S BIO 1100053 Chapter1

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian
Di era globalisasi saat ini muncul sejumlah isu yang sering dibahas dalam media
masa, yakni isu-isu sosial yang berkaitan dengan konsep-konsep ilmiah yang
dianggap cukup bermasalah dan banyak mengundang kontroversi. Ungkapan isu
sosio-saintifik ini telah datang untuk mewakili dilema sosial dengan melibatkan
produk atau proses ilmu pengetahuan dan menciptakan suatu perdebatan atau
kontroversi (Sadler & Zeidler, 2005a). Isu-isu yang dihadapkan terhadap individu
tentu bukanlah suatu permasalahan yang sederhana, sehingga diperlukan suatu proses
agar individu tersebut dapat mengambil keputusan berdasarkan pemahaman mereka
sehingga menghasilkan suatu keputusan yang tidak merugikan pihak manapun.
Masalah sosio-saintifik telah menjadi sesuatu yang penting dalam pendidikan
sains karena menempati peran sentral dalam proses literasi sains (Venville &
Dawson, 2010). Literasi sains memerlukan kemampuan untuk membahas,
menafsirkan bukti yang relevan, dan menarik kesimpulan dalam menanggapi isu-isu
sosio-saintifik. Seperti yang diungkapkan Newton & Osborne (dalam Sadler, 2004a )
bahwa beberapa ahli pendidikan berpendapat untuk menyertakan isu sosio-saintifik

dalam proses pembelajaran agar dapat menghasilkan masyarakat yang bertanggung
jawab dan mampu menerapkan pengetahuan ilmiahnya, dan juga terbiasa untuk
berpikir. Sarana & Voss (dalam Venville & Dawson, 2010) mengungkapkan bahwa
jenis berpikir yang terjadi ketika mempertimbangkan isu-isu sosio-saintifik disebut
dengan penalaran informal. Seperti yang telah dikemukakan oleh Tweney (dalam
Sadler, 2004a) bahwa meskipun hasil dari ilmu pengetahuan dapat disajikan dalam
bahasa penalaran formal dan logika, hasil berpikir sendiri berasal dari penalaran
informal. Seseorang yang terlibat dalam penalaran informal akan merenungkan sebab
akibat, pro-kontra, dan alternatif dalam menyikapi isu-isu sosio-saintifik tersebut.
Penelitian mengenai penalaran informal dan isu sosio-saintifik salah satunya telah
dilakukan oleh Sadler (2004a), mengemukakan bahwa masalah sosio-saintifik sangat
Dwie Saptarani, 2015
PENALARAN INFORMAL MENGENAI ISU SOSIO-SAINTIFIK PADA JENJANG PENDIDIKAN SD, SMP, DAN SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2

ideal sebagai alasan dalam mengaplikasikan penalaran informal, karena menurut
definisinya masalah sosio-saintifik bersifat kompleks, terbuka, sering meninggalkan
dilema yang sangat kontroversial, dan tidak memiliki jawaban yang pasti. Penelitian

yang telah dilakukan Sadler mengambil sampel dengan perbedaan gender. Perbedaan
gender dianggap akan menghasilkan jenis penalaran yang berbeda, terlebih bila
penalaran yang digunakan mengenai isu sosio-saintifik, karena dilihat dari
kekompleksannya isu sosio-saintifik akan memunculkan beragam perspektif moral,
etika, sosial, dan lain lain. Laki-laki dan perempuan akan menghasilkan pola
penalaran moral yang berbeda, walaupun diasumsikan laki-laki dan perempuan pada
dasarnya tidak memiliki perbedaan pada pengambilan keputusan moral (Gilligan,
1982). Penalaran moral yang berbeda tentu saja akan memengaruhi pola penalaran
informal yang dihasilkan.
Penalaran informal dianggap penting ketika informasi kurang diakses, atau ketika
masalah bersifat lebih terbuka, bisa diperdebatkan, kompleks, atau terstruktur, dan
terutama ketika masalah ini mensyaratkan individu untuk membangun suatu
argumentasi (Sadler, 2004a). Penalaran informal bersifat individual, artinya masingmasing individu dalam memikirkan suatu hal pasti menggunakan alasan yang
mendasari pemikiran tersebut secara berbeda. Berbeda dengan penalaran formal yang
biasanya kita kenal di logika matematika, maka penalaran informal ini akan sangat
beragam jenisnya, tergantung bagaimana kita mengelompokkannya. Setelah
seseorang bernalar, maka hasil pemikirannya tersebut akan dituangkan dalam bentuk
argumen yang dapat dibangun dari berbagai macam perspektif untuk menanggapi
berbagai macam masalah pada isu-isu sosio-saintifik. Sama halnya dengan ilmuan
yang menggunakan penalaran informalnya untuk memperoleh suatu wawasan,

masyarakat bisa pula mengandalkan penalaran informal untuk dapat menjelaskan
keputusan kontroversial yang mereka ambil dalam menghadapi isu-isu sosio-saintifik
(Sadler & Zeidler, 2005a).
Masyarakat demokratis yang hidup di era sekarang ini dibangun di atas ilmu
pengetahuan dan teknologi yang disajikan dengan isu-isu sosio-saintifik, dan proses
penalaran informal memungkinkan mereka untuk bisa mengakses, merumuskan,
Dwie Saptarani, 2015
PENALARAN INFORMAL MENGENAI ISU SOSIO-SAINTIFIK PADA JENJANG PENDIDIKAN SD, SMP, DAN SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3

mengevaluasi, berargumentasi, dan memberikan bukti pendukung yang kuat dalam
menghadapi isu-isu sosio-saintifik. Walaupun hidup di era seperti itu, pada
pembelajaran di sekolah jarang sekali isu-isu sosio-saintifik diangkat sebagai bahan
dalam melatih siswa untuk bisa bernalar dalam memecahkan suatu permasalahan,
padahal dalam aplikasinya sains banyak dikemas di lingkungan masyarakat sebagai
isu yang menuai kontroversi. Bagaimana masyarakat dapat berkembang di era
modern sepeti ini, jika masyarakat tidak dilatih untuk dapat menyelesaikan berbagai
permasalahan yang sangat berhubungan dengan kehidupan sehari-hari yang tak

terlepas dari peran teknologi dan sains. Dengan banyak menjawab permasalahanpermasalahan yang diangkat dari isu sosio-saintifik, menunjukkan bentuk tanggung
jawab sebagai individu yang memiliki literasi sains (Herlianti dkk, 2014). Artinya,
jika masyarakat tak dapat menjawab berbagai macam permasalahan mengenai isu
sosio-saintifik, maka masyarakat bukanlah seorang individu yang memiliki literasi
sains, padahal literasi sains harus dimiliki jika menginginkan kehidupan yang lebih
maju. Untuk dapat membangun suatu bangsa yang baik, harus dimulai dari individuindividu yang memiliki kemampuan yang baik pula.
Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mewujudkan sistem pendidikan yang kuat untuk menciptakan manusiamanusia yang produktif dan berkembang yang mampu menjawab tantangan zaman
yang selau dinamis. Siswa dituntut untuk memiliki keterampilan ilmiah, keterampilan
berpikir, dan strategi berpikir (Widhy, Nurohman, & Wibowo, 2013). Pembelajaran
merupakan proses ilmiah. Seperti yang dilansir dari modul Implementasi Kurikulum
2013 yang diterbitkan oleh Kementrian Pendidikan dan kebudayaan, kurikulum 2013
yang sekarang digunakan di Indonesia menggunakan

esensi pendekatan ilmiah

sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan peserta didik. Pendekatan ilmiah ini mengandalkan penalaran siswa
untuk dapat memunculkan dan mengembangkan sikap ilmiah. Proses pembelajaran
harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai non ilmiah. Oleh karena itu diperlukan

pembiasaan dalam mengembangkan suatu pola fikir yang dikemas lebih spesifik pada
pola penalaran. Pada Kurikulum 2013, terdapat Kompetensi Inti yang terkait dengan
Dwie Saptarani, 2015
PENALARAN INFORMAL MENGENAI ISU SOSIO-SAINTIFIK PADA JENJANG PENDIDIKAN SD, SMP, DAN SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4

proses penalaran, artinya siswa dituntut untuk dapat menggunakan penalarannya
untuk pengambilan keputusan yang baik, namun kenyataannya masih banyak siswa
yang belum menggunakan penalarannya dengan baik sehingga kurang dapat
membuat keputusan yang bijak terkait permasalahan-permasalahan yang dianggap
penting. Hasil dari apa yang difikirkan seseorang akan sangat tergantung dengan
bagaimana proses berfikir orang tersebut. Memang sangatlah sulit untuk dapat
mengetahui bagaimana proses yang ada di otak seseorang ketika memikirkan suatu
hal. Tidak ada alat yang maupun test yang dapat mengukur sejauh mana atau sedalam
apa proses berfikir seseorang itu.Tapi hasil tak pernah jauh dari proses, maka tentu
saja proses berfikir seseorang dapat dilihat dari hasil pemikiran yang seseorang
kemukakan. Alasan-alasan dari hal yang mendasari seseorang mengemukakan hasil
fikirannya kita kenal dengan penalaran. Penalaran sebagai suatu bentuk alasan

mengapa seseorang dapat berpikir dan tentunya akan berpengaruh terhadap hasil dari
pola pikir individu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tuntutan dari kurikulum 2013
adalah pengembangan penalaran untuk mencapai esensi dari pendekatan ilmiah.
Walaupun kurikulum di Indonesia berubah-ubah, namun esensi yang diharapkan
tentu sama, yakni untuk mempersiapkan sumberdaya manusia yang siap untuk
ditempatkan dalam kondisi apapun, dan siap menerima berbagai macam tantangan
zaman. Pentingnya sebuah kurikulum membawa implikasi pada penerapan
pembelajaran yang terarah sehingga tujuan dari pendidikan dapat terencana dengan
baik. Kegiatan pembelajaran memerlukan sebuah perencanaan agar pencapaian
tujuan pendidikan dapat terselenggara dengan efektif dan efisien serta isi kurikulum
merupakan susunan dan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan
penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya
pencapaian tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu, apapun kurikulum yang
digunakan di Indonesia, tetap hal terpenting adalah bagaimana membawakan sebuah
proses pembelajaran yang baik sehingga akan mempermudah tercapainya tujuan dari
pendidikan.
Proses pembelajaran erat kaitannya dengan metode pembelajaran yang dilakukan.
Metode pembelajaran seperti apa yang tepat digunakan dalam suatu proses
Dwie Saptarani, 2015
PENALARAN INFORMAL MENGENAI ISU SOSIO-SAINTIFIK PADA JENJANG PENDIDIKAN SD, SMP, DAN SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5

pembelajaran? Metode pembelajaran yang sesuai akan mempermudah siswa
menyerap materi pembelajaran. Untuk dapat menentukan metode yang sesuai, perlu
dilakukan analis terhadap karakter peserta didik yang akan memperoleh
pembelajaran. Oleh karena itu salah satunya penting mengetahui kategori penalaran
informal peserta didik untuk dapat menyesuaikan metode pembelajaran dengan
kategori penalaran informal yang dimiliki siswa. Kategori penalaran informal peserta
didik sedikitnya akan menyingkap seperti apa karakter tiap individu dari peserta didik
tersebut, dengan demikian akan mempermudah untuk mengetahui bagaimana metode
pembelajaran yang paling sesuai. Hal tersebut tentunya akan mempermudah guru
dalam menyampaikan pembelajaran dan juga mempermudah siswa untuk menyerap
materi ajar.
Sebagai bagian dari pendidikan IPA, pembelajaran Biologi mengupayakan
subyek didik sebagai manusia yang memiliki modal literasi sains, yaitu manusia yang
membuka kepekaan diri, mencermati, menyaring, mengaplikasikan, serta turut serta
berkontribusi


bagi

perkembangan

sains

dan

teknologi

untuk

peningkatan

kesejahteraan dan kemaslahatan masyarakat. Selain kemampuan intelektual, literasi
sains juga menyangkut keterampilan berpikir tingkat tinggi, sosial, dan interdisipliner
(Nbina dan Obomanu, 2010). Pengertian individu yang berliterasi sains menyangkut
persoalan bagaimana seseorang menilai dan mengaplikasikan modal literasi sains
yang dimilikinya sebagai wujud dari karakter individu yang bertanggung jawab
secara sosial (Nuangchalerm, 2010). Implikasinya adalah pembelajaran biologi yang

ditujukan pada pencapaian literasi sains jangka panjang perlu melibatkan aspek etika,
moral dan sosial dalam kurikulum yang interdisipliner (Subiantoro, Ariyanti, &
Sulistyo, 2013).
Pengembangan dan implementasi pembelajaran biologi yang berorientasi pada
pendidikan karakter dapat dilakukan melalui strategi Isu Sosio-saintifik, yakni dengan
menciptakan situasi belajar yang kontekstual, sehingga akan erat sekali hubungannya
bagaimana menyelesaikan permasalahan tersebut dengan menggunakan penalaran
yang tepat, karena ketika berada di masyarakat penalaran yang banyak diperlukan
adalah penalaran informal. Semakin berkembangnya zaman, isu sosio-saintifik yang
Dwie Saptarani, 2015
PENALARAN INFORMAL MENGENAI ISU SOSIO-SAINTIFIK PADA JENJANG PENDIDIKAN SD, SMP, DAN SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

6

beredar di masyarakat menjadi lebih kompleks. Jika dari jenjang anak-anak hingga
dewasa, penalaran informal seorang individu tidak berkembang, maka seorang
individu akan sulit menjawab dan mengambil keputusan mengenai berbagai macam
permasalahan sosio-saintifik, karena isu sosio-saintifik dapat dijawab menggunakan
penalaran informal. Oleh karena itu untuk dapat lebih mengeksplorasi hal tersebut

dibutuhkan studi awal mengenai karakter siswa dengan melihat pola penalaran
informal, sehingga dalam mengimplementasikan sistem pembelajaran berbasis Isu
Sosio-saintifik akan lebih mudah, selain itu dengan mengetahui penalaran informal
akan memudahkan untuk membenahi penalaran informal seseorang sehingga bisa
menjadi lebih baik. Dengan demikian, penting untuk mengetahui secara mendasar
penalaran informal yang terjadi pada seorang individu. Bertolak atas dasar-dasar
demikian maka peneliti mengambil judul tentang “Penalaran Informal mengenai Isu
Sosio-Saintifik pada Jenjang SD, SMP, Dan SMA.

B. Rumusan Masalah Penelitian
Bagaimana penalaran informal mengenai isu sosio-saintifik pada jenjang SD,
SMP, dan SMA?
Untuk lebih memerinci permasalahan di atas, secara lebih terperinci dinyatakan
ke dalam pertanyaan penelitian, yaitu:
1. Bagaimana pola penalaran informal mengenai isu sosio-saintifik yang muncul
pada jenjang SD, SMP, dan SMA?
2. Bagaimana pola penalaran informal mengenai isu sosio-saintifik yang muncul
berdasarkan perbedaan gender?

C. Definisi Operasional

Agar diperoleh kesamaan persepsi antara penulis dan pembaca terhadap variabel
yang digunakan pada penelitian ini, maka perlu adanya definisi operasional untuk
menghindari kekeliruan maksud dan tujuan yang ingin dicapai. Berikut uraian
definisi operasional yang digunakan pada penelitian ini.

Dwie Saptarani, 2015
PENALARAN INFORMAL MENGENAI ISU SOSIO-SAINTIFIK PADA JENJANG PENDIDIKAN SD, SMP, DAN SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

7

1. Penalaran Informal
Penalaran informal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penalaran bersifat
individual yang digunakan untuk menjawab isu sosio-saintifik terkait kesehatan yang
didapat melalui kuesioner terbuka dan dikategorikan menjadi rasional, emotif, dan
intuitif yang muncul pada jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA.

2. Isu sosio-saintifik
Isu sosio-saintifik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah isu terkait kesehatan
yang melibatkan produk dan proses sains dan menimbulkan suatu kontroversi dan
dianggap bermasalah di masyarakat.

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang dilakukan melihat dari rumusan masalah dan pertanyaan
penelitian yang telah ditentukan antara lain:
1. Mengidentifikasi penalaran informal yang terjadi pada jenjang SD, SMP, dan
SMA
2. Mendeskripsikan pola penalaran informal berdasarkan perbedaan gender.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya:
1. Diperoleh informasi mengenai gambaran umum penalaran informal pada jenjang
SD hingga SMA untuk dapat membenahi penalaran yang ada pada siswa menjadi
lebih baik, sehingga diharapkan pembelajaran berbasis isu sosio-saintifik
diterapkan di sekolah agar dapat melatih siswa bernalar sehingga dapat
meningkatkan kualitas penalaran siswa.
2. Dengan belajar bernalar dalam menghadapi persoalan isu sosio-saintifik
diharapkan siswa dapat menjadi seorang yang siap untuk hidup bermasyarakat
dengan berbagai macam permasalahannya dan dapat memecahkan berbagai
macam permasalahan tersebut menggunakan penalaran yang baik.

Dwie Saptarani, 2015
PENALARAN INFORMAL MENGENAI ISU SOSIO-SAINTIFIK PADA JENJANG PENDIDIKAN SD, SMP, DAN SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

8

3. Menjadi bahan penelitian lanjutan bagi pengembangan keilmuan pendidikan
khususnya yang berhubungan dengan Isu Sosio-saintifik dan penalaran informal.

F. Struktur Organisasi Skripsi
Penelitian ini berjudul “Penalaran Informal mengenai Isu Sosio-saintifik pada
Jenjang Pendidikan SD, SMP, dan SMA”. Laporan hasil penelitian tersebut ditulis
dalam bentuk skripsi dengan sistematika sebagai berikut.
1. Bab I Pendahuluan
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian,
rumusan masalah dan pertanyaan penelitian yang menjadi acuan penelitian,
definisi operasional dari variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
2. Bab II Tinjauan Pustaka
Dalam bab ini diuraikan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan setiap
konsep yang terlibat dalam penelitian ini, yaitu penalaran, penalaran informal,
dan isu sosiosaintifik. Selain itu dalam bab ini juga dipaparkan mengenai
informasi dari beberapa penelitian terdahulu yang relevan.
3. Bab III Metode Penelitian
Dalam bab ini diuraikan mengenai metodologi yang digunakan dalam penelitian
yang meliputi desain penelitian, partisipan yang terlibat dalam penelitian, teknik
pengumpulan data, analisis data, dan uraian mengenai prosedur penelitian.
4. Bab IV Temuan dan Pembahasan
Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil temuan dan pembahasan yang disusun
secara tematik. Pembahasan hasil temuan dikaitkan dengan tinjauan pustaka yang
dipaparkan pada bab sebelumnya.
5. Bab V Simpulan dan Saran.
Dalam bab ini diuraikan mengenai kesimpulan yang dapat ditarik dari
keseluruhan tahapan penelitian. Selain itu, dalam bab ini disertakan saran dari
penulis mengenai penelitian serupa di masa mendatang.

Dwie Saptarani, 2015
PENALARAN INFORMAL MENGENAI ISU SOSIO-SAINTIFIK PADA JENJANG PENDIDIKAN SD, SMP, DAN SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu