KORELASI KECERDASAN EMOSIONAL (EMOTIONAL QUATION) TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA YANG DITINJAU DARI METODE YANG DIGUNAKAN GURU DI KELAS X SMA SE-KOTA MEDAN T.P 2011/2012.

(1)

KORELASI KECERDASAN EMOSIONAL (EMOTIONAL QUATION) TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA YANG DITINJAU

DARI METODE YANG DIGUNAKAN GURU DI KELAS X SMA SE-KOTA MEDAN

T.P 2011/2012

Oleh: Sri Juita M.Sitopu

NIM 408121094

Program Studi Pendidikan Fisika

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN 2012


(2)

(3)

RIWAYAT HIDUP

Sri Juita M. Sitopu lahir di Tebing Tinggi pada tanggal 31 Desember 1989. Ayah bernama B. Sitopu dan ibu bernama B. Naibaho dan merupakan anak ke enam dari enam bersaudara. Pada tahun 1996, penulis masuk SD Negeri No. 095237 Pondok Hombing Kec. Silau Kahean Kab. Simalungun dan lulus pada tahun 2002. Kemudian pada tahun yang sama, penulis melanjutkan sekolah di SMP Sw. Katolik Budi Murni 1 Medan, lulus tahun 2005.

Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMA Sw.Katolik Budi Murni 1 Medan dan lulus tahun 2008. Kemudian pada tahun 2008, penulis diterima di Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan dan lulus pada tanggal 13 Agustus 2012.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas segala rahmat dan berkat-Nya yang memberikan hikmat dan kesehatan kepada penulis hingga penelitian ini dapat selesai tepat pada waktunya. Skripsi berjudul “Korelasi Kecerdasan Emosional (Emotional Quation) Terhadap Hasil Belajar Yang Ditinjau dari Metode yang digunakan Guru di Kelas X SMA Se-Kota Medan T.A 2011/2012”. Skripsi ini disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unimed.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi, mulai dari pengajuan judul proposal penelitian sampai penyusunan skripsi, antara lain Bapak Drs. Nurdin Siregar, M.S selaku Dosen Pembimbing Skripsi. Beliau telah banyak memberikan bimbingan dan saran-saran kepada penulis. Kepada Ibu Dr. Derlina, M.Si, Bapak Drs. Khairul Amdani, M.Si, Ibu Rita Juliani, M.Si, selaku pembanding I, II dan III yang telah banyak memberikan saran dan masukan selama penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Drs. Makmur Sirait, M.Si, selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan memotivasi penulis selama perkuliahan, dan juga kepada Bapak/Ibu Dosen di Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, khususnya di jurusan fisika selama penulis mengikuti perkuliahan. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada kepala sekolah beserta guru-guru di sekolah yang menjadi tempat penelitian penulis, karena telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan bersedia bekerjasama selama penelitian dilakukan.

Skripsi ini penulis persembahkan untuk keluarga. Teristimewa penulis mengucapkan terima kasih kepada yang tercinta ayahanda B. Sitopu dan Ibunda B. Naibaho, Kak Lince, Abang Anton, Abang Carlos, Abang Jater, Abang Radison serta keluarga yang senantiasa memberikan,dukungan motivasi dan doa yang tulus kepada penulis dalam menyelesaikan studi di UNIMED hingga selesainya skripsi ini.


(5)

Rasa terima kasih juga saya tujukan kepada:

 Yang terkasih : Joni Antonius Tarigan yang selalu setia membantu, mendoakan dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. “we have been through many laughs, tears, happiness and

sadness while creating this thesis. Thankyu for all of you have done

to me”.

 Sahabatku Eryca Manalu yang memberikan semangat, mendukung dan mendoakan dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih sudah menjadi sahabatku sejak SMP.

 Teman- teman penulis Natalia Hutahaean, Agus Ridhoi, Fajrul Ginting, Lia Kartika Sibarani, Erta Sri Wahyu, Evi Elisabeth Purba serta teman-teman seperjuangan DIK B 2008 yang selalu memberikan semangat dan dukungan hingga selesainya skripsi ini. Rasa terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman NHKBP Rogate yang telah memberikan semangat serta doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan skripsi ini. Kiranya skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan dunia pendidikan.

Medan, Agustus 2012

Penulis,

Sri Juita M.Sitopu NIM. 408121094


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan i

Riwayat Hidup ii

Abstrak iii

Kata Pengantar iv

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Grafik x

Daftar Lampiran xi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Identifikasi Masalah 5

1.3. Batasan Masalah 5

1.4. Rumusan Masalah 6

1.5. Tujuan Penelitian 6

1.6. Manfaat Penelitian 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8

2.1.Kerangka Teoritis 8

2.1.1 Pengertian Kecerdasan 8

2.1.2 Kecerdasan Emosional 9

2.1.2.1 Pengertian Emosi 9

2.1.2.2 Pengertian Kecerdasan Emosional 10

2.1.3 Faktor Kecerdasan Emosional 13

2.1.4. EQ Versus IQ 14

2.1.5 Keterkaitan antara Kecerdasan Emosional dengan hasil

Belajar pada siswa SMU 15

2.1.6 Kontribusi Kecerdasan Emosi Terhadap Hasil Belajar Fisika 17

2.2. Metode Pembelajaran 17

2.3. Pengertian Belajar 20

2.4. Hasil Belajar 21

2.5. Kerangka Konseptual 21

2.6. Hipotesis 22

BAB III METODE PENELITIAN 23

3.1. Tempat dan Waktu penelitian 23

3.1.1 Tempat Penelitian 23

3.1.2 Waktu Penelitian 23


(7)

vii

3.2.1 Populasi Penelitian 23

3.2.2 Sampel Penelitian 23

3.3. Variabel Penelitian 24

3.4. Alat Pengumpulan Data 24

3.4.1 Angket(Quetionary) 24

3.4.2 Hasil Belajar Siswa 25

3.5. Jenis dan Desain Penelitian 25

3.5.1 Jenis Penelitian 25

3.5.2 Desain Penelitian 26

3.6 . Prosedur Penelitian 26

3.6.1 Persiapan 26

3.6.2 Pengumpulan Data 26

3.7. Teknik Analisis Data 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 31

4.1. Hasil Penelitian 31

4.1.1 Skor Angket Kecerdasan Emosional Siswa 31

4.1.2 Nilai Hasil Belajar Fisika Siswa 39

4.1.3 Korelasi Kecerdasan Emosional Terhadap Hasil Belajar 47 4.1.4 Korelasi Kecerdasan Emosional Terhadap Hasil Belajar

Siswa Kelas X SMA Se- Kota Medan 50

4.2.Pembahasan Hasil Penelitian 51

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 53

5.1. Hasil Penelitian 53

5.2. Saran 53


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.4.1.1 Kisi-kisi Angket 25

Tabel 3.4.1.2 Jawaban Angket 25

Tabel 3.7.1. Interpretasi Nilai 29

Tabel 3.7.2 Analisis Varians Untuk Uji Kelinearan dan Keberartian Regresi 30

Tabel 4.1. 1.1 Bobot Nilai Angket Kecerdasan Emosional Siswa Kelas X SMA N 4 Medan 31

Tabel 4.1.1.2 Bobot Nilai Angket Kecerdasan Emosional Siswa Kelas X SMA N 12 Medan 32

Tabel 4.1.1.3 Bobot Nilai Angket Kecerdasan Emosional Siswa Kelas X SMA N 17 Medan 34

Tabel 4.1.1.4 Bobot Nilai Angket Kecerdasan Emosional Siswa Kelas X SMA Sw. Budi Murni 1 Medan 35

Tabel 4.1.1.5 Bobot Nilai Angket Kecerdasan Emosional Siswa Kelas X SMA Sw. Harapan Baru Medan 36

Tabel 4.1.1.6 Bobot Nilai Angket Kecerdasan Emosional Siswa Kelas X SMA Sw. Kartika I-2 Medan 38

Tabel 4.1.2.1 Nilai Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA N 4 Medan 39

Tabel 4.1.2.2 Nilai Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA N 12 Medan 40

Tabel 4.1.2.3 Nilai Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA N 17 Medan 42

Tabel 4.1.2.4 Nilai Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA Sw. Budi Murni 1 Medan 43

Tabel 4.1.2.5 Nilai Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA Sw. Harapan Baru Medan 44

Tabel 4.1.2.6 Nilai Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA Sw. Kartika I-2 Medan 45

Tabel 4.1.3.1 Korelasi Kecerdasan Emosional Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA N 4 Medan 47

Tabel 4.1.3.2 Korelasi Kecerdasan Emosional Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA N 12 Medan 47

Tabel 4.1.3.3 Korelasi Kecerdasan Emosional Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA N 17 Medan 48

Tabel 4.1.3.4 Korelasi Kecerdasan Emosional Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA Sw.Budi Murni 1 Medan 48 Tabel 4.1.3.5 . Korelasi Kecerdasan Emosional Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA Sw.Harapan Baru Medan 49 Tabel 4.1.3.6 Korelasi Kecerdasan Emosional Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA Sw.Kartika I-2 Medan 49

Tabel 4.1.4.1 Rata-rata Emosional Quation dan Hasil Belajar FisikaSiswa Kelas X SMA Se-Kota Medan 50

Tabel 4.1.4.2 Korelasi Kecerdasan Emosional Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA Se-Kota Medan 50


(9)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Angket Kecerdasan Emosional 56

Lampiran 2. Angket Guru 59

Lampiran 3. Data Korelasi Kecerdasan Emosional dan

Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA N 4 Medan 61 Lampiran 4. Data Korelasi Kecerdasan Emosional dan

Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA N 12 Medan 63 Lampiran 5. Data Korelasi Kecerdasan Emosional dan

Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA N 17 Medan 65 Lampiran 6. Data Korelasi Kecerdasan Emosional dan Hasil Belajar

Fisika Siswa Kelas X SMA Sw. Budi Murni 1 Medan 67 Lampiran 7. Data Korelasi Kecerdasan Emosional dan Hasil Belajar

Fisika Siswa Kelas X SMA Sw.Kartika I-2 Medan 69 Lampiran 8. Data Korelasi Kecerdasan Emosional dan Hasil Belajar

Fisika Siswa Kelas X SMA Sw.Harapan Baru Medan 71 Lampiran 9. Deskriptif Statistik Data Penelitian 72

Lampiran 10. Uji Normalitas 73

Lampiran 11. Persamaan Regresi Data Penelitian 75

Lampiran 12. Uji Kelinearan dan Uji Keberartian Regresi 77

Lampiran 13. Uji Hipotesis Data Penelitian 78

Lampiran 14. Tabulasi Angket Kecerdasan Emosional 80

Lampiran 15. Dokumentasi 92

Lampiran 16. Tabel Distribusi F 98


(10)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses perbuatan, dan cara mendidik. Dengan memperoleh pendidikan, anak didik diharapkan dapat dilatih untuk memecahkan masalah. Untuk itu, masalah intelligensi merupakan salah satu masalah pokok, sehingga tidak heran jika masalah tersebut banyak dibahas orang. Peranan intelligensi dalam proses pendidikan dianggap demikian penting sehingga dapat dipandang menentukan keberhasilan seseorang dalam belajar, tetapi ada juga yang menganggap intelligensi tidak begitu berpengaruh terhadap hal tersebut. Tetapi pada umumnya orang berpendapat, bahwa intelligensi merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan keberhasilan seseorang dalam belajar, terlebih pada waktu anak tersebut masih sangat muda, maka intelligensi sangat besar pengaruhnya (Suryabrata, 2004:v).

Praktek pendidikan di Indonesia cenderung lebih berorientasi pada pendidikan berbasis hard skill (keterampilan teknis) yang lebih bersifat mengembangkan Intelligence Quation (IQ), namun kurang mengembangkan kemampuan soft skill yang tertuang dalam Emotional Intelligence (EQ), dan spritual intelligence (SQ). Pembelajaran diberbagai sekolah bahkan perguruan tinggi lebih menekankan pada perolehan nilai hasil ulangan atau ujian. Banyak guru yang memiliki persepsi bahwa peserta didik yang memiliki kompetensi yang baik adalah yang nilai hasil ulangan atau ujiannya tinggi (Aqib, Zainal, 2011:6)

Intelligensi sebagai unsur kognitif dianggap memegang peranan yang cukup penting. Bahkan kadang-kadang timbul anggapan yang menempatkan intelligensi dalam peranan yang melebihi proporsi sebenarnya. Sebagian orang bahkan menganggap bahwa hasil tes intelligensi yang tinggi merupakan jaminan kesuksesan dalam belajar sehingga bila terjadi kasus kegagalan dalam belajar pada anak yang memiliki IQ tinggi akan timbul reaksi berlebihan berupa


(11)

2

kehilangan kepercayaan pada institusi yang menggagalkan anak tersebut atau kehilangan kepercayaan pada pihak yang telah memberikan diagnosa IQ nya (Azwar, 2004:5).

Konsep salah kaprah yang lain adalah bahwa pemecahan masalah lebih banyak berhubungan dengan perkembangan intelektual (IQ) daripada dengan keterampilan emosional dan sosial (EQ). Psikolog terkemuka dalam perkembangan anak Jean Piaget mengandaikan bahwa logika, mula-mula konkret dan kemudian abstrak, adalah unsur penting dalam pemecahan masalah, karena secara langsung menghubungkannya dengan usia dan bakat intelektual seorang anak. Tetapi makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa pengalaman sosial dan keakraban dengan masalah mungkin merupakan faktor yang lebih penting(Shapiro, 1997:141).

Ujian Nasional (UN) sebagai salah satu program pemerintah dalam bidang pendidikan menempatkan intelligensi sebagai unsur kognitif menjadi jaminan kesuksesan dalam belajar. Sehingga anak yang tidak lulus UN dianggap telah gagal dalam belajar. Sekarang ini memang penilaian sekolah bukan hanya terpacu pada kemampuan kognitif saja. Masih ada kemampuan afektif dan kemampuan psikomotorik. Tapi pada kenyataannya, ujian nasional (UN) hanya menilai kemampuan kognitifnya saja seolah-olah kemampuan afektif dan psikomotorik tidaklah begitu penting untuk menentukan hasil belajar.

Sejalan dengan itu, ada anggapan bahwa hasil tes IQ yang rendah merupakan vonis akhir bahwa individu bersangkutan tidak mungkin dapat mencapai prestasi yang baik. Hal ini tidak saja merendahkan self-estrem (harga diri) seseorang akan tetapi dapat membuat motivasi untuk belajar menurun yang justru akan menjadi awal dari kegagalan yang seharusnya tidak terjadi (AZWAR, 2004:5).

Menurut Prof. Howard Gardner (Uno, Hamzah B, 2011:242), intelligensi adalah kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan situasi yang nyata. Gardner juga mengatakan bahwa setiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda (Multiple Intelligence). Ia juga mengatakan bahwa setiap orang memiliki bermacam-macam


(12)

kecerdasan, tetapi dengan kadar pengembangan yang berbeda. Yang dimaksud dengan kecerdasan adalah suatu kumpulan kemampuan atau keterampilan yang dapat ditumbuhkembangkan (Gardener, Howard. 1983). Oleh sebab itu, setiap anak memiliki kesukaan dan cara belajar yang berbeda pula.

Gardner (Uno, Hamzah B, 2011:243-246), merumuskan teori multiple intelligence yang terdiri dari 8 kecerdasan yang bersifat universal yaitu: kecerdasan linguistik (kemampuan anak dalam mengolah bahasa, membuat suatu kalimat dan mudah memahami kata-kata), kecerdasan logis-mathematis (kemampuan anak dalam pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan angka-angka, dan pemikiran yang logis), kecerdasan spasial (kemampuan anak dalam memahami perspektif ruang dan dimensi), kecerdasan musikal (kemampuan anak dalam menyusun lagu,menyanyi,memainkan alat musik dengan sangat baik), kecerdasan badani kenestetik (kemampuan anak di dalam aktivitas olahraga,atletik, menari dan kegiatan-kegiatan yang membutuhkan kelincahan tubuh), kecerdasan interpersonal (kemampuan anak dalam berhubungan dengan orang lain), kecerdasan itrapersonal (kemampuan anak dalam memahami siri sendiri), kecerdasan naturalis (kemampuan anak dalam memahami gejala-gejala alam, memperlihatkan kesadaran ekologis dan menunjukkan kepekaan terhadap bentuk-bentuk alam).

Teori Gardner ini selanjutnya dikembangkan dan dilengkapi oleh para ahli lain. Diantaranya adalah Daniel Goleman (2009) melalui bukunya, Emotional

Intelligence atau Kecerdasan Emosional. Dari kedelapan spektrum kecerdasan

yang dikemukaan oleh Gardner ini, Goleman mencoba memberi tekanan pada aspek kecerdasan intrapersonal atau antarpribadi. Intisari kecerdasan ini mencakup kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi, dan hasrat keinginan orang lain. Namun menurut Gardner, kecerdasan antarpribadi ini lebih menekankan pada aspek kognisi dan pemahaman, sementara faktor emosi atau perasaan kurang diperhatikan. Menurut Goleman, faktor emosi ini sangat penting dan memberikan suatu warna yang kaya dalam kecerdasan antarpribadi.


(13)

4

Goleman juga mengemukaan bahwa 80% keberhasilan seseorang di masyarakat dipengaruhi oleh kecerdasan emosi dan hanya 20% ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya akan mengalami kesulitan belajar, bergaul, dan tidak dapat mengontrol emosinya (Asmani, Jamal, 2011:45)

Berdasarkan hasil wawancara si penulis dengan guru Fisika di SMA Budi Murni 1 Medan, sekolah ini pernah beberapa kali mengadakan tes Potensial dan Bakat. Dan didapat fakta menunjukkan bahwa siswa yang memiliki tingkat IQ tinggi bukanlah orang yang memegang pringkat 1 disekolah, namun siswa yang memiliki tingkat IQ yang sedang menjadi siswa peringkat 1. Bahkan mengejutkan pada tahun 2009, pernah siswa yang memiliki IQ rata-rata menjadi peringkat 1 disekolah. Dari sini didapat fakta bahwa Intelligensi bukanlah faktor utama untuk menentukan hasil belajar.

Selain itu guru banyak menggunakan metode-metode dalam pembelajaran guna mencapai indikator materi yang harus dipenuhi. Untuk melatih kecerdasan emosional siswa, alangkah lebih baik jika kita sering melakukan aktifitas belajar yang banyak berinteraksi dengan siswa. Jadi jika dalam suatu pembelajaran Fisika, guru melibatkan kecerdasan emosional siswa dalam penggunaan metode-metode yang tepat sasaran maka pembelajaran akan menyenangkan dan hasilnya diharapkan akan lebih baik. Karena siswa dilatih untuk mengendalikan emosinya pada saat berdiskusi dengan teman, merespon guru dan yang paling penting adalah siswa mampu memecahkan masalah tidak begitu tergantung kepada kecerdasan siswa tetapi lebih kepada pengalaman pada saat belajar.

Kecerdasan ini pernah di teliti oleh Lidya Veronica Manik (2007) yaitu hubungan kecerdasan emosional dengan hasil belajar fisika menunjukkan rxy= 0,428 yang berarti terdapat hubungan yang sedang atau cukup.Kelemahannya peneliti kurang memperhatikan siswa pada saat pengisian angket sehingga banyak siswa yang bekerjasama dalam mengerjakan angket. Pernah juga diteliti oleh Ahmad Isnaini (2010) yaitu hubungan antara kecerdasan emosional dengan hasil


(14)

belajar Matematika menunjukkan adanya hubungan antara kecerdasan ini dengan hasil belajar sebesar (rxy = 0,35 ) hanya saja arah korelasi bernilai negatif dan Eva Indrayani Sembiring (2010) yaitu hubungan kecerdasan emosional dengan hasil belajar Biologi sebesar (rxy= 0.835).

Dari hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti tentang kecerdasan emosional dengan judul : Korelasi Kecerdasan Emosional (Emotional Quation) Terhadap Hasil Belajar Fisika Yang Ditinjau Dari Metode Yang Digunakan Guru di Kelas X SMA Se-Kota Medan T.P 2011/2012.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas maka identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Intelligensi dipandang sebagai penentu berhasil atau tidaknya seseorang dalam hal belajar.

2. Ujian Nasional (UN) hanya menempatkan kemampuan kognitif sebagai penentu keberhasilan belajar tanpa memperhatikan kemampuan afektif dan psikomotorik anak.

3. Sistem pendidikan yang masih menekankan pendidikan berbasis hard skill sebagai penentu berhasilnya pembelajaran dan kurang mengembangkan soft skill siswa yaitu kecerdasan emosionalnya.

1.3 Batasan Masalah

Dari masalah yang terindentifikasi diatas maka masalah penelitian ini dibatasi pada Korelasi Kecerdasan Emosional dengan hasil belajar Fisika dan metode ajar guru hanya sebagai faktor peninjau. Dimana Kecerdasan Emosional siswa diukur melalui angket tertutup yang dibatasi pada: mengenali emosi diri dan juga emosi orang lain, kemampuan untuk mengelola emosi tersebut, kemampuan untuk memotivasi diri serta kemampuan membina hubungan dengan orang lain. Metode guru juga diteliti dengan menggunkan angket tertutup yang diberikan kepada guru guna menyelidiki metode-metode pembelajaran yang pernah digunakan guru dikelas.


(15)

6

Sedangkan hasil belajar siswa dibatasi pada nilai ulangan fisika semester II siswa. Sekolah yang menjadi tempat penelitian ini dibatasi pada SMA Se-Kota Medan.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan masalah yang teridentifikasi diatas masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat Kecerdasan Emosional siswa kelas X SMA Se-Kota Medan?

2. Bagaimana hasil belajar Fisika siswa kelas X SMA Se-Kota Medan pada semester II?

3. Adakah korelasi yang positif dan signifikan Kecerdasan Emosional yang ditinjau dari Metode yang digunakan Guru terhadap hasil belajar Fisika siswa kelas X SMA Se-Kota Medan pada semester II?

4. Berapa persen kontribusi Kecerdasan Emosional yang ditinjau dari Metode yang digunakan Guru terhadap hasil belajar Fisika siswa kelas X SMA Se-Kota Medan pada semester II?

1.5 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang ada dalam penelitian, maka yang menjadi tujuan penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui tingkat Kecerdasan Emosional siswa kelas X SMA Se-Kota Medan pada semester II.

2. Untuk mengetahui hasil belajar Fisika siswa kelas X SMA Se-Kota Medan pada semester II.

3. Untuk mengetahui Korelasi Kecerdasan Emosional yang ditinjau dari Metode yang digunakan Guru terhadap hasil belajar Fisika siswa kelas X SMA Se-Kota Medan pada semester II.

4. Untuk mengetahui % kontribusi Korelasi Kecerdasan Emosional yang ditinjau dari Metode yang digunakan Guru terhadap hasil belajar Fisika siswa kelas X SMA Se-Kota Medan pada semester II.


(16)

1.6Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian adalah :

1. Bagi peneliti dapat menjadi bahan masukan dan ilmu pengetahuan dalam mengajarkan fisika pada masa yang akan datang.

2. Sebagai bahan masukan bagi guru-guru fisika dalam mengembangkan Kecerdasan Emosional dengan menggunakan metode yang tepat dalam proses belajar mengajar.

3. Sebagai bahan masukan bagi siswa untuk mengembangkan Kecerdasan Emosional siswa.

4. Sebagai bahan masukan bagi pembaca bahwa keberhasilan dalam belajar bukan hanya dari intelligence quation (IQ) melainkan ada faktor lain yaitu emosional intelligence (EQ)


(17)

53

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Dari hasil analisa yang dilakukan dalam penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Kecerdasan Emosional (Emotional Quation) rata-rata siswa-siswi kelas X SMA Se-Kota Medan adalah sebesar 69,33.

2. Hasil Belajar fisika rata-rata siswa kelas X SMA Se- Kota Medan adalah sebesar 71,33.

3. Ada korelasi yang positif dan signifikan antara Kecerdasan Emosional terhadap hasil belajar fisika yang ditinjau dari metode yang digunakan guru

4. Besar Korelasi Kecerdasan Emosional (Emotional Quation) terhadap Hasil Belajar fisika yang ditinjau dari Metode Guru siswa kelas X SMA Se-Kota Medan adalah rxy = 0,902 dengan persen kontribusi adalah 90,2 %. Bila dikonsultasikan dengan tabel interpretasi rxy maka terdapat hubungan yang sangat tinggi.

5.2. Saran

Bagi peneliti selanjutnya, peneliti menyarankan agar lebih memperhatikan siswa dalam pengisian angket dan hendaknya di dampingi oleh guru bidang studi yang bersangkutan. Jika guru bidang studi berhalangan, peneliti selanjutnya segera mengambil tindakan untuk meminta guru pengganti untuk mendampingi sebagai observed agar pengisian angket dapat berjalan dengan tertib dan lebih serius.


(1)

kecerdasan, tetapi dengan kadar pengembangan yang berbeda. Yang dimaksud dengan kecerdasan adalah suatu kumpulan kemampuan atau keterampilan yang dapat ditumbuhkembangkan (Gardener, Howard. 1983). Oleh sebab itu, setiap anak memiliki kesukaan dan cara belajar yang berbeda pula.

Gardner (Uno, Hamzah B, 2011:243-246), merumuskan teori multiple intelligence yang terdiri dari 8 kecerdasan yang bersifat universal yaitu: kecerdasan linguistik (kemampuan anak dalam mengolah bahasa, membuat suatu kalimat dan mudah memahami kata-kata), kecerdasan logis-mathematis (kemampuan anak dalam pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan angka-angka, dan pemikiran yang logis), kecerdasan spasial (kemampuan anak dalam memahami perspektif ruang dan dimensi), kecerdasan musikal (kemampuan anak dalam menyusun lagu,menyanyi,memainkan alat musik dengan sangat baik), kecerdasan badani kenestetik (kemampuan anak di dalam aktivitas olahraga,atletik, menari dan kegiatan-kegiatan yang membutuhkan kelincahan tubuh), kecerdasan interpersonal (kemampuan anak dalam berhubungan dengan orang lain), kecerdasan itrapersonal (kemampuan anak dalam memahami siri sendiri), kecerdasan naturalis (kemampuan anak dalam memahami gejala-gejala alam, memperlihatkan kesadaran ekologis dan menunjukkan kepekaan terhadap bentuk-bentuk alam).

Teori Gardner ini selanjutnya dikembangkan dan dilengkapi oleh para ahli lain. Diantaranya adalah Daniel Goleman (2009) melalui bukunya, Emotional Intelligence atau Kecerdasan Emosional. Dari kedelapan spektrum kecerdasan yang dikemukaan oleh Gardner ini, Goleman mencoba memberi tekanan pada aspek kecerdasan intrapersonal atau antarpribadi. Intisari kecerdasan ini mencakup kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi, dan hasrat keinginan orang lain. Namun menurut Gardner, kecerdasan antarpribadi ini lebih menekankan pada aspek kognisi dan pemahaman, sementara faktor emosi atau perasaan kurang diperhatikan. Menurut Goleman, faktor emosi ini sangat penting dan memberikan suatu warna yang kaya dalam kecerdasan antarpribadi.


(2)

Goleman juga mengemukaan bahwa 80% keberhasilan seseorang di masyarakat dipengaruhi oleh kecerdasan emosi dan hanya 20% ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya akan mengalami kesulitan belajar, bergaul, dan tidak dapat mengontrol emosinya (Asmani, Jamal, 2011:45)

Berdasarkan hasil wawancara si penulis dengan guru Fisika di SMA Budi Murni 1 Medan, sekolah ini pernah beberapa kali mengadakan tes Potensial dan Bakat. Dan didapat fakta menunjukkan bahwa siswa yang memiliki tingkat IQ tinggi bukanlah orang yang memegang pringkat 1 disekolah, namun siswa yang memiliki tingkat IQ yang sedang menjadi siswa peringkat 1. Bahkan mengejutkan pada tahun 2009, pernah siswa yang memiliki IQ rata-rata menjadi peringkat 1 disekolah. Dari sini didapat fakta bahwa Intelligensi bukanlah faktor utama untuk menentukan hasil belajar.

Selain itu guru banyak menggunakan metode-metode dalam pembelajaran guna mencapai indikator materi yang harus dipenuhi. Untuk melatih kecerdasan emosional siswa, alangkah lebih baik jika kita sering melakukan aktifitas belajar yang banyak berinteraksi dengan siswa. Jadi jika dalam suatu pembelajaran Fisika, guru melibatkan kecerdasan emosional siswa dalam penggunaan metode-metode yang tepat sasaran maka pembelajaran akan menyenangkan dan hasilnya diharapkan akan lebih baik. Karena siswa dilatih untuk mengendalikan emosinya pada saat berdiskusi dengan teman, merespon guru dan yang paling penting adalah siswa mampu memecahkan masalah tidak begitu tergantung kepada kecerdasan siswa tetapi lebih kepada pengalaman pada saat belajar.

Kecerdasan ini pernah di teliti oleh Lidya Veronica Manik (2007) yaitu hubungan kecerdasan emosional dengan hasil belajar fisika menunjukkan rxy=

0,428 yang berarti terdapat hubungan yang sedang atau cukup.Kelemahannya peneliti kurang memperhatikan siswa pada saat pengisian angket sehingga banyak siswa yang bekerjasama dalam mengerjakan angket. Pernah juga diteliti oleh Ahmad Isnaini (2010) yaitu hubungan antara kecerdasan emosional dengan hasil


(3)

belajar Matematika menunjukkan adanya hubungan antara kecerdasan ini dengan hasil belajar sebesar (rxy = 0,35 ) hanya saja arah korelasi bernilai negatif dan Eva

Indrayani Sembiring (2010) yaitu hubungan kecerdasan emosional dengan hasil belajar Biologi sebesar (rxy= 0.835).

Dari hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti tentang kecerdasan emosional dengan judul : Korelasi Kecerdasan Emosional (Emotional Quation)

Terhadap Hasil Belajar Fisika Yang Ditinjau Dari Metode Yang Digunakan Guru di Kelas X SMA Se-Kota Medan T.P 2011/2012.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas maka identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Intelligensi dipandang sebagai penentu berhasil atau tidaknya seseorang dalam hal belajar.

2. Ujian Nasional (UN) hanya menempatkan kemampuan kognitif sebagai penentu keberhasilan belajar tanpa memperhatikan kemampuan afektif dan psikomotorik anak.

3. Sistem pendidikan yang masih menekankan pendidikan berbasis hard skill sebagai penentu berhasilnya pembelajaran dan kurang mengembangkan soft skill siswa yaitu kecerdasan emosionalnya.

1.3 Batasan Masalah

Dari masalah yang terindentifikasi diatas maka masalah penelitian ini dibatasi pada Korelasi Kecerdasan Emosional dengan hasil belajar Fisika dan metode ajar guru hanya sebagai faktor peninjau. Dimana Kecerdasan Emosional siswa diukur melalui angket tertutup yang dibatasi pada: mengenali emosi diri dan juga emosi orang lain, kemampuan untuk mengelola emosi tersebut, kemampuan untuk memotivasi diri serta kemampuan membina hubungan dengan orang lain. Metode guru juga diteliti dengan menggunkan angket tertutup yang diberikan kepada guru guna menyelidiki metode-metode pembelajaran yang pernah digunakan guru dikelas.


(4)

Sedangkan hasil belajar siswa dibatasi pada nilai ulangan fisika semester II siswa. Sekolah yang menjadi tempat penelitian ini dibatasi pada SMA Se-Kota Medan.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan masalah yang teridentifikasi diatas masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat Kecerdasan Emosional siswa kelas X SMA Se-Kota Medan?

2. Bagaimana hasil belajar Fisika siswa kelas X SMA Se-Kota Medan pada semester II?

3. Adakah korelasi yang positif dan signifikan Kecerdasan Emosional yang ditinjau dari Metode yang digunakan Guru terhadap hasil belajar Fisika siswa kelas X SMA Se-Kota Medan pada semester II?

4. Berapa persen kontribusi Kecerdasan Emosional yang ditinjau dari Metode yang digunakan Guru terhadap hasil belajar Fisika siswa kelas X SMA Se-Kota Medan pada semester II?

1.5 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang ada dalam penelitian, maka yang menjadi tujuan penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui tingkat Kecerdasan Emosional siswa kelas X SMA Se-Kota Medan pada semester II.

2. Untuk mengetahui hasil belajar Fisika siswa kelas X SMA Se-Kota Medan pada semester II.

3. Untuk mengetahui Korelasi Kecerdasan Emosional yang ditinjau dari Metode yang digunakan Guru terhadap hasil belajar Fisika siswa kelas X SMA Se-Kota Medan pada semester II.

4. Untuk mengetahui % kontribusi Korelasi Kecerdasan Emosional yang ditinjau dari Metode yang digunakan Guru terhadap hasil belajar Fisika siswa kelas X SMA Se-Kota Medan pada semester II.


(5)

1.6Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian adalah :

1. Bagi peneliti dapat menjadi bahan masukan dan ilmu pengetahuan dalam mengajarkan fisika pada masa yang akan datang.

2. Sebagai bahan masukan bagi guru-guru fisika dalam mengembangkan Kecerdasan Emosional dengan menggunakan metode yang tepat dalam proses belajar mengajar.

3. Sebagai bahan masukan bagi siswa untuk mengembangkan Kecerdasan Emosional siswa.

4. Sebagai bahan masukan bagi pembaca bahwa keberhasilan dalam belajar bukan hanya dari intelligence quation (IQ) melainkan ada faktor lain yaitu emosional intelligence (EQ)


(6)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Dari hasil analisa yang dilakukan dalam penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Kecerdasan Emosional (Emotional Quation) rata-rata siswa-siswi kelas X SMA Se-Kota Medan adalah sebesar 69,33.

2. Hasil Belajar fisika rata-rata siswa kelas X SMA Se- Kota Medan adalah sebesar 71,33.

3. Ada korelasi yang positif dan signifikan antara Kecerdasan Emosional terhadap hasil belajar fisika yang ditinjau dari metode yang digunakan guru

4. Besar Korelasi Kecerdasan Emosional (Emotional Quation) terhadap Hasil Belajar fisika yang ditinjau dari Metode Guru siswa kelas X SMA Se-Kota Medan adalah rxy = 0,902 dengan persen kontribusi adalah 90,2 %. Bila

dikonsultasikan dengan tabel interpretasi rxy maka terdapat hubungan yang

sangat tinggi.

5.2. Saran

Bagi peneliti selanjutnya, peneliti menyarankan agar lebih memperhatikan siswa dalam pengisian angket dan hendaknya di dampingi oleh guru bidang studi yang bersangkutan. Jika guru bidang studi berhalangan, peneliti selanjutnya segera mengambil tindakan untuk meminta guru pengganti untuk mendampingi sebagai observed agar pengisian angket dapat berjalan dengan tertib dan lebih serius.