Analisis Kadar Timbal (Pb) Pada Sayuran Selada dan Kol yang Dijual di Pasar Kampung Lalang Medan Berdasarkan Jarak Lokasi Berdagang dengan Jalan Raya Tahun 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran Udara

2.1.1 Pengertian pencemaran udara

  Pencemaran udara adalah adanya bahan atau zat-zat asing yang terdapat di udara dalam jumlah yang dapat menyebabkan perubahan komposisi atmosfer dari keadaan normal (Sunu, 2001).

  Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999).

2.1.2 Jenis-jenis bahan pencemar udara

  Menurut Sumantri (2010), pencemar udara dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara. Karbon monoksida adalah sebuah contoh dari pencemar udara primer karena ia merupakan hasil dari pembakaran.

  2. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar primer di atmosfer. Pembentukan ozon dalam smog fotokimia adalah sebuah contoh dari pencemaran udara sekunder.

  Jenis polutan udara menurut Chandra (2005) dapat dibagi berdasarkan struktur kimia dan penampang partikelnya, seperti berikut ini :

1. Struktur kimia a.

  Partikel : debu, abu, dan logam, seperti Pb, nikel, kadmium dan berilium

  

8 b.

  2 , amonia, dan hidrogen

  Gas anorganik seperti NO, CO, SO c. Gas anorganik seperti hidrokarbon, benzen, etilen, asetilen, aldehide, keton, alkohol, dan asam-asam organik

2. Penampang partikel

  Partikel dalam udara dapat melekat pada saluran pernapasan manusia yang tentunya dapat menyebabkan bahaya bagi kesehatan manusia.

Tabel 2.1 Ukuran Partikel Debu dalam Saluran Pernapasan

  Ukuran Saluran pernapasan

  8-25 mikron Melekat di hidung dan tenggorok 2-8 mikron Melekat di saluran bronkial 0,5-2 mikron Deposit pada alveoli < 0,5 mikron Bebas keluar masuk melalui pernapasan

  Sumber : Chandra, 2005

2.1.3 Sumber pencemaran udara

  Sumber utama pencemaran udara ialah sebagai berikut (Dix, 1981 dalam Suyono 2014): 1.

  Pembakaran bahan bakar untuk menghasilkan energi panas dan tenaga, biasanya berasal dari industri, komersial, dan rumah tangga

  2. Bahan buang kendaraan bermotor, yaitu bensin, solar, dan minyak tanah, termasuk kereta api dan pesawat udara

  3. Gas buang, debu, dan energi panas dari beberapa kawasan industri, termasuk pabrik kimia, peleburan besi dan baja, industri semen dan keramik, aktivitas galian/pertambangan, dan stasiun pembangkit listrik 4. Akibat dari kegiatan manusia meliputi kegiatan rumah tangga (domestik) berupa pembakaran BBM, arang, dan kayu untuk memasak, pembakaran sampah, pembakaran hutan untuk membuat ladang atau perkebunan serta dari hasil kegiatan merokok Kendaraan bermotor memberikan kontribusi yang besar terhadap pencemaran udara. Kendaraan bermotor seperti bus, truk, jeep, sedan, sepeda motor dan sejenisnya menggunakan sumber energi dari bensin atau minyak diesel. Pb yang ditambahkan dalam bensin berupa tetraethyllead (TEL) dengan formula Pb(C

  5

  )

  4

  (Sarutdji, 2010). Partikulat yang berasal dari pembakaran batu bara akan banyak mengandung oksida logam (Wawerka, 1977 dalam Connel dan Miller, 1995).

2 H

2.1.4 Pencemaran logam berat di udara

  Penggunaan logam sebagai bahan baku berbagai jenis industri untuk memenuhi kebutuhan manusia akan mempengaruhi kesehatan manusia melalui 2 jalur, yaitu (Widowati dkk, 2008): 1.

  Kegiatan industri akan menambah polutan logam dalam lingkungan udara, air, tanah, dan makanan.

2. Perubahan biokimia logam sebagai bahan baku berbagai jenis industri bisa mempengaruhi kesehatan manusia.

  Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup (Palar, 2008).

  Di Indonesia, pencemaran logam berat cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya proses industrialisasi. Pencemaran logam berat dalam lingkungan bisa menimbulkan bahaya bagi kesehatan, baik pada manusia, hewan, tanaman, maupun lingkungan. Terdapat 80 jenis logam berat dari 109 unsur kimia di muka bumi ini. Logam berat itu dibagi ke dalam dua jenis, yaitu (Widowati dkk, 2008): 1.

  Logam berat esensial: yakni logam dalam jumlah tertentu yang sangat dibutuhkan oleh organisme. Dalam jumlah yang berlebihan, logam tersebut bisa menimbulkan efek toksik. Contohnya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn, dan lain sebagainya.

  2. Logam berat tidak esensial; yakni logam yang keberadaannya masih belum diketahui manfaatnya, bahkan bersifat toksik, seperti Hg, Cd, Pb, Cr, dan lain-lain.

  Tingkat toksisitas logam berat terhadap hewan air, mulai dari yang paling toksik, adalah Hg, Cd, Zn, Pb, Cr, Ni, dan Cu. Sementara itu, tingkat toksisitas terhadap manusia dari yang paling toksik adalah Hg, Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, Zn (Widowati dkk, 2008).

2.2 Timbal (Pb)

2.2.1 Pengertian dan karakteristik timbal (Pb)

  Timbal (Pb) ialah logam lunak kebiruan atau kelabu yang sangat beracun yang pada dasarnya tidak dapat dimusnahkan serta tidak terurai menjadi zat lain dan bisa berakumulasi dalam tanah relatif lama. Oleh karena itu, apabila timbal yang terlepas ke lingkungan akan menjadi ancaman bagi makhluk hidup (Sunu, 2001).

  Logam timbal di bumi jumlahnya sangat sedikit, yaitu 0,0002% dari jumlah kerak bumi bila dibandingkan dengan jumlah kandungan logam lainnya yang ada di bumi (Palar, 1994 dalam Widowati dkk, 2008).

  Timbal (Pb) merupakan logam yang mendapat perhatian karena bersifat toksik melalui konsumsi makanan, minuman, udara, air, serta debu yang tercemar Pb. Intoksikasi Pb bisa terjadi melalui jalur oral, lewat makanan, minuman, pernafasan, kontak lewat kulit, kontak lewat mata, serta lewat parenteral (Rahde, 1994 dalam Widowati dkk, 2008).

2.2.2 Sifat-sifat timbal

  Logam timbal (Pb) mempunyai sifat-sifat yang khusus seperti berikut (Palar, 2008): 1.

  Merupakan logam yang lunak, sehingga dapat dipotong dengan menggunakan pisau atau dengan tangan dan dapat dibentuk dengan mudah

  2. Merupakan logam yang tahan terhadap peristiwa korosi atau karat, sehingga logam timbal sering digunakan sebagai bahan coating

  3. Mempunyai titik lebur rendah, hanya 327,5 derajat Celcius 4.

  Mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan logam-logam biasa, kecuali emas dan merkuri

  5. Merupakan penghantar listrik yang tidak baik Menurut Sunu (2001), timbal banyak digunakan untuk berbagai keperluan terutama baterai kendaraan. Hal tersebut dikarenakan, timbal (Pb) mempunyai sifat-sifat yang antara lain: a.

  Merupakan logam yang lunak sehingga mudah diubah menjadi berbagai bentuk b.

  Mempunyai titik cair yang rendah sehingga bila digunakan dalam bentuk cair dibutuhkan teknik yang cukup sederhana.

  c.

  Membentuk alloy dengan logam lainnya, sehingga dapat menghasilkan sifat logam yang berbeda.

  d.

  Mempunyai densitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya, kecuali merkuri dan emas.

  e.

  Mempunyai sifat kimia yang menyebabkan timbal ini dapat berfungsi sebagai lapisan pelindung, jika kontak dengan udara lembab.

2.2.3 Penggunaan timbal

  Logam Pb digunakan dalam industri baterai, kabel, penyepuhan, pestisida, sebagai zat antiletup pada bensin, zat penyusun patri atau solder, sebagai formulasi penyambung pipa sehingga memungkinkan terjadinya kontak antara air rumah tangga dengan Pb (Widowati dkk, 2008).

  Timbal sebagai salah satu zat yang dicampurkan ke dalam bahan bakar (premium dan premix), yaitu (C

  2 H 5 )

  4 Pb atau TEL (Tetra Ethyl Lead) yang

  digunakan sebagai bahan aditif, yang berfungsi meningkatkan angka oktan sehingga penggunaannya akan menghindari mesin dari gejala “ngelitik” yang berfungsi sebagai pelumas bagi kerja antarkatup mesin (intake & exhaust valve) dengan dudukan katup valve seat serta valve guide. Keberadaan Octane booster dibutuhkan dalam bensin agar mesin bisa bekerja dengan baik (Nasution, 2004 dalam Widowati dkk, 2008).

  Timbal dapat digunakan sebagai campuran dalam pembuatan pelapis keramik yang disebut--- glaze silika dengan oksida lainnya--- yaitu merupakan lapisan tipis gelas yang menyerap ke dalam permukaan tanah liat yang digunakan untuk membuat keramik. Komponen timbal (PbO) ditambahkan dalam glaze untuk membentuk sifat yang mengkilap yang tidak dapat dibentuk oleh oksida lainnya (Sunu, 2001).

  Komponen timbal dapat digunakan sebagai pewarna cat karena kelarutannya di dalam air rendah, dapat berfungsi sebagai pelindung, dan terdapat dalam berbagai warna. Timbal putih paling banyak digunakan, sedangkan timbal merah berupa bubuk berwarna merah cerah yang digunakan sebagai pewarna cat yang tahan karat. Timbal juga digunakan untuk produk-produk logam seperti amunisi, pelapis kabel, bahan kimia, pewarna, pipa, dan solder, dan sebagainya (Sunu, 2001).

2.2.4 Sumber pencemaran timbal

  Pencemaran Pb bersumber kendaraan bermotor yang dibubuhkan ke dalam BBM dalam bentuk Tetra Etil Lead (TEL) sebanyak 0,42 mg/l sejak 1990.

  Sebelumnya kadar yang dibubuhkan lebih tinggi lagi. Berbagai penelitian telah dilakukan tentang Pb dan dikorelasikan terhadap kepadatan lalu lintas menghasilkan korelasi yang baik sekali dilihat dari kepadatan dan jarak. Pemeriksaan yang dilakukan Rahadjo (1995) pada humus, akar, batang, dan daun teh di daerah Puncak, Bogor dan Rancabali, Bandung memperlihatkan bahwa permukaan humus mengandung Pb terbesar dan konsentrasinya berkurang dengan kedalaman tanah. Selanjutnya tinggi konsentrasi secara berurutan didapat pada akar, daun teh, dan batang (Soemirat, 2005).

  Pencemaran timbal pada tanah juga berasal dari emisi gas buang kendaraan yang mengendap langsung di tanah (Widowati, 2008). Secara alami dengan adanya gaya gravitasi, maka partikel timbal akan turun ke tanah. Kandungan timbal dalam tanah bervariasi misalnya karena kepadatan lalu lintas, jarak dari jalan raya dan kondisi transportasi (Naria, 2005).

  2+

  Timbal terdapat dalam air dengan bilangan oksidasi Pb , dan dikeluarkan oleh sejumlah industri dan pertambangan. Timbal dapat masuk dalam ke perairan melalui pengkristalan di udara yang merupakan pembakaran hasil pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor dengan bantuan hujan. Dapat pula sebagai akibat proses korosifikasi bahan mineral akibat hempasan dan angin. Timbal (Pb) yang masuk kedalam bahan perairan sebagai dampak aktifitas manusia, di antaranya dalam air buangan (limbah) industri yang berkaitan dengan timbal (Pb) yang jatuh pada jalur-jalur perairan seperti anak sungai dan terbawa menuju laut (Mustamu, 2013).

  Industri juga berpotensi sebagai sumber pencemaran timbal (Pb) yaitu semua industri yang memakai Timbal (Pb) sebagai bahan baku maupun bahan penolong, misalnya: 1.

  Industri pengecoran maupun pemurnian. Industri ini menghasilkan timbal konsentrat (primary lead), maupun secondary lead yang berasal dari potongan logam (scrap).

2. Industri baterai. Industri ini banyak menggunakan logam timbal (Pb) terutama lead antimony alloy dan lead oxides sebagai bahan dasarnya.

  3. Industri bahan bakar. Timbal (Pb) berupa tetra ethyl lead dan tetra methyl lead banyak dipakai sebagai anti knock pada bahan bakar, sehingga baik industri maupun bahan bakar yang dihasilkan merupakan sumber pencemaran timbal (Pb).

4. Industri kabel. Industri kabel memerlukan timbal (Pb) untuk melapisi kabel.

  Saat ini pemakaian timbal (Pb) di industri kabel mulai berkurang, walaupun masih digunakan campuran logam Cd, Fe, Cr, Au dan arsenik yang juga membahayakan untuk kehidupan makluk hidup.

  5. Industri kimia, yang menggunakan bahan pewarna. Pada industri ini seringkali dipakai timbal (Pb) karena toksisitasnya relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan logam pigmen yang lain. Sebagai pewarna merah pada cat biasanya dipakai red lead, sedangkan untuk warna kuning dipakai lead chromate (Sudarmaji dkk, 2006 dalam Marbun, 2010)

  Pencemaran timbal pernah terjadi pada minuman beralkohol yang diproduksi sebagai industri rumah yang disimpan dalam wadah keramik yang dilapisi glaze. Berdasarkan hasil uji dari contoh minuman beralkohol tersebut diperoleh data bahwa sumber pencemaran timbal berasal dari solder timbal yang digunakan dalam tabung-tabung unit distilasi dan dari radiator mobil yang mengandung timbal yang digunakan sebagai konseder. Distilasi yaitu proses memanaskan benda cair atau padat hingga berubah menjadi uap yang disalurkan ke dalam bejana yang terpisah, kemudian dikondensasikan dengan pendingan (Sunu, 2001).

  WHO menetapkan batas timbal di dalam air sebesar 0,1 mg/L. Kandungan timbal di tanah yang belum diolah adalah sekitar 6 – 20 ppm (Naria, 2005).

  Menurut FAO atau WHO batas konsumsi harian logam Pb adalah 3,5 μ g/kg atau

  0,0035 mg/kg dari berat badan. Sedangkan asupan yang diperkenankan dalam seminggu (Acceptable Daily Intake/ ADI) untuk Pb direkomendasikan bagi orang dewasa 50

  μ g/kg berat badan dan bayi atau anak-anak 25 μ g/kg berat badan

  (Kesmas, 2013). Batas kandungan timbal dalam sayuran adalah sebesar 2,0 mg/kg (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 1989).

Tabel 2.2 Limit Rekomendasi untuk Kandungan Pb dalam Udara, Makanan, dan

  Minuman (WHO)

  

Bahan Limit Konsentrasi

3 Udara (µg/m )

  30-60 Makanan (mg/kg) 0,1-2,0 Minuman (mg/l) 0,05

  Sumber: Vettorazzi (1982) dalam Darmono (2001)

2.2.5 Keracunan timbal

  Pencemaran timbal sudah terjadi di hampir semua daerah dalam dosis yang bervariasi dan sulit dibersihkan serta sering kali dampaknya sulit dihilangkan. Keracunan yang diakibatkan pencemaran timbal pada dosis rendah sulit untuk diteliti, kalaupun dapat diketahui sepertinya diabaikan misalnya sakit kepala, maka amat sulit untuk menimbulkan keresahan umum (Sunu, 2001).

  Menurut Sartono (1999), keracunan timbal dapat terjadi secara akut dan kronik, seperti berikut ini:

  1. Keracunan akut Keracunan akut dapat terjadi melalui mulut, suntikan senyawa timbal yang larut, atau absorpsi melalui kulit yang terjadi dengan cepat. Gejala yang timbul antara lain rasa logam, sakit perut, muntah, diare, feses berwarna hitam, oliguria, kolaps, dan koma.

  2. Keracunan kronik Keracunan kronik dapat terjadi melalui mulut, absorpsi melalui kulit, dan menghirup partikel timbal atau senyawa timbal organik. Gejala yang timbul mula- mula nafsu makan berkurang, berat badan turun, apatis, iritasi, kadang-kadang muntah-muntah, lelah, sakit kepala, badan lemah, rasa logam, garis-garis hitam pada gusi, dan dapat mengakibatkan anemia. Selanjutnya, lebih sering muntah- muntah, rasa sakit yang tidak jelas pada kaki, sendi dan perut, gangguan saraf pada kaki dan tangan, kelumpuhan otot kaki dan tangan, dan pada wanita dapat terjadi gangguan siklus haid selain aborsi.

2.2.6 Mekanisme toksisitas timbal (Pb)

  Timbal adalah logam toksik yang bersifat kumulatif sehingga mekanisme toksisitasnya dibedakan menurut beberapa organ yang dipengaruhinya yaitu sebagai berikut (Darmono, 2001): a.

  Sistem hemopoietik : Pb menghambat sistem pembentukan hemoglobin sehingga menyebabkan anemia b.

  Sistem saraf pusat dan tepi : dapat menyebabkan gangguan ensefalopati dan gejala gangguan saraf perifer c.

  Sistem ginjal : dapat menyebabkan aminoasiduria, fosfaturia, glukosuria, nefropati, fibrosis, dan atrofi glomerular d.

  Sistem gastro-intestinal : menyebabkan kolik dan konstipasi e. Sistem kardiovaskuler : menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler pembuluh darah f.

  Sistem reproduksi dapat menyebabkan kematian janin waktu melahirkan pada wanita serta hipospermi dan teratospermia pada pria g.

  Sistem endokrin : mengakibatkan gangguan fungsi tiroid dan fungsi adrenal Toksisitas Pb bersifat kronis dan akut. Toksisistas kronis sering dijumpai pada pekerja tambang dan pabrik pemurnian logam, pabrik mobil (proses pengecatan), pembuatan baterai, percetakan, pelapisan logam, dan pengecatan. Toksisitas akut bisa terjadi jika Pb masuk ke dalam tubuh seseorang melalui makanan atau menghirup gas Pb daam waktu yang relatif pendek dengan dosis atau kadar yang relatif tinggi (Widowati dkk, 2008).

2.2.7 Dampak pencemaran timbal 1.

  Dampak terhadap lingkungan a. Timbal yang ada di dalam air dapat masuk dan mencemari organisme di perairan, dan jika air tersebut merupakan sumber air konsumsi masyarakat maka timbal tersebut tentunya akan masuk ke dalam tubuh manusia. Jika air tersebut digunakan untuk menyiram tanaman akan menimbulkan resiko masuknya timbal ke dalam tanaman (Naria, 2005).

  b.

  Logam Pb yang mencemari udara dapat menempel di atas permukaan sayuran dan masuk ke dalam jaringan daun melalui celah stomata. Bukan hanya pada sayuran, partikel Pb di udara juga dapat mencemari makanan yang dijajakkan di pinggir jalan (Juwita, 1994).

  c.

  Pb yang berasal dari polusi udara sebagian besar berupa debu menempel di permukaan tanaman. Tanaman yang tertutupi debu polusi pada permukaan daunnya, menyebabkan fungsi fotosintesis dan transpirasi terhambat (Onggo, 2009).

  d.

  Logam timbal (Pb) yang berasal dari kegiatan industri pembuatan lempengan baterai, aki, bahan peledak, pateri, pembungkus kabel, pigmen, cat anti karat, pelapisan logam, serta penggunaan pupuk fosfat dalam bidang pertanian dapat mencemari tanah. Selain itu penggunaan bahan bakar yang mengandung timbal menyebabkan udara tercemar oleh timbal, sehingga secara tidak langsung dapat mencemari tanah, baik melalui proses sedimentasi maupun presipitasi (Novandi R, 2014).

  2. Dampak terhadap manusia Meskipun jumlah Pb yang diserap oleh tubuh hanya sedikit, logam ini ternyata menjadi sangat berbahaya. Hal itu disebabkan senyawa-senyawa Pb dapat memberikan efek racun terhadap banyak fungsi organ yang terdapat dalam tubuh, seperti berikut:

  1. Efek Pb terhadap sintesa Haemoglobin Timbal yang diabsorbsi oleh tubuh akan mengikat gugus aktif dari enzim

  ALAD (Amino Levulinic Acid Dehidratase), dimana enzim ini berfungsi pada sintesa sel darah merah. Adanya senyawa timbal akan mengganggu kerja enzim ini sehingga sintesa sel darah merah menjadi terganggu (Palaar, 1994 dalam Naria, 2005).

  Penghambatan sintesis Hb mengakibatkan terjadinya anemia. Senyawa Pb dalam tubuh akan mengikat gugus aktif enzim ALAD sehingga mengakibatkan pembentukan porfobilinogen dan tidak berlanjutnya proses reaksi (Widowati dkk, 2008).

  2. Efek Pb pada sistem syaraf Efek Pb terhadap sistem syaraf telah diketahui, terutama dalam studi kesehatan kerja dimana pekerja yang terpajan kadar timbal yang tinggi dilaporkan menderita gejala kehilangan nafsu makan, depresi, kelelahan, sakit kepala, mudah lupa, dan pusing (Gusnita, 2012).

  Pengamatan yang dilakukan pada pekerja tambang dan pengolahan logam Pb menunjukkan bahwa pengaruh dari keracunan Pb dapat menimbulkan kerusakan pada otak. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan otak, sebagai akibat dari keracunan Pb adalah epilepsi, halusinasi, kerusakan pada otak besar, dan delirium, yaitu sejenis penyakit gula (Palar, 2008).

  3. Efek Pb terhadap sistem urinaria Ikut sertanya senyawa Pb yang terlarut dalam darah ke sistem urinaria

  (ginjal) dapat mengakibatkan kerusakan pada saluran ginjal. Kerusakan yang terjadi tersebut disebabkan terbentuknya intranuclear inclusion bodies yang disertai dengan membentuk aminociduria, yaitu terjadinya kelebihan asam amino dalam urine (Palar, 2008).

  4. Efek Pb terhadap sistem reproduksi Pajanan Pb pada wanita di masa kehamilan telah dilaporkan dapat memperbesar resiko keguguran, kematian bayi dalam kandungan, dan kelahiran prematur. Pada laki-laki, efek Pb antara lain menurunkan jumlah sperma dan meningkatnya jumlah sperma abnormal (Gusnita, 2012).

  Pada wanita hamil yang terpapar, timbal melewati plasenta wanita hamil tersebut yang dapat menyebabkan janin dalam kandungannya ikut terpapar sehingga dapat menyebabkan kelahiran prematur, berat bayi lahir rendah (BBLR), toksisitas dan bahkan kematian (Naria, 2005).

  5. Efek Pb terhadap jantung Sejauh ini perubahan dalam otot jantung sebagai akibat dari keracunan Pb baru ditemukan pada anak-anak. Perubahan tersebut dapat dilihat dari ketidaknornalan EKG. Tetapi setelah diberikan bahan khelat, EKG akan kembali normal.

  Sampai sekarang belum ada laporan tentang perubahan kerja jantung pada pekerja-pekerja di pertambangan atau industri yang menggunakan Pb. Pada percobaan yang dilakukan terhadap tikus putih dengan memberikan perlakuan Pb juga tidak ditemukan perubahan difusi dan otot jantung (Palar, 2008).

2.2.8 Pencegahan dan penanggulangan pencemaran timbal

  Berbagai upaya untuk mencegah dan menghindari efek toksik Pb antara lain (Widowati dkk, 2008) :

  1. Melakukan sosialisasi yang berkaitan dengan bahaya pencemaran timbal bagi kelangsungan hidup manusia dan perubahan ekosistem pada alam semesta

  2. Penyelenggaraan uji emisi gas buangan dari kendaraan bermotor secara berkala dan pembentukan sistem pemantauan pencemaran udara di setiap sudut kota 3. Penerapan program 3 in 1 pada kendaraan pribadi selama jam-jam sibuk, terutama di jalan-jalan protokol di pusat kota

  4. Melakukan tes medis (Pb dalam darah), terutama bagi pekerja yang beresiko terpapar Pb

  5. Menghindari penggunaan peralatan-peralatan dapur atau tempat makanan/minuman yang mengandung Pb (keramik, wadah atau kaleng yang dipatri atau mengandung cat) 6. Pemantauan kadar Pb di udara dan kadar Pb dalam makanan atau minuman secara berkesinambungan

  7. Mencegah anak menelan/menjilat mainan bercat atau berbahan mengandung cat

8. Tidak makan, tidak minum, tidak merokok di kawasan yang tercemar Pb 9.

  Menyediakan fasilitas ruang makan yang terpisah dari lokasi pencemaran Pb 10.

  Tempat penyimpanan makanan atau minuman tertutup sehingga tidak kontak dengan debu atau asap Pb

  11. Bagi para pekerja yang kontak dengan Pb sebaiknya menggunakan peralatan standar keamanan dan keselamatan kerja

12. Tidak berjualan di sekitar sumber pencemaran timbal 13.

  Mencuci sayur atau buah-buahan yang dibeli sebelum dikonsumsi Program langit biru yang dikumandangkan oleh pemerintah Indonesia adalah salah satu program untuk mengurangi pencemaran udara, khususnya dari akibat transportasi. Ada 3 tindakan yang dilakukan terhadap pencemaran udara akibat transportasi yaitu mengganti bahan bakar, mengubah mesin kendaraan, dan memasang alat-alat pembersih polutan pada kendaraan. Mempertahankan “paru- paru” kota dengan memperluas pertamanan dan penanaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan sebagai penangkal pencemaran udara (Harahap, 2013).

2.3 Sayuran

  Sayuran merupakan sumber vitamin A, vitamin C, asam folat, magnesium, kalium, dan serat, serta tidak mengandung lemak dan kolesterol. Sayuran daun berwarna hijau, dan sayuran berwarna jingga/oranye seperti wortel dan tomat mengandung lebih banyak provitamin A berrupa beta-karoten daripada sayuran tidak berwarna. Sayuran berwarna hijau di samping itu kaya akan kalsium, zat besi, asam folat dan vitamin C. Contoh sayuran berwarna hijau adalah bayam, kangkung, daun singkong, daun kacang, daun katuk, dan daun pepaya. Semakin hijau warna daun sayur, semakin kaya akan zat-zat gizi. Sayur kacang-kacangan seperti buncis dan kacang panjang kaya akan vitamin B (Almatsier, 2009).

  Sayuran tidak berwarna seperti labu siam, ketimun, nangka dan rebung tidak banyak mengandung zat gizi. Memakannya hanya untuk kenikmatan.

  Dianjurkan sayuran yang dimakan tiap hari terdiri dari campuran sayuran daun, kacang-kacangan, dan sayuran berwarna jingga. Porsi sayuran dalam bentuk tercampur yang dianjurkan sehari untuk orang dewasa adalah sebanyak 150-200 gram atau 1½-2 magkok sehari (Almatsier, 2009).

2.3.1 Selada

  Selada (Lactuca sativa) adalah tanaman yang paling banyak digunakan untuk salad. Tanaman ini merupakan sayuran musim dingin utama yang beradaptasi paling baik pada lokasi iklim sedang, yang banyak sekali ditanam. Di beberapa negara, konsumsi selada cukup besar untuk memberikan kontribusi gizi secara nyata. Produksi selada dunia diperkirakan sekitar 3 juta ton, yang ditanam pada lebih dari 300.000 ha lahan (Rubatzky, 1998).

  Selada merupakan tanaman semusim. Bunganya mengumpul dalam tandan membentuk sebuah rangkaian. Selada biasanya disajikan sebagai sayuran penyegar. Daunnya mengandung vitamin A, vitamin B, dan vitamin C yang berguna untuk kesehatan tubuh (Sunarjono, 2004).

  Menurut catatan sejarah selada sudah lama dikenal dalam peradaban manusia. Tanaman ini sudah dibudidayakan selama kira-kira 2500 tahun yang lalu dan diperkirakan merupakan tanaman asli benua Eropa dan Asia Tengah. Di Indonesia, selada(Lactuca sativa) merupaka sayuran yang tergolong baru dikenal oleh masyarakat luas. Dahulu, jenis sayuran yang di dunia internasional dikenal dengan nama lettuce ini hanya dinikmati oleh masyarakat Indonesia dan Amerika saja. Namun, kini selada sudah banyak dikenal diberbagai lapisan masyarakat.

  Mula-mula sayuran ini memang diimpor, tetapi sekarang sudah banyak dibudidayakan, bahkan telah diekspor pula (Novary, 1999).

2.3.1.1 Klasifikasi dan morfologi selada

  Klasifikasi sayuran selada yaitu (Haryanto dkk, 2007): Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae

  Class : Dicotyledoneae Ordo : Asterales Famili : Asteraceae Genus : Lactuca Spesies : Lactuca sativa Selada termasuk tanaman setahun atau semusim yang banyak mengandung air (herbaceous). Batangnya pendek berbuku-buku, tempat kedudukan daun.

  Daun-daun selada bentuknya bulat panjang, mencapai ukuran 25 cm dan lebarnya 15 cm atau lebih (Rukmana, 1992).

  Sistem perakaran tanaman selada adalah akar tunggang dan cabang-cabang akar yang menyebar ke semua arah pada kedalaman antara 25-50 cm di daerah yang beriklim sedang (sub-tropis), tanaman selada mudah berbunga. Bunganya berwarna kuning, terletak pada rangkaian yang lebat dan tangkai bunganya dapat mencapai ketinggian 90 cm. Bunga ini menghasilkan buah berbentuk polong yang berisi biji. Biji selada berbentuk pipih, berukuran kecil-kecil, serta berbulu tajam (Rukmana, 1992).

2.3.1.2 Jenis-Jenis Selada

  Jenis selada banyak ragamnya, tetapi pada dasarnya dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu (Rukmana, 1992):

  1. Selada mentega atau selada bokor, atau selada telor. Ciri-ciri jenis selada ini adalah: daun-daunnya dapat membentuk krop (telur) tetapi kerpos, lunak dan citarasanya enak.

2. Selada tutup atau selada rangu. Ciri-ciri selada ini adalah: daun-daunnya membentuk krop yang bulat dan padat, citarasanya enak (renyah).

  3. Selada potongan (cut-lettuce). Ciri-ciri jenis selada ini, daun-daunnya mampu membentuk krop yang lonjong (bulat panjang), citarasanya enak tetapi agak liat.

  Menurut Novary (1999), di pasar dikenal 4 jenis selada, yaitu selada kepala atau selada telur, selada rapuh, selada daun, dan selada batang. Masing- masing terdiri dari banyak varietas yang disukai seperti berikut ini: a.

  Selada kepala atau selada telur (lettuce head) Jenis selada ini mempunyai krop berbentuk bulat dengan daun yang saling merapat dan berwarna hijau terang sampai gelap. Sebenarnya selada kepala memiliki batang, tetapi tidak terlihat karena berukuran sangat pendek. Rasanya lunak dan renyah.

  b.

  Selada rapuh (cos lettuce atau romaine) Jenis selada ini berperawakan mirip petsai, yaitu kropnya lonjong dengan daun yang tegak. Ukurannya cukup besar dengan warna hijau tua agak terang sampai gelap. Rasanya cukup enak walaupun liat.

  c.

  Selada daun (leaf lettuce) Ciri khas selada daun adalah tidak membentuk krop sehingga daunnya lepas. Daunnya berwarna hijau atau merah dengan tepi daun bergerigi dalam.

  Umumnya selada daun digunakan sebagai hiasan sajian walaupun rasanya juga eak bila dikonsumsi.

  d.

  Selada batang (stem lettuce) Dinamakan selada batang karena daunnya berlepasan dan tidak membentuk krop. Dengan daun yang berukuran besar dan panjang serta bertangkai lebar menyebabkan selada batang ini justru kurang diminati oleh konsumen.

2.3.1.3 Kandungan gizi dan manfaat selada Selada banyak mengandung vitamin A dan C serta mineral Ca, Fe, dan K.

  sayuran ini juga dikenal sebagi penyumbang serat yang baik. Dari 100 gram selada diperoleh energi hanya sebesar lebih kurang 5 kalori. Daun yang lebih hijau mengandung lebih banyak vitamin dan zat besi (Novary, 1999).

  Jenis selada air dapat dimanfaatkan sebagai pakan tambahan peternakan ayam. Selain itu, selada (daun selada) dapat digunakan untuk lalap, gado-gado, dan salad. Akan tetapi, selada tidak baik bagi penderita sakit perut. Berbeda dengan sayuran lainnya, selada tidsk pernah dimasak karena rasanya menajadi agak liat dan sulit dicerna (Sunarjono, 2004).

2.3.2 Kol atau Kubis

  Kubis atau kol atau engkol yang kita kenal sekarang, pada mulanya merupakan tumbuhan liar di daerah sub-tropik. Tanaman ini berasal dari Eropa dan Asia Kecil, terutama tumbuh di daerah Great Britain dan Mediterranean (Rukmana, 1994).

  Kubis umumnya dikenal sebagai famili sawi (mustar). Rasa getir adalah ciri umum famili ini. Kepala kubis paling tepat digambarkan sebagai tunas akhir tunggal yang besar, yang terdiri atas adaun yan saling bertumpang-tindih secara ketat, yang menempel dan melingkupi batang pendek tidak bercabang. Tinggi tanaman umumnya berkisarantara 40 dan 60 cm (Rubatzky, 1998).

2.3.2.1 Klasifikasi dan morfologi kol (kubis)

  Klasifikasi kol atau kubis adalah sebagai berikut (Pracaya, 2001): Kingdom : Plantae (tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil) Sub kelas : Dilleniidae Ordo : Capparales Famili : Brassicaceae (suku sawi-sawian) Genus : Brassica Spesies : Brassica oleracea var. capitata L.

  Kubis-kubisan adalah tanaman herba dikotil setahun dan dua-tahunan; bentuk dua-tahunan umumnya ditanam sebagai tanaman setahun. Ketika berupa kecambah muda, berbagai tanaman kubis-kubisan sulit dibedakan, tetapi tidak lama kemudian masing-masing mengembangkan karakteristik yang dapat dibedakan.

  Sistem perakaran kubis-kubisan agak dangkal; akar tunggangnya, walaupun tidak kentara, segera bercabang dan memiliki banyak akar serabut, sebagian besar terkonsentrasi pada kedalaman 30-35 cm dari permukaan tanah. Karakteristik tanaman ini adalah daunnya tebal, agak keras, berlilin, rata, dan beberapa jenis berbulu halus (pubescence) (Rubatzky, 1998).

2.3.2.2 Jenis-jenis kol (kubis)

  Ada beberapa jenis tanaman kubis yang banyak diusahakan, diantaranya adalah kubis krop, kubis daun, kubis umbi, kubis tunas dan kubis bunga. Pada saat ini jenis yang dikembangkan secara komersial adalah kubis putih dan kubis bunga (Sunarjono, 2004).

  Kubis krop (telur) atau yang terkenal dengan istilah kubis putih (Brasscia

  oleracea L. var capitata L.) berdaun membentuk krop. Kubis daun kampung

  (Brasscia oleracea L. var. achapala DC) seperti kale dan kailan merupakan kubis terkenal dengan varietasnya benten dan tsoi-sim. Jenis kubis lainnya ialah kubis tunas atau kubis babat. Kubis tunas (Brasscia olerace L. var. bullata DS) ini biasanya membentuk krop, bahkan tunas sampingnya pun dapat membentuk krop kecil. Kubis umbi (Brasscia oleracea L. var. gongylodes L.) pada bagian dasar batang di bawah tanah atau di atas tanah membesar hingga merupakan umbi besar.

  Jenis kubis yang terakhir adalah kubis bunga (Brassica oleracea L. var. botrytis L.). jenis kubis ini bakal bunganya mengembang dan membentuk masa bunga.

  Bunga tersebut berbentuk kerucut terbalik dan berwarna putih kekuning-kuningan (Sunarjono, 2004).

  Menurut Novary (1999) secara umum kubis terbagi dalam 3 kelompok besar, yaitu:

  1. Kubis putih Kubis dari kelompok ini daunnya berwarna putih. Dalam kelompok ini terdiri dari kubis kepala bulat atau kol bulat, kubis kepala bulat datar, dan kubis kepala bulat runcing.

  2. Kubis merah Sesuai dengan namanya, daun kubis merah berwarna merah keunguan. Di bagian daun sebelah luar terdapat lapisan lilin. Pada umumnya kubis merah mempunyai bentuk bulat. 3.. Kubis savoy Kubis savoy mempunyai daun yang sangat khas, yaitu kering.

2.3.2.3 Kandungan gizi dan manfaat kol (kubis)

  Kubis sangat kaya vitamin A. selain itu, gizi lain yang dikandung kubis antara lain kalsium (Ca), kalium (K), fosfor (P), dan zat besi (Fe). Vitamin B dan

  1 B

3 juga terdapat di dalam sayuran ini. Dalam 100 gram bahan mentah kubis

terdapat 24 kalori (Novary, 1999).

  Kubis atau kol dikonsumsi sebagai sayuran daun, diantaranya sebagai lalab (lalap) mentah dan dimasak, lodeh, campuran bakmi, lotek, pecal, asinan, dan aneka makanan lainnya (Rukmana, 1994).

  Selain enak dan lezat untuk sayur-mayur, ternyata kubis juga mempunyai kegunaan sebagai tanaman obat. Dalam buku “ Tanaman Obat Penyembuh Ajaib”’ karangan seorang pakar kesehatan Fillipina bernama Herminia de Guzman Ladion, disebutkan bahwa kubis berkhasiat untuk obat “Hyperaciditas”’.

  Hyperaciditas ini adalah akibat pengeluaran asam lambung secara berlebihan yang dapat disebabkan oleh ketegangan pikiran, kelaparan dan berbagai hal (Rukmana, 1994).

2.4 Kerangka Konsep

  Pemeriksaan kadar timbal (Pb) Jarak lokasi

  Memenuhi berdagang Kadar timbal syarat sayur selada

  (Pb) pada sayur NAB Dirjen dan kol: selada dan kol:

  POM No: 0 meter

  • tanpa dicuci

  Tidak 03725/B/SK/ 5 meter

  • memenuhi
  • dicuci 20 meter
  • syarat
  • ditutup

  VII/89 25 meter

  Menghitung Wawancara jumlah dengan kendaraan pedagang bermotor

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Teori Agensi - Pengaruh Kualitas Audit dan Auditor Tenure terhadap Earnings Management pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 3 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Kualitas Audit dan Auditor Tenure terhadap Earnings Management pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 1 12

Pengaruh Kualitas Audit dan Auditor Tenure terhadap Earnings Management pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Audit Delay: Suatu Studi Kasus Pada Perusahaan Jasa Yang Terdaftar di BEI

0 0 30

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Audit Delay: Suatu Studi Kasus Pada Perusahaan Jasa Yang Terdaftar di BEI

0 0 13

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Audit Delay: Suatu Studi Kasus Pada Perusahaan Jasa Yang Terdaftar di BEI

0 0 13

BAB III METODE PENELITIAN - Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI

0 0 40

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI

0 1 27

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI

0 0 9

Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI

0 0 12