PENGENDALIAN SEDIMEN SUNGAI SERAYU DI KABUPATEN WONOSOBO - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)
64 BAB IV
ANALISA DATA
4.1 Tinjauan Umum
Gagasan untuk mewujudkan suatu bangunan harus didahului dengan survey dan investigasi untuk mendapatkan data yang sesuai guna mendukung terealisasinya sisi pelaksanaan fisik suatu bangunan. Survey dan investigasi merupakan salah satu tahapan perencanaan yang crucial, agar proyek yang dibangun sesuai dengan rencana (Budieny, 2007). Dengan melaksanakan survey dan identifikasi yang menyeluruh, maka akan memberikan hasil yang sesuai sasaran dan akurat untuk digunakan dalam perencanaan.
Hasil dari survey dan investigasi yang dilakukan akan disajikan dalam bentuk data. Data yang diperlukan dalam sebuah perencanaan bangunan terutama bangunan air, biasanya terdiri dari data topografi, data geologi, data tanah, data hidrologi, data morfologi sungai, dan data ekologi (Budieny, 2007). Untuk memiliki semua informasi tersebut dalam jangka waktu tertentu, merupakan hal yang amat sulit, apalagi bila dibatasi oleh aspek biaya. Oleh karena itu, dalam suatu perencanaan diperbolehkan untuk menggunakan data sekunder atau data yang didapatkan secara tidak langsung/tidak melalui observasi sendiri.
Pada bab ini, penulis menggunakan sebagian besar data yang bersifat sekunder. Walaupun demikian, hal ini tentu saja tidak mengurangi keakuratan data-data tersebut.
4.2 Data Geologi dan Mekanika Tanah
Data geologi dan mekanika tanah yang didapat penyusun merupakan data sekunder yang didapat dari Laporan Akhir Detail Desain Bangunan Pengendali Sedimen di Wilayah Sungai Serayu-Bogowonto (2004). Data geologi berguna untuk menunjukkan jenis-jenis tanah dan lapisan-lapisan tanah di calon lokasi bangunan. Sedangkan data mekanika tanah diperlukan untuk mendapatkan informasi mengenai sifat-sifat fisik dan mekanis tanah.
(2)
65 4.2.1 Data Geologi
Lokasi rencana bangunan pengendali sedimen Sungai Serayu terletak di Dusun Jlamprang, Kecamatan Leksono, Kabupaten Wonosobo. Menurut Laporan Akhir Detail Desain Bangunan Pengendali Sedimen di Wilayah Sungai Serayu-Bogowonto (2004), secara fisiografis terletak pada Zona Pegunungan Serayu Utara dengan litologi didominasi oleh endapan Flysh berupa perlapisan batu lempung, batu pasir, dan breksi dengan rincian sebagai berikut :
a. Sisi timur dan barat sungai merupakan daerah persawahan dengan litologi berupa soil dalam ukuran lanau lempungan.
b. Pada tebing dan dasar sungai tersusun oleh litologi breksi dengan fragmen berukuran 5-30 cm, berbentuk meruncing hingga agak membulat, kemas terbuka, dan matriksnya berupa pasir sedang-halus.
c. Sisipan batu pasir kompak dan keras terdapat pada sebagian tebing. d. Dasar sungai berupa breksi sebagian ditutupi gravel, bongkah dan
berakal.
e. Pada bagian atas tebing yang membentuk terasering ditemukan endapan bongkah dan berakal andesit dalam kondisi lepas, dan di sela-selanya berupa lempung lanauan.
4.2.2 Data Mekanika Tanah
Data tanah diuji di laboratorium dengan mengambil sampel tanah secara tak terganggu (undisturbed sample) pada dua titik di lokasi. Menurut Laporan Akhir Detail Desain Bangunan Pengendali Sedimen di Wilayah Sungai Serayu-Bogowonto (2004), data tanah pada lokasi rencana diketahui sebagai berikut :
Tabel 4-1 Data Tanah Pada Lokasi Rencana BPS di Dusun Jlamprang (Laporan Akhir Detail Desain Bangunan Pengendali Sedimen di Wilayah Sungai
Serayu-Bogowonto, 2004)
No. Sifat Fisik/Teknis Titik bor 1 Titik bor 2
1. Kedalaman sampel (m) -1,0 s.d. -1,50 -1,0 s.d. -2,0
2. Water content (%) 26,00 27,50
3. Specific Gravity 2,7090 2,7100
(3)
66 5. Dry unit weight (gr/cm3) 1,3386 1,3301
6. Porosity(%) 50,59 50,92
7. Void ratio (e) 1,0238 1,0374
8. Grain size Pasir kerikilan Pasir kerikilan
9. Kohesi (kg/cm2) 0,09 0,07
10. Internal angle of friction (degree) 28 32
4.3 Penggunaan Lahan
Menurut Studi Kasus DAS Serayu (2002), penggunaan lahan dalam DAS Serayu tersebut terdiri dari :
Tabel 4-2 Tata Guna Lahan di DAS Serayu (Studi Kasus DAS Serayu, 2002) Jenis Luas (%)
Sawah 29,822 Pekarangan 12,579
Tegalan 35,436 Hutan 17,531 Perkebunan 4,632
4.4 Sistem Konservasi Tanah
Menurut Studi Kasus DAS Serayu (2002), sistem konservasi tanah di DAS Serayu dilakukan berdasar kemiringan lereng yang terdiri dari :
Tabel 4-3 Pembagian Sistem Konservasi Tanah Pada DAS Serayu (Studi Kasus DAS Serayu, 2002)
Kemiringan (%) Luas (%)
0 – 8 1,107
8,1 – 20 9,738 20 – 45 31,998
> 45 57,157
4.5 Data Hidrologi
Penulis menggunakan data curah hujan harian yang didapat dari BMG untuk pengukuran di stasiun Leksono dan stasiun Kertek dari tahun 1987-2006 (20 tahun) untuk menghitung debit rencana Daerah Aliran Sungai Serayu.
4.3.1 Perhitungan Curah Hujan Daerah
Perhitungan curah hujan yang mewakili daerah aliran Sungai Serayu menggunakan metode Thiessen Polygon.
(4)
67 Dengan memakai peta daerah aliran Sungai Serayu, dibuat garis yang menghubungkan titik stasiun Leksono dan titik stasiun Kertek. Ditarik garis tegak lurus dengan garis penghubung yang akan membagi dua daerah aliran Sungai Serayu. Secara skalatis, dapat dihitung luas daerah aliran Sungai Serayu, luas daerah pengaruh stasiun Leksono ( ), dan luas daerah pengaruh stasiun Kertek ( ) dengan hasil sebagai berikut :
, km2
, km2
∑ , km2
b. Menghitung curah hujan daerah aliran
Curah hujan harian daerah aliran dihitung dengan metode Thiessen dengan memakai rumus berikut (Loebis, 1987) :
∑ ∑ (2-2)
Contoh perhitungan curah hujan harian daerah aliran untuk tanggal 1 April 2004 :
, km2 mm
, km2 mm
∑ , km2
, ,
,
, mm
c. Menentukan curah hujan harian maksimum bulanan
Melalui data curah hujan harian daerah aliran yang sudah dihitung sebelumnya, ditentukan curah hujan harian maksimum yang mewakili untuk masing-masing bulan dalam 20 tahun.
d. Menentukan curah hujan harian maksimum tahunan
Curah hujan harian maksimum tahunan adalah curah hujan harian maksimum bulanan yang mewakili untuk masing-masing tahun. Curah hujan harian maksimum tahunan disajikan dalam tabel berikut :
(5)
68 Tabel 4-4 Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan
Gabungan Daerah Aliran
Tahun (mm) Tahun (mm)
1987 124 1997 109 1988 114 1998 98 1989 156 1999 92 1990 164 2000 179 1991 80 2001 189 1992 142 2002 95 1993 95 2003 136 1994 87 2004 140 1995 162 2005 116 1996 103 2006 144
4.3.2 Analisa Frekwensi
Analisa Frekwensi dilakukan dengan Pengujian Distribusi Normal, Gumbel, Log Normal, dan Log Pearson III (Soemarto, 1995) :
Tabel 4-5 Perhitungan Parameter Uji Distribusi Normal dan Distribusi Gumbel 1 189 62,75 3937,56 247082,05 15504398,44 2 179 52,75 2782,56 146780,17 7742654,07 3 164 37,75 1425,06 53796,11 2030803,13 4 162 35,75 1278,06 45690,73 1633443,75 5 156 29,75 885,06 26330,61 783335,63 6 144 17,75 315,06 5592,36 99264,38 7 142 15,75 248,06 3906,98 61535,00 8 140 13,75 189,06 2599,61 35744,63
9 136 9,75 95,06 926,86 9036,88
10 124 -2,25 5,06 -11,39 25,63
11 116 -10,25 105,06 -1076,89 11038,13 12 114 -12,25 150,06 -1838,27 22518,75 13 109 -17,25 297,56 -5132,95 88543,44 14 103 -23,25 540,56 -12568,08 292207,82 15 98 -28,25 798,06 -22545,27 636903,75 16 95 -31,25 976,56 -30517,58 953674,32 17 95 -31,25 976,56 -30517,58 953674,32 18 92 -34,25 1173,06 -40177,39 1376075,63 19 87 -39,25 1540,56 -60467,08 2373332,82 20 80 -46,25 2139,06 -98931,64 4575588,38
Jml 2525 19857,75 228921,38 39183798,89
, ,
, , ,
Tabel 4-6 Perhitungan Parameter Uji Distribusi Log Normal dan Distribusi Log
1 2,2765 0,1887 0,0356 0,0067 0,0013
2 2,2529 0,1651 0,0273 0,0045 0,0007
(6)
69
4 2,2095 0,1218 0,0148 0,0018 0,0002
5 2,1931 0,1054 0,0111 0,0012 0,0001
6 2,1584 0,0706 0,0050 0,0004 0,0000
7 2,1523 0,0645 0,0042 0,0003 0,0000
8 2,1461 0,0584 0,0034 0,0002 0,0000
9 2,1335 0,0458 0,0021 0,0001 0,0000
10 2,0934 0,0057 0,0000 0,0000 0,0000 11 2,0645 -0,0233 0,0005 0,0000 0,0000
12 2,0569 -0,0309 0,0010 0,0000 0,0000
13 2,0374 -0,0503 0,0025 -0,0001 0,0000 14 2,0128 -0,0749 0,0056 -0,0004 0,0000
15 1,9912 -0,0965 0,0093 0,0009 0,0001
16 1,9777 -0,1100 0,0121 -0,0013 0,0001 17 1,9777 -0,1100 0,0121 -0,0013 0,0001 18 1,9638 -0,1240 0,0154 -0,0019 0,0002 19 1,9395 -0,1482 0,0220 -0,0033 0,0005 20 1,9031 -0,1847 0,0341 -0,0063 0,0012
Jml 41,7552 0,2342 0,0015 0,0050
, ,
, , ,
Metode yang akan digunakan harus memenuhi syarat yang terdapat pada tabel 2-5. Pemilihan tersebut disajikan dalam tabel 4-7 :
Tabel 4-7 Penentuan Metode Distribusi yang Digunakan
Distribusi Hasil
Perhitungan Syarat Analisa
Normal ,
,
Tidak memenuhi
Log Normal , dan
Tidak memenuhi
Log Pearson III , Memenuhi
Gumbel ,
,
,
, Tidak memenuhi 4.3.3 Perhitungan Curah Hujan Rencana
Berdasarkan pengujian analisa frekwensi, maka perhitungan curah hujan rencana memakai distribusi Log Pearson III dengan periode ulang 5, 10, 25, 50, 100, dan 200 tahun. Rumus (Soemarto, 1995) :
log log (2-15)
Dimana :
a. log adalah bentuk logaritmis curah hujan dengan periode ulang yang ditentukan sebelumnya.
b. ∑ log adalah jumlah logaritmis hujan tahunan selama pengamatan
(7)
70 c. , merupakan faktor frekwensi untuk distribusi Log Pearson III.
Besar faktor ini dipengaruhi oleh nilai Skewness ( ) dan periode ulangnya. Nilai diambil dari tabel 2-4.
d. adalah standar deviasi yang juga dapat dilihat pada tabel 4-6. e. Curah hujan rencana dapat dihitung dengan meng-antilog-kan log .
Contoh perhitungan :
th ,
∑ log , ,
log ∑ log .
log , , ,
log ,
, mm
Untuk lebih jelasnya mengenai perhitungan curah hujan rencana yang dilakukan, dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4-8 Perhitungan Curah Hujan Rencana
(th) ∑ log (mm)
5 2,0878 0,836 0,1110 2,1806 151,5609
10 2,0878 1,292 0,1110 2,2312 170,3018
25 2,0878 1,785 0,1110 2,2860 103,1789
50 2,0878 2,107 0,1110 2,3217 209,7553
100 2,0878 2,400 0,1110 2,3542 226,0718
200 2,0878 2,670 0,1110 2,3842 242,2288
Perkiraan curah hujan rencana yang dipakai adalah curah hujan dengan periode ulang 50 tahun. Karena pada umumnya perencanaan bangunan pengendali sedimen memiliki umur rencana 50 tahun (Laporan Akhir Detail Desain Bangunan Pengendali Sedimen di Wilayah Sungai Serayu-Bogowonto, 2004).
4.3.4 Perhitungan Debit Banjir
Perkiraan debit banjir dilakukan dengan metode berikut (Loebis, 1987) :
a. Manual Banjir Rencana Untuk Jawa dan Sumatera Rumus (Loebis, 1987) :
(8)
71 (2-18)
. , ,
, (2-19)
, , log (2-20)
(2-21)
, , log (2-22)
(2-23)
, (2-24)
Total daerah aliran di atas danau-danau
(2-25)
Dimana :
= debit banjir tahunan (m3/det)
= faktor pembesaran regional yang terdapat pada tabel 2-6 = Mean Annual Flood atau banjir tahunan rata-rata (m3/det)
= luas daerah aliran (km2)
= rata-rata tahunan curah hujan harian (mm) = curah hujan harian terpusat maksimum (mm) = faktor reduksi areal daerah aliran
= kemiringan sungai (m/km)
= beda tinggi antara lokasi penelitian dengan titik tertinggi awal sungai (m)
= panjang sungai utama (km) = panjang sungai (km)
= proporsi luas daerah aliran danau-danau dan waduk-waduk Perhitungan :
→ karena tidak ada danau dalam daerah aliran
, km
, , , km
m
, , m/km
, km2
(9)
72
, mm
, , , mm
, , log , ,
. , , , , , ,
,
,
Untuk menentukan debit banjir rencana daerah aliran, dikalikan dengan faktor pembesaran regional yang ditentukan menurut luas daerah aliran dan tahun periode ulang. Perhitungan tersebut disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 4-9 Perhitungan Banjir Rencana dengan Metode Untuk Jawa dan Sumatera
(th) , (m3/det)
5 10 25 50 100 200 1,280 1,560 1,958 2,350 2,780 3,270 1,270 1,540 1,917 2,300 2,720 3,200 1,271 1,541 1,919 2,303 2,724 3,204 257,207 257,207 257,207 257,207 257,207 257,207 326,808 396,409 493,701 592,351 700,533 824,148
b. Metode Haspers
Rumus (Loebis, 1987) :
(2-26)
, , , (2-27)
, ,
, , (2-28)
, , , (2-29)
Untuk t < 2 jam, digunakan rumus :
, (2-30)
Untuk t > 2 jam, digunakan rumus :
(2-31)
, (2-32)
(10)
73 = koefisien run off
= koefisien reduksi
= luas daerah pengaliran sungai (km2) = lamanya curah hujan (jam)
= panjang sungai (km) = kemiringan sungai
= intensitas curah hujan selama durasi t = curah hujan harian maksimum (mm/hari) = hujan maksimum (m3/det/km2)
Perhitungan :
, km2
, km
,
, , ,
, , ,
, , , ,
, , , , , , jam
, , , ,
,
, ,
,
,
= 209,755 mm → diambil dari tabel 4-8
, ,
, , mm
,
, , , m
3
/det/km2
, , , , , m3/det
c. Metode Rasional
Rumus (Loebis, 1987) :
, (2-33)
(2-34)
(11)
74 Dimana :
koefisien runoff
intensitas hujan (mm) = hujan maksimum (mm) = waktu konsentrasi (jam)
Perhitungan :
, km
,
, , , , , jam
= 209,755 mm → diambil dari tabel 4-8 ,
, , mm
Wilayah lokasi rencana merupakan pegunungan tersier → , (diambil dari tabel 2-7), sehingga :
, , , , , m
3
/det
d. Metode Melchior
Rumus (Loebis, 1987) :
(2-36)
, (2-37)
(2-38)
(2-39)
(2-40)
(2-41)
, → , (2-41)
, (2-42)
Dimana :
= luas ellips daerah aliran (km2) = panjang sungai (km)
(12)
75 = kecepatan rata-rata air (m/det)
= intensitas curah hujan selama durasi t (mm/jam) = hujan maksimum (mm)
Perhitungan :
, km
, , km
, , , km2
, ,
Melalui perhitungan selanjutnya, didapat , dan
, . Sedangkan nilai koefisien reduksi yang dipakai adalah
, .
Diketahui , , , km2, , dan
asumsi, m3/det/km2 maka :
, , , , , m/det
,
, , jam → , → hasil interpolasi
, ,
, , , m
3
/det/km2 ( → tidak OK) Dengan cara trial error, dicoba untuk , m3/det/km2, maka :
, , , , , , m/det
,
, , jam → , → hasil interpolasi
, ,
, , , m
3
/det/km2 ( → OK) Sehingga, debit banjir menurut Melchior adalah :
, , , , , m3/det
e. Metode Weduwen
Rumus (Loebis, 1987) :
(2-43)
(13)
76 ,
, (2-45)
, , , (2-46)
(2-47) Perhitungan dilakukan dengan membuat asumsi lamanya curah hujan ( ). Misal jam, maka :
,
, ,
,
, , m
3
/det/km2 ,
, ,
, ,
, , , , , , , ,
( → tidak OK)
Dengan cara trial error, dicoba dengan , jam, maka :
,
, ,
, ,
,
, , , m
3/det/km2
,
, ,
, ,
, , , , , , , ,
( → OK)
Maka debit banjir menurut Weduwen adalah :
, , , ,
, m3/det
Hasil perhitungan debit banjir yang dihitung seperti di atas disajikan pada tabel berikut :
Tabel 4-10 Hasil Perhitungan Debit Banjir
No Metode Perhitungan Debit Banjir
Periode Ulang 50 Tahun 1. Manual Banjir Untuk Jawa
dan Sumatera 592,351m
3 /det
(14)
77
3. Melchior 759,068 m3/det
4. Weduwen 1681,464 m3/det
5. Rasional 2305,787 m3/det
Perkiraan perhitungan debit banjir yang digunakan untuk luas DAS sebesar , km2, dengan periode ulang selama 50 tahun adalah hasil perhitungan metode Weduwen, yaitu , m3/det. Metode ini dipakai karena menghasilkan perkiraan debit banjir yang paling besar, setelah metode rasional. Metode rasional tidak dapat digunakan karena menurut Mutreja (1986) metode rasional terbatas untuk luas DAS sebesar 12 km2.
4.3.5 Perhitungan Erosi Lahan yang Terjadi Rumus :
(2-52)
∑ (2-53)
, , , , (2-55)
K , O M , , s , (2-56)
LS , S , S , (2-57)
Di mana :
= kehilangan tanah (ton/ha/th) = faktor erosivitas hujan (KJ/ha/th) = faktor erodibilitas tanah
= faktor panjang dan kemiringan lereng
= faktor tanaman penutup dan manajemen tanaman = faktor konservasi praktis
= jumlah kejadian hujan dalam setahun = indeks erosi hujan bulanan (KJ/ha) = curah hujan bulanan (cm)
= jumlah hari hujan per bulan
= hujan maksimum harian dalam bulan yang bersangkutan = persentase pasir sangat halus dan debu
(15)
78 = persentase bahan organik
= kode struktur tanah yang dipergunakan dalam klasifikasi tanah = klas permeabilitas tanah
= panjang lereng (m)
= kemiringan lereng (derajat)
= konstanta yang besanya bervariasi tergantung besarnya Perhitungan :
, (KJ/ha/th) → perhitungan terlampir
Menghitung dengan menentukan terlebih dahulu variabel berikut :
Fraksi berupa debu → (didapat dari tabel 2-9). Kandungan bahan organik sebanyak < 2% → %. Granula sangat halus →
(tabel 2-10). Permeabilitas agak lambat ( , , cm/jam) → (tabel 2-11). Sehingga dapat dihitung :
, , , , ,
,
Menghitung dengan menentukan terlebih dahulu variabel berikut :
m dan , % → , (didapat dari tabel 2-12). Sehingga menjadi :
,
, , , ,
,
,
Faktor C menggunakan tabel 2-13, dan menghitung C ditunjukkan pada tabel berikut :
Tabel 4-11 Perhitungan C
Jenis Luas (%) Faktor C Luas (%) * C
Sawah 29,822 0,010 0,298
Pekarangan 12,579 1,000 12,579
Tegalan 35,436 0,700 24,805
Hutan 17,531 0,001 0,018
Perkebunan 4,632 0,400 1,853
100,000 39,553
0,396 Faktor C DAS Serayu
(16)
79 Penentuan faktor P menggunakan tabel 2-14, sedangkan untuk menentukan nilai faktor P disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 4-12 Perhitungan P
Kemiringan Luas (%) Faktor P Luas (%) * P
0-8 1,107 0,50 0,553
8,1-20 9,738 0,75 7,304
20-45 31,998 0,90 28,798
>45 57,157 0,90 51,441
100,000 88,096
0,881 Faktor P DAS Serayu
Menghitung erosi lahan ( ) dengan rumus :
, , , , , ,
ton/ha/th. Sedangkan untuk erosi total selama 50 tahun dan seluas DAS Serayu adalah :
, . . , ton.
4.3.6 Perhitungan Produk Sedimen
Menghitung SDR dengan rumus (Boyce, 1975) :
, ,
, , , ,
Sehingga yield sedimen pada DAS Serayu sebesar :
. . , , . . , ton
dengan berat jenis sedimen sebesar 1,4 ton/m3, maka volume total sedimen yang terjadi pada DAS Serayu selama 50 tahun adalah
. . , m3.
(1)
74 Dimana :
koefisien runoff
intensitas hujan (mm) = hujan maksimum (mm) = waktu konsentrasi (jam)
Perhitungan :
, km
,
, , , , , jam
= 209,755 mm → diambil dari tabel 4-8 ,
, , mm
Wilayah lokasi rencana merupakan pegunungan tersier → ,
(diambil dari tabel 2-7), sehingga :
, , , , , m
3
/det
d. Metode Melchior
Rumus (Loebis, 1987) :
(2-36)
, (2-37)
(2-38)
(2-39)
(2-40)
(2-41)
, → , (2-41)
, (2-42)
Dimana :
= luas ellips daerah aliran (km2) = panjang sungai (km)
(2)
75 = kecepatan rata-rata air (m/det)
= intensitas curah hujan selama durasi t (mm/jam) = hujan maksimum (mm)
Perhitungan :
, km
, , km
, , , km2
, ,
Melalui perhitungan selanjutnya, didapat , dan
, . Sedangkan nilai koefisien reduksi yang dipakai adalah
, .
Diketahui , , , km2, , dan
asumsi, m3/det/km2 maka :
, , , , , m/det
,
, , jam → , → hasil interpolasi
, ,
, , , m
3
/det/km2 ( → tidak OK) Dengan cara trial error, dicoba untuk , m3/det/km2, maka :
, , , , , , m/det
,
, , jam → , → hasil interpolasi
, ,
, , , m
3
/det/km2 ( → OK) Sehingga, debit banjir menurut Melchior adalah :
, , , , , m3/det
e. Metode Weduwen
Rumus (Loebis, 1987) :
(2-43)
(3)
76 ,
, (2-45)
, , , (2-46)
(2-47) Perhitungan dilakukan dengan membuat asumsi lamanya curah hujan ( ). Misal jam, maka :
,
, ,
,
, , m
3
/det/km2 ,
, ,
, ,
, , , , , , , ,
( → tidak OK)
Dengan cara trial error, dicoba dengan , jam, maka :
,
, ,
, ,
,
, , , m
3/det/km2 ,
, ,
, ,
, , , , , , , ,
( → OK)
Maka debit banjir menurut Weduwen adalah :
, , , ,
, m3/det
Hasil perhitungan debit banjir yang dihitung seperti di atas disajikan pada tabel berikut :
Tabel 4-10 Hasil Perhitungan Debit Banjir
No Metode Perhitungan Debit Banjir
Periode Ulang 50 Tahun 1. Manual Banjir Untuk Jawa
dan Sumatera 592,351m
3
/det
(4)
77
3. Melchior 759,068 m3/det
4. Weduwen 1681,464 m3/det
5. Rasional 2305,787 m3/det
Perkiraan perhitungan debit banjir yang digunakan untuk luas DAS sebesar , km2, dengan periode ulang selama 50 tahun adalah hasil perhitungan metode Weduwen, yaitu , m3/det. Metode ini dipakai karena menghasilkan perkiraan debit banjir yang paling besar, setelah metode rasional. Metode rasional tidak dapat digunakan karena menurut Mutreja (1986) metode rasional terbatas untuk luas DAS sebesar 12 km2.
4.3.5 Perhitungan Erosi Lahan yang Terjadi
Rumus :
(2-52)
∑ (2-53)
, , , , (2-55)
K , O M , , s , (2-56)
LS , S , S , (2-57)
Di mana :
= kehilangan tanah (ton/ha/th) = faktor erosivitas hujan (KJ/ha/th) = faktor erodibilitas tanah
= faktor panjang dan kemiringan lereng
= faktor tanaman penutup dan manajemen tanaman = faktor konservasi praktis
= jumlah kejadian hujan dalam setahun = indeks erosi hujan bulanan (KJ/ha) = curah hujan bulanan (cm)
= jumlah hari hujan per bulan
= hujan maksimum harian dalam bulan yang bersangkutan = persentase pasir sangat halus dan debu
(5)
78 = persentase bahan organik
= kode struktur tanah yang dipergunakan dalam klasifikasi tanah = klas permeabilitas tanah
= panjang lereng (m)
= kemiringan lereng (derajat)
= konstanta yang besanya bervariasi tergantung besarnya Perhitungan :
, (KJ/ha/th) → perhitungan terlampir
Menghitung dengan menentukan terlebih dahulu variabel berikut :
Fraksi berupa debu → (didapat dari tabel 2-9). Kandungan bahan organik sebanyak < 2% → %. Granula sangat halus →
(tabel 2-10). Permeabilitas agak lambat ( , , cm/jam) → (tabel 2-11). Sehingga dapat dihitung :
, , , , ,
,
Menghitung dengan menentukan terlebih dahulu variabel berikut :
m dan , % → , (didapat dari tabel 2-12). Sehingga menjadi :
,
, , , ,
,
,
Faktor C menggunakan tabel 2-13, dan menghitung C ditunjukkan pada tabel berikut :
Tabel 4-11 Perhitungan C
Jenis Luas (%) Faktor C Luas (%) * C
Sawah 29,822 0,010 0,298
Pekarangan 12,579 1,000 12,579
Tegalan 35,436 0,700 24,805
Hutan 17,531 0,001 0,018
Perkebunan 4,632 0,400 1,853
100,000 39,553
0,396 Faktor C DAS Serayu
(6)
79 Penentuan faktor P menggunakan tabel 2-14, sedangkan untuk menentukan nilai faktor P disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 4-12 Perhitungan P
Kemiringan Luas (%) Faktor P Luas (%) * P
0-8 1,107 0,50 0,553
8,1-20 9,738 0,75 7,304
20-45 31,998 0,90 28,798
>45 57,157 0,90 51,441
100,000 88,096
0,881 Faktor P DAS Serayu
Menghitung erosi lahan ( ) dengan rumus :
, , , , , ,
ton/ha/th. Sedangkan untuk erosi total selama 50 tahun dan seluas DAS Serayu adalah :
, . . , ton.
4.3.6 Perhitungan Produk Sedimen
Menghitung SDR dengan rumus (Boyce, 1975) :
, ,
, , , ,
Sehingga yield sedimen pada DAS Serayu sebesar :
. . , , . . , ton
dengan berat jenis sedimen sebesar 1,4 ton/m3, maka volume total sedimen yang terjadi pada DAS Serayu selama 50 tahun adalah
. . , m3.