Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: ANALISIS PERUBAHAN PARAMETER IKLIM DAN MOSQUITO-BORNE DISEASE DI PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2009-2016

ANALISIS PERUBAHAN PARAMETER IKLIM DAN

  

TAHUN 2009-2016

SKRIPSI

  Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

  

Disusun oleh:

Afza Azzindani

1113101000098

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

  

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN Skripsi, 28 Desember 2017

  Afza Azzindani, NIM: 1113101000098

ANALISIS PERUBAHAN PARAMETER IKLIM DAN MOSQUITO-

  (xxi + 153 halaman, 14 tabel, 9 grafik, 5 lampiran)

  

ABSTRAK

Latar Belakang: Jumlah kasus mosquito-borne disease mengalami flutuasi selama

  di Provinsi DKI Jakarta selama tiga tahun terakhir, yaitu terdapat 18.497 kasus pada tahun 2014, 11.996 kasus pada tahun 2015, dan 39.723 kasus pada tahun 2016. Perubahan parameter iklim merupakan faktor lingkungan yang mengakibatkan fluktuasi insidens mosquito-borne disease. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara perubahan parameter iklim dengan

  mosquito-borne disease di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016.

  

Metode Penelitian: Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif dengan

menggunakan desain time-trend ecologic study dan analisis korelasi spearman.

  Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersifat agregat meliputi data insidens

  mosquito-borne disease (meliputi insidens DBD, insidens chikungunya,

  dan insidens malaria), data curah hujan, hari hujan, suhu udara, dan kelembaban udara di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2009-2016.

  

Hasil Penelitian: Diketahui bahwa terjadi perubahan pola iklim pada parameter

  curah hujan, hari hujan, suhu udara, dan kelembaban udara di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016. Pola curah hujan, hari hujan, dan kelembaban udara memiliki pola yang sama dengan insidens mosquito-borne disease dengan time-lag terjadi selama 1-3 bulan (dengan time-lag paling banyak terjadi selama 2 bulan). Terdapat tiga parameter iklim yang memiliki hubungan dengan mosquito-borne disease, yaitu curah hujan (

  P value = 0,002 / r = 0,314), hari hujan (P value = 0,001 / r =

  0,338), dan kelembaban udara (

  P value = 0,000 / r = 0,460). Berbeda dengan suhu

  udara, varibel ini tidak memiliki hubungan yang signifikan ( P value = 0,061 / r = - 0,192), hal ini disebabkan oleh suhu udara yang berada di atas 29 C akan menimbulkan penurunan jumlah insidens.

  Simpulan: Parameter iklim yang memiliki hubungan dengan mosquito-borne

disease di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016, yaitu curah hujan, hari hujan, dan

  kelembaban udara.

  

Kata Kunci: Iklim, Curah Hujan, Hari Hujan, Suhu Udara, Kelembaban Udara,

  FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES DEPARTEMENT OF PUBLIC HEALTH ENVIRONMENTAL HEALTH CONCENTRATION Ungraduate Thesis, December 2017

  Afza Azzindani, NIM: 1113101000098

ANALYSIS OF CLIMATE PARAMETERS CHANGES AND MOSQUITO-

  

2016

  (xxi + 153 pages, 14 tables, 9 charts, 5 attachements)

  

ABSTRACT

Background: The number of cases of mosquito-borne disease has floried during

  the last three years in DKI Jakarta, ie 18,497 cases in 2014, 11,996 cases in 2015, and 39,723 cases in 2016. Changes in climate parameters are environmental factors that result in fluctuations in the incidence of mosquito-borne disease. This research was conducted to find out the correlation between climate parameter change with mosquito-borne disease in DKI Jakarta Province 2009-2016.

  

Method: This research is descriptive research using time-trend design of ecologic

  study and spearman correlation analysis. This study uses aggregate secondary data covering incident data of mosquito-borne disease (including incidence of dengue fever, chikungunya incidence, and malaria incidence), rainfall, rainy days, temperature and humidity data in DKI Jakarta Province 2009-2016 .

  

Result: It is known that there is a change of climate pattern on the parameters of

  rainfall, rainy days, air temperature, and air humidity in DKI Jakarta Province in 2009-2016. Rainfall patterns, rainy days, and air humidity have the same pattern with the incidence of mosquito-borne disease with time-lag occurring for 1-3 months (with time-lag at most 2 months). There are three climatic parameters that have relationship with mosquito-borne disease, that is rainfall (P value = 0,002 / r = 0,314), rainy day (P value = 0,001 / r = 0,338), and air humidity (P value = 0,000 / r = 0.460). In contrast to air temperature, this variable has no significant relationship (P value = 0.061 / r = -0.192), this is caused by the temperature of air above 290C will cause a decrease in the number of incidents.

  

Conclusion: Climate parameter that has relationship with mosquito-borne disease

  in DKI Jakarta Province year 2009-2016, that is rainfall, rainy days, and air humidity.

  

Keyword: Climate, Rainfall, Rainy Days, Air Temperature, Humidity, Mosquito-

PERNYATAAN PERSETUJUAN

  Judul Skripsi

ANALISIS PERUBAHAN PARAMETER IKLIM DAN MOSQUITO-

  Disusun oleh

  

AFZA AZZINDANI

1113101000098

  Telah disetujui, diperiksa, dan dipertahankan Tim Penguji Sidang Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

  Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jakarta, Januari 2018

  Mengetahui, Pembimbing

  

Dewi Utami Iriani, M.Kes, Ph.D

  

PANITIA SIDANG HASIL SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

  Jakarta, Januari 2018 Penguji I,

  

Yuli Amran, MKM

NIP.19800506 200801 2 015

  Penguji II,

  

Siti Rahmah Hidayatullah Lubis, MKKK

  Penguji III,

LEMBAR PERNYATAAN

  Dengan ini saya menyatakan bahwa :

  1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

  2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

  3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

  Jakarta, Desember 2017

  Afza Azzindani

  

RIWAYAT HIDUP

Data Diri

  Nama : Afza Azzindani NIM : 1113101000098 Tempat, tanggal Lahir : Lamongan, 20 September 1995 Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Telepon : 085 755 448 505 Email : afza.azzindani13@mhs.uinjkt.ac.id Alamat : Jl. Tarumanegara No 48C, Pisangan, Ciputat,

  Tangerang Selatan

  Riwayat Pendidikan

  2001 MI Muhammadiyah 13 Paciran

  • – 2007 2007 - 2010 SMP Muhammadiyah 12 Paciran 2010 - 2013 MA Al-ISHLAH Paciran 2013 - 2017 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan

KATA PENGANTAR

  ِٱ ِٱ ِٱ ِِمي ِحَرل َِِللّ ِِن َٰ م ۡحَرل ِِم ۡسِب

  Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan magang ini dengan baik. Sholawat serta salam tidak lupa senantiasa dilimpahkan keharibaan Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat-Nya dari zaman yang gelap gulita menuju ke zaman yang terang benderang. Atas segala rahmat dan karunia- Nya sampai saat ini sehingga penulis dapat menyusun skripsi yang berjudul “

  

Analisis Perubahan Parameter Iklim dan Mosquito-Borne Disease di Provinsi

DKI Jakarta Tahun 2009-2016

  ”. Oleh karena itu, ucapan terimakasih dituturkan secara ikhlas dan penuh kerendahan hati atas terselasaikannya Skripsi ini. Kepada:

  1. Orang tua, kakak, dan adik yang selalu mendoakan dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini.

  2. Ibu Dewi Utami Iriani, M.Kes, Ph.D selaku pembimbing fakultas yang selalu siap memberikan bimbingan, pengarahan, serta semangat selama proses pelaksanaan skripsi.

  3. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, dan Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

  4. Ibu Dr.Ela Laelasari, SKM, M.Kes selaku ketua Peminatan Kesehatan Lingkungan Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan dr. Satria Pratama, Sp.P selaku penguji sidang skripsi.

  6. Semua civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang turut memberikan berbagai fasilitas yang mendukung seluruh kegiatan skripsi ini serta berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak memberikan kontribusi dalam proses kegiatan skripsi ini.

  7. Teman-teman Kesehatan Lingkungan 2013 yang selalu memberikan semangat.

  Penulis menyadari bahwa masih banyak hal yang harus penulis pelajari dan perbaiki. Untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan skripsi ini.

  Jakarta, Januari 2018 Penulis

  

DAFTAR ISI

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Masa Inkubasi Penyakit Malaria Plasmodium ...................................... 25Tabel 2.2 Perbedaan pada Jenis Studi Ekologi ..................................................... 42Tabel 3.1 Definisi Operasional ............................................................................. 56Tabel 4.1 Interpretasi Parameter Hasil Analisis Data Berdasarkan Nilai ............. 65Tabel 5.1 Gambaran Insidens Mosquito-borne Disease di Provinsi DKI Jakarta

  

Tabel 5.2 Gambaran Angka Curah Hujan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009-2016

  

Tabel 5.3 Gambaran Jumlah Hari Hujan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009-2016

  

Tabel 5.4 Gambaran Kondisi Suhu Udara di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009-2016

  

Tabel 5.5 Gambaran Kondisi Kelembaban Udara di Provinsi DKI Jakarta Tahun

  

Tabel 5.6 Hubungan antara Curah Hujan dengan

  

  

Tabel 5.7 Hubungan antara Hari Hujan dengan Mosquito-borne Disease di Provinsi

  

Tabel 5.8 Hubungan antara Suhu Udara dengan Mosquito-borne Disease di

  

Tabel 5.9 Hubungan antara Kelembaban Udara dengan

  

  

Tabel 6.1 Rata-rata Curah Hujan Bulanan Seluruh Indonesia ............................ 120

  

DAFTAR GRAFIK

  

  

  

  

  

  

  

DAFTAR ISTILAH

  : Patogen penyakit

  Agent

  Antropofilik : Nyamuk yang lebih memilih untuk mengambil makanan dari darah manusia Antropogenik : Sumber pencemaran yang tidak alami timbul karena ada pengaruh atau campur tangan manusia atau aktifitas manusia

  

Arthopod-borne virus : Segala penyakit yang diakibatkan oleh

  mikroorganisme dan disebarkan oleh Arthopoda

  CDM : Clean Development Mechanism, adalah mekanisme pembangunan ramah lingkungan sebagai upaya mitigasi perubahan iklim

  CFC : Klorofluorokarbon, yaitu senyawa-senyawa yang mengandung atom karbon dengan klorin dan fluorin terikat padanya

  CP-EE :

  Cleaner Production and Energy Efficiency,

  adalah program produksi bersih dan efisiensi energi Deforestasi : Proses penghilangan hutan alam dengan cara penebangan untuk diambil kayunya

  : Dipole Mode merupakan fenomena interaksi

  Dipole Mode

  laut

  • –atmosfer di Samudera Hindia yang
antara anomali suhu muka laut perairan pantai timur Afrika dengan perairan di sebelah barat Sumatera

  Echymosis : Lebam

El-Nino : Fenomena global dari sistem interaksi lautan

  atmosfer yang ditandai dengan memanasnya suhu permukaan laut di Ekuator Pasifik Tengah

  

Endophagic : Perilaku memakan nyamuk di dalam rumah

  atau ruangan

  Endophilic : Perilaku istirahat nyamuk di dalam ruangan

Environment : Lingkungan tempat berinteraksi antara pejamu

  dan agen penyakit

  

Exophagic : Perilaku memakan nyamuk di luar rumah atau

  ruangan

  Exophilic : Perilaku istirahat nyamuk di luar ruangan Extrinsic incubation period : Masa inkubasi patogen dalam tubuh nyamuk Freezing point

  : Titik beku

  Green House Gases : Gas Rumah Kaca

  HFC : Gas Hydrofluorokarbon adalah kelompok gas rumah kaca yang digunakan sebagai refrigeran (pendingin)

  Host

  : Pejamu agen penyakit

  

Hygrometer : Instrumen untuk mengukur tingkat kelembaban

  Insidens : Jumlah kasus penyakit selama suatu periode tertentu pada populasi tertentu

  Intrinsic incubation period : Masa inkubasi patogen dalam tubuh manusia

Japanese Encephalitis Virus : Virus penyebab infeksi otak ( Japanese

Encephalitis)

La-Nina : Anomali suhu permukaan laut negatif (lebih

  dingin dari rata-ratanya) di Ekuator Pasifik Tengah

  Liquid-in-glass thermometer : Thermometer kaca

  LULUCF : Land Use, Land-Use Change And Forestry,

  adalah penggunaan lahan, perubahan

  penggunaan lahan dan kehutanan sebagai salah satu penyebab perubahan iklim

  Mosquito Biting Rate

  : Kepadatan menggigit pada nyamuk

  

Mosquito-borne disease : Segala penyakit yang diakibatkan oleh

  mikroorganisme dan disebarkan oleh nyamuk

  Online

  : Terhubung dengan internet

  Petechiae : Bintik perdarahan

  PFC : Perfluorokarbon, yaitu jenis bahan kimia yang banyak digunakan pada produk anti-lengket dan pengemas makanan yang bersifat menolak air dan lemak

  Presipitasi : Curah hujan atau turunnya air dari atmosfer ke

  Purpura : Ruam Raingauge

  : Instrumen yang digunakan untuk menghitung jumlah curah hujan Siklus ekso-eritrositer : Siklus perkembangan patogen di dalam hati Skizon : Stadium reproduksi protozoa dalam tubuh manusia

  Software

  : Perangkat lunak Sporozoit : Bentuk Plasmodium yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk

  

Anopheles

  Tropozoit : Daur hidup protozoa dalam tubuh manusia

  Vector-borne disease

  : Penyakit yang ditularkan melalui vektor

  

Virulensi : Kapasitas relatif patogen untuk mengatasi

  pertahanan tubuh

  

West Nile Virus : Virus penyakit yang disebarkan melalui

  nyamuk yang dapat menyebabkan radang otak dan dapat menjadi serius bahkan fatal, penyakit

  

Yellow Fever (Demam Kuning) : Penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh

  flavivirus yang ditularkan oleh nyamuk yang terinfeksi virus

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Mosquito-borne disease saat ini menjadi salah satu golongan penyakit yang

  masih belum mengalami penurunan secara signifikan . Golongan penyakit ini merupakan bagian dari vector-borne disease atau penyakit yang ditularkan melalui vektor.

  Mosquito-borne disease sendiri adalah segala penyakit yang diakibatkan

  oleh mikroorganisme dan disebarkan oleh nyamuk (WMO, 2016b). Nyamuk menjadi binatang paling mematikan di dunia karena nyamuk menimbulkan berbagai penyakit yang mematikan (WHO, 2015). Terdapat enam penyakit yang termasuk ke dalam mosquito-borne disease, yaitu Chikungunya, Zika Virus, Demam Berdarah Dengue (DBD),

  West Nile Virus, Malaria, dan Yellow Fever

  (WHO, 2015) . Sedangkan di Indonesia sendiri terdapat empat penyakit yang tergolong dalam

  mosquito-borne disease, yaitu DBD, Chikungnuya, Malaria, dan Filariasis (Prastowo and Anggraini, 2011).

  Golongan penyakit ini telah menimbulkan angka kesakitan dan angka kematian yang cukup tinggi di dunia. Di tahun 2015 terdapat 438.000 kematian akibat dari malaria (WHO, 2015). Sedangkan insidens DBD meningkat 30 kali lipat selama 30 tahun terakhir dan beberapa negara melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) akibat penyakit ini (WHO, 2015). Berdasarkan data dari WHO tahun 2017, dan DBD ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti (WHO, 2015). Oleh karena itu, pengendalian nyamuk secara berkelanjutan sangat diperlukan untuk menurunkan insiden mosquito-borne disease.

  Di Indonesia, mosquito-borne disease masih menjadi permasalahan yang sangat serius dan belum terselesaikan sampai saat ini. Misalnya malaria, penyakit ini mengalami peningkatan insiden sebesar 0,3% pada tahun 2007 menjadi 1,4% pada tahun 2013 (Kemenkes RI, 2013b). Selain itu pada bulan Januari sampai Februari 2016, muncul KLB penyakit DBD di 12 Kabupaten dan 3 Kota dari 11 Provinsi di Indonesia (Kemenkes RI, 2016).

  Provinsi DKI Jakarta menjadi salah satu provinsi di Indonesia dengan insidens mosquito-borne disease yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil Surveilans Terpadu Penyakit (STP), jumlah kasus malaria di DKI Jakarta bersifat fluktuatif setiap tahunnya, dimana terjadi 35 kasus pada tahun 2014, kemudian turun menjadi 22 kasus pada tahun 2015, dan mengalami peningkatan menjadi 52 kasus pada tahun 2016 (Dinkes DKI Jakarta, 2016). Sedangkan, jumlah kasus Chikungunya berdasarkan hasil STP bersifat fluktuatif setiap tahunnya, dimana terjadi 27 kasus pada tahun 2014, kemudian turun menjadi 9 kasus pada tahun 2015, dan mengalami peningkatan menjadi 22 kasus pada tahun 2016 (Dinkes DKI Jakarta, 2016). Jumlah kasus DBD berdasarkan hasil STP bersifat fluktuatif setiap tahunnya, dimulai dari 18.435 kasus pada tahun 2014, kemudian menurun menjadi 11.965 kasus pada tahun 2015, dan mengalami peningkatan menjadi 39.649 kasus pada tahun 2016 (Dinkes DKI Jakarta, 2016).

  Berdasarkan hasil pengamatan data jumlah kasus mosquito-borne disease yang diperoleh dari penjumlahan data STP DBD, Malaria, dan Chikungunya tahun 2014-2016 Unit Surveilans Epidemiologi Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta menunjukkan peningkatan yang signifikan di beberapa kota administrasi. Kota administrasi Jakarta Pusat mengalami fluktuasi jumlah kasus mosquito-borne

  

disease selama 3 tahun terakhir, yaitu 1.768 kasus pada tahun 2014, 1.007 kasus

  pada tahun 2015, dan 3.469 kasus pada tahun 2016. Sedangkan kota administrasi Jakarta Utara mengalami fluktuasi setiap tahunnya, mulai dari 3.642 kasus pada tahun 2014, 3.310 kasus pada tahun 2015, dan 6.566 kasus pada tahun 2016. Kota administrasi Jakarta Barat mengalami fluktuasi jumlah kasus mosquito-borne

  

disease, yaitu 3.552 kasus pada tahun 2014, 2.098 kasus pada tahun 2015, dan 8.500

  kasus pada tahun 2016. Kota administrasi Jakarta Selatan mengalami fluktuasi jumlah kasus mosquito-borne disease, yaitu 4.580 kasus pada tahun 2014, 2.378 kasus pada tahun 2015, dan 8.878 kasus pada tahun 2016. Kota administrasi Jakarta Timur mengalami fluktuasi jumlah kasus mosquito-borne disease, yaitu 4.937 kasus pada tahun 2014, 3.184 kasus pada tahun 2015, dan 12.289 kasus pada tahun 2016. Dan Kabupaten Kepuluan Seribu selalu mengalami peningkatan jumlah kasus mosquito-borne disease, yaitu 18 kasus pada tahun 2014, 19 kasus pada tahun 2015, dan 21 kasus pada tahun 2016. Dari data di atas dapat diketahui bahwa insidens mosquito-borne disease bersifat fluktuatif di beberapa kota administrasi Provinsi DKI Jakarta. Hal ini menunjukkan bahwa mosquito-borne disease belum dapat dikendalikan sampai saat ini. perilaku manusia, faktor lingkungan, dan faktor pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2011a). Faktor lingkungan menjadi salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap mosquito-borne disease, dimana lingkungan menjadi tempat pertemuan antara pejamu dan agen penyakit. Menurut John Gordon, saat lingkungan mengalami pergeseran atau perubahan yang signifikan, akan mengakibatkan kerentanan pada pejamu dan peningkatan jumlah populasi serta peningkatan virulensi agen penyakit (Maryani, 2010).

  Pergeseran lingkungan yang saat ini terjadi yaitu perubahan iklim. Iklim sendiri merupakan bagian dari lingkungan yang timbul dari interkasi parameter abiotik ekosistem. Kondisi iklim memiliki pengaruh yang sangat kuat bagi aktifitas makhluk hidup. Iklim adalah iklim suatu wilayah atau negara, termasuk deskripsi statistik dari sistem iklim pada wilayah tersebut yang terdiri dari beberapa parameter iklim (Aldrian, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa saat perubahan iklim sedang berlangsung, maka akan memicu ketidakseimbangan pada lingkungan.

  Penelitian yang telah dilakukan beberapa dekade terakhir menunjukkan bahwa perubahan iklim sedang berlangsung (IPCC 2014). Secara singkat perubahan iklim dapat diartikan sebagai perubahan kondisi parameter iklim dalam rentang waktu tertentu. Menurut beberapa sumber, perubahan iklim adalah berubahnya kondisi rata-rata iklim dan/atau keragaman iklim dalam periode tertentu sebagai akibat dari aktivitas manusia (IPCC, 2007b; Pemerintah RI, 2008; Aldrian, 2013; KLHK, 2016). Rumah Kaca (GRK) atau dalam istilah international disebut dengan Green House

  

Gases (GHG). Gas rumah kaca adalah gas-gas yang berada di atmosfer dan

  menyebabkan efek rumah kaca (Gunawan, 2013). GRK dapat muncul secara alami di lingkungan dan juga dapat timbul akibat dari kegiatan antropogenik.

  Di Indonesia emisi GRK diperkirakan akan tumbuh 2% per tahun dan

  2

  2

  mencapai 2.80 miliar ton CO pada 2020 dan 3.60 miliar ton CO pada 2030 (Gunawan, 2013). Sumber utama dari kenaikan emisi GRK tersebut berasal dari pembangkit listrik, transportasi, dan deforestasi lahan gambut (Gunawan, 2013).

  Deforestasi lahan gambut maupun lahan non-gambut menyumbang 80% dari emisi GRK di Indonesia (Gunawan, 2013). Peningkatan jumlah industri dan transportasi menyebabkan meningkatnya konsumsi energi yang bersumber dari bahan bakar fosil, sehingga peningkatan emisi hasil pembakaran meningkatkan GRK di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara penyumbang GRK global.

  Bukti terjadinya perubahan iklim global pada beberapa dekade terakhir telah dikemukakan oleh International Panel on Climate Change (IPCC). IPCC telah menyatakan bahwa bumi sedang mengalami perubahan iklim global (IPCC, 2007a). Berdasarkan dokumen peninjauan IPCC keempat tahun 2007, menunjukkan bahwa

  o

  bumi mengalami peningkatan suhu permukaan antara 1,1-6,4 C pada abad ke-21 ini, atau mengalami peningkatan suhu 2-9 kali lebih panas dari abad sebelumnya (IPCC, 2007a). Dengan kata lain, perubahan iklim dapat minumbulkan dampak pada frekuensi dan luas dari cuaca ekstrim, gelombang panas, kebakaran hutan, diidentifikasi menjadi salah satu faktor risiko yang bersifat mengancam derajat kesehatan masyarakat (Akerlof

  et al., 2010; Wei et al., 2014; Yusa et al., 2015).

  Peningkatan suhu permukaan bumi menimbulkan ketidakseimbangan pada sistem iklim. Hal ini memicu terjadinya kerusakan pola iklim dan cuaca, serta kondisi iklim yang sulit untuk diprediksi dengan tepat (IPCC, 2007c). Pola iklim yang mengalami gangguan akan meningkatkan tingkat stress pada manusia dan berpotensi untuk menimbulkan kerentanan pada sistem kekebalan tubuh (WHO, 2003; Dittmar et al., 2014; Rowley et al., 2016). Imunitas tubuh yang telah mengalami penurunan berpotensi menimbulkan kerentanan individu terhadap berbagai penyakit infeksius seperti mosquito-borne disease (WHO, 2003).

  Sebelum terjadi gangguan pola iklim mosquito-borne disease cenderung meningkat saat memasuki musim hujan. Sebuah penelitian yang dilakukan di Jakarta menunjukkan bahwa DBD memiliki risiko serangan yang besar ketika memasuki musim hujan, dimana penyakit ini memiliki keterkaitan yang erat dengan curah hujan (Susanto, 2004). Penelitian lain yang dilakukan di Kabupaten Sukabumi menyatakan bahwa kepadatan menggigit atau Mosquito Biting Rate (MBR) nyamuk

  Anopheles sp meningkat saat musim hujan akibat dari curah hujan yang cukup tinggi (Hakim and Ipa, 2007).

  Pola iklim yang mengalami gangguan akan membuat suhu, kelembaban, curah hujan dan hari hujan menjadi tidak teratur. Sebuah penelitian yang dilakukan di Yogyakarta menunjukkan bahwa 50,6% sumur positif larva Aedes aegypti pada berkembangbiak setiap saat baik pada saat musim hujan maupun musim kemarau. Selain itu nyamuk juga dapat menyerang kapan saja saat kondisi suhu dan kelembaban optimal untuk melakukan aktivitas (Perwitasari et al., 2004; Mardiana and Perwitasari, 2014).

  Dari hasil studi litelatur, tidak ditemukan data mengenai perubahan suhu di Provinsi DKI Jakarta. Namun beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu yang mengalami peningkatan akan mengakibatkan perubahan pola hidup nyamuk (Negev et al., 2015; Paz, 2015; Wu et al., 2016). Perubahan iklim dapat memberikan dampak langsung pada kelangsungan hidup, reproduksi, kepadatan menggigit dan siklus hidup agen (Negev et al., 2015; Wu et al., 2016). Selain itu perubahan iklim juga dapat memberikan dampak yang tidak langsung pula melalui perubahan habitat, perubahan kondisi lingkungan, atau pesaing agen (Wu

  et al.,

  2016). Kedua dampak ini memicu berkembangan nyamuk lebih cepat, dimana semakin cepat nyamuk berkembang semakin tinggi pula perilaku makan nyamuk dan menurunnya masa inkubasi ekstrinsik dalam tubuh nyamuk (Negev et al., 2015). Hal ini akan mengakibatkan transmisi ke dalam tubuh manusia menjadi lebih cepat dan berlangsung berulang kali, sehingga manusia tersebut akan mudah terserang mosquito-borne disease saat berada dalam kondisi rentan. Inilah yang berpotensi meningkatkan insidens

  mosquito-borne disease di Provinsi DKI Jakarta.

  Oleh karena itu perlu dilakukan sebuah penelitian terkait perubahan parameter iklim dan mosquito-borne disease, dimana dengan terjadinya perubahan iklim akankah sejalan dengan insidens mosquito-borne disease di Provinsi DKI Jakarta.

1.2 Rumusan Masalah

  Mosquito-borne disease menjadi salah satu masalah kesehatan yang belum

  terselesaikan sampai saat ini, dimana penyakit ini belum mengalami penurunan insidens secara signifikan. Hal ini disebabkan beberapa faktor, salah satunya yaitu lingkungan. Lingkungan menjadi faktor yang penting karena menjadi tempat pertemuan antara host (manusia) dan agent penyakit (nyamuk dan mikroorganisme), dimana saat lingkungan mengalami pergeseran maka akan timbul suatu dampak dimana host akan menjadi rentan terhadap penyakit dan agent

  mosquito-borne disease akan mengalami peningkatan jumlah populasi.

  Pergeseran lingkungan yang saat ini terjadi adalah perubahan iklim global. Berdasarkan Laporan Perubahan Iklim Tahun 2014 yang dikeluarkan oleh IPCC, menyatakan bahwa akan terjadi peningkatan rata-rata suhu permukaan bumi

  o o

  sebesar 0,3 C sampai 4,8 C pada akhir abad 21 (2081-2100) terhitung dari akhir abad 20 (1986-2005) (IPCC, 2014). Hal ini memicu terjadinya kerusakan pola iklim dan cuaca, serta kondisi iklim yang sulit untuk diprediksi dengan tepat (IPCC, 2007c). Selain itu pola iklim yang rusak akan membuat pola hujan menjadi tidak teratur dan bersifat mendukung terhadap peningkatan populasi nyamuk. Sebelum iklim mengalami kerusakan yang cukup parah, kepadatan menggigit atau Mosquito

  

Biting Rate (MBR) nyamuk Anopheles sp meningkat saat musim hujan akibat dari

  curah hujan yang cukup tinggi (Hakim and Ipa, 2007). Namun saat ini mosquito-

  

borne disease berpotensi muncul di semua musim, dimana hasil sebuah penelitian

  menunjukkan bahwa 50,6% sumur positif larva

  Aedes aegypti pada musim

  2012). Hal ini sangat berpotensi untuk meningkatkan jumlah kasus mosquito-borne

  

disease. Oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian terkait perubahan iklim

  dan mosquito-borne disease, dimana apakah pola iklim memiliki pola yang sama dengan angka kejadian mosquito-borne disease.

1.3 Pertanyaan Penelitian

  1. Bagaimana gambaran mosquito-borne disease di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016 ?

  2. Bagaimana gambaran variasi curah hujan di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016 ?

  3. Bagaimana gambaran variasi hari hujan di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016 ?

  4. Bagaimana gambaran variasi suhu udara di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016 ?

  5. Bagaimana gambaran variasi kelembaban udara di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016 ?

  6. Bagaimana gambaran pola curah hujan dan mosquito-borne disease di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016 ?

  7. Bagaimana gambaran pola hari hujan dan mosquito-borne disease di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016 ?

  8. Bagaimana gambaran pola suhu udara dan mosquito-borne disease dan di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016 ?

  9. Bagaimana gambaran pola kelembaban udara dan

  mosquito-borne disease

  10. Apakah terdapat hubungan antara curah hujan dengan mosquito-borne

  disease di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016 ?

  11. Apakah terdapat hubungan antara hari hujan dengan mosquito-borne

  disease di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016 ?

  12. Apakah terdapat hubungan antara suhu udara dengan mosquito-borne

  disease di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016 ?

  13. Apakah terdapat hubungan antara kelembaban udara dengan

  mosquito- borne disease di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016 ?

1.4 Tujuan Penelitian

  Diketahuinya perubahan parameter iklim yang berhubungan dengan mosquito-borne disease di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016.

  1.4.2 Tujuan Khusus

  1. Diketahuinya gambaran

  mosquito-borne disease di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016.

  2. Diketahuinya gambaran variasi curah hujan di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016.

  3. Diketahuinya gambaran variasi hari hujan di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016.

  4. Diketahuinya gambaran variasi suhu udara di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016.

  1.4.1 Tujuan Umum

  6. Diketahuinya gambaran pola antara curah hujan dan mosquito-borne disease di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016.

  7. Diketahuinya gambaran pola antara hari hujan dan mosquito-borne disease di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016.

  8. Diketahuinya gambaran pola antara suhu udara dan mosquito-borne disease di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016.

  9. Diketahuinya gambaran pola antara kelembaban udara

   dan mosquito-borne disease di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016.

  10. Diketahuinya hubungan antara curah hujan dengan mosquito-borne disease di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016.

  11. Diketahuinya hubungan antara hari hujan dengan mosquito-borne disease di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016.

  12. Diketahuinya hubungan antara suhu dengan mosquito-borne disease di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016.

  13. Diketahuinya hubungan antara kelembaban udara dengan mosquito-borne disease di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2016.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

  1. Menambah wawasan pembaca terkait perubahan iklim dan

  mosquito-borne disease, serta gambaran alur dampak perubahan iklim terhadap mosquito- borne disease.

  2. Hasil dari penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan atau sumber

  mosquito-borne disease.

1.5.2 Manfaat Praktis

  1. Bagi Instansi Pemerintahan (Kementrian dan Dinas Kesehatan)

  a. Sebagai bahan masukan dalam proses pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan, dalam terjadinya perkembangan kasus

  

mosquito-borne disease akibat dari adanya perubahan iklim.

  b. Sebagai landasan atau bukti (

  evidence) pemerintah untuk meningkat

  upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sesuai dengan pedoman yang telah disusun.

  2. Bagi Lembaga Penelitian Sebagai bahan informasi tambahan bagi lembaga penelitian untuk mengembangkan serta melakukan penelitian lebih lanjut tentang dampak perubahan iklim terhadap mosquito-borne disease, serta penelitian tentang perubahan iklim itu sendiri maupun penelitian lain terkait

  mosquito-borne disease.

  3. Bagi Masyarakat Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai dampak perubahan iklim terhadap mosquito-borne disease, agar masyarakat menjadi patuh terhadap kebijakan pemerintah dalam meningkatkan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sesuai dengan peraturan yang berlaku, serta masyarakat diharapkan menjadi aktif dalam melakukan upaya

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

  Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif dengan menggunakan desain time-trend ecologic study. Uji statistik dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif pola dan analisis korelasi spearman untuk mengetahui hubungan antar variabel independen dengan dependen. Adapun Variabel dependen penelitian ini yaitu mosquito-borne disease. Sedangkan Variabel independen penelitian ini yaitu iklim (curah hujan, hari hujan, suhu udara, dan kelembaban udara).

  Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersifat agregat meliputi data insidens mosquito-borne disease (meliputi insidens DBD, insidens chikungunya, dan insidens malaria), data curah hujan, hari hujan, suhu udara, dan kelembaban udara di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2009-2016. Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa lembar

  check list pengumpulan data insidens mosquito-

borne disease tahun 2009 sampai 2016 dan data iklim tahun 2009 sampai 2016.

  Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Juni sampai Agustus 2017.

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mosquito-borne Disease

  2.1.1 Definisi Mosquito-borne Disease Mosquito-borne disease sendiri adalah segala penyakit yang diakibatkan

  oleh mikroorganisme dan disebarkan oleh nyamuk (WMO, 2016b). Terdapat enam penyakit yang termasuk ke dalam

  mosquito-borne disease, yaitu Chikungunya,

  Zika Virus, Demam Berdarah Dengue (DBD), West Nile Virus, Malaria, dan Yellow

  

Fever (WHO, 2015). Dari golongan penyakit ini, terdapat tiga penyakit yang ada di

Indonesia, yaitu DBD, Chikungunya, dan Malaria.

  2.1.2 Demam Berdarah Dengue

2.1.2.1 Definisi dan Penyebab

  Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sangat mematikan. Penyakit DBD sendiri adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

  

aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa

  penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan ( petechiae), lebam (echymosis) atau ruam ( purpura), kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan (Shock) (CDC, 2009; Kemenkes RI, 2011b). Selain itu demam berdarah dengue merupakan penyakit demam virus akut yang disertai sakit anak, ditandai dengan panas tinggi, perdarahan, dapat menimbulkan renjatan dan kematian, serta termasuk salah satu penyakit yang dapat menimbulkan wabah (Kemenkes RI, 2011b).

  Virus penyebab demam berdarah dengue (DBD) adalah virus dengue anggota dari genus flavivirus (Candra, 2010). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus dengue yang terdiri dari empat tipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 dan ditularkan memalului gigitan nyamuk betina

  Aedes aegypti dan Aedes

albopictus yang telah terinfeksi oleh virus dengue dari penderita DBD lainnya

  (Candra, 2010).

2.1.2.2 Vektor

1. Daur Hidup

  Berikut daur hidup nyamuk

  Aedes aegypti (Kemenkes RI, 2011b): a. Nyamuk betina meletakkan telur di tempat perkembang-biakannya.

  b. Dalam beberapa hari telur menetas menjadi jentik,kemudian berkembang menjadi kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk (perkembang-biakan dari telur, jentik, kepompong, nyamuk membutuhkan waktu 7-10 hari).

  c. Dalam tempo 1-2 hari nyamuk yang baru menetas ini (yang betina) akan menggigit (mengisap darah) manusia dan siap untuk melakukan perkawinan dengan nyamuk jantan.

  d. Setelah mengisap darah, nyamuk betina beristirahat sambil menunggu proses pematangan telurnya. Tempat beristirahat yang disukai adalah tumbuh- tumbuhan atau benda tergantung di tempat yang gelap dan lembab, berdekatan dengan tempat perkembang biakannya.

  e. Siklus mengisap darah dan bertelur ini berulang setiap 3-4 hari.

  f. Bila mengisap darah seorang penderita demam berdarah dengue atau carrier, maka nyamuk ini seumur hidupnya dapat menularkan virus itu.

  g. Umur nyamuk betina rata-rata 2-3 bulan.

2. Perilaku Vektor

  Berikut perilaku dan aktivitas nyamuk Aedes aegypti (Kemenkes RI, 2012):

  a. Nyamuk Aedes sp jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah.

  b. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia daripada hewan (bersifat antropofilik). Darah diperlukan untuk pematangan sel telur, agar dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan, waktunya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut dengan siklus gonotropik.

  c. Aktivitas menggigit nyamuk Aedes sp biasanya mulai pagi dan petang hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-

  17.00. Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit. d. Setelah mengisap darah, nyamuk akan beristirahat pada tempat yang gelap dan lembab di dalam atau di luar rumah, berdekatan dengan habitat perkembangbiakannya. Pada tempat tersebut nyamuk menunggu proses pematangan telurnya.

  e. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakkan telurnya di atas permukaan air, kemudian telur menepi dan melekat pada dinding-dinding habitat perkembangbiakannya. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu ±2 hari.

  Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat menghasilkan telur sebanyak ±100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan ±6 bulan, jika tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat.

  Di sisi lain terdapat beberapa hal yang mempengaruhi tingkat aktivitas nyamuk

  Aedes sp, meliputi:

  a. Suhu Nyamuk Aedes sp cenderung akan lebih aktif saat suhu udara berada pada 250C - 280C (Perwitasari et al., 2004; Sulasmi, 2013; Zubaidah, Ratodi and Marlinae, 2016). Pada suhu tersebut nyamuk akan mengalami kondisi yang optimal untuk melakukan aktivitas.

  b. Kelembaban udara Nyamuk ini akan mengalami kondisi yang optimal saat kelembaban berada diatas 70% (Perwitasari et al., 2004; Sulasmi, 2013; Zubaidah, c. Curah hujan Nyamuk ini akan lebih aktif saat curah hujan berada diatas 200 mm setiap bulannya (Perwitasari et al., 2004; Zubaidah, Ratodi and Marlinae, 2016).