BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) 2.1.1 Defenisi - Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil dengan Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid di Wilayah Kerja Puskesmas Maga Kecamatan Lembah Sorik Marapi Kabupaten Mandaialing Natal Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Imunisasi Tetanus Toksoid (TT)

2.1.1 Defenisi

  Imunisasi berasal dari kata imun yaitu kebal atau resisten. Ibu hamil, bayi dan anak diimunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. (Depkes RI 2005). Imunisasi menurut IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) adalah suatu cara untuk meingkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak terpapar pada antigen serupa, tidak terjadi penyakit. Imunisasi dilakukan dengan memberikan vaksin yang merupakan kuman penyakit yang telah dibuat lemah kepada seseorang agar tubuh dapat membuat antibody sendiri terhadap kuman penyakit yang sama (WHO, 2002 dan IDAI, 2008).

  Imunisasi adalah untuk memicu imunitas dengan cara memasukan kuman yang sudah dilemahkan kedalam tubuh dengan tujuan untuk menimbulkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, imunisasi diberikan kepada balita atau ibu hamil untuk mencegah penyakit PD3I (Penyakit yang dapat Dicegah Dengan Imunisasi) sehingga jika terpapar dengan penyakir tersebut tidak akan sakit berat atau sakit ringan (Depkes RI 2005).

  Vaksin adalah antigen yaitu dapat berupa bibit penyakit yang sudah dilumpuhkan atau dimatikan (bakteri, virus atau riketsia), dapat berupa tiroid dan rekayasa genetika (rekombinasi) (Depkes RI, 2004). Vaksin Tetanus Toksoid (TT) adalah vaksin yang mengandung toksoid kuman tetanus yang telah dilemahkan dan dimurnikan yang terabsorbsi kedalam 3 mg/ml aluminium fosfat. Vaksin Tetanus Toksid dipergunakan untuk mencegah tetanus pada bayi yang baru lahir dengan cara mengimunisasi ibu yang sedang hamil, dan juga untuk mencegah tetanus.

  Berdasarakan dari cara timbulnya, maka terdapat dua jenis kekebalan. (IDAI, 2002) yaitu : a.

  Kekebalan Pasif Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh individu itu sendiri. Contohnya adalah kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu, atau kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan immunoglobulin. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh b.

  Kekebalan Aktif Kekebalan aktif yaitu kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpapar pada antigen seperti pada manusia (antara lain imunisasi TT), atau terpapar secara ilmiah. Kekebalan aktif biasanya berlangsung lama karena adanya memori imunologik. Tetanus Toksoid (TT) adalah antigen yang sangat aman dan juga aman untuk wanita hamil. Tidak ada bahaya bagi janin apa bila ibu hamil mendapatkan imunisasi Tetanus Toksoid (TT).

2.1.2 Tujuan Imunisasi Tetanus Toksoid

  Tujuan diberikannya imunisasi Tetanus Toksoid antara lain : untuk melindungi bayi baru lahir dari tetanus neonatorum, melindungi ibu terhadap kemungkinan tetaus apabila terluka, pencegahan penyakit pada ibu hamil dan bayi kebal terhadap kuman tetanus, serta untuk mengeliminasi penyakit tetanus pada bayi baru lahir.

  2.1.3 Sasaran Program Imunisasi Tetanus Toksoid (TT)

  Untuk pelayanan program imunisasi tetanus toksoid (TT) dilakukan pada ibu hamil, diberikana 2 kali dengan jarak waktu paling sedikit 1 bulan antara dosis pertama dan dosis kedua. Sebaiknya dosis kedua diberikan paling lambat satu bulan sebelum melahirkan agar menimbulkan kekebalan yang mantap.

  2.1.4 Manfaat Imunisasi Tetanus Toksoid (TT)

  Manfaat imunisasi TT pada ibu hamil adalah : a. Bagi Bayi : untuk melindungi bayi yang baru lahir dari tetanus neonatorum.

  b.

  Bagi Ibu Hamil : melindungi ibu hamil terhadap kemungkinan terjadinya tetanus apabila terluka pada saat persalinan.

  c.

  Untuk Negara : memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan penting dalam mencapai salah satu tujuan dari program imunisasi secara nasional yaitu, eliminasi tetanus maternal tetanus neonatorum (Depkes RI, 2004).

  2.1.5 Jumlah dan Dosis Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid

  Imunisasi TT untuk ibu hamil diberikan 2 kali, dengan dosis 0,5 cc disuntikkan secara intramuskuler atau subkutan. Sebaiknya imunisasi TT diberikan sebelum kehamilan 8 bulan. Suntikan TT1 dapat diberikan sejak diketahui positif hamil dimana biasanya di berikan pada kunjungan pertama ibu hamil ke sarana kesehatan (Depkes RI, 2000). Jarak pemberian (interval) imunisasi TT1 dengan TT2 adalah minimal 4 minggu (Saifuddin, 2001 dan Depkes RI, 2005).

  2.1.6 Jadwal Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid

  Sesuai dengan WHO, jika seorang ibu yang tidak pernah diberikan imunisasi tetanus maka ia harus mendapatkan paling sedikitnya dua kali (suntikan) dengan dosis 0,5 cc. Cara pemberian imunisasi TT yaitu :

Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid

  Persentasi (%) Durasi Imunisasi Interval Perlindungan Perlindungan

  Pada kunjungan antenatal pertama

  • TT 1 atau sedini mungkin kehamilan

  TT 2 Minimal 4 minggu setelah TT I

  80 3 tahun * Minimal 6 bulan setelah TT 2 atau

  TT 3

  95 5 tahun selama kehamilan berikutnya Minimal setahun setelah TT 3 atau

  TT 4

  99 10 tahun selama kehamilan berikutnya Minimal setahun setelah TT 4 atau 25 tahun/

  TT 5

  99 kehamilan berikutnya seumur hidup (Sumber : Kalbe Farma, 2012)

2.1.7 Efek Samping Imunisasi Tetanus Toksoid a.

  Biasanya hanya gejala-gejala ringan saja seperti nyeri, kemerahan dan pembengkakan pada tempat suntikan. Efek samping tersebut berlangsung 1-2 hari, ini akan sembuh sendiri dan tidak diperlukan tindakan/pengobatan (Depkes RI, 2002).

  b.

  Imunisas Tetanus Toksoid adalah antigen yang sangat aman dan juga aman untuk wanita hamil. Tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan imunisasi TT. Pada ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT tidak didapatkan perbedaan resiko cacat bawaan ataupun abortus dengan mereka yang tidak mendapatkan imunisasi.

2.1.8 Keberhasilan Imunisasi Tetanus Toksoid Tidak semua ibu hamil dan bayi yang baru lahir terbebas dari serangan penyakit.

  Semua tergantung pada tingkatan keberhasilan imunisasi yang dilakukan. Bigitu pula, waktu perlindungan yang terjadi pun bervariasi. Keberhasilan imunisasi tetanus toksoid tergantung pada beberapa faktor : a.

  Waktu Pemberian Vaksin yang diberikan ketika ibu hamil masih memiliki kadar antibodi yang masih tinggi akan memberikan hasil yang kurang memuaskan. Untuk waktu pemberian yang efektif pada minusisasi TT harus diberikan sessuai dengan jadwal pemberian imunisasi TT pada ibu hamil.

  b.

  Kematangan Imunologik Pada ibu hamil belum memiliki fungsi imun yang matang sehingga akan memberikan hasil yang kurang efektif. Individu dengan status imun rendah, seperti pasien yang mendapat mengobatan imunosupresan atau sedang mengalami infeksi, makan akan mempengaruhi keberhasilan imunitas.

  c.

  Keadaan Gizi Gizi yang kurang akan menyebabkan kemampuan sistem imun lemah. Meskipun kadar imunoglobulin normal atau meningkat, namun tidak mampu meningkatkan antigen dengan baik karena kekurangan asam amino yang dibutuhkan dalam pembentukan antibodi d.

  Cara Pemberian Vaksin Cara pemberian mempengaruhi respon yang timbul. Vaksin polio oral (lewat mulut) akan menimbulkan imunitas lokal dan sistematik. e.

  Dosis Vaksin Dosis yang terlalu sedikit akan menimbulkan respon imun yang kurang pula.

  Dosis yang terlalu timggi juga akan menghambat sistem kekebalan yang diharapkan.

  f.

  Frekuensi Pemberian.

  Jarak pemberian yang terlalu dekat, pada saat kadar antibodi masih tinggi, maka antigen yang masuk segera dinetralkan oleh antibodi tersebut sehingga tidak sempat merangsang sistem kekebalan. (National Health and Medical Research Council, 2008).

2.1.9 Kontraindikasi a.

  Vaksin TT adalah vaksin yang aman dan tidak mepunyai kontra indikasi.

  b.

  Meskipun demikian imunisasi TT jangan diberikan pada : 1.

  Ibu dengan riwayat reaksi berat terhadap imunisasi TT pada masa lalunya.

2. Ibu dengan panas tinggi dan sakit berat. Namun demikian ibu tersebut dapat di imunisasi segera setelah sembuh (Kemeskas RI, 2011).

2.1.10 Tempat pelayanan

  Menurut Depkes RI (2004), tempat pelayanan untuk mendapatkan imunisasi TT antara lain : a.

  Puskesmas b.

  Puskesmas Pembantu c. Rumah Sakit d.

  Rumah Bersalin e. Polindes f. Posyandu g.

  Rumah Sakit Swasta h.

  Dokter Praktek Tempat-tempat pelayanan milik pemerintah yang memberikan pelayanan imunisasi diberikan dengan gratis.

2.2 Tetanus

  2.2.1 Defenisi

  Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Clostridium Tetani yang menghasil neorotoksin (Depkes, 2006). Penyakit tetanus bisanya menyerang bayi baru lahir yang berusia dibawah 28 hari, dikenal dengan istilah tetanus neonatorum. Penyakit ini menular dan menyebabkan resiko kematian sangat tinggi. Bisa dikatakan seratus persen bayi yang lahir terkena tetanus akan mengalami kematian (Depkes, 2006).

  Penyakit tetanus adalah penyakit yang diakibatkan oleh infeksi bakteri anaerob

  

Clostridium Tetani ditempat luka dan menghasilkan Eksotoksin yang akan menyerang

otot sehingga akan terjadi spamus (kejang) otot (Kalbe Farma, 2012).

  Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia di bawah 28 hari. Tetanus menyerang bayi yang baru lahir karena dilahirkan ditempat yang tidak steril, terutama jika tali pusat terinfeksi. Gejala awal penyakit adalah kaku otot rahang, disertai kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot perut, berkeringat dan demam. Pada bayi terdapat gejala berhenti menetek (Sucking) antara 3 sampai dengan 28 hari setelah lahir.

  2.2.2 Etiologi Tetanus

  Tetanus Toksoid ini disebabkan oleh kontaminasi umbilicus dengan Clostridium

  tetani. adalah kuman berbentuk batang, berukuran 2-5 x 0,4-0,5 milimikron yang hidup

  tanpa oksigen (anaerob), dan membentuk spora. Spora dewasa mempunyai bagian yang berbentuk bulat yang letaknya di ujung, dan memberi gambaran penabuh genderang (drum stick) (WHO, 2008).

  Bakteri yang berbentuk batang ini sering terdapat dalam kotoran hewan dan manusia, dan bisa terkena luka melalui debu atau tanah yang terkontaminasi. Clostridium

  tetani merupakan bakteri Gram positif dan dapat menghasilkan eksotoksin yang bersifat

  neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) dapat menyebabkan kekejangan pada otot (Djaja S, 2003).

2.2.3 Faktor Resiko

  Terdapat 5 faktor resiko utama terjadinya tetanus neonatorum, yaitu : a. Faktor resiko pencemaran lingkungan fisik dan biologik

  Lingkungan yang mempunyai sanitasi yang buruk akan memyebabkan lebih mudah berkembang biak. Kebanyakan penderita dengan gejala

  Clostridium tetani

  tetanus sering mempunyai riwayat tinggal di lingkungan yang kotor. Penjagaan kebersihan diri dan lingkungan adalah amat penting bukan saja dapat mencegah tetanus, malah berbagai penyakit lain.

  b.

  Faktor alat pemotong tali pusat Penggunaan alat yang tidak steril untuk memotong tali pusat meningkatkan risiko penularan penyakit tetanus neonatorum. Kejadian ini masih lagi berlaku di negara-negara berkembang dimana bidan-bidan yang melakukan pertolongan persalinan masih menggunakan peralatan seperti pisau dapur atau sembilu untuk memotong tali pusat bayi baru lahir (WHO, 2008).

  c.

  Faktor cara perawatan tali pusat Terdapat sebagian masyarakat di negara-negara berkembang masih menggunakan ramuan untuk menutup luka tali pusat seperti kunyit dan abu dapur. Seterusnya, tali pusat tersebut akan dibalut dengan menggunakan kain pembalut yang tidak steril sebagai salah satu ritual untuk menyambut bayi yang baru lahir. Cara perawatan tali pusat yang tidak benar ini akan meningkatkan lagi risiko terjadinya kejadian tetanus neonatorum.

  d.

  Faktor kebersihan tempat pelayanan persalinan Kebersihan suatu tempat pelayanan persalinan adalah sangat penting. Tempat pelayanan persalinan yang tidak bersih bukan saja berisiko untuk menimbulkan penyakit pada bayi yang akan dilahirkan, malah pada ibu yang melahirkan. Tempat pelayanan persalinan yang ideal sebaiknya dalam keadaan bersih dan steril.

  e.

  Faktor kekebalan ibu hamil Ibu hamil yang mempunyai faktor kekebalan terhadap tetanus dapat membantu mencegah kejadian tetanus neonatorum pada bayi baru lahir. Antibodi terhadap tetanus dari ibu hamil dapat disalurkan pada bayi melalui darah, seterusnya menurunkan risiko infeksi Clostridium tetani. Sebagian besar bayi yang terkena tetanus neonatorum biasanya lahir dari ibu yang tidak pernah mendapatkan imunisasi TT (Idanati R, 2005).

  2.2.4 Masa Inkubasi Tetanus Neonatorum

  Adapaun masa inkubasi Clostridium tetani biasnya 4-21 hari (umumnya 7 hari), tergantung pada tempat terjadinya luka, bentuk luka, dosis dan toksisitas kuman.

  2.2.5 Patogenesis

  Pertolongan persalinan dan pemotongan tali pusat yang tidak steril akan memudahkan spora Clostridium tetani masuk dari luka tali pusat dan melepaskan tetanospamin. Tetanospamin akan berikatan dengan reseptor di membran prasinaps pada motor neuron. Kemudian bergerak melalui sistem transpor aksonal retrograd melalui sel- sel neuron hingga ke medula spinalis dan batang otak, seterusnya menyebabkan gangguan sistim saraf pusat (SSP) dan sistim saraf perifer (WHO, 2008)

  Gangguan tersebut berupa gangguan terhadap inhibisi presinaptik sehingga mencegah keluarnya neurotransmiter inhibisi, yaitu asam aminobutirat gama (GABA) dan glisin, sehingga terjadi epilepsi, yaitu lepasan muatan listrik yang berlebihan dan berterusan, sehingga penerimaan serta pengiriman impuls dari otak ke bagian-bagian tubuh terganggu. (Ningsih S, Witarti N, 2007).

  Ketegangan otot dapat bermula dari tempat masuk kuman atau pada otot rahang dan leher. Pada saat toksin masuk ke sumsum tulang belakang, kekakuan otot yang lebih berat dapat terjadi. Dijumpai kekakuan ekstremitas, otot-otot dada, perut dan mulai timbul kejang. Sampai toksin mencapai korteks serebri, penderita akan mengalami kejang spontan.

  Pada sistim saraf otonom yang diserang tetanospasmin akan menyebabkan gangguan proses pernafasan, metabolisme, hemodinamika, hormonal, pencernaan, perkemihan, dan pergerakan otot. Kekakuan laring, hipertensi, gangguan irama jantung, berkeringat secara berlebihan (hiperhidrosis) merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom.

  Kejadian gejala penyulit ini jarang dilaporkan karena penderita sudah meninggal sebelum gejala tersebut timbul. (Ismoedijanto, 2006).

2.2.6 Gejala Klinis

  Tetanus neonatorum disertai dengan spasma otot dan regitas badan bayi, tanda pertama infeksi biasanya kegagalan menghisap oleh bayi yang telah menghisap normal selama beberapa hari pertama setelah melahirkan. Gejala klinis adalah : a.

  Terjadinya kekakuan otot rahang sehingga penderita sukar membuka mulut.

  Kekakuan otot pada leher lebih kuat akan menarik mulut kebawah, sehingga mulut sedikit ternganga. Kadang-kadang dapat dijumpai mulut mecucu seperti mulut ikan dan kekakuan pada mulut sehingga bayi tak dapat menetek.

  b.

  Terjadi kekakuan otot mimik muka dimana dahi bayi kelihatan mengerut, mata bayi agak tertutup, dan sudut mulut bayi tertarik ke samping dan ke bawah.

  c.

  Kekakuan yang sangat berat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur, bertumpu pada tumit dan belakang kepala. Jika dibiarkan secara berterusan tanpa rawatan, bisa terjadi fraktur tulang vertebra.

  d.

  Kekakuan pada otot dinding perut menyebabkan dinding perut teraba seperti papan.

  Selain otot dinding perut, otot penyangga rongga dada (toraks) juga menjadi kaku sehingga penderita merasakan kesulitan untuk bernafas atau batuk. Jika kekakuan otot toraks berlangsung lebih dari 5 hari, perlu dicurigai risiko timbulnya perdarahan paru.

  e.

  Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan akibat kekakuan yang terus-menerus dari otot laring yang bisa menimbulkan sesak nafas. Efek tetanospamin dapat menyebabkan gangguan denyut jantung seperti kadar denyut jantung menurun (bradikardia), atau kadar denyut jantung meningkat (takikardia). Tetanospasmin juga dapat menyebabkan demam dan hiperhidrosis. Kekakuan otot polos pula dapat menyebabkan anak tidak bisa buang air kecil (retensi urin).

  f.

  Bila kekakuan otot semakin berat, akan timbul kejang-kejang umum yang terjadi setelah penderita menerima rangsangan misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, terpapar sinar yang kuat dan sebagainya. Lambat laun, “masa istirahat” kejang semakin pendek sehingga menyebabkan status epileptikus, yaitu bangkitan epilepsi berlangsung terus menerus selama lebih dari tiga puluh menit tanpa diselangi oleh masa sedar; seterusnya bisa menyebabkan kematian. (Ningsih,S, Witarti, N, 2007).

2.2.7 Pencegahan

  Tindakan pencegahan serta eliminasi tetanus neonatorum adalah bersandarkan pada tindakan menurunkan atau menghilangkan faktor-faktor risiko. Pendekatan pengendalian lingkungan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan. Pemotongan dan perawatan tali pusat wajib menggunakan alat yang steril (WHO, 2006).

  Pengendalian kebersihan pada tempat pertolongan persalinan perlu dilakukan dengan semaksimal mungkin agar tidak terjadi kontaminasi spora pada saat proses persalinan, pemotongan dan perawatan tali pusat dilakukan.

  Praktik 3 Bersih perlu diterapkan, yaitu bersih tangan, bersih alat pemotong tali pusat, dan bersih alas tempat tidur ibu, di samping perawatan tali pusat yang benar.

  Selain persalinan yang bersih dan perawatan tali pusat yang tepat, pencegahan tetanus neonatorum dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi TT kepada ibu hamil.

  Pemberian imunisasi TT minimal dua kali kepada ibu hamil dikatakan sangat bermanfaat untuk mencegah tetanus neonatorum (WHO, 2008.).

2.3 Pengetahuan (knowledge)

2.3.1 Defenisi

  Pengetahuan adalah meru pakan hasil “tahu” pengindraan manusia terhadap suatu objek tertentu. Proses pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba melalui kulit. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) (Notoatmodjo, 2010).

  Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang : a.

  Faktor internal Faktor dari dalam diri sendiri misalnya intelegensia, minat, kondisi fisik.

  b.

  Faktor eksternal Faktor dari luar diri misalnya keluarga, masyarakat.

  c.

  Faktor pendekatan belajar Faktor upaya belajar misalnya startegi dan metode dalam belajar.

2.3.2 Pentingnya Pengetahuan

  Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Over Behavior).

  Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku disadari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan. Sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) didalam diri seseorang terjadi proses yang berurutan yaitu : a.

  Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

  b.

  Interest (Merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Sedini mungkin sikap subjek sudah mulai timbul.

  c.

  Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

  d.

  Trial, sikap dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

  e.

  Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

  Apabila penerima perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting).

  Sebaliknya, apabila perilaku tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Jadi, pentingnya pengetahuan disini adalah dapat menjadi dasar dalam merubah perilaku sehingga perilaku itu langgeng. (Notoatmodjo, 2010).

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan.

  Menurut Notoatmodjo (2010) tingkat pengetahuan setiap orang bervariasi karena di pengaruhi oleh faktor-faktor, antara lain : a.

  Sosial ekonomi Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang, sedang ekonomi dikaitkan dengan pendidikan, bila ekonomi baik maka tingkat pendidikan akan tinggi sehingga tingkat pengetahuan akan tinggi juga.

  b.

  Kultur (budaya, agama) Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang, karena informasi yang baru akan disaring sesuai dengan budaya yang ada dan agama yang dianut.

  c.

  Pendidikan Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan dengan hal yang baru tersebut.

  d.

  Pengalaman

  Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan yang diperoleh dengan cara memecahkan masalah yang dihadapi. Pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata sesuai dengan bidang kerjanya.

  e.

  Media Informasi Media infomasi hakikatnya adalah alat bantu pendidikan termasuk pendidikan kesehatan. Berdasarkan fungsinya sebagai penyalur pesan kesehatan,yaitu berupa media cetak dan media elektronik.

2.4 Sikap (attitude)

  2.4.1 Defenisi

  Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus, yang melibatkan pendapat dan emosi orang yang bersangkutan. Sikap juga dapat didefinisikan sebagai kesiapan saraf sebelum memberikan respons (Notoatmodjo, 2007).

  Rahayuningsih (2008) Sikap sebagai suatu bentuk dari perasaan, yaitu perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung

  (Unfavourable) pada suatu objek. Menurut Azwar (2009), Sikap adalah suatu pola

  prilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, tau secara sederhana, yang merupakan respon terhadap stimulasi sosial yang telah terkoordinasi. Sikap dapat juga didefenisikan sebagai asfek atau penilaian positif atau negatif terhadap suatu objek.

  2.4.2 Pengelompokan Sikap

  Sementara menurut Azwar (2009) sikap dapat dikategorikan ke dalam tiga orientasi pemikiran, yaitu : a.

  Berorientasi pada respon Orientasi ini diwakili oleh para ahli seperti Louis Thurstone, Rensis Likert dan

  Charles Osgood. Dalam pandangan mereka, sikap adalah suatu bentuk atau reaksi perasaan. Secara lebih operasional sikap terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) terhadap objek tersebut.

  b.

  Berorientasi pada kesiapan respon Orientasi ini diwakili oleh para ahli seperti Chave, Bogardus, LaPierre, Mead, dan Allport. Konsepsi yang mereka ajukan ternyata lebih kompleks. Menurut pandangan orientasi ini, sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dengan cara-cara tertentu.

  c.

  Berorientasi pada skema triadik Menurut pandangan orientasi ini, sikap merupakan konstelasi komponen- komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu, Sikap didefinisikan sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek lingkungan sekitarnya.

2.4.3 Fungsi Sikap

  Pendekatan fungsional menurut Miramis WF, (2006) sikap berusaha menerangkan mengapa kita mempertahankan sikap-sikap tertentu. Hal ini dilakukan dengan meneliti dasar motivasi, yaitu kebutuhan apa yang terpenuhi bila sikap itu dipertahankan. Mengemukaan empat fungsi dasar sikap yaitu : a.

  Fungsi penyusuaian.

  Yaitu sikap yang dikaitkan dengan praktis atau manfaat dan menggambarkan keadaan keinginannya atau tujuan.

  b.

  Fungsi pembela ego Yaitu sikap yang diambil untuk melindungi diri dari kecemasan atau ancaman harga dirinya.

  c.

  Fungsi expresi nilai Yaitu sikap yang menunjukkan nilai yang diambil individu bersangkutan.

  d.

  Fungsi pengetahuan.

  Setiap individu memiliki motif untuk ingin tahu, ingin mengerti, ingin banyak mendapat pengalaman dan pengetahuan, yang diwujudkan dalam kehidupan sehari- hari.

  e.

  Fungsi penyesuaian emosi.

  Yaitu sikap yang diambil sebagai bentuk adaptasi dengan lingkungannya.

2.4.4 Pengukuran Sikap

  Pengukuran sikap secara ilmiah dapat diukur, dimana sikap terhadap objek diterjemahkan dalam sistem angka. Dua metode pengukuran sikap adalah Metode Self Report dan Pengukuran Involuntary Behavior : a.

  Observasi Perilaku Untuk mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu kita dapat memperhatikan perilakunya, sebab perilaku merupakan salah satu indikator sikap individu.

  b.

  Penanyaan Langsung Individu merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri, ia akan mengungkapkan secara terbuka apa yang dirasakannya c.

  Pengungkapan Langsung Pengungkapan secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan aitem tunggal yaitu memberi tanda setuju atau tidak setuju, maupun menggunakan aitem ganda yang dirancang untuk mengungkap perasaan yang berkaitan dengan suatu objek sikap.

  d.

  Skala Sikap Skala sikap berupa kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai suatu objek sikap.

  Dari respon subjek pada setiap pernyataan kemudian dapat disimpulkan mengenai arah dan intensitas sikap seseorang.

  e.

  Pengukuran Terselubung Metode pengukuran terselubung objek pengamatannya bukan lagi perilaku tampak yang disadari atau sengaja dilakukan oleh seseoarang melainkan reaksireaksi fisiologis yang terjadi di luar kendali orang bersangkutan. (Azwar, 2009).

2.5 Praktik atau Tindakan (Practice)

  Menurut Notoatmodjo (2012) suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor pendukung (support) dari pihak lain,

  Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktik (practice) kesehatan, atau dapat dikatakan perilaku kesehatan (overt behavior). Oleh sebab itu indikator praktek kesehatan ini juga mencakup hal-hal tersebut diatas, yaitu : a.

  Tindakan (praktik) sehubungan dengan penyakit Tindakan atau perilaku ini mencakup : 1.

  Pencegahan penyakit. Melakukan tindakan pencegahan penyakit misal mengimunisasi anaknya, menguras bak mandi dan sebagainya.

  2. Penyembuhan penyakit. Melakukan tindakan memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk penyembuhan penyakit misalnya minum obat sesuai petunjuk dokter, melakukan anjuran-anjuran dokter dan sebagainya.

3. Tindakan (prktik) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan

  Tindakan atau perilaku mencakup antara lain : a.

  Mengkonsumsi kananan dengan gizi seimbang b. Melakukan olah raga secara teratur c. Tidak minum minuman keras dan narkoba 4. Tindakan (prktik) kesehatan lingkungan

  Prilaku ini antara lain mencakup : a.

  Membuang air besar di jamban (WC) b. Membuang sampah ditempat sampah c. Mengunakan air bersih untuk mandi

2.6 Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

  Pengetahuan Ibu Dengan Pemberiaan Imunisasi

  Tetanus Toksoid Pelaksanaan

  Pemberiaan Imunisasi Tetanus Toksoid

  Sikap Ibu Dengan Pemberiaan Imunisasi

  Tetanus Toksoid