Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rancang Bangun Pesawat Terbang Mandiri Tanpa Awak dengan Empat Baling-Baling Penggerak (Autonomous Quadcopter) T1 612005082 BAB IV

BAB IV
PENGUJIAN DAN ANALISIS
Pada skripsi ini dilakukan beberapa pengujian dan percobaan untuk mendapatkan hasil
rancang bangun Quadcopter yang stabil dan mampu bergerak mandiri (autonomous).
Pengujian dilakukan berdasarkan arsitektur perancangan yang telah dibuat dan dimulai dari
layer yang paling bawah dan diteruskan ke layer-layer atasnya. Metode ini dilakukan karena
berdasarkan hierarki arsitektur perancangan yang dibuat, salah satu layer tidak akan bekerja
dengan baik jika tidak ditunjang layer dibawahnya yang bekerja dengan baik dan benar-benar
teruji.
4.1. Pengujian Physical Layer
Pengujian physical layer bertujuan untuk menguji kemampuan sistem mekanik
quadcopter yang dibuat. Pengujian dilakukan dengan uji thrust, yaitu pengujian gaya dorong
rotor yang diukur dengan loadcell oleh mikrokontroler dan dikirimkan ke PC (Personal
Computer) seperti pada gambar 4.1.

Gambar 4.1. Susunan Uji Thrust.

77

78
Dalam uji thrust, mikrokontroler mengirimkan sinyal PWM ke ESC dengan ton dari 1

mS sampai 1.9 mS dengan periode 2 mS. Setiap kenaikan 1 uS mikrokontroler membaca nilai
ADC dari loadcell yang telah dikuatkan oleh pengkondisi sinyal. Nilai ADC tersebut
dikonversikan ke berat sesuai dengan kalibrasi yang terlebih dulu dilakukan dan kemudian
dikirimkan ke PC. Data yang dikirimkan ke PC adalah PWM-1000uS dan hasil pengukuran
berat. Pada PC, data hasil pengukuran mikrokontroler ditulis dalam file.
Tegangan input ESC yang digunakan pada percobaan ini sebesar 11.1V (LiPo battery
2.25Ah 3 cell, 130C discharge), BLDC 1000kV dan baling-baling 10x4.5.
Hasil dari uji thrust yang dilakukan terlihat pada gambar 4.2.

Gambar 4.2. Hasil Uji Thrust.

Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa nilai gaya dorong maksimal satu rotor
adalah 9.7 Newton atau setara dengan berat 0.989 kg (g=9.8 ms-2). Dengan berat total pesawat

79
1200 gram, maka mikrokontroler harus mengirimkan PWM minimal 1300 uS. Nilai PWM ini
bisa dijadikan estimasi PWM minimum untuk terbang bagi kontrol pesawat.

4.2. Pengujian Low Layer Control
Low layer control merupakan bagian penting dari quadcopter yang dibuat, karena

berkaitan dengan sensor dan kendali gerak quadcopter. Kestabilan pesawat sangat dipengaruhi
oleh layer ini sehingga pengujian setiap bagian dari layer ini harus dilakukan.
Pengujian low layer control terdiri dari pengujian sensor akselerometer, pengujian
sensor giroskop, pengujian sensor magnetometer, pengujian sensor ultrasonik, pengujian
algoritma DCM-IMU untuk AHRS dan tuning statis kontrol PID.
4.2.1. Pengujian Sensor Akselerometer
Fungsi utama sensor akselerometer pada quadcopter pada skripsi ini adalah mengukur
arah percepatan gravitasi. Pengujian dilakukan dengan melakuakan akuisisi data sensor
akselerometer tiga aksis dan responnya terhadap kemiringan. Akuisisi data sensor dilakukan
dengan mikrokontroler LPC1114 dan dikirimkan ke PC melalui serial port. Proses akuisisi
oleh mikrokontroler LPC1114 menggunakan metode interrupt driven, sehingga pengujian ini
sekaligus menguji fungsionalitas dari program akuisisi sensor dengan metode interrupt driven.
Sensor akselerometer LIS3LV02DL yang digunakan diinisialisasi dengan jangkauan
pengukuran ±2g dan representasi data yang digunakan 16 bit [5].
Pengujian sensor dilakukan dengan memposisikan sensor pada posisi awal mendatar
(sumbu z mengarah ke atas) dan selanjutnya sensor diputar perlahan dengan sumbu rotasi x
sebesar 90° dan -90°. Dengan proses yang sama, pengujian juga dilakukan dengan sumbu
rotasi y. Gambar 4.3 dan gambar 4.4 merupakan grafik hasil pengujian sensor akselerometer

80

yang telah dilakukan. Sumbu mendatar adalah sample dan sumbu vertikal adalah nilai
keluaran akselerometer.
20000

Accelerometer raw data

15000
10000
5000
X

0
-5000

0

100

200


300

400

500

600

Y
Z

-10000
-15000
-20000

Sample

Gambar 4.4. Hasil uji akselerometer dengan diputar pada sumbu X.

20000

Accelerometer raw data

15000
10000
5000

X

0
-5000 0

100

200

300

400

500


600

Y
Z

-10000
-15000
-20000

sample

Gambar 4.3. Hasil uji akselerometer dengan diputar pada sumbu Y.
Pada saat kondisi datar, percepatan gravitasi yang bersifat statis bekerja pada sumbu z
negatif, sehingga data pada sumbu z bernilai positif. Pada hasil percobaan, respon terhadap
percepatan statis ini juga berlaku pada sumbu-sumbu pengukuran yang lain. Untuk sumbu

81
yang digunakan sebagai sumbu rotasi dibuktikan dalam pengujian bahwa nilainya mendekati
0. Hal ini menandakan secara fungsional, akselerometer dapat bekerja.

Nilai absolut maksimum dari satu sumbu pada pengujian ini merupakan besarnya nilai
sensor untuk merepresentasikan percepatan gravitasi, karena tidak ada percepatan dinamis
yang bekerja dan setiap sumbu ‘pernah’ diarahkan searah percepatan gravitasi.
Nilai absolut maksimum sumbu z pada pengujian ini adalah 15804, sumbu y sebesar
16800 dan sumbu x sebesar 16858. Idealnya, sensor LIS3LV02DL merepresentasikan 1g
dengan nilai 16384 (216/4, resolusi=16bit, jangkauan ±2g). Perbedaan ini dapat diatasi dengan
proses kalibrasi.

4.2.2. Pengujian Sensor Giroskop
Sensor giroskop pada skripsi ini digunkan untuk mendeteksi kecepatan sudut sebagai
pembentuk matrik rotasi pada algoritma DCM-IMU. Pengujian yang dilakukan pada sensor
giroskop hampir sama dengan pengujian pada akselerometer, yaitu dengan akuisisi data sensor
yang dikirimkan ke PC.
Pengujian sensor dilakukan dengan merotasi sensor giroskop pada setiap sumbu-sumbu
pengukurannya. Pengujian tiap sumbu pengukuran dilakukan dengan 5 langkah perlakuan
yaitu diam→rotasi arah positif→rotasi arah negatif→diam→ rotasi arah negatif→ rotasi arah
positif. Tiga langkah pengujian tersebut dilakukan dengan dua kecepatan rotasi yang berbeda.

82
1500


Gyro raw data

1000
500
0
0

50

100

150

200

250

X


300

-500
-1000
-1500

Sample

Gambar 4.4. Hasil uji giroskop sumbu X.
1500
1000
500
Y

0
0

50

100


150

200

250

300

-500
-1000
-1500

Gambar 4.5. Hasil uji giroskop sumbu Y.

83
2000
1500
1000
500

0
-500

Z
0

50

100

150

200

250

-1000
-1500
-2000

Gambar 4.6. Hasil uji giroskop sumbu Z.
Dari hasil percobaan masing-masing sumbu dapat merespon kecepatan sudut yang
diberikan baik pada rotasi positif dan negatif. Masing-masing sumbu juga memilki keluaran
data yang proporsional terhadap besarnya kecepatan sudut yang dilakukan.
Untuk menguji akurasi besarnya keluaran sensor terhadap kecepatan sudut yang
dilakukan, dibutuhkan media berputar dengan kecepatan sudut yang konstan di mana sensor
giroskop diletakan pada media tersebut. Alat pengujian ini bagi penulis sulit untuk
direalisasikan. Sehingga sensitifitas data keluaran sensor ITG3205 ini sepenuhnya merujuk
pada datasheet yaitu 14.375 LSB/(°/s) [4].
Hasil pengujian pada sumbu z menunjukan rata-rata ZRO giroskop yang cukup besar
yaitu 59 LSB atau 4.1 °/s, sehingga pada penggunaanya, perlu untuk mengurangkan data
keluaran sumbu z dari giroskop dengan nilai rata-rata ZRO ini.

84
4.2.3. Pengujian Sensor Magnetometer
Magnetometer atau kompas digital digunakan untuk referensi arah hadap serta yaw
cancelation. Sama seperti sensor akselerometer dan giroskop, pengujian dilakukan dengan
akuisisi data sensor CMPS10 dan dikirimkan ke PC.
Untuk menguji data keluaran, magnetometer diputar 360° secara bertahap pada bidang
datar. Setiap berputar 22.5° (terukur dengan busur) nilai sensor disimpan. Pada saat pengujian
pada sudut 0°, nilai dari kompas digital dipakai sebagai nilai awal pengukuran, hal ini
dilakukan untuk menguji liniearitas dari kompas digital. Tabel 4.1 merupakan hasil pengujian
sensor magnetometer.

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Magnetometer
Sudut hadap (°)
2.5
25
47.5
70
92.5
115
137.5
160
182.5
205
227.5
250
272.5
295
317.5
340

Keluaran Kompas (°)
2.5
21
39.3
59.3
81.5
105.5
131.5
162.5
193.5
222.4
247.5
269.5
288.9
307.6
326.4
345.5

Selisih (°)
0
4
8.2
10.7
11
9.5
6
-2.5
-11
-17.4
-20
-19.5
-16.4
-12.6
-8.9
-5.5

Dari hasil pengujian sensor magnetometer, didapatkan sensor magnetometer dapat
merespon perubahan arah hadap. Hasil pengukuran menunjukan bahwa sensor magnetometer

85
yang digunakan memilki nilai selisih maksimum dari sudut hadap aktual sebesar 20°. Nilai
error ini terlalu besar terutama jika digunakan untuk navigasi berdasarkan arah kutub magnet
bumi. Tetapi keuntungan dari sensor ini adalah tidak mengalami drift. Sehingga meskipun
tidak akurat, tetapi dapat digunakan untuk drift correction pada algoritma DCM-IMU.

4.2.4. Pengujian AHRS
Pengujian AHRS dilakukan untuk menguji koreksi drift dan respon dari implementasi
algoritma DCM-IMU pada AHRS yang telah dibuat. Pengujian dilakukan dengan melakukan
pengiriman data hasil (roll, pitch dan yaw) algoritma DCM-IMU

oleh mikrokontroler

LPC1114 ke PC. Pada pengujian ini AHRS sudah terpasang pada kerangka Quadcopter. Ada
dua pengujian yang dilakukan, yaitu uji koreksi drift dan uji respon.

4.2.4.1. Uji Respon
Uji respon dilakukan untuk menguji respon dari AHRS dengan algoritma DCM-IMU
terhadap perubahan sudut. Pengujian dilakukan dengan membandingkan keluaran AHRS dan
pengukuran sudut dengan akselerometer. Metode ini dilakukan dengan asumsi bahwa
akselerometer memiliki respon yang cepat dalam mendeteksi percepatan, termasuk percepatan
statis gravitasi bumi.
Pengujian pertama dilakukan dengan merotasikan AHRS pada sumbu x (roll) dan pada
sumbu y (pitch). Hasil dari pengujian ini dapat dilihat pada Gambar 4.7 dan 4.8.

86
1500

pitch(rad*1000)

1000
500
Akselerometer(pitch)

0
0

200

400

600

800

DCM(pitch)

-500
-1000
-1500

sample

Gambar 4.7. Perbandingan DCM-IMU dan Akselerometer pada Sudut Pitch.
1500

roll(rad*1000)

1000
500
akselerometer(roll)

0
0

200

400

600

800

DCM(roll)

-500
-1000
-1500

sample

Gambar 4.8. Hasil Uji DCM-IMU dan Akselerometer pada Sudut Roll.
Berdasarkan hasil yang ditunjukan pada Gambar 4.7 dan 4.8, keluaran DCM-IMU
mampu mengikuti perubahan sudut yang terjadi. Hal ini membuktikan bahwa AHRS yang
dirancang dapat merespon perubahan sudut yang terjadi.

87
Pengujian kedua adalah menguji pengaruh vibrasi terhadap AHRS yang dirancang.
Vibrasi dibuat dengan menghidupkan rotor pada Quadcopter. Langkah pengujian sama
dengan pengujian sebelumnya. Hasil dari pengujian ini ditunjukan pada Gambar 4.9 dan 4.10.

1500
1000

roll(rad*1000)

500
Accelerometer (roll)

0
0

500

1000

1500

DCM-IMU(roll)

-500
-1000
-1500

sample

Gambar 4.9. Hasil Uji DCM-IMU pada Sudut Roll dengan Vibrasi Rotor.

88
1500

pitch(rad*1000)

1000
500
Akselerometer (pitch)

0
0

200

400

600

800

1000

DCM-IMU(pitch)

-500
-1000
-1500

Sample

Gambar 4.10. Hasil Uji DCM-IMU pada Sudut Pitch dengan Vibrasi Rotor.
Dari hasil pengujian dengan vibrasi, didapatkan sudut akselerometer terpengaruh oleh
vibrasi rotor dan sudut hasil algoritma DCM-IMU lebih tidak terpengaruh vibrasi. Juga dapat
dilihat bahwa AHRS dapat merespon perubahan sudut meskipun ada pengaruh vibrasi.

4.2.4.2. Uji Koreksi Drift
Uji koreksi drift dilakukan untuk mengetahui apakah AHRS mempunyai nilai yang
bergerak merambat saat dalam kondisi diam. Ada dua langkah yang diambil, yaitu dengan
menonaktifkan fungsi drift_correction() pada algoritma DCM-IMU dan langkah kedua
mengaktifkan fungsi itu lagi. Pengujian dilakukan pada kondisi diam dan AHRS pada kondisi
mendatar. Waktu pengujian adalah 300 detik. Gambar 4.11 dan 4.12 menunjukan hasil
pengujian ini.

89
600

sudut(rad*1000)

500
400
300

roll
pitch

200

yaw
100
0
-100

0

500

1000

1500

2000

2500

sample

Gambar 4.11. Hasil Uji DCM-IMU tanpa Drift Correction.

Gambar 4.12. Hasil Uji DCM-IMU dengan Drift Correction.
Dari hasil uji drift, didapatkan bahwa keluaran algoritma DCM-IMU tanpa fungsi
drift_correction() mengalami perubahan sudut 0.53 radian pada sudut roll setelah didiamkan
selama 300 detik. Setelah fungsi drift_correction() digunakan ketiga sudut keluaran DCMIMU tidak mengalami perubahan saat diam selama 300 detik. Hal ini menandakan bahwa
algoritma DCM-IMU yang dibuat mampu mengatasi drift.

90
4.2.5. Uji Kontrol PID
Pengujian kontrol PID dilakukan untuk mendapatkan parameter kontrol dari
Quadcopter. Ada beberapa tahap pengujian (tuning) yang dilakukan yaitu uji statis dan
dinamis.
4.2.5.1. Uji Statis
Uji statis dilakukan pada kontrol sudut roll dan pitch. Pengujian ini dilakukan dengan
menempatkan Quadcopter dengan mekanik pada sumbu rotasi uji, sehingga Quadcopter
dapat bergerak bebas pada sumbu tersebut.

Gambar 4.13. Uji statis pada sumbu roll dan pitch.

Metode tuning untuk mendapatkan parameter PID pada sudut uji roll dan pitch
dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1.

Set 0 nilai kp, ki, kd dan sudut set.

91
2.

Kecepatan dua rotor uji dinaikan samapi mendekati kecepatan minimum terbang
yang diperoleh dari uji thurst.

3.

Nilai offset motor disesuaikan sehingga kedua rotor dalam kondisi seimbang. Hal
ini dilakukan untuk membantu kerja kontrol I agar tidak terlalu banyak melakukan
kompensasi.

4.

Nilai kp dinaikan sampai terjadi osilasi. Kenaikan nilai kp ini dijaga agar tidak
melebihi batas dan osilasi yang terjadi tidak membahayakan saat pengujian statis
dilakukan.

5.

Nilai kd dinaikan sampai osilasi yang terjadi menjadi teredam dan berhenti pada
kondisi steady state.

6.

Nilai ki

dinaikan sampai steady state error dapat dikoreksi dan pesawat

mempertahankan kondisi seimbang.
7.

Keseimbangan pesawat diuji dengan memberikan gangguan dan perubahan sudut
set yang mendadak. Nilai kp, ki dan kd disesuaikan untuk mendapatkan kontrol
yang memiliki overshoot kecil dan settling time yang pendek.

Untuk mengatur parameter dan memvisualisasikan dalam bentuk grafik dari besaran-besaran
kontrol dalam pesawat, digunakan Android tablet yang terhubung secara nirkabel dengan
pesawat melalui bluetooth. Berikut adalah hasil plot dari uji yang dilakukan:

92

Gambar 4.14. Hasil uji statis sudut pitch dengan perubahan sudut set mendadak.

Gambar 4.15. Hasil uji statis sudut roll dengan perubahan sudut set mendadak.

93
Dari hasil uji statis pada sudut roll dan pitch, dengan memberikan perubahan sudut set
yang mendadak dapat dilihat bahwa kontrol PID untuk kedua sudut ini dapat menyesuaikan
kecepatan rotor agar sudut aktual sesuai dengan sudut set yang diberikan.

4.3. Pengujian Mid Layer Control
Pengujian mid layer control dilakukan untuk menguji rutin-rutin autonomous pesawat.
Pada bagian ini hanya pengujian sistem autonomous take-off yang akan dibahas.
Pengujian autonomous take-off dilakukan untuk mendapatkan parameter-parameter
kontrol PID untuk take off. Langkah tuning yang dilakukan pada prinsipnya sama dengan
langkah-langkah saat uji statis. Berikut adalah hasil dari sistem autonomous take-off yang
diplot dalam Android tablet:

Gambar 4.16. Plot data ketinggian pada sistem autonomous take-off