alasan manajemen melakukan manajemen laba. Alasan lainnya adalah demi keberhasilan IPO – diperlukan tingkat laba minimum; atau dalam hal kontrak pinjaman; atau untuk alasan politis, seperti mengurangi beban pajak.

Manajemen laba dapat digambarkan sebagai perilaku manajemen dalam memilih kebijakan akuntansi tertentu, atau melalui penerapan aktivitas tertentu, yang bertujuan mempengaruhi laba untuk mencapai sebuah tujuan spesifik (Scott, 2009 dalam Kusumawardhani dan Veronica, 2009). Dalam pengertian lain, manajemen laba disebut sebagai tindakan memanipulasi akuntansi dengan tujuan menciptakan kinerja perusahaan agar terkesan lebih baik dari yang sebenarnya (Mulford dan Comiskey, 2010). Teori keagenan menggambarkan bahwa manajemen laba terjadi sebagai akibat dari kepentingan ekonomis yang berbeda antara manajemen selaku agen dan pemilik entitas selaku prinsipal. Perbedaan kepentingan ekonomis ini bisa saja disebabkan atau menyebabkan asymmetry (kesenjangan informasi) antara pemegang saham (stakeholders) dan organisasi. Richardson (1998) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyimpulkan bahwa asymmetry informasi antara manajemen dan pemilik dapat memberikan kesempatan kepada manajemen untuk melakukan manajemen laba (earning management).


(16)

Praktik manajemen laba, pada dasarnya, terjadi sebagai akibat kurang efektifnya penerapan good corporate governance. Corporate governance merupakan konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka peraturan. Konsep corporate governance diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan (Nasution dan Setiawan, 2007). Beberapa kasus skandal pelaporan akuntansi yang menjadi sorotan dunia internasional belakangan ini antara lain Waste Management, Inc., World Com, Enron, dan Merck. Di Waste Management, Inc. praktik akuntansi yang agresif menyebabkan laba sebelum pajak membengkak sebesar $1.43 miliar dan beban pajak kerendahan $178 juta antara tahun 1992 dan 1996 (Tuanakotta, 2007: 138). Dalam kasus Enron terbukti sejumlah Eksekutif Enron melakukan manipulasi pembukuan melalui Arthur Anderson yang menyebabkan laba Enron terdongkrak US$ 1 milyar untuk menyesatkan para investornya. World Com juga mengakui telah menggelembungkan keuntungan sebesar US$ 3,85 milyar antara periode Juni 2001 sampai dengan Maret 2002. Hal itu dilakukan dengan memanipulasi pembukuan dimana angka tersebut pura-pura dimasukkan dalam pos investasi yang seharusnya merupakan biaya operasi normal. Akibatnya pos keuntungan seolah-olah sangat besar, sehingga harga sahamnya juga meningkat. Merck Corp (obat) terbukti membukukan biaya pendapatan fiktif senilai US$ 12,4 milyar. Di Indonesia sendiri terjadi kasus PT Lippo Tbk., yang berawal dari deteksi adanya manipulasi dalam laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan


(17)

tersebut. Kasus gagal audit ini di dunia akuntan kemudian dikenal dengan istilah “cooking the books”, atau “juggling the numbers” (Tuanakotta, 2007). Kasus ini juga berakibat fatal bagi dunia para akuntan, diantaranya: diraguinya keindependensian akuntan publik yang kemudian menyebabkan tercorengnya reputasi akuntan publik di mata masyarakat, dan para investor mulai meragui informasi berupa laporan keuangan yang disajikan manajemen.

Good corporate governance merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efesiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham dan stakeholders lainnya (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Tujuan utama good corporate governance menurut Syahyunan dan Kurniawan (2004) adalah untuk memberi kepuasan kepada para stakeholders yang selama ini tidak mendapat perhatian serius dari pihak perusahaan. Stakeholders tersebut terdiri dari shareholders, pegawai, pelanggan, pemasok, pemerintah, dan juga pihak yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan yang bisa berpengaruh positif atau negatif pada keberhasilan operasional perusahaan. Di Indonesia, penerapan good corporate governance masih sangat kurang. Hal ini dapat dilihat dari masih banyak perusahaan yang belum memiliki komite audit dan komisaris independen. Masalah Bank Century yang mulai tercium sejak merger tahun 2004 saat kondisi keuangannya bermasalah diduga karena tiadanya penerapan good corporate governance dan praktik moral hazard. Kasus terbitnya laporan keuangan Bank Lippo berlabelkan “telah diaudit” – namun kenyataannya belum – juga merupakan bukti lain kurang efektifnya penerapan good corporate governance di Indonesia.


(18)

Konsep indikator mekanisme corporate governance terdiri dari kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan ukuran dewan komisaris (Ujiyantho & Pramuka, 2007).

Nasution dan Setiawan (2007) melakukan penelitian terhadap manajemen laba menunjukkan bahwa komposisi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris, serta keberadaan komite audit berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Nofiani (2008) yang menunjukkan bahwa komite audit dan ukuran dewan komisaris berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan komposisi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Ujiyantho dan Pramuka (2007) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kepemilikan institusional dan ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, sedangkan kepemilikan manajerial dan keberadaan komisaris independen terbukti berpengaruh terhadap manajemen laba. Penelitian Veronica dan Utama (2006) menunjukkan bahwa komponen corporate governance (kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen, keberadaan komite audit) dan rasio hutang berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba; sedangkan kepemilikan keluarga dan pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Sefiana (2008) dalam penelitiannya membuktikan bahwa proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris, komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.


(19)

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Nofiani. Industri perbankan seringkali menjadi sorotan publik mengingat perannya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana, terutama sejak terjadinya krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997 lalu. Di samping itu, sebagai industri kepercayaan, perbankan memiliki peraturan yang lebih rumit dibandingkan dengan industri lainnya. Misalnya, untuk menetapkan tingkat kesehatan suatu bank, BI mensyaratkan banyak hal, seperti CAR minimum yang harus dipenuhi dengan menggunakan laporan keuangan bank yang bersangkutan. Untuk alasan ini, manajer bank mungkin akan memainkan beberapa keadaan untuk mengelola laba bank yang bersangkutan agar memenuhi syarat yang telah ditetapkan BI tersebut. Dalam hal ini, penulis menambahkan variabel kepemilikan institusional sebagai variabel independen dengan pertimbangan bahwa adanya campur tangan pihak ketiga mungkin akan mengurangi tindakan manajemen laba dalam perusahaan yang bersangkutan. Ketidakkonsistenan hasil penelitian para peneliti terdahulu juga merupakan motivasi penulis untuk melakukan kembali penelitian sejenis. Dari uraian tersebut di atas, maka peneliti tertarik mengemukakan penelitian dengan judul: Analisa Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI.


(20)

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba?

2. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap manajemen laba?

3. Apakah proporsi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen laba?

4. Apakah komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba?

5. Apakah kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris independen, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba secara simultan?

C. Batasan Masalah

Atas pertimbangan-pertimbangan efisiensi, minat, keterbatasan waktu dan tenaga, serta pengetahuan penulis, maka penulis membatasi variabel-variabel yang dijadikan indikator mekanisme good corporate governance, yakni: kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk menguji:

1. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba;


(21)

2. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba;

3. Apakah proporsi dewan komisaris independen berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba;

4. Apakah komite audit berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba;

5. Apakah kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit berpengaruh secara simultan terhadap manajemen laba.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti mengenai praktik-praktik manajemen laba dan faktor-faktor yang mempengaruhinya,

2. Bagi calon investor, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk membantu mengambil keputusan investasi pada perusahaan, 3. Bagi ilmu pengetahuan, diharapkan penelitian ini dapat memberi

manfaat berupa bukti empiris yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba.

4. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan rujukan atau referensi untuk mendukung penelitian sejenis.


(22)

2. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba;

3. Apakah proporsi dewan komisaris independen berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba;

4. Apakah komite audit berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba;

5. Apakah kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit berpengaruh secara simultan terhadap manajemen laba.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti mengenai praktik-praktik manajemen laba dan faktor-faktor yang mempengaruhinya,

2. Bagi calon investor, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk membantu mengambil keputusan investasi pada perusahaan, 3. Bagi ilmu pengetahuan, diharapkan penelitian ini dapat memberi

manfaat berupa bukti empiris yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba.

4. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan rujukan atau referensi untuk mendukung penelitian sejenis.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan (Agency Theory) menyebutkan bahwa hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Ujiyantho & Pramuka, 2007). Manajer sebagai pengelola perusahaan tentunya memiliki lebih banyak informasi seputar perusahaan daripada pemilik perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, untuk kemajuan perusahaan di masa depan, manajer wajib memberikan signal kepada pemilik. Namun, informasi yang disampaikan manajer seringkali tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya. Hal ini dikarenakan adanya kepentingan manajer yang tidak sejalan dengan pemilik.

Pemilik perusahaan, dalam teori keagenan (Agency Theory), diasumsikan hanya tertarik pada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka dalam perusahaan, sedangkan para agen disumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut. Karena perbedaan kepentingan inilah


(24)

masing-masing pihak berusaha untuk memperbesar keuntungan pribadi. Prinsipal menginginkan return yang besar dan cepat atas investasi mereka dan menilai prestasi manajer berdasarkan kemampuannya untuk memperbesar laba yang akan dialokasikan pada pembagian dividen. Untuk memenuhi tuntutan prinsipal dan mendapat insentif yang tinggi, manajer akan memainkan beberapa kondisi perusahaan sedemikian rupa agar seolah-olah target tercapai bila tidak ada pengawasan yang memadai dalam kinerja manajer.

2. Bank

Pengertian bank dalam UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan adalah “badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bank berfungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat, dan bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat. Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (2004) mendefinisikan bank sebagai lembaga intermediasi yang dalam menjalankan kegiatan usahanya bergantung pada dana masyarakat dan kepercayaan baik dari dalam maupun luar negeri.

Dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank seringkali menghadapi risiko, seperti risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, maupun risiko reputasi (Komite Nasional Corporate Governance, 2004). Dunia perbankan memiliki peraturan yang rumit dalam kegiatannya dibandingkan dengan


(25)

industri lainnya. Sebagai contoh, bank harus memenuhi giro wajib minimum yang ditetapkan BI. Peraturan-peraturan tersebut ditetapkan pada dasarnya adalah untuk melindungi kepentingan rakyat selaku penyimpan dana.

3. Manajemen Laba

Manajemen laba adalah hal yang sangat kontroversial di dunia akuntan. Pernyataan umum mengenai apakah manajemen laba baik atau buruk sulit dibuat. Kebanyakan bergantung pada langkah-langkah yang dilakukan dan motivasi yang mendasari dilakukannya manajemen laba (Mulford dan Comiskey, 2010). Gumanti (2000) berpendapat bahwa manajemen laba sekilas tampak berhubungan dengan tingkat perolehan laba atau prestasi usaha suatu organisasi. Hal ini terjadi karena ukuran laba sering dijadikan ukuran keberhasilan manajemen memimpin perusahaan dan suatu hal yang lazim bahwa besar kecilnya bonus yang akan diterima manajer bergantung pada besar kecilnya laba yang mampu dihasilkan perusahaan tersebut (Gumanti, 2000). Alasan inilah yang mendorong manajer melakukan tindakan manajemen laba. Berbicara mengenai manajemen laba tidak terlepas dari Teori Akuntansi Positif dan Teori Keagenan. Belkaoui (2007) mengemukakan bahwa:

Teori Akuntansi Positif didasarkan pada adanya dalil bahwa manajer, pemegang saham, dan aparat pengatur/politisi adalah rasional dan bahwa mereka berusaha memaksimalkan kegunaan mereka yang secara langsung berhubungan dengan kompensasi mereka, dan oleh karena itu, kesejahteraan mereka pula. Pilihan atas suatu kebijakan akuntansi oleh beberapa kelompok tersebut bergantung pada perbandingan relatif biaya dan manfaat dari


(26)

prosedur-prosedur akuntansi alternatif dengan cara demikian untuk memaksimalkan keuntungan mereka.

Astika (2000) menjelaskan terjadinya manajemen laba lewat Teori Akuntansi Positif dan Teori Keagenan sebagai berikut:

Ditinjau dari sisi teori akuntansi positif, manajemen laba yang dilakukan eksekutif dapat dijelaskan melalui teori kontrak. Proses kontrak tersebut menghasilkan hubungan keagenan. Hubungan keagenan muncul ketika prinsipal mengontrak pihak lain (agen) untuk melakukan suatu tindakan yang diinginkan oleh prinsipal. Dengan kontrak tersebut prinsipal mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Ternyata hubungan tersebut konflik karena, baik prinsipal maupun agen, keduanya merupakan pihak yang mempunyai sifat, yaitu memaksimumkan kesejahteraannya (utility maximiser). Oleh sebab itu, tidak ada alasan yang dapat digunakan untuk menempatkan keyakinan bahwa agen akan selalu bertindak untuk kepentingan prinsipal. Masalah keagenen muncul karena perilaku oportunis agen. Agen cenderung memaksimumkan setiap peluang yang ada untuk memaksimumkan kesejahteraannya sendiri yang berlawanan dengan kepentingan prinsipal.

Chen (2005) mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut:

Earnings management is prevalent in financial report preparation, with Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) providing considerable flexibility in terms of accounting methods and estimates. Since GAAP-compliant earnings management is acceptable and lawful, most executives manage their companies’ earnings to achieve specific objectives (e.g., sustaining firm value), but some executives take excessively aggressive approaches to inflating profitability and firm value in the form of channel stuffing, premature revenue recognition, expense recognition deferral, and recognition and measurement abuse. These unlawful behaviors are referred to as earnings manipulation.

Chen menyimpulkan bahwa tindakan manajemen laba tidak menyalahi GAAP karena GAAP memberikan fleksibilitas dalam


(27)

penggunaaan metode dan estimasi akuntansi. Namun perlu diingat, perusahaan harus mengetahui dengan pasti manajemen laba yang bagaimana yang berada dalam wilayah putih, abu-abu, dan hitam untuk menghindarkannya dari menyalahi prinsip akuntansi tersebut.

Haely dan Wahlen (1998) menjelaskan:

Earnings management occurs when managers use judgement in financial reporting and in structuring transactions to alter financial reports to either mislead some stakeholders about the underlying economic performance of the company, or to influence contractual outcomes that depend on reported accounting numbers.

Irfan (2002) mendefinisikan manajemen laba sebagai intervensi manajemen (agen) dalam proses menyusun pelaporan keuangan eksternal sehingga dapat menaikkan atau menurunkan laba akuntansi untuk mendapatkan beberapa keuntungan pribadi.

Subramanyam dan Wild (2010) menjelaskan bahwa manajemen laba dapat berupa kosmetik, jika manajer memanipulasi akrual yang tidak memiliki konsekuensi arus kas. Manajemen laba juga dapat terlihat nyata, jika manajer memilih tindakan dengan konsekuensi arus kas dengan tujuan mengubah laba.

Primanita dan Setiono (2006) mengemukakan bahwa:

Manajemen laba (earning management) adalah suatu tindakan

yang dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk

mempengaruhi laba (income) yang dilaporkan yang dapat memberikan informasi mengenai keuntungan ekonomis (economic advantage) yang sesungguhnya tidak dialami perusahaan dalam jangka panjang bahkan merugikan perusahaan.


(28)

Perlu diingat bahwa tidak semua manajemen laba diciptakan setara. Gambar berikut mengilustrasikan bahwa manajemen laba berkisar dari penentuan waktu transaksi sampai dengan suatu kecurangan.

Penentuan Akuntansi Akuntansi Pelaporan Kecurangan

Waktu yang agresif yang menipu yang curang (Fraud)

transaksi yang tepat

Pengaitan Perubahan Perubahan Akuntansi Transaksi

secara metode metode/ non-GAAP fiktif

strategis estimasi dengan estimasi dengan full disclosure full disclosure

minimal atau tanpa disclosure Sumber: Stice, Stice & Skousen (2004: 421)

Gambar 2.1

Kontinum Manajemen Laba

Tingkat manajemen laba yang diperbolehkan berdasar Prinsip Akuntansi yang Berterima Umum (PABU) adalah bagian yang paling kiri, artinya semakin ke kanan posisi manajemen laba sesuai gambar di atas, semakin jauh manajemen laba menyalahi PABU.

a. Motivasi Manajemen Laba

Moreira dan Pope (2007) berpendapat bahwa:

Managers’ earnings management behavior is all related to costs and benefits. The costs are, for example, the time managers take in planning and implementing earnings management actions and the effect on managers’ reputation if and when manipulation is discovered. The benefits can be grouped by taking into account the direct beneficiary of earnings management: managers or the firm. Amongst the


(29)

incentives related to managers’ private benefit, the maximization of bonus compensation and hiding poor performance to keep their jobs should be mentioned. Amongst those related to direct benefit for the firm, the most important are the avoidance of (i) debt covenants violations; (ii) market penalization for reporting losses, breaking a string of positive earnings or not meeting analysts’ forecasts; (iii) increases in transaction costs with stakeholders, and (iv) a rating change in credit markets. There is an incentive (motivation) to undertake earnings management when the benefits outweigh the costs.

Pernyataan tersebut menyatakan bahwa tindakan manajemen laba sebenarnya berhubungan dengan laba dan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan manajemen laba. Biaya biasanya berhubungan dengan akibat yang ditimbulkan tindakan manajemen laba terhadap reputasi manajemen yang bersangkutan apabila tindakan tersebut terungkap. Sedangkan keuntungan yang dimaksud dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni: keuntungan bagi manajer berupa bonus yang akan diterima berkaitan dengan laba yang telah dikelola, dan keuntungan bagi perusahaan yang salah satunya adalah meningkatkan harga saham perusahaan di pasar modal.

Subramanyam & Wild (2010) menyatakan:

Manajemen laba dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu: (1) mengubah metode akuntansi, yang merupakan bentuk manajemen laba yang paling jelas terlihat; dan (2) mengubah estimasi dan kebijakan akuntansi yang menentukan angka akuntansi, suatu bentuk manajemen laba yang lebih samar.

Motivasi untuk melakukan manajemen laba menurut Stice, Stice & Skousen (2004) antara lain: (1) memenuhi target internal (target


(30)

laba, target penjualan); (2) memenuhi harapan eksternal (stakeholder); (3) meratakan atau memuluskan laba (income smoothing); (4) mendandani angka laporan keuangan (window dressing) untuk penjualan saham perdana (IPO) atau memperoleh pinjaman.

Manajemen laba, dalam pengertian lain, merupakan bagian dari akuntansi kreatif sebagai fenomena Teori Akuntansi Positif. Manajer dalam bereaksi terhadap pelaporan keuangan menurut Watt dan Zimmerman (1986), digolongkan ke dalam tiga buah hipotesis, yaitu:

1) bonus-plan hypothesis,

2) debt covenant hypothesis, dan 3) political cost hypothesis.

Bonus-plan hypothesis menyatakan bahwa manajer seringkali berperilaku seiring dengan bonus yang akan diberikan. Jika bonus yang diberikan tergantung pada laba yang dihasilkan, maka manajer akan menerapkan creative accounting dengan menaikkan laba atau menurunkan laba yang akan dilaporkan. Debt covenant hypothesis, menjelaskan bagaimana manajer menyikapi perjanjian hutang. Manajer dalam meyikapi adanya pelanggaran atas perjanjian hutang yang telah jatuh tempo, akan berupaya menghindarinya dengan memilih kebijakan akuntansi yang menguntungkan dirinya. Political cost hypothesis menjelaskan bahwa perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Perusahaan besar melakukannya sebagai upaya untuk mengurangi biaya keagenan tersebut.

b. Strategi Manajemen Laba

Subramanyam dan Wild (2010) menyatakan ada tiga strategi yang digunakan manajer untuk melakukan manajemen laba, yaitu:

1) Meningkatkan Laba (Increasing Income) periode kini Salah satu strategi manajemen laba adalah dengan meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode kini untuk membuat perusahaan dipandang baik.


(31)

2) Mandi Besar (Big Bath)

Dilakukan melalui penghapusan (write-off) sebanyak mungkin pada suatu periode yang biasanya berkinerja buruk, atau periode saat terjadinya kejadian yang tidak biasa, seperti perubahan manjemen, merger, atau restrukturisasi.

3) Perataan Laba (Income Smoothing)

Pada strategi ini, manajer meningkatkan atau menurunkan laba yang dilaporkan untuk mengurangi fluktuasinya. Hal ini dilakukan karena investor cenderung lebih menyukai laba yang stabil.

4. Mekanisme Good Corporate Governance

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mendeskripsikan corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengelola perusahaan, kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka. Lemahnya corporate governance ditandai dengan tidak transparannya pihak pengelola perusahaan terutama dalam penggunaan dana dan ketimpangan kepentingan antara pemegang saham dan pihak manajemen (Iswati, 2007). Kondisi ini akan sangat berakibat fatal jika berlangsung terus-menerus. Prinsip-prinsip good corporate governance, yakni transparency, accountability, responsibility, independency, dan fairness diharapkan mampu mendorong peningkatan kinerja keuangan, daya saing, mengurangi risiko, dan meningkatkan kepercayaan investor. Konsep indikator mekanisme corporate governance terdiri dari; kepemilikan institusional,


(32)

kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan ukuran dewan komisaris (Ujiyantho & Pramuka, 2007).

Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Shleifer dan Vishny (1997) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) berpendapat bahwa corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer. Dengan kata lain corporate governance diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan (agency cost).

Menurut Wibowo dan Tangkilisan (2004) dalam Iswati (2007), tujuan yang ingin dicapai perusahaan dalam penerapan corporate governance antara lain:

1) memaksimalkan nilai perusahaan agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat untuk mendukung iklim investasi; 2) mendorong pengelolaan perusahaan secara profesional,

transparan, dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian komisaris, direksi, dan RUPS; 3) mendorong pemegang saham, anggota komisaris, dan direksi

dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan yang dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap UU atau ketentuan yang berlaku;


(33)

4) kesadaran adanya tanggung jawab sosial perusahaan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan.

Indikator mekanisme good corporate governance dalam penelitian ini adalah kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit. Kepemilikan institusional adalah persentase saham yang dimiliki oleh institusi dari keseluruhan saham perusahaan yang beredar. Kepemilikan institusional menurut Chen & Steiner (1999) dalam Melinda dan Sutejo (2008) akan mengurangi masalah keagenan karena pemegang saham institusional akan membantu mengawasi perusahaan sehingga manajemen tidak akan bertindak merugikan pemegang saham. Di Indonesia, kepemilikan saham institusional terbagi menjadi kepemilikan institusional eksternal dan kepemikan institusional internal (Mahadwarta, 2004 dalam Melinda dan Sutejo, 2008). Kepemilikan saham eksternal adalah kepemilikan oleh lembaga investasi seperti dana pensiun, asuransi, reksadana, dan perusahaan investasi lainnya, dan menjadi bagian dari kepemilikan saham oleh publik. Kepemilikan institusional internal adalah kepemilikan saham oleh institusi bisnis seperti perseroan terbatas (PT). Jenis kepemilikan institusional dalam penelitian ini adalah kepemilikan publik.

Jumlah dewan komisaris berpengaruh terhadap efektif tidaknya pengawasan kinerja manajemen. Menurut Jansen (1993) dalam Ma’ruf (2006), jumlah dewan komisaris yang relatif kecil dapat membantu meningkatkan kinerja mereka dalam memonitor manajer. Jumlah dewan komisaris yang terlalu besar (dalam hal ini Jansen menyebutkan lebih dari


(34)

tujuh orang) tidak dapat berfungsi secara optimal dan akan lebih mudah dikontrol oleh manajer, terutama karena dewan komisaris sendiri disibukkan oleh masalah koordinasi. Jika manajer dapat mengontrol dewan komisaris serta adanya asimetris informasi maka akan leluasa bagi manajer melakukan manajemen laba.

Komite Nasional Kebijakan Governance (2004) dalam Isnanta (2008) mengungkapkan,

Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata -mata demi kepentingan perusahaan.

Proporsi dewan komisaris independen diukur dengan menggunakan indikator persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan.

Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance), BEI dalam Surat Edaran BEI No. SE-008/BEJ/12-2001 mewajibkan perusahaaan tercatat wajib memiliki komisaris independen dan komite audit. Keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya 3 anggota, seorang diantaranya komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite, sedangkan pihak lain adalah pihak eksternal yang independen dan minimal salah seorang memiliki kemampuan di bidang akuntansi dan keuangan. Komite audit


(35)

diukur dengan menggunakan indikator presentase anggota komite audit yang berasal dari luar komite audit terhadap seluruh anggota komite audit.

B. Tinjauan Peneliti Terdahulu

Penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Hasil penelitian yang dilakukan Nasution dan Setiawan (2007) pada industri perbankan selama tahun pengamatan 2000-2004 menunjukkan bahwa proporsi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris, dan keberadaan komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba. Bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Nofiani (2008) pada sektor yang sama periode tahun 2005-2006 menunjukkan bahwa komite audit dan ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan komposisi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Ujiyantho dan Pramuka (2007) dalam penelitiannya terhadap perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun 2001-2004 menunjukkan bahwa kepemilikan institusional dan ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, sedangkan kepemilikan manajerial dan keberadaan komisaris independen terbukti berpengaruh terhadap manajemen laba. Penelitian Veronica dan Utama (2006) terhadap perusahaan yang terdaftar di BEI selama periode non krisis (1995-1996 dan 1999-2002) menunjukkan bahwa komponen corporate governance (kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen, keberadaan komite audit) dan rasio hutang berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba; sedangkan kepemilikan keluarga dan pertumbuhan perusahaan


(36)

tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Sefiana (2008) dalam penelitiannya dalam sektor perbankan menunjukkan bahwa proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris, komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.

Tabel 2.1

Ringkasan Tinjauan Peneliti Terdahulu

Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian

Sylvia Veronica N.P. Siregar dan Siddharta Utama (2006) Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance terhadap Pengelolaan Laba (Earnings Management) Independen: kepemilikan keluarga, kepemilikan institusional, kapitalisasi pasar, proporsi dewan komisaris independen, keberadaan komite audit, rasio hutang, dan pertumbuhan perusahaan. Dependen: Manajemen Laba Kepemilikan keluarga, dan pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, sedangkan kepemilikan institusional, kapitalisasi pasar, proporsi dewan komisaris independen, keberadaan komite audit,dan rasio hutang berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba Muh. Arif Ujiyantho dan Bambang Agus Pramuka (2007) Mekanisme Corporate Governance,

Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan Independen: kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, keberadaan komisaris independen, ukuran dewan komisaris Dependen: Kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, keberadaan


(37)

Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan komisaris independen berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba, ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, secara simultan kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, keberadaan komisaris independen, dan ukuran dewan komisaris berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba. Marihot Nasution dan Doddy Setiawan (2007) Pengaruh Corporate Governance terhadap Manajemen Laba Di Industri Perbankan Indonesia Dependen: Manajemen Laba Independen: komposisi/proporsi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris, dan keberadaan komite audit Komposisi/propor si dewan komisaris, ukuran dewan komisaris, dan keberadaan komite audit berpengaruh terhadap tindakan manajemen laba Rina Adi Nofiani (2008) Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba di Industri Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

Dependen:

Manajemen Laba Independen: good corporate governance Komposisi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris, dan ukuran komite audit secara simultan berpengaruh signifikan terhadap

manajemen laba; secara parsial hanya ukuran


(38)

dewan komisaris dan ukuran komite audit yang

berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Eka Sefiana (2008) Pengaruh Penerapan Corporate

Governance Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan yang Telah Go Public di BEI

Independen: Proporsi Komisaris Independen, Ukuran Dewan Kkomisaris, dan Keberadaan Komite Audit Dependen: Manajemen Laba Proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris, komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba Sumber: Penulis

C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian 1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan suatu model yang menjelaskan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu.


(39)

Sumber:Penulis

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

Penelitian yang dilakukan oleh Nikmah dan Suranta (2005) dalam Martina (2009) menunjukkan bahwa institusional selaku pemilik perusahaan memiliki insentif untuk membatasi perilaku manajemen laba yang dilakukan manajer atas investasi yang telah dilakukannya, sehingga kepemilikan institusional yang lebih besar mampu melakukan mekanisme monitoring atas tindakan pengelolaan yang dilakukan oleh manajer perusahaan.

Mekanisme Good Corporate Governance

MANAJEMEN LABA

(Y) Ukuran Dewan

Komisaris (X2) Kepemilikan Institusional

(X1)

Proporsi Dewan Komisaris Independen (X3)

Komite Audit (X4)


(40)

Ukuran dewan komisaris berarti jumlah dewan komisaris yang ada dalam suatu perusahaan. Jumlah dewan komisaris yang terlalu besar akan mengurangi efektivitas pengawasan terhadap kinerja manajemen. Komite

Nasional Kebijakan Governance (2004) dalam Isnanta (2008)

mengemukakan:

Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan.

Proporsi dewan komisaris independen diukur dengan menggunakan indikator persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan. Keberadaan komisaris independen dalam perusahaan akan mengurangi tindakan manajemen laba.

Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance), BEI mewajibkan perusahaaan tercatat wajib memiliki komisaris independen dan komite audit. Keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya 3 anggota, seorang diantaranya komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite, sedangkan pihak lain adalah pihak eksternal yang independen dan minimal salah seorang memiliki kemampuan di bidang akuntansi dan keuangan. Adanya komite audit dalam suatu perusahaan akan mengurangi tindakan manajemen laba oleh pihak manajemen.


(41)

2. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1 : Kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

H2 : Ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

H3 : Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

H4 : Komite audit berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

H5 : Kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba secara simultan.


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian asosiatif kausal. Penelitian asosiatif kausal adalah penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2006 sampai tahun 2010, yaitu sebanyak 29 perusahaan. Sampel diambil dengan metode purposive sampling, yakni pemilihan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan-pertimbangan tersebut antara lain:

1. Perusahaan tersebut terlisting di Bursa Efek Indonesia;

2. Perusahaan tersebut tidak didelisting selama tahun 2006 sampai dengan 2010;

3. Perusahaan tersebut menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit tahun 2006 sampai dengan 2010;

4. Menerbitkan laporan yang memuat kepemilikan saham, dewan


(43)

Sampel yang diambil dalam penelitian ini yang memenuhi kriteria-kriteria yang ditetapkan peneliti berjumlah 21 sampel tiap tahunnya atau 105 sampel selama tahun 2006 hingga tahun 2010.

Tabel 3.1

Daftar Populasi dan Sampel Perusahaan

No. KODE Nama Perusahaan Kriteria Ket.

1 2 3 4

1 AGRO Bank Agroniaga Tbk. × √ √ √ BS

2 INPC Bank Artha Graha Internasional Tbk. √ √ √ √ S1

3 BBKP Bank Bukopin Tbk. √ √ √ √ S2

4 BNBA Bank Bumi Artha Tbk. √ √ √ √ S3

5 BABP Bank ICB Bumiputera Tbk. √ √ √ √ S4

6 BACA Bank Capital Indonesia Tbk. × √ √ √ BS

7 BBCA Bank Central Asia Tbk. √ √ √ √ S5

8 BCIC Bank Mutiara Tbk. √ √ √ × BS

9 BNGA Bank CIMB Niaga Tbk. √ √ √ √ S6

10 BDMN Bank Danamon Indonesia Tbk. √ √ √ √ S7

11 BAEK Bank Ekonomi Raharja Tbk. √ √ √ √ S8

12 BEKS Bank Eksekutif Internasional Tbk. √ √ √ √ S9

13 SDRA Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk. √ √ √ √ S10

14 BNII Bank Internasional Indonesia Tbk. √ √ √ √ S11

15 BKSW Bank Kesawan Tbk. √ √ √ √ S12

16 BMRI Bank Mandiri (Persero) Tbk. √ √ √ √ S13

17 MAYA Bank Mayapada Tbk. √ √ √ × BS

18 MEGA Bank Mega Tbk. √ √ √ √ S14

19 BBNI Bank Negara Indonesia Tbk. √ √ √ √ S15

20 NISP Bank OCBC NISP Tbk. √ √ √ √ S16

21 BBNP Bank Nusantara Parahyangan Tbk. √ √ √ √ S17

22 PNBN Bank Pan Indonesia Tbk. √ √ √ √ S18

23 BNLI Bank Permata Tbk. √ √ √ √ S19

24 BBRI Bank Rakyat Indonesia Tbk. √ √ √ √ S20

25 BSWD Bank Swadesi Tbk. √ √ √ × BS

26 BTPN Bank Tabungan Pensiunan Nasional

Tbk. × √ √ √ BS

27 BBTN Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. × √ √ √ BS


(44)

29 MCOR Bank Windu Kentjana Int'l Tbk. × √ √ √ BS

Sumber: diolah penulis

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang diambil dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang merupakan data sekunder. Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia, yait Market Directory. Data yang digunakan adalah pooled data, yaitu kombinasi antara data time series dan data cross section.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk memperoleh data sekunder dalam penelitian ini adalah studi dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan data sekunder berupa catatan-catatan, laporan keuangan, maupun informasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Data diperoleh dari internet dengan cara mengunduh laporan keuangan perusahaan perbankan dari situs serta situs masing-masing bank.

E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional menjelaskan karakteristik dari objek dalam elemen-elemen yang dapat diobservasi yang menyebabkan konsep dapat diukur dan dioperasionalisasikan dalam riset.

1. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah corporate governance yang menggunakan indikator kepemilikan institusional, ukuran


(45)

dewan komisaris independen, proporsi dewan komisaris, dan komite audit perusahaan sampel.

a. Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional adalah persentase kepemilikan saham oleh institusi bisnis tertentu pada perusahaan-perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI selama tahun 2006-2010. Kepemilikan institusional dihitung dengan menggunakan penelitian dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) sebagai berikut:

b. Ukuran Dewan Komisaris

Ukuran dewan komisaris menurut Ujiyantho dan Pramuka (2007) ditentukan berdasarkan jumlah dewan komisaris dalam perusahaan sampel industri perbankan. Nilai yang diperoleh terlebih dahulu ditransformasikan menjadi rasio dengan cara diln-kan.

c. Proporsi Dewan Komisaris Independen

Proporsi dewan komisaris independen diukur dengan menggunakan indikator persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan. Menurut Girsang (2010), proporsi dewan komisaris independen dihitung sebagai berikut:


(46)

d. Komite Audit

Komite audit diukur dengan menggunakan indikator presentase anggota komite audit yang berasal dari luar komite audit terhadap seluruh anggota komite audit. Komite audit dalam penelitian ini didasarkan pada penelitian Girsang (2010), sebagai berikut:

2. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah manajemen laba. Manajemen laba diartikan sebagai intervensi manajemen dalam pengelolaan kekayaan perusahaan untuk kepentingannya. Manajemen laba dalam penelitian ini diukur dengan dasar rasio akrual kerja dengan penjualan berdasarkan penelitian Girsang (2010), yang secara matematis dapat digambarkan sebagai berikut:

Keterangan:

∆AL = Perubahan aktiva lancar pada periode t ∆HL = Perubahan hutang lancar pada periode t


(47)

∆Kas = Perubahan kas dan ekuivalen kas pada periode t Tabel 3.2

Ringkasan Definisi Operasional dan Pengukurannya No. Jenis

Variabel

Nama Variabel

Definisi Skala

Pengukuran 1. Independen Kepemilikan

Institusional

Persentase kepemilikan saham perusahaan oleh institusi bisnis tertentu

Rasio

2. Independen Ukuran Dewan Komisaris

Jumlah keseluruhan dewan komisaris dalam masing-masing perusahaan sampel

Nominal

3. Independen Proporsi Dewan Komisaris

Persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan

Rasio

4. Independen Komite Audit Presentase anggota komite audit yang berasal dari luar komite audit terhadap seluruh anggota komite audit

Rasio

5. Dependen Manajemen

Laba

Potensi penggunaan manajemen akrual dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi

Rasio

Sumber: data diolah penulis

F. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode statistik, yaitu analisis regresi linier berganda untuk mengukur pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Model regresi linier berganda yang digunakan adalah sebagai berikut:


(48)

Keterangan :

Y = Manajemen Laba

a = Konstanta

b1, b2, b3, b4 = Koefisien Regresi

X1 = Kepemilikan Institusional

X2 = Ukuran Dewan Komisaris

X3 = Proporsi Dewan Komisaris Independen

X4 = Komite Audit

ε = Faktor pengganggu

1. Uji Asumsi Klasik

Secara teoritis model yang digunakan dalam penelitian ini akan menghasilkan parameter praduga yang sahih apabila dipenuhi asumsi normalitas dan tidak terjadi autokorelasi, multikolenieritas, dan heterokedastisitas.

a. Uji Normalitas

Ghozali (2006) berpendapat bahwa uji normalitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Menurut Ghozali (2006) ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak, yaitu analisis grafik dan analisis statistik. Dalam analisis grafik, distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan plotting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data


(49)

sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. Untuk analisis statistik, dapat dilakukan dengan melihat nilai Kolmogorov Smirnov, yakni jika nilai signifikan atau Sig. atau probabilitas < 0.05 maka distribusi data dikatakan tidak normal. Sebaliknya jika nilai signifikan atau sig. atau probabilitas > 0.05, distribusi data dikatakan normal.

b. Uji Autokorelasi

Autokorelasi atau korelasi serial diartikan sebagai korelasi yang terjadi di antara anggota observasi yang terletak berderetan (jika datanya time series) atau korelasi antara tempat yang berdekatan (jika datanya cross sectional). Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi digunakan uji Durbin Watson dari program SPSS. Data tidak mengalami gejala autokorelasi jika nilai D-W di antara du dan 4-du. Dasar pengambilan keputusan ada tidaknya gejala autokorelasi dapat dilihat berdasarkan tabel berikut:

Hipotesis nol Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < D-W < dl Tidak ada autokorelasi positif No decision dl ≤ D-W ≤ du Tidak ada autokorelasi positif Tolak 4-dl < D-W < 4 Tidak ada autokorelasi positif No decision 4-du ≤ D-W ≤ 4-dl Tidak ada autokorelasi, positif atau

negatif

Tidak ditolak du < D-W < 4-du Sumber: Ghozali (2006)

c. Uji Multikolinearitas

Tujuan uji multikolinearitas menurut Ghozali (2006) adalah untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi


(50)

antar variabel independen. Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan VIF antar variabel independen. Jika VIF menunjukkan angka > 10, hal itu berarti terdapat gejala multikolinearitas. Data tidak mengalami gejala multikolinearitas jika nilai tolerance > 0.10 (Ghozali: 2006).

d. Uji Heterokedastisitas

Uji Heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas, dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas (Ghozali, 2006).

Metode yang digunakan untuk mendeteksi heterokedastisitas adalah menggunakan grafik plot antara nilai terikat (ZPRED) dengan residunya (SRESID). Deteksi ada tidaknya heterokedastisitas adalah dengan melihat ada tidaknya pola tertentu yang teratur di dalam grafik scatterplot antara SRESIS dengan ZPRED di mana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu X adalah residunya. Jika ada pola tertentu, maka mengindikasikan bahwa terjadi heterokedastisitas. Begitu juga sebaliknya, jika tidak ada pola tertentu, maka tidak terjadi heterokedastisitas.


(51)

2. Pengujian Hipotesis

Untuk menguji ada tidaknya pengaruh yang signifikan dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen, dilakukan beberapa uji signifikansi, yaitu uji koefisien determinasi, parsial, dan simultan.

a. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi digunakan untuk menguji goodness-fit dari model regresi, yakni seberapa jauh kemampuan model menerangkan variasi variabel independen (Ghozali, 2006). Nilai koefisien determinasi dapat dilihat pada R Square. Jika nilai R Square lebih besar dari 0.5, model dikatakan baik. Nilai R Square berkisar antara 0 dan 1.

b. Uji Parsial (Uji T)

Menurut Suharyadi (2003), “uji parsial bertujuan untuk menguji apakah suatu variabel bebas berpengaruh atau tidak terhadap variabel tidak bebas”. Suatu variabel akan berpengaruh nyata apabila t-hitung lebih besar dari t-tabel (t-hitung > t-tabel) untuk α= 5%. Dan sebaliknya variabel tidak berpengaruh apabila t-hitung lebih kecil dari t-tabel (t-hitung < t-tabel) untuk α= 5%.

c. Uji Simultan (Uji F)


(52)

Uji simultan (Uji F) dimaksudkan untuk melihat kemampuan menyeluruh dari variabel bebas untuk dapat atau mampu menjelaskan tingkah laku atau keragaman variabel tidak bebas. Uji ini juga dimaksudkan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas memiliki koefisien regresi sama dengan nol.

H0 diterima dan H1 ditolak apabila F-hitung > F-tabel untuk α= 5% H0 ditolak dan H1 diterima apabila F-hitung < F-tabel untuk α= 5%

G. Jadwal Penelitian

Tabel 3.3 Jadwal Penelitian Tahapan Penelitian Nov. 2010 Des. 2010 Jan. 2011 Feb. 2011 Mar. 2011 Apr 2011 Mei. 2011 Juni 2011 Pengajuan Proposal Skripsi Bimbingan Proposal Skripsi Seminar Proposal Skripsi Pengumpulan & Pengelolaan Data Bimbingan Skripsi Penyelesaian Laporan Penelitian Ujian Meja Hijau


(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Penelitian

B. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode analisis statistik dengan menggunakan analisis persamaan regresi berganda, yakni studi mengenai ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen (bebas), yang bertujuan untuk mengestimasi dan/atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Gujarati, 2003 dalam Ghozali, 2006). Analisis data dimulai dengan mengolah data mentah yang diperoleh dari Excel. Selanjutnya dilakukan pengujian asumsi klasik dan uji hipotesis dengan menggunakan regresi berganda. Pengujian asumsi klasik dan regresi berganda dilakukan dengan menggunakan sotware SPSS versi 17. Prosedur pengujian dimulai dengan memasukkan data yang akan diuji ke dalam program SPSS, yang kemudian akan menghasilkan output-output sesuai dengan metode analisis yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun jumlah perusahaan perbankan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, yang dipilih berdasarkan metode purposive sampling (berdasarkan kriteria tertentu), berjumlah 21 perusahaan untuk setiap tahunnya, atau 105 perusahaan selama lima tahun berturut-turut, yakni tahun 2006 sampai tahun 2010. Analisis Hasil Penelitian


(54)

1. Statistik Deskriptif

Penelitian ini menggunakan data sekunder sampel perusahaan perbankan yang diunduh dari website diambil berupa laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan perbankan setiap tahunnya, dari tahun 2006 sampai tahun 2010. Penelitian ini menggunakan manajemen laba (earnings management) yang selanjutnya disebut EM sebagai variabel dependen (terikat) dan mekanisme corporate governance yang diproksikan ke dalam komponen-komponen penyusunnya, yakni proporsi kepemilikan institusional (institutional ownership) yang selanjutnya disebut INSTOWN, ukuran dewan komisaris yang selanjutnya disebut Size, proporsi dewan komisaris independen yang selanjutnya disebut Prop, dan komite audit yang selanjutnya disebut Audit. Statistik deskriptif dari variabel tersebut di atas dapat dilihat dari table 4.1 berikut.

Tabel 4.1

Statistik Deskriptif Variabel-variabel Selama Tahun 2006 sampai Tahun 2010

Descriptive Statistics

N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation

EM 105 8.84 -2.44 6.40 1.1368 1.15913

INSTOWN 105 .55 .00 .55 .2382 .15018

Size 105 9.00 2.00 11.00 5.3524 2.05211

Prop 105 .71 .29 1.00 .5393 .15483

Audit 105 .67 .00 .67 .3759 .13771

Valid N (listwise) 105


(55)

Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 105, yang dapat dilihat dari nilai N. Berikut akan dijelaskan perincian deskriptif statistik yang telah diolah:

a. Variabel manajemen laba (EM) memiliki nilai minimum -2.44 dan maksimum 6.40 yang berarti bahwa perusahaan perbankan di Indonesia masih melakukan tindakan manajemen laba baik dengan cara menurunkan laba (nilai earnings management negatif) maupun menaikkan laba (nilai earnings management positif) dengan rata-rata manajemen laba sebesar 1.1368 dan jumlah sampel (N) adalah 105;

b. Variabel kepemilikan institusional (INSTOWN) memiliki nilai minimum 0.00 yang menunjukkan bahwa masih ada perusahaan perbankan yang belum menyertakan publik dalam kepemilikan sahamnya dan maksimum 0.55 yang berarti proporsi kepemilikan institusional dalam perbankan di Indonesia paling besar 55% dengan rata-rata sebesar 0.2382 dan jumlah sampel (N) adalah 105; c. Variabel ukuran dewan komisaris (size) memiliki nilai minimum

2.00 dan maksimum 11.00 yang berarti jumlah dewan komisaris yang dimiliki perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI paling sedikit dua orang dan paling banyak sebelas orang dengan rata-rata sebesar 5.3524 dan jumlah sampel (N) adalah 105;

d. Variabel proporsi dewan komisaris independen (prop) memiliki nilai minimum 0.29 dan maksimum 1.00 berarti masih ada


(56)

perusahaan perbankan Indonesia yang terdaftar di BEI yang memiliki komisaris independen yang sangat kecil yakni hanya 29% dari total anggota dewan komisaris, meskipun ada juga yang memiliki komposisi dewan komisaris yang independen seluruhnya dengan rata-rata sebesar 0.5393 dan jumlah sampel (N) adalah 105; e. Variabel komite audit (audit) memiliki nilai minimum 0.00 dan

maksimum 0.67 yang menunjukkan bahwa masih ada perusahaan perbankan Indonesia yang terdaftar di BEI yang belum memiliki komite audit selama tahun pengamatan dengan rata-rata sebesar 0.3855 dan jumlah sampel (N) adalah 105.

2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Penelitian ini menggunakan dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak, yakni dengan menggunakan analisis grafik dan analisis statistik. Berikut adalah hasil analisis grafik variabel pengganggu atau residual dalam model regresi berganda yang digunakan.


(57)

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 17, 2011 Gambar 4.1 Grafik Histogram


(58)

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 17, 2011 Gambar 4.2

Grafik Normal Plot

Grafik histogram dan grafik normal plot di atas menunjukkan bahwa variabel pengganggu atau residualnya berdistribusi normal, Dengan melihat tampilan grafik histogram di atas dapat disimpulkan bahwa kurva histogramnya tidak menceng ke kiri maupun ke kanan. Sedangkan pada grafik normal plot terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal, sehingga dapat disimpulkan bahwa data dalam model regresi telah terdistribusi secara normal.


(59)

Analisis statistik yang digunakan adalah uji Kolmogorov Smirnov dengan pedoman sebagai berikut: 1) data dikatakan terdistribusi normal jika nilai signifikansi atau Sig. atau probabilitas > 0.05, dan 2) data dikatakan tidak terdistribusi normal jika nilai signifikansi atau Sig. atau probabilitas < 0.05. Berikut adalah hasil pengujian menggunakan analisis Kolmogorov Smirnov.

Tabel 4.2

Nonparametric-test Kolmogorov-Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 105

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation 1.11722363

Most Extreme Differences Absolute .107

Positive .107

Negative -.100

Kolmogorov-Smirnov Z 1.097

Asymp. Sig. (2-tailed) .180

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 17, 2011

Tabel di atas menunjukkan bahwa data dalam model regresi telah terdistribusi secara normal yang dapat dilihat dari nilai signifikansinya lebih besar dari 0.05, yakni 0.180.

b. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun yang berkaitan satu dengan yang


(60)

lainnya. Hal ini sering ditemukan pada time series. Cara yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dalam penelitian ini adalah uji Durbin – Watson (DW Test). Hasil pengolahan data adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3

Hasil Uji Durbin-Watson

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .266a .071 .034 1.13935 2.216

a. Predictors: (Constant), Audit, ln_size, Prop, INSTOWN b. Dependent Variable: EM

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 17, 2011

Hasil pengujian di atas menunjukkan bahwa nilai Durbin-Watson adalah 2.216. Nilai ini akan kemudian diuji berdasarkan ketentuan ada tidaknya gejala autokorelasi, yakni jika nilai Durbin-Watson (D-W) ada pada batas du (atas) dan 4-du (du < D-W < 4-du), model regresi tidak mengalami gejala autokorelasi. Nilai signifikansi yang digunakan adalah 5% dengan jumlah sampel 105 (n=105) dan jumlah variabel independen sebanyak empat (k=4), maka dari tabel data statistik Durbin-Watson diperoleh nilai batas bawah (dl) sebesar 1.679 dan nilai batas atas (du) sebesar 1.758. Nilai D-W (2.216) berada di antara du (1.758) dan 4-du (2.242) atau 1.758 < 2.216 < 2.242. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak mengalami gejala autokorelasi, sehingga pengujian dapat dilanjutkan.


(61)

c. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebasnya. Hal ini dapat diketahui dengan melihat nilai tolerance dan VIF data yang diolah. Hasil pengujian multikolinearitas dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut.

Tabel 4.5 Koefisien Model

Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant)

INSTOWN .883 1.133

ln_size .985 1.015

Prop .890 1.124

Audit .979 1.022

a. Dependent variable: EM

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 17, 2011

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa tidak terjadi gejala multikolinearitas dalam model regresi yang digunakan. Hal ini terlihat dari nilai tolerancenya yang kurang dari 0.10. Nilai VIF juga menunjukkan hal tersebut, bahwa tidak ada satupun variabel independennya yang memiliki nilai VIF yang lebih besar dari 10. Tabel berikut akan menguatkan bahwa tidak terdapat gejala multikolinearitas dalam model regresi ini.


(62)

Tabel 4.6 Koefisien Korelasi

Coefficient Correlationsa

Model Audit ln_size Prop INSTOWN

1 Correlations Audit 1.000 -.073 -.058 -.096

ln_size -.073 1.000 .052 .072

Prop -.058 .052 1.000 -.313

INSTOWN -.096 .072 -.313 1.000

Covariances Audit .673 -.016 -.036 -.062

ln_size -.016 .072 .011 .015

Prop -.036 .011 .585 -.190

INSTOWN -.062 .015 -.190 .627

a. Dependent Variable: EM

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 17, 2011

Tabel 4.6 di atas menguatkan bahwa tidak terdapat korelasi yang cukup tinggi antar variabel independennya, yakni nilai korelasi antar variable tidak ada yang melebihi 0.5. Hal ini berarti tidak terdapat gejala multikolinearitas dalam model regresi yang digunakan, sehingga penelitian dapat dilanjutkan.

d. Uji Heteroskedastisitas

Data yang layak diuji harus bebas dari gejala heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Cara yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya gejala heteroskedastisitas dalam penelitian ini adalah dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat, dalam hal ini


(63)

adalah manajemen laba (EM), yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID.

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 17, 2011 Gambar 4.3

Grafik Plot Uji Heteroskedastisitas

Grafik di atas menunjukkan bahwa dalam model regresi tidak terdapat gejala heteroskedastisitas. Hal ini dapat dilihat dari persebaran titik-titik yang terjadi secara tidak teratur dan tidak membentuk pola tertentu, serta titik-titik tersebut menyebar di atas dan di bawah angka nol sumbu Y. Dari pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala heteroskedastisitas dan pengujian dapat dilanjutkan.


(64)

3. Analisis regresi

Hasil pengujian asumsi klasik di atas menunjukkan bahwa model regresi telah memenuhi model estimasi yang Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) dan layak dilakukan analisis regresi. Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis regresi berganda. Pengolahan data menggunakan program SPSS 17. Hasil analisis akan diuraikan berikut ini.

a. Persamaan Regresi

Pengolahan data dengan menggunakan regresi linear lebih dulu dilakukan beberapa tahapan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen, dalam hal ini manajemen laba (EM), dengan variabel independennya, yakni mekanisme good corporate governance yang diproksikan ke dalam kepemilikan institusional (INSTOWN), ukuran dewan komisaris (Size), proporsi dewan komisaris independen (Prop), dan komite audit (Audit). Hasil regresi dapat dilihat dari tabel berikut.


(65)

Tabel 4.7 Analisis Hasil Regresi

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 1.007 .657 1.533 .128

INSTOWN 1.957 .792 .253 2.471 .015

ln_size -.194 .268 -.070 -.724 .471

Prop -.061 .765 -.008 -.079 .937

Audit .016 .820 .002 .019 .985

a. Dependent Variable: EM

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 17, 2011

Berdasarkan hasil pengolahan data di atas, diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:

ManajemenLaba=1.007+1.957INSTOWN–0.194Size–0.061Prop+0.016Audit+

ε

Keterangan:

1) Konstanta sebesar 1.007 menunjukkan bahwa bila tidak ada variabel independen (X1=X2=X3=X4=0), akan terjadi manajemen laba sebesar 1.007;

2) Nilai b1 sebesar 1.957 menunjukkan bahwa setiap kenaikan kepemilikan institusional sebesar 1% akan diikuti kenaikan manajemen laba sebesar 1.957 dengan asumsi variabel lain tetap; 3) Nilai b2 sebesar -0.194 menunjukkan bahwa setiap peningkatan

ukuran dewan komisaris dalam perusahaan sebesar 1% akan diikuti penurunan tindakan manajemen laba sebesar 0.194 dengan asumsi variabel lainnya tetap;


(66)

4) Koefisien regresi b3 sebesar -0.061 menunjukkan bahwa setiap peningkatan proporsi dewan komisaris independen sebesar 1% akan menyebabkan penurunan tindakan manajemen laba sebesar 0.061 dengan asumsi variabel lain tetap;

5) Koefisien regresi b4 sebesar 0.016 menunjukkan bahwa setiap peningkatan proporsi komite audit independen sebesar 1% akan meningkatkan manajemen laba sebesar 0.016 dengan asumsi variabel lain tetap.

b. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengukur sejauh mana kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependennya. Nilai koefisien determinasi berkisar antara 0 dan 1. Semakin kecil nilai koefisien determinasi (semakin mendekati nol) berarti semakin terbatas kemampuan variabel independen menjelaskan variasi variabel dependennya. Koefisien determinasi dikatakan kuat jika nilainya lebih besar dari 0.5.

Tabel 4.8

Analisis Koefisien Determinasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .266a .071 .034 1.13935 2.216

a. Predictors: (Constant), Audit, ln_size, Prop, INSTOWN b. Dependent Variable: EM


(67)

Tabel 4.8 menunjukkan nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0.266. Hal ini bararti bahwa hubungan antara manajemen laba dengan mekanisme good corporate governance yang diproksikan ke dalam kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan proporsi komite audit tidak begitu kuat karena berada di bawah 0.5. Hubungan antara manajemen laba dan mekanisme good corporate governance hanya 26.6%. Nilai R Square atau koefisien determinasi adalah 0.071 (diperoleh dari 0.266×0.266), yang berarti bahwa manajemen laba hanya bias diterangkan oleh mekanisme good corporate governance sebesar 7.1% saja, sedangkan 92.9% (100% - 7.1%) dijelaskan oleh sebab-sebab lain. Standard Error of the Estimate (SEE) adalah 1.13935, dan lebih kecil daripada standar deviasi manajemen laba (EM) yaitu 1.15913 (lihat tabel 4.1). Hal ini berarti model regresi dapat digunakan. Semakin tinggi nilai SEE, semakin tinggi pula ketidaktepatan model regresi memprediksi variabel dependennya.

c. Uji Parsial (Uji t)

Uji t digunakan untuk menguji pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Hasil pengolahan SPSS menunjukkan hasil sebagai berikut:


(68)

Tabel 4.9

Hasil Uji Parsial (Uji t)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 1.007 .657 1.533 .128

INSTOWN 1.957 .792 .253 2.471 .015

ln_size -.194 .268 -.070 -.724 .471

Prop -.061 .765 -.008 -.079 .937

Audit .016 .820 .002 .019 .985

a. Dependent Variable: EM

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 17, 2011

Hasil uji parsial (uji t) dalam tabel di atas menunjukkan bahwa hanya variabel kepemilikan institusional yang berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, yang dapat dilihat dari perbandingan antara t tabel dan t hitung, yakni t-tabel < t-hitung, dengan nilai t-tabel 1.983071 dan t-hitung 2.471 serta tingkat signifikansi yang berada di bawah 0.05. Ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan proporsi komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba secara parsial, yang dapat dilihat dari nilai signifikansinya yang jauh di atas 0.05. Pengujian masing-masing variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat akan dijelaskan sebagai berikut:

1) Pengaruh kepemilikan institusional terhadap manajemen laba diuji dengan menggunakan hipotesis berikut:

Ha: bX1 = 0, artinya kepemilikan institusional tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap manajemen laba.


(69)

H1: bX1 ≠ 0, artinya kepemilikan institusional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba.

Dengan kriteria sebagai berikut:

Ha diterima jika t hitung < t tabel untuk α = 5% atau signifikani > 0.05 H1 diterima jika t hitung > t tabel untuk α = 5% atau signifikansi < 0.05

a) Nilai t-hitung 2.471 menunjukkan bahwa peningkatan

kepemilikan institusional akan meningkatkan tindakan manajemen laba secara umum.

b) Nilai t-tabel diperoleh dengan menggunakan Microsoft Excel, yakni dengan rumus TINV (0.05, 100), yaitu 1.983971.

c) Nilai t-hitung > t-tabel (2.471 > 1.983971) artinya H1 diterima yakni kepemilikan institusional (INSTOWN) mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI pada tingkat kepercayaan 95%.

d) Nilai signifikansi 0.16 menunjukkan bahwa pengaruh yang diberikan kepemilikan institusional (INSTOWN) terhadap manajemen laba adalah signifikan, yakni > 0.05.

2) Pengaruh ukuran dewan komisaris (ln_size) terhadap manajemen laba diuji dengan hipotesis sebagai berikut:

Ha: bX2 = 0, artinya ukuran dewan komisaris tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap manajemen laba.


(1)

Hasil Uji Normalitas: Nonparametric-test Kolmogorov-Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 105

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation 1.11722363

Most Extreme Differences Absolute .107

Positive .107

Negative -.100

Kolmogorov-Smirnov Z 1.097

Asymp. Sig. (2-tailed) .180

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


(2)

(3)

(4)

Hasil Uji Multikolinearitas Data

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

INSTOWN .883 1.133

ln_size .985 1.015

Prop .890 1.124

Audit .979 1.022

a. Dependent Variable: EM

Coefficient Correlationsa

Model Audit ln_size Prop INSTOWN

1 Correlations Audit 1.000 -.073 -.058 -.096

ln_size -.073 1.000 .052 .072

Prop -.058 .052 1.000 -.313

INSTOWN -.096 .072 -.313 1.000

Covariances Audit .673 -.016 -.036 -.062

ln_size -.016 .072 .011 .015

Prop -.036 .011 .585 -.190

INSTOWN -.062 .015 -.190 .627


(5)

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Lampiran III.6

Hasil Uji Autokorelasi dan Model Regresi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson


(6)

Hasil Uji t

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 1.007 .657 1.533 .128

INSTOWN 1.957 .792 .253 2.471 .015

ln_size -.194 .268 -.070 -.724 .471

Prop -.061 .765 -.008 -.079 .937

Audit .016 .820 .002 .019 .985

a. Dependent Variable: EM

Lampiran III.8

Hasil Uji F

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 9.920 4 2.480 1.911 .115a

Residual 129.812 100 1.298

Total 139.732 104

a. Predictors: (Constant), Audit, ln_size, Prop, INSTOWN b. Dependent Variable: EM


Dokumen yang terkait

Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance and Profitabilitas Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 36 92

Analisis pengaruh mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba (studi empiris perusahaan sektor perbankan yang terdaftar di BEI)

2 33 138

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2013.

0 6 14

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2013.

0 1 13

PENDAHULUAN Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2013.

0 4 8

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE DAN PROFITABILITAS TERHADAP MANAJEMEN LABA Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Dan Profitabilitas Terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia).

0 1 15

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 1 7

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 0 14

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI).

0 0 15

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA INDUSTRI PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BEI

0 0 19