Pengaruh Pemberian Kotoran Kelinci Fermentasi (Urine Dan Feses) Dan Interval Pemotongan Terhadap Produksi Dan Kualitas Rumput Gajah (Pennisetum Purpureum)

TINJAUAN PUSTAKA Hijauan Makanan Ternak

  Pakan hijauan adalah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan berupa daun - daunan, terkadang termasuk batang, ranting dan bunga (Sugeng, 1998). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Nasution (1986) yang menyatakan makanan hijauan adalah semua bahan makanan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun - daunan. Kelompok makanan hijauan ini biasanya disebut makanan kasar. Hijauan sebagai bahan makanan ternak bisa diberikan dalam dua macam bentuk, yakni hijauan segar dan kering. Hijauan sebagai makanan ternak, hijauan memegang peranan sangat penting, sebab hijauan :

  • Mengandung hampir semua zat yang diperlukan hewan
  • Khususnya di Indonesia, bahan makanan hijauan memegang peranan istimewa, karena bahan tersebut diberikan dalam jumlah yang besar.
  • Sebagian besar pakan ruminansia adalah bahan pakan yang berserat tinggi dengan kecernaan rendah, oleh karena itu harus diusahakan agar ternak sebanyak mungkin mengkonsumsi makanan untuk mencukupi kebutuhannya akan zat - zat makanan (Mc Donald et. al., 1995).

  Hijauan memegang peranan penting pada produksi ternak ruminansia, termasuk Indonesia karena pakan yang dikonsumsi oleh sapi, kerbau, kambing, dan domba sebagian besar dalam bentuk hijauan, tetapi ketersediaannya baik kualitas, kuantitas, maupun kontinuitasnya masih sangat terbatas (Reksohadiprodjo, 1995).

  Deskripsi Tanaman Pennisetum purpureum

Pennisetum purpureum mempunyai sistematika sebagai berikut,

  yaitu Phylum: Spermatophyta; Sub phylum: Angiospermae; Class:

  Monocotyledoneae ; Ordo: Glumifora; Family: Gramineae; Sub Family: Panicurdeae ; Genus: Pennisetum; Spesies: Pennisetum purpureum.

  Pennisetum purpureum secara umum merupakan tanaman tahunan yang berdiri tegak, berakar dalam, dan tinggi dengan rimpang yang pendek.

  Tinggi batang dapat mencapai 2 - 4 meter (bahkan mencapai 6 - 7 meter), dengan diameter batang dapat mencapai lebih dari 3 cm dan terdiri sampai 20 ruas per buku. Rumput diperbanyak dengan potogan - potongan batang atau rhizoma yang mengandung 3 sampai 4 buku batang (Reksohadiprodjo, 1985).

  

Pennisetum purpureum disukai ternak, tahan kering, berproduksi

  tinggi, bernilai gizi tinggi dan merupakan rumput yang sangat baik untuk silase. Pennisetum purpureum (Pennisetum purpureum), sebagai bahan pakan ternak yang merupakan hijauan unggul, dari aspek tingkat pertumbuhan, produktifitas dan nilai gizinya. Produksi Pennisetum

  purpureum dapat mencapai 20 – 30 ton/ha/tahun (Ella, 2002).

  

Pennisetum purpureum merupakan tumbuhan yang memerlukan hari

  dengan waktu siang yang pendek, dengan foto periode kritis antara 13 - 12 jam. Kandungan nutrisi Pennisetum purpureum terdiri atas: 19, 9% bahan kering (BK), 10, 2% protein kasar (PK), 1, 6% lemak, 34, 2% serat kasar, 11, 7% abu dan 42, 3% bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) (Reksohadiprodjo, 1985).

  Kadar protein akan menurun sesuai dengan meningkatnya umur tanaman tetapi selain serat kasarnya semakin tinggi, maka pemotongan hijauan segar sangat erat hubungannya dengan daya cerna serta jumlah

  Mutu hijauan ditentukan oleh kadar konsumsi oleh ternak yang memakannya. proteinnya. Di daerah tropis, seperti Indonesia dengan curah hujan dan intensitas sinar matahari yang tinggi mengakibatkan pertumbuhan hijauan relatif cepat daripada di daerah subtropis. Rumput yang lebih cepat menua yang diakibatkan oleh tingginya intensitas sinar matahari akan memiliki nilai gizi

yang rendah. Mutu hijauan erat kaitannya dengan

zat gizi yang dikandungnya.

  Tabel 1. Analisa Kadar Protein Kasar dan Serat Kasar berbagai Jenis Hijauan Makanan Ternak

  Spesies Protein Kasar Serat Kasar 3-4 minggu 3-4 minggu Rataan Rataan

  Andropogon sp 13.20 7.60

  26.90

  31.00 Chloris gayana 14.90 8.40

  27.40

  30.10 Panicum maximum 13.50 8.20

  28.30

  33.80 Pennisetum sp 14.00 9.20 26.00 30.00

  Setaria sp 10.90 6.50 30.80 33.00

  Sumber: Mc.Illroy (1981)

  hasil analisis nilai

  Berdasarkan penelitian Adrianton (2010) bahwa

  gizi tanaman rumput pada gajah bahwa perlakuan interval pemotongan 4 minggu dianggap lebih baik, dengan menghasilkan komposisi kadar air dan kadar protein kasar yang lebih tinggi sebesar (82,79 %) dan (8,86 %) serta lemak kasar dan serat kasar yang lebih rendah sebesar (4,46 %) dan (33,20 %).

  Sedangkan interval pemotongan 8 minggu dan 10 minggu dianggap tanaman tersebut agak terlalu tua dalam hubungannya dengan analisis nilai gizi. Hal ini sesuai pendapat Lubis (1992), bahwa nilai gizi tanaman Pennisetum purpureum yang dipotong setiap 2 sampai 4 minggu menghasilkan komposisi kadar air dan protein kasar sebesar (85,50 %) dan (11,50 %) serta lemak kasar dan serat kasar sebesar (3,20 %) dan (29,3 %).

  Berdasarkan penelitian Manurung et.al (1975) yang melakukan pengamatan penggunaan pupuk kandang sapi (urine dan feses) untuk produksi hijauan Pennisetum purpureum, dilaporkan bahwa penggunaan pupuk kandang secara tunggal sebanyak 10 ton/ha/tahun memberikan respons yang sangat baik terhadap produksi hijauan Pennisetum purpureum, jika dibandingkan dengan penggunaan pupuk anorganik ataupun kombinasi pupuk kandang dengan pupuk anorganik. Respon produksi hijauan

  Pennisetum purpureum dua kali (184 ton/ha/tahun) lebih tinggi jika

  dibandingkan dengan produksi Pennisetum purpureum yang tidak mendapat perlakuan pemupukan (kontrol). Pemberian pupuk anorganik N, P dan K baik secara terpisah maupun gabungan dari ketiga unsur tersebut tidak memberikan respon sebaik pemberian pupuk kandang. Pemberian pupuk kandang bersama - sama dengan pupuk buatan (N, P dan K) tidak memberikan respon sebaik pupuk kandang secara tunggal. Bahkan dilaporkan kombinasi pupuk kandang dengan unsur anorganik menunjukkan penurunan produksi hijauan Pennisetum purpureum segar, walaupun perbedaan tersebut secara statistik tidak berbeda nyata.

  Pemotongan Pennisetum purpureum dilakukan bila rumput sudah setinggi 1 - 1,5 meter. Apabila lebih tinggi atau lebih tua, proporsi batang sedemikian besarnya sehingga kadar serat kasarnya menjadi tinggi dan nilai makanan ternak menurun. Pemotongan rumput disisakan setinggi 10 – 15 cm dengan interval pemotongan 6 – 8 minggu (paling baik 6 minggu) (Reksohadiprojo, 1994).

  

Salah satu aspek pengelolaan tanaman Pennisetum purpureum adalah

pengaturan interval pemotongan. Interval pemotongan berhubungan dengan produksi yang dihasilkan dan nilai gizi tanaman dan kesanggupan untuk bertumbuh kembali. Pemotongan yang terlalu berat dengan tidak memperhatikan kondisi tanaman akan menghambat pertumbuhan tunas yang baru sehingga produksi yang dihasilkan dan perkembangan anakan menjadi berkurang. Sebaliknya pemotongan yang terlalu ringan menyebabkan pertumbuhan tanaman didominasi oleh pucuk dan daun saja, sedangkan pertumbuhan anakan berkurang (Ella, 2002).

  Dengan melakukan pemotongan, berarti menghilangkan meristem apikal di bagian pucuk tanaman sebagai penghasil auxin sehingga daya aktif auxin akan mengalami gangguan, sehingga akan merangsang perkembangan tunas-tunas lateral (Prawiranata, 1981). Pemotongan dapat mendorong pembentukan tunas-tunas baru, jadi tanaman yang lebih sering mengalami pemotongan akan membentuk tunas yang lebih banyak (Sanchez, 1993).

  Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kembali adalah adanya persediaan makanan berupa karbohidrat di dalam akar tanaman yang ditinggal setelah pemotongan. Semakin tinggi interval pemotongan, produksi segar juga meningkat. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa semakin sering rumput dipotong semakin sedikit produksi segar yang diperoleh, hal ini dapat terjadi karena pada rumput yang sering dipotong terjadi pengurasan terus menerus terhadap karbohidrat dalam akar (Nasution, 1991).

  Kebutuhan Unsur Hara bagi Tanaman

  Setiap tanaman memerlukan paling sedikit 16 unsur hara untuk pertumbuhan normalnya yang diperoleh dari udara, air, tanah dan garam - garam mineral atau bahan organik. Unsur yang diperoleh dari udara ada 3 jenis, yaitu unsur Carbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen(O), sedangkan 13 unsur lainnya seperti Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Calsium (Ca), Magnesium (Mg), Sulfur (S), Besi (Fe), Mangan (Mn), Seng (Zn), Tembaga (Cu), Boron (B), Molibdenum (Mo) dan Klorin (Cl) diperoleh tanaman dari dalam tanah. Tetapi dari antara 13 unsur hara tersebut, hanya 6 unsur yang amat dibutuhkan dalam porsi yang cukup banyak, yaitu N, P, K, S, Ca dan Mg. Namun dari 6 unsur ini hanya 3 yang mutlak harus ada bagi tanaman yaitu N, P, K (Rosmarkam, 2002).

  Nitrogen (N) merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan dan pertumbuhan bagian - bagian vegetatif tanaman, seperti daun, batang dan akar. Fosfor (P) terdapat dalam bentuk phitin, nuklein dan fosfatide; sedangkan kalium bukanlah elemen yang langsung pembentuk bahan organik. Fungsi N bagi tanaman antara lain : meningkatkan pertumbuhan tanaman, menyehatkan pertumbuhan daun, meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman, meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun - daunan, meningkatkan mikroorganisme di dalam tanah. Fungsi P bagi tanaman adalah mempercepat pertumbuhan akar semai, mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa pada umumnya, mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, dapat meningkatkan produksi biji - bijian, sedangkan kalium berperan membantu : pembentukan protein dan karbohidrat, mengeraskan batang dan bagian kayu dari tanaman, meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit, meningkatkan kualitas biji/buah. Kebutuhan unsur hara untuk daerah tropis adalah unsur hara makro adalah unsur hara yang diperlukan dalam jumlah banyak (konsentrasi 1000 mg/kg bahan kering). Unsur hara mikro adalah unsur hara yang diperlukan dalam jumlah sedikit (konsentrasi kurang dari atau sama dengan 100 mg/kg bahan kering). Unsur hara makro dibutuhkan tanaman dan terdapat dalam jumlah yang lebih besar, dibandingkan dengan unsur hara mikro bahwa batas perbedaan unsur hara makro dan mikro adalah 0,02 % per mg bahan kering (Sutedjo, 2002).

  Pemupukan

  Pupuk adalah setiap bahan yang diberikan ke dalam tanah atau disemprotkan pada tanaman dengan maksud menambah unsur hara yang diperlukan oleh tanaman. Pemupukan adalah setiap usaha pemberian pupuk yang bertujuan menambah persediaan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk meningkatkan produksi dan hasil mutu tanaman (Sarief, 1990).

  Hardjowigeno (1993) mengemukakan bahwa hal - hal yang perlu diperhatikan pada setiap usaha pemupukan adalah tanaman yang akan dipupuk, jenis tanah, jenis pupuk, dosis, waktu pemupukan dan cara pemupukan yang tepat agar sebagian besar dari pupuk yang diberikan dapat diserap akar tanaman.

  Pemupukan dapat dilakukan dalam bentuk pupuk organik maupun anorganik. Pupuk kandang merupakan salah satu bentuk pupuk organik yang dapat digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah. Pupuk kandang adalah kotoran padat dan cair dari hewan yang tercampur dengan sisa - sisa pakan dan alas kandang. Nilai pupuk kandang tidak saja ditentukan oleh kandungan nitrogen, asam fosfat, dan kalium saja, tetapi karena mengandung hampir semua unsur hara makro (unsur hara makro seperti

  2

  5

  2

  2 Nitrogen (N), Fospat (P O ), Kalium (K O) dan Air (H O) dan mikro

  (Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Tembaga (Cu), Mangan (Mn), dan Boron (Bo) yang dibutuhkan tanaman serta berperan dalam memelihara keseimbangan hara dalam tanah (Sarno, 2008).

  Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kandang ternak, baik berupa kotoran padat (feses) yang bercampur sisa makanan maupun air kencing (urine), sehingga kualitas pupuk kandang beragam tergantung pada jenis, umur serta kesehatan ternak, jenis dan kadar serta jumlah pakan yang dikonsumsi, jenis pekerjaan dan lamanya ternak bekerja, lama dan kondisi penyimpanan, jumlah serta kandungan haranya (Soepardi, 1983). Pupuk kandang (termasuk urine) biasanya terdiri atas campuran 0,5% N; 0,25%

  2

  5

  Kotoran Kelinci (Urine dan Feses)

  Satu ekor kelinci yang berusia dua bulan lebih, atau yang beratnya sudah mencapai 1 kg akan menghasilkan 28,0 g kotoran lunak per hari dan mengandung 3 g protein serta 0,35 g nitrogen dari bakteri atau setara 1,3 g protein. Urine kelinci memiliki kandungan zat asam amino esensial, urine juga mengandung 8 unsur mikro lain, seperti Ca, Mg, K, Na, Cu, Zn, Mn, dan Fe. Hasil penelitian dari Balai Penelitian Ternak Bogor (2005) menyimpulkan bahwa pupuk kandang dari kotoran kelinci berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan maupun produksi rumput P.maximum dan leguminosa S.hamata setelah 6 kali panen (umur 258 hari). Sedangkan dengan penambahan probiotik pada pupuk kelinci interaksinya telah memberikan pengaruh nyata pada tanaman pakan dan meningkatkan produksi hijauan sebesar 34,8 - 38,0% (Rahardjo, 2008).

  Telah banyak diketahui bahwa bahan organik seperti limbah tanaman, pupuk hijau dan kotoran ternak dalam sistem tanah - tanaman dapat memperbaiki struktur tanah dan membantu perkembangan mikroorganisme tanah. Kondisi ini sebagai awal proses transformasi N secara biologis dalam tanah dan, menghasilkan konversi bentuk N organik menjadi bentuk anorganik yang tersedia bagi tanaman. Pupuk kandang

  2

  5

  (termasuk urine) biasanya terdiri atas campuran 0,5% N; 0,25% P O dan

  2 0,5% K O (Tisdale and Nelson, 1965). Tabel 2. Kandungan zat hara beberapa kotoran ternak padat dan cair Nama Bentuk Nitrogen Fosfor Kalium Air

  Ternak Kotorannya (%) (%) (%) (%) Kuda Padat

  0.55

  0.30

  0.40

  75 Cair

  1.40

  0.02

  1.60

  90 Kerbau Padat

  0.60

  0.30

  0.34

  85 Cair

  1.00

  0.15

  1.50

  52 Sapi Padat

  0.40

  0.20

  0.10

  85 Cair

  1.00

  0.50

  1.50

  92 Kambing Padat

  0.60

  0.30

  0.17

  60 Cair

  1.50

  0.13

  1.80

  85 Domba Padat

  0.75

  0.50

  0.45

  60 Cair

  1.35

  0.05

  2.10

  85 Babi Padat

  0.95

  0.35

  0.40

  80 Cair

  0.40

  0.10

  0.45

  87 Ayam Padat dan Cair

  1.00

  0.80

  0.40

  55 Kelinci Padat dan Cair

  2.72

  1.10

  0.50

  55.3 Sumber: Kartadisastra, 2001 Novizan (2002) menyatakan bahwa urine ternak umumnya memiliki kandungan hara yang lebih tinggi dibandingkan kotoran padat, sehingga pada aplikasinya tidak sebanyak penggunaan pupuk organik padat.

  Fermentasi Urine

  Fermentasi adalah segala macam proses metabolis dengan bantuan dari enzim mikrobia (jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu. Fermentasi merupakan proses biokimia yang dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan sebagai akibat dari pemecahan kandungan bahan tersebut (Winarno

  et al . ,1990).

  Selama proses fermentasi terjadi, bermacam - macam perubahan komposisi kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, kelembaban, aroma serta perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan penurunan serat kasar. Semuanya mengalami perubahan akibat aktivitas dan perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi.

  Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim – enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana (Sembiring, 2006).

  Fermentasi urine yang telah dilakukan adalah fermentasi terhadap urine sapi. Fermentasi urine sapi mempunyai sifat menolak hama atau penyakit pada tanaman. Hama atau penyakit bisa saja datang, tetapi langsung pergi, bukan musnah tetapi hanya meyingkir dari tanaman.

  Pemupukan dengan menggunakan urine sapi yang telah difermentasikan ± 1 bulan dapat meningkatkan produksi tanaman (Phrimantoro, 2002).

  Fermentasi urine sapi yang diaplikasi pada tanaman sangat menguntungkan petani karena dari segi biaya murah dan produksi meningkat dibandingkan dengan pupuk kimia. Fermentasi urine sapi dapat diaplikasikan melalui daun (Naswir, 2003) .

  Urine dalam pembuatan pupuk cair membutuhkan bakteri pengurai. Bakteri pengurai yang umum digunakan adalah berupa produk EM4 ataupun botani dan molasses sebagai energi yang digunakan oleh bakteri. EM4 merupakan Effective Microorganism 4 yang berguna untuk mempercepat proses pengomposan ataupun pada pembuatan pupuk cair. EM4 mengandung sekitar 80 macam genus mikroorganisme, tetapi hanya ada lima golongan yang paling pokok, yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus

  sp (BAL), Streptomyces sp, ragi (yeast) dan Actinomycetes. Proses

  pembuatan pupuk cair dari urine sapi dapat berlangsung secara cepat dengan bantuan EM4 ini, yaitu sekitar empat sampai tujuh hari. Proses pengolahan yang baik dan benar akan menghasilkan pupuk cair yang tidak panas, tidak berbau busuk, tidak mengandung hama dan penyakit, serta tidak membahayakan pertumbuhan ataupun produksi tanaman (Indriani, 2004).

  Secara kimiawi kandungan zat dalam urine kelinci diantaranya adalah sampah nitrogen (ureum, kreatinin dan asam urat), asam hipurat zat sisa pencernaan sayuran dan buah, badan keton zat sisa metabolisme lemak, ion - ion elektrolit (Na, Cl, K, Amonium, sulfat, Ca dan Mg), hormon, zat toksin (obat, vitamin dan zat kimia asing), zat abnormal (protein, glukosa, sel darah Kristal kapur). Zat - zat yang terdapat dalam urine tersebut masih bersifat kompleks yang sulit diserap oleh tanaman, misalnya seperti Na, Cl dan asam urat yang terdapat dalam urine kelinci tersebut. Dengan adanya fermentasi, maka zat - zat kompleks dalam urine tersebut akan dipecah oleh mikroorganisme akan mengalami perubahan bentuk senyawa yang lebih sederhana atau dengan kata lain proses fermentasi akan mengubah senyawa kimia ke substrat organik. Perubahan sifat senyawa dalam urine tersebut akan memperkaya kandungan bahan kimia yang berguna bagi tanaman sehingga lebih mudah dicerna oleh tanaman

  .

  Defoliasi dan Interval Pemotongan

  Defoliasi adalah pemotongan atau pengambilan bagian tanaman yang ada di atas permukaan tanah, baik oleh manusia ataupun renggutan hewan waktu ternak itu digembalakan. Untuk menjamin pertumbuhan kembali (regrowth) yang optimal, sehat dan kandungan gizi tinggi, defoliasi harus dilakukan pada periode tertentu (Nasution, 1997).

  Interval pemotongan berpengaruh terhadap produksi hijauan, nilai nutrisi, kemampuan untuk tumbuh kembali, komposisi botani dan ketahanan spesies. Frekuensi pemotongan berlaku pada batas tertentu, frekuensi yang semakin rendah akan mengakibatkan produksi kumulatif bahan kering semakin tinggi dibandingkan produksi kumulatif oleh pemotongan yang lebih sering (Crowder and Cheda, 1982).

  Pada saat tanaman rumput dipotong, bagian yang ditinggalkan tidak boleh terlalu pendek ataupun terlalu tinggi. Sebab semakin pendek bagian tanaman yang ditinggalkan dan semakin sering dipotong pertumbuhan kembali tanaman tersebut akan semakin lambat karena persediaan energi (karbohidrat) dan pati yang ditinggalkan pada batang semakin sedikit (Nasution, 1997).

  Produksi bahan kering yang tinggi diikuti dengan bertambahnya panjang interval pemotongan dan cenderung menurun dengan semakin singkatnya interval pemotongan. Hal ini disebakan karena adanya perbedaan kapasitas fotosintesis, kemampuan tanaman untuk menyerap zat-zat hara dan persediaan cadangan energi untuk pertumbuhan kembali (Wijaya, 1991). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Susetyo (1980) mengatakan bahwa pemotongan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap produksi bahan segar, bahan kering, jumlah anakan, nilai gizi, daya cerna maupun tingkat konsumsi oleh ternak.

  Semakin lama umur pemotongan pada tanaman akan meningkatkan kandungan serat kasarnya. Kandungan serat kasar erat hubungannya dengan umur tanaman. Semakin tua umur tanaman semakin meningkat kandungan serat kasarnya (Erwanto, 1984).

  Pada musim penghujan secara umum Pennisetum purpureum sudah dapat dipanen pada usia 40-45 hari. Sedangkan pada musim kemarau berkisar 50-55 hari. Lebih dari waktu tersebut, kandungan nutrisi semakin turun dan batang semakin keras sehingga bahan yang terbuang (tidak dimakan oleh ternak) semakin banyak. Sedangkan mengenai panen pertama setelah tanam, menurut pengalaman kami dapat dilakukan setelah rumput berumur minimal 60 hari. Apabila terlalu awal, tunas yang tumbuh kemudian tidak sebaik yang di panen lebih dari usia 2 bulan (Admin, 2011).

Dokumen yang terkait

Pengaruh Capital Adequacy Ratio(CAR), Non Performing Loan (NPL), Operating Ratio (BOPO), dan Loan to Deposit Ratio(LDR) Terhadap Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 11

Dukungan Keluarga dalam Pelaksanaan Pijat Oksitosin untuk Meningkatkan Produksi ASI pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor

0 0 49

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluarga - Dukungan Keluarga dalam Pelaksanaan Pijat Oksitosin untuk Meningkatkan Produksi ASI pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor

0 0 19

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Dukungan Keluarga dalam Pelaksanaan Pijat Oksitosin untuk Meningkatkan Produksi ASI pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor

0 0 8

Dukungan Keluarga dalam Pelaksanaan Pijat Oksitosin Untuk Meningkatkan Produksi ASI pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor

0 0 13

BAB 2 LANDASAN TEORI - Steganografi Teks Menggunakan Pangram Dan Medium Citra Pada Enhanced Least Significant Bit

0 0 22

BAB II TEORI PERUMAHAN DI PERKOTAAN 2.1 Perumahan 2.1.1 Perumahan dan Permukiman - Studi Bentuk Perumahan di Jalan Karya Wisata Medan (Studi Kasus : Perumahan Citra Wisata Dan Perumahan Johor Indah Permai I )

0 1 26

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Eceng Gondok Fermentasi pada Domba Lokal Jantan Lepas Sapih

0 1 15

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Eceng Gondok Fermentasi pada Domba Lokal Jantan Lepas Sapih

0 1 12

Pengaruh Pemberian Kotoran Kelinci Fermentasi (Urine Dan Feses) Dan Interval Pemotongan Terhadap Produksi Dan Kualitas Rumput Gajah (Pennisetum Purpureum)

0 0 8