EFIKASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN (Steinernema spp.) TERHADAP Spodoptera spp.

EFIKASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN (Steinernema spp.)
TERHADAP Spodoptera spp.

SKRIPSI

Diajukan oleh :
Maria Kristina F. Sila
NPM : 0825010006

J URUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
SURABAYA
2012

i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

EFIKASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN (Steinernema spp.)
TERHADAP Spodoptera spp.


SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Per syar atan dalam
Memper oleh Gelar Sar jana Per tanian
J ur usan Agr oteknologi

Diajukan oleh :
Maria Kristina F. Sila
NPM : 0825010006

J URUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
SURABAYA
2012

i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


EFIKASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN (Steinernema spp.)
TERHADAP Spodoptera spp.
Disusun Oleh :
Maria Kristina F. Sila
NPM : 0825010006
Telah dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
pada tanggal 25 September, 2012
Telah disetujui oleh :
Pembimbing :
1. Pembimbing Utama

Tim Penguji :
1. Ketua

Ir . Nugrohorini, MP
Ir. Nugrohor ini, MP

2. Sekretaris


2. Pembimbing Pendamping
Ir . Wiwin Windr iyanti, MP

3. Anggota
Ir . Wiwin Windriyanti, MP
Dra. Endang TP, MSI
4. Anggota
Ir. Wiwik Sri H, MP
Mengetahui :
Dekan Fakultas Pertanian

KetuaProgdi Agroteknologi

Dr . Ir . Ramdan Hidayat, MS

Ir. Mulyadi, MS

i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Telah Dir evisi

Tanggal : ………………………….........

Dosen

Dosen

Pembimbing Utama

Pembimbing Pendamping

Ir. Wiwin Windr iyanti, MP

Ir. Nugr ohorini, MP

i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

MARIA KRISTINA F. SILA. NPM 0825010006. EFIKASI NEMATODA
ENTOMOPATOGEN (Steinernema spp.) TERHADAP Spodoptera spp.
Pembimbing Utama Nugr ohorini dan Pembimbing Pendamping Wiwin
Windr iyanti.

RINGKASAN

Ulat grayak (Spodoptera spp.) merupakan salah satu hama penting pada
tanaman sawi dan mempunyai kisaran inang yang luas, meliputi : tembakau, sawi,
kapas, kacang kedelai, kacang tanah, kubis, kentang, dan lain-lain. Munculnya hama
ini pada pertanaman sawi merupakan ancaman yang serius bagi petani. Pengendalian
terhadap Spodoptera spp. pada tingkat petani umumnya masih menggunakan bahan
kimia yang berasal dari senyawa kimia sintesis yang dapat merusak organisme non
target, resistensi hama, resurgensi hama, menimbulkan efek residu pada tanaman,
punahnya musuh-musuh alami dan serangga berguna lainnya serta kontaminasi pada
lingkungan seperti pada tanah, air dan produk yang dihasilkan.
Tujuan dan manfaat penelitian ini ialah untuk mengetahui keefektifan
bioinsektisida nematoda entomopatogen Steinernema spp. dalam mengendalikan

Spodoptera spp.. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi teknologi alternatif
pengendalian Spodoptera spp. pada beberapa tanaman yang terserang Spodoptera
spp., yang ramah lingkungan sehingga dapat menekan pemakaian bahan kimia yang
dapat merusak lingkungan.
Penelitian

ini merupakan percobaan

faktorial

dengan

menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan diulang sebanyak lima kali. Perlakuannya
meliputi: A adalah Dosis 125.000 IJ/m2, B adalah Dosis 250.000 IJ/m2, C adalah
Dosis 375.000 IJ/m2, D adalah Dosis 500.000 IJ/m2, E adalah Dosis 625.000 IJ/m2.
Tingkat mortalitas larva Spodoptera spp. yang paling banyak pada dosis
125.000 IJ/m2 yaitu mencapai 100% pada pengamatn ke empat (72 jam).. Adanya
peningkatan mortalitas Spodoptera sp. diduga disebabkan karena pada waktu yang


i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

semakin bertambah, nematoda Steinernema spp. semakin tumbuh dan berkembang
di dalam tubuh Spodoptera sp., sehingga tingkat kerusakan jaringan tubuh serangga
semakin tinggi pula. Tingkat kerusakan jaringan tubuh yang tinggi dapat
menyebabkan mortalitas serangga. Hasil pengamatan mortalitas Spodoptera sp.
menunjukkan bahwa jumlah mortalitas Spodoptera sp. mencapai maksimal pada
pengamatan ke empat setelah aplikasi.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa dari perlakuan dosis yang berbeda
setelah apliksai, persentase kematian larva Spodoptera spp. instar 3 tidak
menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan (tn). Meskipun tidak ada perbedaan
nyata dari hasil analisis, tetapi ada kecenderungan peningkatan mortalitas
Spodoptera spp. pada pengamatan 1 (12 jam), 2 (24 jam), 3 (48 jam) dan ke 4 (72
jam) yang semakin meningkat.

i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat karunia-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini merupakan satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur “EFIKASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN
(Steinernema spp.) TERHADAP Spodoptera spp.”.
Dalam penyusunan skripsi ini, dengan rendah hati penulis mengucapkan
limpah terimakasih kepada:
1. Dr. Ir. Ramdan Hidayat MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian UPN “Veteran”
Jawa Timur.
2. Ir. Mulyadi, MS, selaku Ketua Prorgam Studi Ilmu Agrotekonologi
3. Ir. Nugrohorini, MP, selaku dosen pembimbing utama.
4. Ir. Wiwin Windriyanti, MP selaku dosen pembimbing pendamping.
5. Para Dosen Pengajar di lingkungan Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan ilmunya selama penulis menjalani
tahap demi tahap dalam kehidupan akademik penulis selama 4 setengah tahun di

UPN “Veteran” Jawa Timur

i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6. Bapak Eman dan Mama Lena, kedua orang tua yang telah membesarkan dan
mendidik penulis selama 23 tahun ini. Penulis muthlak berterimakasih kepada
beliau berdua karena hanya karena beliau berdualah penulis bisa melanjutkan
pendidikan sampai ke perguruan tinggi. Penulis sadar betapa besar pengorbanan
dan kasih sayang yang tak terhitung yang telah diberikan oleh beliau berdua
sehingga penulis bisa sampai di tahap ini.
7. Ucapan terimakasih juga penulis berikan kepada kakak-adik penulis: Hilda Sila
(Sebagai kakak sekaligus teman berbagi dalam suka dan duka), Rinto Sila,
Wiwin Sila (I love you all), dan kepada Hubertus Emanuel Eda (Trimakasih atas
segala waktu, tenaga dan semua yang telah diberikan sehingga saya bisa menjadi
seorang wanita yang lebih dewasa dan mandiri) kepada teman-teman terbaik:
Yessy, Fanny, Vitri, Melany, Noy, Oky (kalian adalah malaikat kecil yang
dikirimkan Tuhan untuk mengisi kekurangan saya) kepada teman-teman
Agroteknologi 2008: Yessy, Vitry, Krisna, Rahady, Sigit, Miko, Ajib, Vandi, dan

semua teman, kakak, dan adik-adik se-jurusan yang tidak bisa penulis sebutkan
satu per satu (Bravo Agroteknologi), serta kepada semua pihak yang telah
memberikan dukungan baik moril maupun materil. Hanya Tuhan yang bisa
membalas semuanya.
“Tak ada gading yang tak retak”, begitu pula penulis menyadari bahwa tulisan
dalam skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Orang bijak mengatakan bahwa setiap cabang disiplin ilmu itu hanyalah
gambaran sebagian kecil dari kenyataan yang serba luas dan serba rumit. Penulis
sendiri masih dan tetap ingin terus belajar.

Surabaya, September 2012

Penulis


i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vi
DAFTAR TABEL………………………………………………………..…….vii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... ….…1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. …..….3
C. Tujuan dan Manfaat ……………………………………………………..... 3
II. TINJ AUAN PUSTAKA
A. Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. ……………………………..5
1. Biologi dan Siklus Hidup Nematoda Entomopatogen Steinernema spp…..6
2. Ekologi Nematoda Entomopatogen Steinernema spp………………….…..10
3. Mekanisme Patogenesitas Nematoda Entomopatogen Steinernema spp..…11
4. Bakteri Simbion Nematoda Entomopatogen Steinernema spp…………......12
B. Ulat Grayak Spodoptera spp. ……………………………………. ……....13
1. Klasifikasi Hama Ulat Grayak Spodoptera spp………………….………....13
2. Morfologi Ulat Grayak Spodoptera spp………………………………........13
3. Gejala Serangan Spodoptera spp…………………………………………....18
C. Hipotesis ……………………………………………………………….......18
III. BAHAN DAN METODE
A. Tempat dan Waktu …………………………………...…................ .......19

i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

B. Bahan-Bahan yang Digunakan ……………………………………..…19
C. Alat-alat yang Digunakan ……………………………………………. 19
D. Pelaksanaan Penelitian …………………………………………………20
1. Pembuatan Media Biakan dan Perbanyakan Massal
Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. secara Invitro ………..20
2. Pembuatan Media Cair Yeast Salt ( YS) ………………………....... 20
3. Inokulasi bakteri Simbion dan Nematoda Entomopatogen
Steinernema spp. pada Media Spon …………………………….…....21
4. Panen Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. …………….…. 22
5. Rancangan Percobaan ……………………………………………..….23
6. Aplikasi Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. …………..…..23
7. Metode Pengamatan ………………………………………………......25
8. Analisis Data ……………………………………………………...…..25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan Pembahasan Analisis Statistik Mortalitas Larva Spodoptera
spp. Hari setelah aplikasi………………………………………………….26
1. Histogram Mortalitas Larva Spodoptera spp. Akibat
Serangan Steinernema spp…………………………………………….29
V. KESIMPULAN DAN SARAN
1.Kesimpulan………………………………………………………………....36
2. Saran…………………………………………………………………….…36
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................37
LAMPIRAN...........................................................................................................41

i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman
Teks

1. Nematoda Entomopatogen Steinernema spp………………………….5
2. Siklus Hidup Nematoda Entomopatogen …………………………….8
3. Telur Spodoptera spp………………………………………………….15
4. Larva Spodoptera spp……………………………………………........16
5. Larva Spodoptera spp. Instar 3………………………………………..16
6. Morfologi Spodoptera spp…………………………………………….17
7. Media Yeast Salt yang Sudah Disterilkan ………………………..… 21
8. Media Spon yang Diinokulasi bakteri Xenorhabdus spp. ……….......21
9. Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. Membentuk Jala-jala
pada Dinding Erlenmeyer…………………………………………….22
10. Denah Penempatan Perlakuan pada Rancangan Acak Lengkap ……..23
11. Denah Perlakuan pada Areal Tanaman Sawi………………………….24
12. Larva Spodoptera spp. yang Sehat dan yang Terserang
Nematoda Entomopatogen Steinernema spp………………………….28
13. Larva Spodoptera spp. yang Mati………………………………………29
14. Histogram Mortalitas Larva Spodoptera spp. Akibat Serangan
Steinernema spp………………………………………………………...29
15. Larva Spodoptera spp. yang telah Mengering dan Tinggal Kutikula…..35

i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR TABEL

Nomor.

Halaman
Teks

1. Persentase Kematian Larva Spodoptera spp. Akibat Serangan
Nematoda Entomopatogen Steinernema spp……………………………..26

Lampiran
1. Analisis Sidik Ragam Kematian Larva Spodoptera spp. pada
pengamatan pertama ( 12 jam setelah aplikasi)……………………….........41
2. Analisis Sidik Ragam Kematian Larva Spodoptera spp. pada
pengamatan kedua (24 Jam setelah aplikasi)……………………………….41
3. Analisis Sidik Ragam Kematian Larva Spodoptera spp. pada
pengamatan ketiga (48 Jam setelah aplikasi)……………………………….41
4. Analisis Sidik Ragam Kematian Larva Spodoptera spp. pada
pengamatan keempat (72 Jam setelah aplikasi)…………………………….41

i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

I. PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Ulat grayak (Spodoptera spp.) merupakan salah satu hama penting pada

tanaman sawi dan mempunyai kisaran inang yang luas, meliputi : tembakau, sawi,
kapas, kacang kedelai, kacang tanah, kubis, kentang, dan lain-lain. Munculnya hama
ini pada pertanaman sawi merupakan ancaman yang serius bagi petani. Spodoptera
spp. menyerang tanaman budidaya pada fase vegetatif, yaitu memakan daun tanaman
yang muda, sehingga tinggal tulang-tulang daunnya saja, dan fase generatif dengan
memangkas polong-polong muda (Laoh, 2003). Serangan Spodoptera spp. dapat
menimbulkan kerusakan sebesar 20 – 40 % pada tanaman kedelai ( Anonim, 1992)
sedangkan pada komoditi kubis serangan dapat menyebabkan penurunan produksi
lebih kurang 70 % ( Anonim, 2003).
Pengendalian terhadap Spodoptera spp. pada tingkat petani umumnya masih
menggunakan bahan kimia yang berasal dari senyawa kimia sintesis yang dapat
merusak organisme non target, resistensi hama, resurgensi hama, menimbulkan efek
residu pada tanaman, punahnya musuh-musuh alami dan serangga berguna lainnya
serta kontaminasi pada lingkungan seperti pada tanah, air dan produk yang
dihasilkan. Sejalan dengan perundang-undangan yang ada, dimana sistem
Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dilakukan dengan sistem
Pengendalian Hama Terpadu (PHT), maka peranan biopestisida yang selektif sangat
diperlukan. Salah satunya adalah pemanfaatan agens hayati yang memiliki
i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

patoginisitas tinggi terhadap inangnya. Salah satu jenis agens hayati tersebut adalah
nematoda entomopatogen Steinernema spp.. Nematoda entomopatogen sangat
potensial untuk mengendalikan serangga hama ordo Lepidoptera, Coleoptera dan
Diptera (Chaerani, Finegan, Downes dan Griffin, 1995).
Siklus hidup nematoda entomopatogen Steinernema spp. ini dibagi dalam siklus
reproduktif dan infektif. Stadium infektif nematoda ini adalah Juvenil Infektif (JI).
Juvenil nematoda yang infektif adalah IJ3, masuk ke dalam serangga lewat lubanglubang (mulut, spirakel, anus) dan penetrasi ke dalam homocoel. IJ3 ini dalam
tubuhnya membawa simbion mutualistik bakteri Xenorhabdus nematiphilus. Bakteri
masuk ke dalam body cavity (lubang dalam tubuh) serangga, berbiak dan mampu
membunuh serangga dalam waktu 48 jam. Nematoda kemudian memakan sisa-sisa
tubuh serangga yang sudah mati kemudian berbiak dan berpencar. Menurut Gauhler
1979 nematoda tidak tahan terhadap faktor luar (kekeringan dan ultraviolet).
Kelebihan lain yaitu nematoda entomopatogen dapat membunuh inangnya
dengan cepat (24 – 48 jam), mempunyai kisaran inang yang luas, tidak berbahaya
bagi organisme bukan sasaran, dapat diproduksi secara masal baik dalam media in
vitro maupun in vivo dengan biaya yang relatif murah, dapat diaplikasikan dengan
mudah, serta kompatibel dengan agens pengendali hayati lain (Ehlers, 2001).
Nematoda entomopatogen merupakan salah satu alternatif untuk mengendalikan
serangga hama Spodoptera spp. tanpa menimbulkan dampak negatif pada
lingkungan.

i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

B.

Rumusan Masalah
Saat ini umumnya teknologi pengendalian hama Spodoptera spp. masih

bertumpu pada penggunaan bahan kimia yang dapat menimbulkan masalah
lingkungan dan berpotensi meracuni manusia, karena senyawa kimia yang
digunakan sulit terurai. Pengendalian hayati untuk menekan populasi hama
Spodoptera spp. saat ini lebih diarahkan untuk dikembangkan guna menghindari
efek negatif penggunaan bahan-bahan kimiawi. Salah satunya dengan cara
memanipulasi musuh alami sehingga dapat mengurangi populasi hama Spodoptera
spp. sampai batas normal, yaitu batas yang diterima secara ekonomi.
Nematoda entomopatogen sebagai salah satu musuh alami hama Spodoptera
spp. yang merupakan agens pengendali biologi yang cukup efektif. Pengembangan
pengendalian penggunaan nematoda entomopatogen saat ini hanya terbatas di
laboratorium. Keberhasilan penggunaan nematoda entomopatogen tak terlepas dari
proses infeksi (penularan) nematoda entomopatogen terhadap Spodoptera spp. dalam
koloninya. Disamping itu karena nematoda entomopatogen cukup mampu bertahan
di lingkungan, penularan dari satu individu Spodoptera spp. ke individu lain
diharapkan memberikan dampak pengendalian yang lebih efisien.

C.

Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan bioinsektisida nematoda

entomopatogen Steinernema spp. dalam mengendalikan Spodoptera spp.. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi teknologi alternatif pengendalian Spodoptera

i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

spp. pada beberapa tanaman yang terserang Spodoptera spp., yang ramah lingkungan
sehingga dapat menekan pemakaian bahan kimia yang dapat merusak lingkungan.

i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

II. TINJ AUAN PUSTAKA

A.

Nematoda Entomopatogen Steinernema spp.
Menurut Wales (2011) menyatakan nematode berasal dari bahasa Yunani yaitu

won ode artinya cacing.. Nematoda adalah mikroorganisme berukuran 700-1200
mikron dan berada di dalam tanah. Nematoda yang ada di dalam tanah, ada yang
tergolong free living, nematode parasit tanaman dan nematode entomopatogen.
Nematoda entomopatogen (NEP) adalah organism yang memparasit tubuh serangga
sehingga menyebabkan kematian pada serangga inang
Menurut pendapat Sanjaya (2005) salah satu nematode entomopatogen yang
sudah banyak dikenal adalah Steinernema spp. (Gambar 1). Steinernema spp. bersifat
mempunyai inang yang luas dan mampu membunuh hama dalam waktu yang relative
singkat yaitu 24 – 48 jam.

Gambar 1. Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. (Anonim,2007

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Klasifikasi nematoda sebagai berikut (Arinana, 2002)
Filum

: Nematelminthes

Kelas

: Secerneteae Syn Phasmidae

Ordo

: Dorylaimida

Famili

: Steinernematidae

Genus

: Steinernema

Spesies

: Steinernema spp.

1. Biologi dan Siklus Hidup Nematoda Entomopatogen Steinernema spp.
Nematoda entomopatogen merupakan nematoda yang memparasit serangga,
hidup bersimbiosis dengan bakteri simbion yang disimpan di dalam intestine bagian
atas/ vesikel, tidak mempunyai stilet dan sebagian besar mempunyai siklus hidup
sederhana. Nematoda entomopatogen Steinernema spp. paling banyak terdapat di
tanah, mampu hidup di permukaan daun, air tawar dan air laut. Nematoda
entomopatogen Steinernema spp. paling banyak terdapat di tanah selain itu mampu
hidup di permukaan daun, tempat-tempat yang banyak mengandung bahan organik,
air tawar dan air laut. Di dalam tanah nematode hidup dengan cara memanfaatkan
bahan organik atau memakan serangga-serangga atau organisme lain. Nematoda
entomopatogen dapat berkembangbiak di dalam tubuh serangga secara cepat yaitu
dapat menghasilkan 2 sampai 3 genarasi (Fedrianto dan Riyanto, 2009).
Nematoda entomopatogen Steinernema spp. mempunyai kulit kepala halus dan
tubuhnya terdiri dari 4 - 6 striasi longitudinal tetapi tidak mempunyai kait, tidak

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

mempunyai bursa kopulatrix. Steinernema spp. memmpunyai jenis kelamin jantan
dan betina, sedangkan bakteri simbionnya ialah Xenorhabdus spp.. Apabila inang
terifeksi Steinernema spp.

gejala yang ditimbulkan ialah warna coklat caramel

(Anonim, 2004).
Pada dasarnya nematoda entomopatogen Steinenerma spp. mempunyai stadia
utama dari perkembangan telur, juvenil dan dewasa (Gambar 1). Siklus hidup
nematoda entomopatogen jenis nematoda Steinrenema spp. berkisar 10 – 14 hari.
Nematoda entomopatogen mengalami pergantian kulit sebanyak empat kali sebelum
mencapai dewasa dalam tubuh serangga inang dan pergantian kulit dapat saja terjadi
di dalam telur, di lingkungan dan di dalam tubuh serangga inang (Kaya dan Gaugler,
1993). Siklus hidup Steinernema spp. terdiri atas empat stadia juvenile, pada stadia
juvenile 3 ini masih terbungkus dalam kulit juvenile 2 yang merupakan

stadia

resistensi terhadap lingkungan dan sering disebut juvenile infektif ( Ehlers dan Peters,
1995).
Nematoda entomopatogen Steinernema spp. jantan mempunyai panjang tubuh
1000 – 1900 µm, lebar 90 – 200 µm, panjang ekor 19 – 27 µm dan mempunyai
tempat pembuangan kotoran yang ukurannya lebih kecil daripada betina yaitu 4 – 13
µm. Sedangkan nematoda entomopatogen Steinernema spp. betina mempunyai
panjang tubuh 3.020 – 3.972 µm, lebar 153 – 192 µm dan panjang ekor 30 – 47 µm.
Spikula nematoda entomopatogen Steinernema spp. ini berwarna keabu-abuan hingga
kekuningan (Hofftman, Shelton dan Weeden, 2007). Ukuran tubuh nematoda
entomopatogen Steinernema spp. jantan pada fase IJ 1 adalah berkisar 511 – 671 µm.
i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Lama stadia IJ 1 adalah 1 hari. Pada fase IJ 2, nematoda entomopatogen Steinernema
spp. jantan bentuknya sama dengan pada fase IJ 1, tetapi spikula yang membentuk
kepala sedikit memanjang dan melebar. Pada nematoda entomopatogen Steinernema
spp. betina fase Infektif Juvenil 1 bentuk tubuhnya sama dengan nematoda
entomopatogen Steinernema spp. jantan, tidak diikuti perkembangbiakan vulva pada
esofagus. Lama stadia IJ 2 adalah 2 - 3 hari. Fase IJ 3 ditandai dengan terbentuknya
kutikula, biasanya fase ini yang digunakan untuk aplikasi di lapang sebagai upaya
pengendalian hama. Lama stadia IJ 3 adalah 3 hari dan ukuran tubuh namatoda
berkisar 1034 – 1130 µm (Gaugler dan Kaya, 1990).

Gambar 2. Siklus Hidup Nematoda Entomopatogen (Kaya dan Gaugler, 1993)

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. bersimbiosis dengan bakteri
Xenorhabdus spp. dan bakteri simbion ini segera dilepaskan oleh nematoda
entomopatogen setelah nematoda entomopatogen masuk ke dalam tubuh inang
kemudian 24 – 48 jam serangga inang akan mati. Dalam tubuh inang yang mati
nematoda entomopatogen berkembang dengan cepat dan memakan sel bakteri dan
jaringan tubuh inang (Akhurst dan Boemare, 1990).
Interaksi mutualistik dengan bakteri simbion seperti Xenorhabdus spp.,
memiliki arti penting bagi nematoda entomopatogen. Menurut Ehlers dan Peters
(1995) tanpa adanya bakteri simbion nematoda entomopatogen tidak dapat
berkembang biak dengan baik, dalam arti bakteri simbion tidak dapat hidup tanpa
nematode entomopatogen. Fungsi nematoda entomopatogen bagi bakteri adalah
melindungi bakteri dari kondisi ekstrim dalam tanah dan melindungi bakteri dari
kemungkinan adanya protein anti bakteri yang dikeluarkan oleh serangga inang.
Hubungan mutualistik bagi nematoda patogen serangga menurut Kaya dan
Gaugler (1993) adalah memberikan beberapa keuntungan yaitu dapat membunuh
inang dengan cepat secara septicemia (suatu kondisi infeksi serius yang mengancam
inang dan cepat memburuk), menyediakan nutrisi yang cocok bagi perkembangan dan
nutrisi nematoda. Bakteri simbion juga mampu memproduksi senyawa antibiotik
(bakteriosin) yang dapat menghambat perkembangan mikroorganisme sekunder yang
ada dalam tubuh serangga inang.

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.

Ekologi Nematoda Entomopatogen Steinernema spp.
Keberhasilan nematoda entomopatogen sebagai agens hayati serangga hama

yang hidup dalam tanah sangat bergantung pada kemampuan nematoda tersebut
untuk menyebar, mempertahankan diri, dan menemukan inangnya di dalam tanah
(Kaya dan Gaugler, 1993). Nematoda entomopatogen jenis Steinernema spp. adalah
salah satu organisme tanah. Kaberadaan nematoda Steinernema spp. ini ada dimanamana, misalnya di hutan, lahan pertanian, padang rumput, padang pasir dan tepi
pantai sehingga dapat diisolasi dengan mudah. Tetapi yang paling penting adalah
nematoda Steinernema spp. ini hidupnya tergantung adanya air, karena air digunakan
untuk pergerakannya (Hofftman, Shelton dan Weeden, 2007).
Nematoda entomopatogen Steinernema spp. hidup pada jenis tanah yang
mempunyai pori yang cukup untuk bergerak atau berpindah tempat.

Nematoda

entomopatogen Steinernema spp. tidak menyukai tanah yang terlalu liat karena tidak
ada ruang pori untuk bergerak dan tidak menyukai tanah berpasir karena tanah
berpasir tidak terlalu kuat dalam mengikat air, sedangkan air digunakan untuk
pergerakannya. Stadia Infektif Juvenil nematoda entomopatogen Steinernema spp.
efektif mematikan hama pada kelembaban udara 70 – 80 %, hidup pada tanah yang
banyak mengandung Na, Mg, Ca, dan Cl, pH tanah berkisar 2,5 (barsifat asam).
Pertumbuhannya sangat efektif pada suhu 24 ºC. Nematoda entomopatogen
Steinernema spp. efektif diaplikasikan ke lapang jika suhu lingkungannya berkisar 20
– 30 ºC (Anonim, 2007).

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3.

Mekanisme Patogenesitas Nematoda Entomopatogen Steinernema spp.
Mekanisme patogenesitas nematoda entomopatogen pada serangga hama sangat

kompleks mulai proses penetrasi hingga kematian serangga inang. Nematoda
entomopatogen memparasit serangga inang dengan 2 cara yaitu penetrasi langsung
melalui kutikula ke dalam homokel serangga, atau masuk melalui lubang-lubang
alami seperti mulut, anus, spirakel (Tanada dan Kaya, 1993)
Menurut Sulistyanto (2009), mekanisme patologi nematoda entomopatogen
melalui beberapa tahap antara lain invasi, evasi dan toksikogenesis. Invasi merupakan
saat dimana nematoda berhasil memenetrasi serangga inang baik melalui penetrasi
langsung maupun melalui lubang alami. Pada tahap ini mekanisme yang berperan
adalah enzim protease yang optimum dihasilkan pada suhu 23 ºC dan pH 8. Proses
berikutnya adalah evasi merupakan saat dimana proses ini daya tahan tubuh serangga
sangat berperan untuk menolak atau mematikan mikroorganisme asing yang masuk
dalam tubuhnya.
Proses lainnya adalah toksikogenesis ialah racun yang dilepaskan oleh
nematoda-bakteri kompleks menyebabkan tetanisasi (kondisi kritis) pada serangga.
Dalam proses ini fraksi-fraksi entomotoksin nematoda entomopatogen dapat
dipisahkan dengan metode kromatografi. Aktivitas eksotokisin ini beraksi setelah
nematoda berada dalam tubuh inang (Simoes, 1992).
Bakteri ini bertanggung jawab untuk membunuh serangga inang secara cepat,
dalam 2-3 hari. Kematian serangga inang banyak diakibatkan oleh toksin yang
dikeluarkan oleh bakteri. Bakteri akan berkembang secara cepat dalam tubuh
i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

serangga inang yang telah mati dan menggunakannya sebagai nutrien. Nematoda
pada prinsipnya adalah memakan bakteri tersebut. Nematoda akan berkembang dari
generasi ke generasi pada inang yang sama, sampai populasi menjadi padat dan
nutriennya menjadi rendah, dan pada saat yang sama juvenil akan keluar dari
serangga inangnya untuk menemukan kembali serangga inang yang baru.

4.

Bakter i Simbion Nematoda Entomopatogen Steinernema spp.
Bakteri yang bersimbiosis dengan nematoda entomopatogen Steinernema spp.

adalah bakteri Xenorhabdus spp. dalam media agar berbentuk bulat mengkilat
menyerupai lendir, cembung, tepi agak rata dengan strukrur dalam meneruskan
cahaya sedangkan pada fase sekunder manunjukkan karateristik koloni berbentuk
bulat, agak cembung, tapi agak rata, struktur dalam menyerupai pasir halus dengan
meneruskan sinar meskipun benda di bawahnya tidak semua terlihat dengan jelas
(Harahap, 2000).
Karakteristik bakteri Xenorhabdus spp. adalah bakteri gram negatif, vakultatif
anaerob, berbentuk batang dengan flagella paritrik, bioluminescens negatif, tidak
dapat memfermentasi laktosa, pancairan gelatin posotif, mempunyai aktifitas
antibiotik terhadap bakteri tertentu dan nounfluorencent (Aguillera et al., 1993).
Nematoda entomopatogen Steinernema spp. yang menginfeksi hama masuk ke dalam
tubuh hama tersebut dan mengeluarkan bakteri simbion dari dalam ususnya dan
kemudian bakteri itu masuk ke dalam tubuh hama dan mematikan hama dalam waktu

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

24 – 48 jam, gejala yang ditimbulkan adalah serangga hama berwarna coklat caramel
(Anonim, 2006).
Hubungan antara nematoda dan bakteri ini bersifat mutualistik karena kedua
mendapatkan keuntungan dari hubungan tersebut. Meskipun nematoda dapat
membunuh serangga inang tanpa adanya bakteri, akan tetapi mereka akan sangat
lambat, dan tidak akan dapat bereproduksi tanpa memakan bakteri yang mensuplai
nutrien seperti sterol. Dengan bakteri, serangga inang akan terbunuh secara cepat dan
cadaver akan terjaga dari bakteri lain karena adanya antibiotik yang diproduksi oleh
bakteri. Yang didapat dari hubungan dengan nematoda bagi bakteri adalah karena
mereka tidak bisa menyebar, mencari inang dan menginvasi tubuh serangga, oleh
sebab itu nematoda membawa bakteri ke serangga inang.

B. Ulat Gr ayak (Spodoptera spp.)
1. Klasifikasi Ulat Grayak (Spodoptera spp.)
Menurut Santoso (2009), Spodoptera spp. merupakan hama penting pada
tanaman kelompok Brassicaceae, larvanya bersembunyi dalam tanah untuk
menghindari sinar matahari. Hama ini bersifat polyphag reproduksi tinggi dan
penyebarannya sangat luas seperti di beberapa Negara Asia, Africa, Australia dan
New Zealand.

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Sistematika Spodoptera spp. adalah sebagai berikut (Hartati, 2009) :
Kingdom

: Animalia

Filum

: Arthropoda

Kelas

: Insekta

Ordo

: Lepidoptera

Famili

: Noctuidae

Subfamili

: Amphipyrinae

Genus

: Spodoptera

Spesies

: Spodoptera litura F.

2. Biologi dan Mor fologi Ulat Gr ayak (Spodoptera spp. )
Spodoptera spp. termasuk ke dalam jenis serangga yang mengalami
metamorfosis sempurna yang terdiri dari 4 stadia hidup, yaitu telur, larva, pupa dan
imago (Kalshoven, 1981).
Menurut Abel (2010) Spodoptera spp. mempunyai siklus hidup sebagai berikut :
a. Telur
Telur berbentuk agak bulat, berwarna putih pucat pada waktu diletakkan dan
berwarna keruh pada waktu hampir menetas. Telur diletakkan secara berkelompok di
permukaan atas maupun bawah daun yang ditutupi rambut-rambut halus yang
berasal dari ujung abdomen. Tiap kelompok telur terdiri atas 350 butir dan seekor
betina dewasa dapat meletakkan telur lebih kurang 2000-3000 butir. Stadia telur
berlangsung antara 3-5 hari (Kalshoven, 1981). Setelah telur menetas, larva tinggal

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

untuk sementara waktu ditempat telur diletakkan. Beberapa hari kemudian, larva
berpencaran.

(a)
(b)
Gambar 3. Telur Spodoptera spp. (Perbesaran 100X)
(a) Telur Spodoptera spp.
(b) Telur Spodoptera spp. yang menetas

b. Larva
Larva mula-mula berada di permukaan bawah daun, kemudian setelah
berumur 3-5 hari berpencar. Larva aktif pada malam hari, sedangkan pada siang hari
bersembunyi di bawah permukaan tanah atau di dekat pangkal batang tanaman
(Kalshoven, 1981). Pada umur 2 minggu panjang larva mencapai 3 cm, dan dapat
lebih merusak tanaman. Larva muda menyerang daun hingga tertinggal epidermis
atas dan tulang-tulang daun saja. Larva dewasa merusak pertulangan daun hingga
tampak lobang-lobang bekas gigitan larva. Sebelum menjadi pupa, larva memasuki
masa prapupa dan ukuran larva menjadi lebih kecil, mengkerut, tidak aktif dan tidak
makan. Stadia larva berkisar antara 20-26 hari (Irfan, B. dkk. 2007).
Larva Spodoptera spp. mempunyai 4 instar, tubuh larva berwarna hijau
kuning panjang 2,00 – 2,74 mm dan tubuh berbulu-bulu halus, kepala berwarna

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

hitam dengan lebar 0,2 – 0,3 mm. Larva instar kedua tubuh yang berwarna hijau
dengan panjang 3,75 – 10,00 mm (Gambar 4). Bulu-bulunya tidak terlihat dan pada
ruas abdomen pertamana terdapat garis hitam meningkat pada bagian dorsal terdapat
garis putih memanjang dari toraks hingga ujung abdomen (Silihi, 2010).

(a)
(b)
Gambar 4. Larva Spodoptera spp. (Perbesaran 100X)
(a) Larva Instar 1 (b) Larva Instar 2
Yaksan (2010) melaporkan bahwa larva instar ketiga memiliki panjang tubuh 8 –
15 mm dengan lebar kepala 0,5 – 0,6 mm, pada bagian kiri dan kanan abdomen
terdapat garis zig-zag berwarna putih dan bulatan hitam sepanjang tubuh. Instar
keempat panjang tubuh 13 – 20 mm, warna bervariasi yaitu hitam, hijau keputihan,
hijau kekuningan atau hijau keunguan (Gambar 5).

Gambar 5. Larva Spodoptera spp. Instar 3 (perbesaran 100X)

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

c. Pupa
Pembentukan pupa terjadi di dalam tanah, dengan lama stadium pupa selama
9-15 hari. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Marwoto dan Suharsono (2008)
bahwa larva kepompong dalam tanah kemudian membentuk pupa yang berwarna
coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm dan berumur 8 – 11 hari.
d. Imago
Pabbage, Adnan dan Pratiwi (2006) melaporkan bahwa sayap ngengat bagian
depan berwarna coklat atau keperak-perakan dan juga ditemukan spo-spt berwarna
hitam dengan strip-strip putih dan kuning. Sayap belakang biasanya berwarna putih,
imago jantan memikili panjang tubuh 1,7 cm dan imago betina 1,4 cm , umur imago
berkisar 4 – 6 hari (Gambar 6).

(a)
(b)
(c)
Gambar 6. Morfologi Spodoptera spp (Anonim, 1999)
(a) Pupa (b) Imago Jantan (c) Imago Betina
Imago berupa ngengat berwarna coklat muda, diselimuti oleh sisik-sisik halus
berwarna coklat kelabu pada semua permukaan tubuhnya. Seekor imago betina dapat
meletakkan telur 2000-3000 butir bertelur. Sayap bagian depan berwarna coklat
i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

keperakan, dan sayap belakang berwarna keputihan dengan bercak hitam.Imago aktif
pada sore dan malam hari, tertarik pada cahaya lampu. Kemampuan terbang pada
malam hari mencapai 5 km.
Serangga dari Ordo Lepidoptera pada umumnya dikenal oleh setiap orang.
Mereka dapat secara langsung dikenali oleh sisik-sisik pada setiap sayap. Sayap lepas
seperti debu pada jari seseorang bila serangga dipegang.

3. Gejala Serangan Spodoptera spp.
Gejala yang ditimbulkan larva Spodoptera spp. dengan ngengat meletakkan
telur dibawah daun sejak tanaman menghasilkan 4 – 5 daun. Saat keluar dari telur,
larva hidup bergerombol disekitar daun sampai dengan instar ke-3, pada fase ini
larva memakan daun sampai instar ke-4 kemudian larva menyebar ke bagian
tanaman atau tanaman sekitarnya sampai meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian
atas atau transparan sampai tinggal tulang-tulang daun dan larva yang dewasa
memakan tulang daun, hama ini juga memakan tunas dan bunga (Rauf, 1999).

C. Hipotesis
Semakin tinggi dosis nematoda entomopatogen Steinernema spp. yang
diaplikasikan, maka semakin tinggi tingkat kematian larva Spodoptera spp..

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

III. METODE PENELITIAN

A.

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan pada areal pertanaman sawi di Desa Pilang, Kecamatan

Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo. Penelitian dimulai pada bulan Februari sampai Juni
2012. Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu, pembiakan massal namatoda
entomopatogen Steinernema spp. dan aplikasi namatoda entomopatogen Steinernema
spp. pada areal tanaman sawi.

B.

Bahan-Bahan yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembiakan dan perbanyakan nematoda

entomopatogen Steinernema spp. adalah Nutrient Broth, Yeast Extract, minyak
jagung, aquadest, spon, tepung kedelai, kapas steril, Ringer, Hyamine, Suspension,
kertas saring steril, aluminium foil, tanaman sawi (Brasicca juncea), Spodoptera spp.,
dan Steinernema spp.

C.

Alat-alat ya ng Digunakan
Alat yang digunakan sebagai pembiakanan perbanyakan yaitu mikroskop,

autoclaf, pipet ependorf, laminar air flow, beaker glass, tabung erlenmeyer (ukuran
250, 500, 1000 ml), bunsen, label, gunting, hand counter, counting dist, cutter, bak
ukuran 30 x 50 cm, cawan petri, sprayer, shaker, refrigerator, buku dan alat tulis.

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

D. Pelaksanaan Penelitian
1. Pembuatan

Media

Biakan

dan

Per banyakan

Massal Nematoda

Entomopatogen Steinernema spp. secara Invitro
Perbanyakan nematoda entomopatogen dilakukan secara invitro. Perbanyakan
dilakukan dengan pembuatan media untuk biakan yaitu bahan-bahan yang digunakan
adalah Nutrient Broth (7,04 g), Yeast Extract ( 2,56 g), tepung kedelai (115,2 g),
minyak jagung (93 g), aquadest (432 ml), spon (36 g). Bahan-bahan tersebut
dimasukkan ke dalam air mendidih, diaduk sampai merata kemudian diangkat. Spon
dimasukkan ke dalam bak yang berisi bahan-bahan dan diremas-remas. Media spon
dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer ukuran 1000 ml, kemudian ditutup dengan
kapas dan dilapisi dengan alluminium foil atau kertas kemudian media disterilkan ke
dalam autoclaf selama 30 menit dengan suhu 121 ºC dengan tekanan 1,5 atm.
2. Pembuatan Media Cair Yeast Salt ( YS)
Menyiapkan bahan-bahan yang digunakan antara lain Dipostassium Phospate
(K2HPO4) 0,5 g, Amonium Phospate (NH4H2PO4) 0,5 g, Magnesium Sulphate
(MgSO4.7H2O) 0,2 g, BactoYeast Extract 5 g, Natrium Clorida (NaCl) 5 g, dan H2O
sebanyak 1000 ml. Semua bahan-bahan tersebut dicampur dan diaduk hingga
homogen kemudian direbus hingga mendidih. Media yang sudah mendidih
dituangkan ke dalam erlenmeyer 250 ml (Gambar 7.) ditutup dengan kapas dan
dilapisi aluminium foil atau kertas, kemudian disterilkan dalam autoclaf selama 30
menit pada suhu 121 ºC (hitungan waktu dimulai ketika tekanan autoclaf mencapai
1,5 atm).
i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Gambar 7. Media Yeast Salt yang sudah Disterilkan
3. Inokulasi bakteri Simbion dan Nematoda Entomopatogen Steinernema
spp. pada Media Spon
Bakteri simbion diperoleh dari hasil isolasi bakteri dari dalam tubuh serangga
yang telah dibiakkan dalam media Yeast Salt. Hasil biakan bakteri kemudian
dikocok dalam shaker selama 24 jam.
Setelah media spon disterilkan selanjutnya media dalam tiap tabung
erlenmeyer 1000 ml diinokulasi dengan bakteri simbion Xenorhabdus spp.
kemudian diinkubasi selama 24 jam (Gambar 8).

Gambar 8. Media Spon yang Diinokulasi Bakteri Xenorhabdus spp.

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Setelah 24 jam media spon yang telah berisi bakteri simbion Xenorhabdus
spp. diinokulasi nematoda entomopatogen Steinernema spp.. Tabung erlenmeyer
yang berisi nematoda dalam media spon ditutup menggunakan kapas steril dan
aluminium foil atau kertas kemudian disimpan dengan suhu 25ºC selama 14 - 21 hari.
Selama masa penyimpanan diketahui di dalam tabung erlenmeyer setelah tiga hari
muncul nematoda entomopatogen Steinernema spp. membentuk jala-jala pada
dinding-dinding Erlenmeyer (Gambar 9).

Gambar 9. Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. Membentuk Jala-jala pada
Dinding Erlenmeyer
4. Panen Nematoda Entomopatogen Steinernema spp.
Cara panen nematoda entomopatogen Steinernema spp. yang disimpan dalam
medium spon selama 14 - 21 hari dengan suhu 25 ºC, keluarkan spon yang telah
ditumbuhi nematoda entomopatogen Steinernema spp. dari erlenmeyer 1000 ml dan
diletakkan dalam bak ukuran 30 x 50 cm. Setelah itu spon diremas perlahan-lahan
menggunakan air, diendapkan selama dua jam. Setelah dua jam, suspensi hasil
endapan dituang dalam spon ukuran 14 x 25 cm dan disimpan dalam suhu 18 ºC.

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5. Rancangan Per cobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima
perlakuan, masing-masing perlakuan diletakkan di Rancangan Acak Lengkap dan
diulang 5 kali (Gambar 10).
A3

B5

D1

E2

C1

D5

D3

B1

A4

E5

B2

A1

C2

E4

B4

D2

E1

D4

A2

E3

C5

A5

B3

C3

C5

Gambar 10. Denah Penempatan Perlakuan pada Rancangan Acak Lengkap
Keterangan : A adalah Dosis 125.000 IJ/m2
B adalah Dosis 250.000 IJ/m2
C adalah Dosis 375.000 IJ/m2
D adalah Dosis 500.000 IJ/m2
E adalah Dosis 625.000 IJ/m2
1, 2, 3, 4, dan 5 adalah ulangan pada tiap dosis
6. Aplikasi Spodoptera spp. pada Arel Tanaman Sawi
Masing-masing perlakuan luasnya 1 m2 dengan jumlah tanaman sawi
berkisar antara 20 – 25. Karena tanaman sawi jenis Brasica juncea tidak memiliki
nilai ambang batas ekonomi maka diinvestasi larva Spodoptera spp. sebanyak 20
larva/ perlakuan. Larva Spodoptera spp. diaplikasikan pada tanaman sawi saat
berumur 28 hari.

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7. Aplikasi Nematoda Entomopatogen Steinernema spp.

Gambar 11. Denah Perlakuan pada Areal Tanaman Sawi
Uji efikasi nematoda entomopatogen Steinernema spp. dilakukan pada areal
pertanaman sayuran yang terserang Spodoptera spp.(Gambar 11). Pada lahan jika
tidak ditemukan larva Spodoptera spp. maka perlu diaplikasikan larva tersebut.
Banyaknya larva yang diaplikasikan pada masing-masing perlakuan ialah 20
larva/m2, untuk mengantisipasi agar larva tersebut tidak hilang maka larva
Spodoptera spp. diletakkan pada bagian tengah dari setiap plot-plot pada beberapa
pertanaman sayuran sawi. Percobaan terdiri dari 5 perlakuan dan masing-masing
perlakuan diulang 5 kali. Perlakuannya terdiri dari 125.000 IJ/m2, 250.000 IJ/m2,
375.000 IJ m2, 500.000 IJ/m2 dan 625.000 IJ/m2. Penyemprotan di lapang dilakukan
pada sore hari, sebelum disemprot suspensi dicampur dengan agristik (perekat) agar
nematoda entomopatogen Steinernema spp. menempel pada bagian tanaman sawi.

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8. Metode Pengamatan
Pengamatan dilakukan 12 jam setalah aplikasi, selanjutnya dilakukan setiap
24 jam kemudian sampai terjadi kematian pada larva Spodoptera spp. Persentase
kematian larva Spodoptera spp. dihitung menggunakan rumus Abbot (1925) dan
dianalisis menggunakan analisis Sidik Ragam.

9. Analisis Data
Hasil dari persentase kematian larva Spodoptera spp. dihitung menggunakan
metode Abbot dengan rumus:
A
P=

x 100 %
B

Keterangan : P adalah persentase kematian larva Spodoptera spp.
A adalah jumlah larva Spodoptera spp yang mati.
B adalah jumlah larva Spodoptera spp. keseluruhan
Data hasil pengamatan dianalisis dengan metode sidik ragam atau anova.
Apabila F hitung lebih besar dari F tabel maka selanjutnya diuji dengan beda nyata
terkecil (BNT) 5 %.

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Hasil dan Pembahasan
Hasil uji efikasi nematoda entomopatogen

Steinernema spp. terhadap

Spodoptera spp. menunjukkan peningkatan mortalitas larva Spodoptera spp. dari
awal pengamatan (12 jam setelah aplikasi) sampai pengamatan keempat (72 jam
setelah aplikasi). Mortalitas larva Spodoptera spp. mencapai 100% pada pengamatan
keempat.
Tabel 1. Persentase Kematian Larva Spodoptera spp. Akibat Serangan
Nematoda Entomopatogen Steinernema spp.
Per lakuan
Persentase Mortalitas Larva Spodoptera spp.

125.000 IJ/m2
250.000 IJ/m2
375.000 IJ/m2
500.000 IJ/m2
625.000 IJ/m2
BNT 5%

Pengamatan ke……….setelah Aplikasi
1 (12 jam)
2 (24 jam)
3 (48 jam)
4 (72 jam)
55
73
90
100
52
74
89
97
50
71
81
98
48
73
87
97
70
75
89
98
tn
tn
tn
tn

Kematian larva Spodoptera spp. pada pengamatan pertama (12 jam setelah
aplikasi) paling banyak ditunjukkan pada dosis 625.000 IJ/m2 dan berlanjut sampai
pengamatan ketiga (48 jam setelah aplikasi), kematian yang paling rendah
ditunjukkan pada dosis 500.000 IJ/m2, kemudian pada pengamatan kedua dan ketiga
ditunjukkan pada dosis 375.000 IJ/m2. Sampai pada pengamatan ke empat (72 jam
setelah aplikas) tingkat mortalitas larva Spodoptera spp. yang paling banyak pada
dosis

125.000 IJ/m2 yaitu mencapai 100%.. Adanya peningkatan mortalitas

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Spodoptera spp. diduga disebabkan karena pada waktu yang semakin bertambah,
nematoda Steinernema spp. semakin tumbuh dan berkembang di dalam tubuh
Spodoptera spp., sehingga tingkat kerusakan jaringan tubuh serangga semakin tinggi
pula. Tingkat kerusakan jaringan tubuh yang tinggi dapat menyebabkan mortalitas
serangga. Hasil pengamatan mortalitas Spodoptera sp. menunjukkan bahwa jumlah
mortalitas Spodoptera spp. mencapai maksimal pada pengamatn ke empat setelah
aplikasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Levine & Sadeghi (1992), bahwa nematoda
entomopatogen Steinernema spp. efektif untuk mengendalikan larva Lepidoptera
selama 1 sampai 8 hari setelah aplikasi.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa dari pemberian dosis yang
berbeda setelah aplikasi, tidak menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan (tn)
terhadap persentase mortalitas Spodoptera spp.. Dengan demikian dapat diketahui
bahwa dosis nematoda Steinernema spp. yang efektif dalam mengendalikan
Spodoptera spp. adalah 125.000 IJ/m2. Meskipun tidak ada perbedaan nyata dari
hasil analisis, tetapi ada kecenderungan peningkatan mortalitas Spodoptera spp. pada
pengamatan 1 (12 jam), 2 (24 jam), 3 (48 jam) dan ke 4 (72 jam) yang semakin
meningkat.
Kematian larva Spodoptera spp. yang diakibatkan nematoda Steinernema spp.
ditandai dengan morfologi fisik seperti tubuh larva berwarna coklat karamel
(Gambar 12).

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Larva Sehat

Larva Terserang

Gambar 12. Larva Spodoptera spp. yang Sehat dan yang Terserang Nematoda
Entomopatogen Steinernema spp. (Perbesaran 200X)
Serangga yang mati akibat serangan nematoda akan menampakkan gejala
spesifik. Gejala serangan nematoda Steinernema spp. terhadap larva Spodoptera spp.
selain tubuh larva berubah warna menjadi kecoklatan/ karamel, tubuh larva juga
menjadi lunak tetapi tidak berbau dan kemudian hancur (Gambar 13). Gejala hama
yang terinfeksi Steinernema spp. berwarna kecoklatan/ karamel karena bakteri
Xenorhabdus spp.

yang

bersimbiosis

dengan

nematoda

Steinernema

spp.

menghasilkan enzimlekitinase, protease serta entomotoksin (eksotoksin dan
endotoksin) yang mempengaruhi proses kematian pada hama. Bakteri Xenorhabdus
spp. termasuk bakteri gram negatif, katalase negatif dan bioluminenscens negatif
sehingga gejala larva yang terinfeksi nematoda Steinernem

Dokumen yang terkait

Pengendalian Nematoda Paru Akar Meloidogyne spp. (Tylenefiida ; Heteroderidae) Pada Tanaman Kentang dengan Menggunakan Paetilomyces fumosoroseus (Hypecreafes ; Hypocreaceae)

0 25 75

POTENSI LARVA NEMATODA ENTOMOPATHOGEN Steinernema spp. TERHADAP MORTALITAS ULAT Spodoptera litura F. INSTAR III PADA TANAMAN TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.)

1 10 26

KARAKTERISTIK BAKTERI SIMBION NEMATODA ENTOMOPATOGEN Heterorhabditis spp. (Photorhabdus luminenscens)

0 5 33

Uji Efektifitas Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. Sebagai Pengendali Penggerek Pucuk Kelapa Sawit (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera : Scarabaidae) di Laboratorium

5 24 68

Seleksi Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. Sebagai Agen Pengendali Hayati Untuk Mengendalikan Pupa Lalat Buah Bactrocera papayae (Drew-Hancock).

0 1 1

TOKSISITAS NEMATODA ENTOMOPATOGEN (Steinernema spp) HASIL BIAKAN PADA MEDIA KUNING TELUR TERHADAP HAMA TANAMAN SAWI (Spodoptera litura).

1 1 59

PATOGENISITAS NEMATODA ENTOMOPATOGEN Steinernema spp. DAN Heterorhabditis spp. TERHADAP HAMA BAWANG MERAH Spodoptera exigua Hubner. | Ashari | AGROLAND 8174 26846 1 PB

0 0 7

Uji Efektifitas Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. Sebagai Pengendali Penggerek Pucuk Kelapa Sawit (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera : Scarabaidae) di Laboratorium

0 2 11

Uji Efektifitas Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. Sebagai Pengendali Penggerek Pucuk Kelapa Sawit (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera : Scarabaidae) di Laboratorium

0 0 2

EFIKASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN (Steinernema spp.) TERHADAP Spodoptera spp.

0 1 17