BAB II KAJIAN PUSTAKA - BAB II Kajian Pustaka

  

KAJIAN PUSTAKA

2.1 . Kajian Teoritis

2.1.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

  Dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, pemerintah daerah perlu menyusun suatu kebijakan anggaran untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan tersebut. Dalam hal ini Anggaran didefinisikan sebagai suatu rencana yang disusun secara sistematis, yang meliputi seluruh kegiatan organisasi yang dinyatakan dalam unit (satuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu tertentu (Bastian, 2006: 39).

  Menurut Rudy (2012: 97) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah suatu rencana kerja pemerintah daerah yang mencakup seluruh pendapatan atau penerimaan dan belanja atau pengeluaran pemerintah daera baik provinsi, kabupaten, dan kota dalam rangka mencapai sasaran pembangunan dalam kurun waktu satu tahun yang dinyatakan dalam satuan uang dan disetujui oleh DPRD dalam peraturan perundangan yang disebut Peraturan Daerah.

  Oleh karena itu, penganggaran keuangan daerah melalui APBD harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip penganggaran dan manajemen keuangan yang baik. Seperti yang dilansir World Bank, antara lain sebagai berikut :

  1. Komprehensif dan disiplin. Anggaran daerah adalah satu- satunya mekanisme yang akan menjamin terciptanya disiplin pengambilan keputusan. Karenanya, anggaran daerah harus disusun secara secara komprehensif, yaitu menggunakan pendekatan yang holistik secara komprehensif dengan menggunakan pendekatan yang holistik dalam diagnose permasalahan yang dihadapi, analisis keterkaitan antar masalah yang mungkin muncul,evaluasi kapasitas kelembagaan yang dipunyai, dan mencari, cara-cara terbaik untuk memecahkannya.

  2. Fleksibilitas. Sampai tingkat tertentu, Pemerintah daerah harus diberi keleluasan yang memadai sesuai dengan ketersediaan informasi-informasi yang relevan yang dimilikinya. Arahan dari pusat memang harus ada tetapi harus diterapkan secara hatihati, dalam arti tidak sampai mematikan inisiatif dan prakarsa daerah.

  3. Terprediksi. Kebijakan yang terprediksi adalah faktor penting dalam peningkatan kualitas implementasi anggaran daerah. Sebaliknya apabila kebijakan sering berubah-ubah, seperti metode pengalokasian dana alokasi umum (DAU) yang tidak jelas misalnya, maka daerah akan menghadapi ketida kpastian (uncertainty) yang sangat besar hingga prinsip efesiensi dan efektivitas pelaksanaan suatu program yang didanai oleh anggaran daerah cendrung terabaikan.

  4. Kejujuran. Tidak hanya menyangut moral dan etika manusianya tetapi juga menyangkut keberadaan bias proyeksi penerimaan dan pengeluaran. Sumber bias yang memunculkan ketidak-jujuran ini dapat berasal dari aspek teknis dan politis.

  5. Informasi. Informasi adalah basis kejujuran dan proses pengambilan keputusan yang baik. karenanya, pelaporan yang teratur tentang biaya, output, dan dampak suatu kebijakan adalah sangat penting.

  6. Transparansi dan akuntabillitas. Transparansi masyarakat bahwa perumusan kebijakan memiliki pengetahuan tentang permasalahan informasi yang relevan sebelum kebijakan dijalankan. Selanjutnya akuntabilitas mensyaratkan bahwa pengambilan keputusan berprilaku sesuai dengan mandate yang diterimanya. Belanja Daerah (APBD) merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang setiap tahunnya ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud telah dibahas dan disetujui bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Adapun struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah sebagai berikut : (Aries, 2012: 151-152)

  1. Pendapatan Daerah Pendapatan daerah dirinci menurut kelompok pendapatan dan jenis pendapatan. Kelompok pendapatan meliputi pendapatan asli daerah, danan perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah. Jenis pendapatan, misalnya pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.

  2. Belanja Daerah Belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja. Yang dimaksud dengan belanja menurut organisasi adalah suatu kesatuan pengguna anggaran seperti DPRD dan secretariat DPRD, kepala daerah dan wakil kepala daerah, sekretariat darah, serta dinas daerah dan lembaga teknis lainnya. Fungsi belanja, misalnya pendidikan, kesehatan, serta fungsi-fungsi lainnya.jenis belanja maksudnya adalah belanja pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas, serta belanja modal/ pembangunan.

  3. Pembiayaan Pembiayaan dirinci menurut sumber pembiayaan. Sumber- sumber pembiayaan yang merupakan penerimaan daerah, antara lain seperti sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, penerimaan pinjaman dan obligasi, serta penerimaan dari penjualan asset daerah yang dipisahkan. Sumber pembiayaan yang merupakan pengeluaran antara lain seperti pembayaran utang pokok.

2.1.2. Belanja Daerah

  pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Dalam pengertian ini, belanja daerah ditujukan untuk membiayai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menurut peraturan perundang-undangan menjadi kewenangan pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota.

  Pendapat lain disampaikan oleh Mahmudi (2010:87) yang menjelaskan bahwa: Istilah “belanja” pada umumnya hanya digunakan di sektor publik, tidak disektor bisnis. Belanja disektor publik terkait dengan penganggaran, yaitu menunjukan jumlah uang yang telah dikeluarkan selama satu tahun anggaran. Belanja pada organisasi sektor publik ini menjadi ciri khas tersendiri yang menunjukan keunikan sektor publik dibandingkan sektor bisnis.Belanja dapat berbentuk belanja operasi (operation expenditure) yang pada hakikatnya merupakan biaya (expense) maupun belanja modal (capital expenditure) yang merupakan belanja investasi yang masih berupa cost sehingga nantinya diakui dalam neraca. Pengertian senada juga disampaikan Sumarsono (2010: 118) yang menjelaskan bahwa:

  Belanja daerah diprioritaskan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan perudang- undangan dan disusun berdasarkan pendekatan prestasi kerja yang berorientasi pada pencapaian hasil. belanja daerah adalah segala bentuk pengeluaran pemerintah daerah yang menjadi kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran atas penyelenggaraan semua urusan pemerintahan yang menjadi kewajiban sekaligus kewenangannya.

  Belanja Daerah harus mampu mengembangkan kualitas masyarakat, terutama dalam pemberian pelayanan publik. Hal ini mengarah pada belanja pembangunan yang digunakan untuk meningkatkan kualitas layanan publik, berupa pembangunan sarana dan prasarana publik. Belanja pembangunan merupakan sorotan utama dalam setiap perencanaan anggaran pemerintah daerah sebab belanja ini yang bersifat menyentuh langsung pada masyarakat. Oleh karena itu, sebagaimana disebutkan oleh Suhab dalam Aries (2012: 142), dengan mengutip World Bank (1994) secara spesifik merekomendasikan dua hal dalam pengalokasian anggaran belanja daerah, yaitu:

  1) Pengalokasian anggaran belanja pemerintah daerah pada kegiatan pembangunan yang mempunyai “cost recovery” tertinggi. 2) Pengalokasian anggaran belanja pemerintah daerah pada kegiatan pembangunan yang mampu merangsang penerimaan daerah.

  Menurut Soleh dan Heru (2010: 100) “pengeluaran daerah (belanja daerah) diklasifikasikan menurut urusan pemerintahan, urusan pilihan yang menurut peraturan perundang-undangan menjadi kewenangan daerah. Sedangkan belanja daerah menurut fungsi digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuang daerah, seperti pelayanan umum, ketertiban dan keamanan, lingkungan hidup, ekonomi, kesehatan, pendidikan, pariwisata dan budaya, serta perlindungan sosial.

  Belanja daerah menurut organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan daerah.

  Sementara belanja daerah menurut kelompok belanja terdiri dari belanja langsung dan belanja tidak langsung.

2.1.3. Belanja Modal

  Selayaknya pemerintah daerah harus mempunyai strategi yang baik dalam mengalokasikan belanja modal yang sangat mempunyai peran kepada publik. Anggaran publik yang difokuskan kepada masyarakat sejalan dengan tujuan pelaksanaan otonomi daerah secara hakekat desentralisasi fiskal yang mempunyai otoritas melakukan pelayanan langsung kepada masyarakat.

  Menurut Halim (2008:4-5), belanja modal adalah investasi yang berupa pengadaan/ pembelian aset yang bermanfaat lebih ekonomis, sosial, dan manfaat lainnya sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam melayani masyarakat. Dalam pengertian ini, belanja modal ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat melaui pemenuhan pelayanan dasar.

  Pendapat senada juga disampaikan Sony Yuwono (2007:101) yang menyatakan bahwa belanja modal untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/ pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah. Aset tetap yang dimaksud yaitu tanah, peralatan mesin, bangunan, jalan, irigasi, dan aset tetap lainnya.

  Menurut Sumarsono (2010:123) Belanja modal merupakan pengeluaran yang dianggarkan untuk pembelian/pengadaan aset tetap dan asset lainnya untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1) Manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan; 2) Merupakan objek pemeliharaan; 3) Jumlah nilai rupiahnya material sesuai dengan kebijakan akuntansi.

  Menurut Halim (2007:113-114), belanja modal dapat Penjelasan kategori belanja modal tersebut adalah:

  a) Belanja Modal Tanah Belanja modal tanah adalah pengeluaran/ biaya yang digunakan untuk pengadaan/ pembelian/ pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurungan, peralatan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya yang sehubungan dengan perolehan hak atas tanah yang dimaksud dalam kondisi siap pakai.

  b) Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/penggantian dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberi manfaat lebih dari dua belas bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

  c) Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja modal gedung bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan, dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang dimaksud dalam kondisi siap pakai.

  d) Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan Belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan adalah pengeluaran/ biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/ penggantian dan peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan, termasuk pengeluaran untuk penrencanaan, pengawasan, dan pengelolaan jalan, irigasi, serta jaringan yang menambah kapasitas sampa i jalan, irigasi, dan jaringan yang dimaksud dalam kondisi siap pakai.

  e) Belanja Modal Fisik Lainnya Belanja Modal fisik lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian/ peningkatan/ pembangunan/ pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam kriteria belanja modal tanah, peralatan mesin, gedung, bangunan, jalan, irigasi, serta jaringan, termasuk juga dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala, dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah. pemerintah daerah, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Secara teoritis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut, yakni dengan membangun sendiri, menukarkan dengan aset tetap lainnya, atau juga dengan membeli. Namun, untuk kasus di pemerintahan, biasanya cara yang dilakukan adalah membangun sendiri atau membeli.

2.1.4. Indeks Pembangunan Manusia

  Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human

  Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari

  harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua Negara diseluruh dunia (Badan Pusat Statistik dan UNDP, 1997). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ini pada dasarnya digunakan untuk mengetahui dan mengklasifikasikan apakah suatu negara termasuk negara maju, negara yang berkembang atau negara tertinggal, serta untuk mengukur pengaruh dari suatu kebijakan ekonomi pemerintah terhadap kualitas hidup masyarakat.

  Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks komposit atas 3 jenis indeks, yaitu:

  1. Indeks harapan hidup, sebagai perwujudan dimensi umur panjang dan sehat (longevity) pengetahuan (knowledge)

  3. Indeks Standar Hidup Layak, sebagai dimensi hidup layak (decent living) Index tersebut pada 1990 dikembangkan oleh pemenang nobel india seorang ekonom pakistan dibantu oleh pada laporan HDI tahunannya.

  Digambarkan sebagai "pengukuran vulgar" oleh Amartya Sen karena batasannya. indeks ini lebih fokus pada hal-hal yang lebih sensitif dan berguna daripada hanya sekedar pendapatan perkapita yang selama ini digunakan, dan indeks ini juga berguna sebagai jembatan bagi peneliti yang serius untuk mengetahui hal-hal yang lebih terinci dalam membuat laporan pembangunan manusianya.

  UNDP mengukur HDI dengan pencapaian rata-rata sebuah negara dalam 3 dimensi dasar pembangunan manusia, yaitu (Arsyad Lincolin, 1999):

1) Hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran.

  Pengetahuan yang diukur dengan angka

  2)

  pada orang dewasa (bobotnya dua per tiga) dan kombinasi

  (bobot satu per tiga). Standard kehidupan yang layak diukur dengan GDP per

  3)

  kapita Menurut Human Development Report (1990), pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia (“a process of enlarging people’s choices”). Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa fokus pembangunan suatu negara adalah penduduk karena penduduk adalah kekayaan nyata suatu negara. Konsep atau definisi pembangunan manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat luas. Definisi ini lebih luas dari definisi pembangunan yang hanya menekankan pada pertumbuhan ekonomi. Dalam konsep pembangunan manusia pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sudut manusianya, bukan hanya dari pertumbuhan ekonominya.

  Sebagaimana dari Human Development Report (1995), sejumlah premis penting dalam pembangunan manusia diantaranya :

  1. Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pilihan-pilihan bagi penduduk, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka; oleh karena itu, konsep pembangunan manusia harus terpusat pada penduduk secara keseluruhan, dan bukan hanya pada aspek ekonomi saja.

  3. Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan kemampuan (kapabilitas) manusia tetapi juga pada upayaupaya memanfaatkan kemampuan manusia tersebut secara optimal.

  4. Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu: produktifitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan.

  Secara umum metode penghitungan IPM yang digunakan di Indonesia sama dengan metode penghitungan yang digunakan oleh UNDP. IPM di Indonesia disusun berdasarkan tiga komponen indeks, yaitu:

  1) Indeks angka harapan hidup ketika lahir. 2) Indeks pendidikan, yang diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah (rata-rata jumlah tahun yang telah dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun keatas di jumlah penduduk usia 15 tahun atau lebih) 3) Indeks standar hidup layak, yang diukur dengan pengeluaran per kapita (PPP-Purchasing Power Parity/ paritas daya beli dalam rupiah). Penghitungan ketiga komponen tersebut dilakukan dengan rumus sebagai berikut: (BPS,2008)

  Indeks X = (X – X ) : X – X (i) (i) (i)min (i)maks (i)min

  Keterangan: X : Indeks i komponen IPM

  (i)

  X (i)maks : Nilai indeks i maksimal dari komponen IPM X (i)min : Nilai indeks I minimal dari komponen IPM

  IPM merupakan rata-rata dari ketiga komponen tersebut, dengan rumus:

  1 IPM = Indeks X (i)

  

  3 + dimana: X(i) = Komponen IPM ke (i)

  (i) = Komponen IPM 2.2 . Kajian Normatif

2.2.1. Belanja Daerah dan Belanja Modal

  Pada pasal 1 angka 36 Undang-Undang nomor 23 tahun pengurangan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Kemudian pada pasal 20 ayat (3) Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dijelaskan kembali bahwa belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah daerah.

  Masih dalam Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pada pasal 26 dkatakan bahwa:

  (1) Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. (2) Belanja penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. (3) Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal berdasarkan urusan wajib pemerintahan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. belanja daerah adalah penyelenggaraan pelayanan dasar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

  Pasal 16 ayat (4) Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dikatakan bahwa Belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Klasifikasi belanja ini kemudian dijabarkan kembali dalam Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pada pasal 27 ayat (1) yang menyebutkan bahwa belanja daerah diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan kegiatan, serta jenis belanja.

  Kalsifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi pemerintahan daerah masing-masing (pasal 27 ayat (2) Peraturan Pemerintah 58 tahun 2005). Sama halnya dengan klasifikasi belanja menurut organisasi, klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan juga disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah (pasal 27 ayat (6) Peraturan Pemerintah 58 tahun 2005). Kemudian dalam pasal yang sama pada ayat (7) ditetapkan bahwa klasifikasi belanja menurut jenis belanja terdiri dari : a. Belanja pegawai

  b. Belanja barang jasa e. Subsidi

  f. Hibah

  g. Bantuan sosial

  h. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan i. Belanja tidak terduga.

  Klasifikasi belanja daerah yang tertuang pada Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2005 ini kemudian dijabarkan secara lebih spesifik pada Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pada pasal 24 ayat (2) yang mengklasifikasikan belanja daerah menjadi belanja daerah menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek belanja.

  Pada Permendagri ini, terlihat klasifikasi belanja daerah bertambah dengan adanya belanja daerah menurut kelompok, obyek dan rincian obyek belanja. Pada pasal 36, klasifikasi belanja daerah menurut kelompok belanja terdiri dari: a. Belanja tidak langsung, merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Jenis belanja ini terdiri dari belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil,

  Permendagri 13 tahun 2006)

  b. Belanja langsung, merupakan kelompok belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Jenis belanja ini terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal.

  Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Standar Akutansi Pemerintah. Belanja modal merupakan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/ inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah aset. Dalam SAP, belanja modal dapat dikategorikan ke dalam 5 (lima) kategori utama yaitu: a. Belanja Modal Tanah

  Belanja modal tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/ pembelian/ pembebasan, penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurungan, peralatan, pematangan tanah, pembuatan, sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai. pengeluaran/ biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin, serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

  c. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan adalah pengeluaran/ biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian/ peningkatan pembangunan/ pembuatan serta perawatan, dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

  d. Belanja Modal Fisik Lainnya Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran/ biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/ penggantian/ peningkatan/ pembangunan/ pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan. Hasil penelitian sebelumnya yang membentuk hubungan antara belanja modal dan indeks pembangunan manusia antara lain.

Tabel 2.1 Hasil Penelitian Sebelumnya

  Tahu Judul Penelitian Peneliti Hasil Penelitian n

  Analisis Pengaruh PAD Decta 2013 Rasio PAD dan dan Dana Perimbangan Pitron DAK terhadap terhadap Indeks Lugastor belanja modal Pembangunan manusia o mempunyai di Kab/Kota Provinsi pengaruh positif jawa Timur signifikan terhadap indeks pembangunan manusia kabupaten/ kota di Jawa Timur. Analisis faktor-faktor yang Devianti 2012 Pengeluaran mempengaruhi Indeks pemerintah di bidang

  Patta Pembangunan Manusia di pendidikan dan Sulawesi Selatan periode kesehatan 2001-2010 berpengaruh positif dan signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Sulawesi Selatan

  Pengaruh Dana Alokasi Maria 2011 Hasil regresi Umum dan Belanja Modal Yunitha berganda Terhadap Indeks Bau menunjukan bahwa Pembangunan Manusia Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provins Kabupaten/ kota di DIY Tahun 2005-2009 Provinsi DIY berpengaruh positif, tetapi tidak signifikan terhadap Indeks

  Kabupaten/kota di Provinsi DIY

  Analisis Dampak

  A. 2012 Variabel

   Realisasi APBD Paramita Belanja Modal dan Terhadap

  Biaya Operasional Indeks Pembangunan

  Pemeliharaan Manusia Di Kota Makassar bidang pendidikan Periode tahun mempunyai 2000-2009 pengaruh (positif) dan (signifikan) terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Kota Makassar.

  Variabel

   Belanja Modal dan Biaya Operasional Pemeliharaan bidang kesehatan serta Variabel Dana Alokasi Khusus untuk sektor kesehatan tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Kota Makassar.

  Variabel Dana

   Alokasi Khusus untuk sektor pendidikan memiliki pengaruh yang positif tapi tidak signifikan terhadap IPM. Kebijakan anggaran pemerintah daerah yang tertuang dalam APBD akan menjadi pedoman pembiayaan penyelenggaraan berbagai urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah setiap tahun bersangkutan. Anggaran tersebut digunakan pemerintah untuk membangun infrastruktur yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan pertumbuhan perekonomian melalui belanja modal. Dalam jangka panjang, hal tersebut sekaligus juga akan meningkatkan pendapatan pemerintah daerah yang nantinya akan digunakan untuk membiayai kebutuhannya sendiri dan mengurangi beban dari pemerintah pusat.

  Tujuan utama pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik dimasa yang akan datang melalui pembangunan manusia yang dapat diukur atau dinilai dari Indeks Pembangunan Manusia.

  IPM merupakan ukuran keberhasilan pembangunan manusia.

  Skema Kerangka Pemikiran Permasalahan: 1.

  IPM Kabupaten Lombok Utara rendah baik dalam skala nasional dan lokal. Trends alokasi belanja modal yang masih rendah dibanding 2. Alokasi Belanja lainnya Indeks Pembangunan Belanja Modal Manusia Dialokasikan untuk:

  • Menyediakan dan

  Indkator:

  membangun

  1) Angka harapan hidup

  infrastruktur publik (AHH) untuk mempercepat

  2) Angka melek huruf dan

  pembangunan dan Rata-rata lama meningkatkan sekolah kesejahteraan rakyat

  3) Pengeluaran perkapita

  • Belanja modal riil yang disesuaikan mempunyai pengaruh

  (PPP Rupiah) penting terhadap pertumbuhan ekonomi daerah

  (BPS, Indeks

(DJPK, Laporan Pembangunan Manusia

2006-2007, 2008) Evaluasi Belanja Modal, 2013)

  

Upaya Pemerintah Daerah

dalam meningkatkan IPM

melalui alokasi Belanja Hipotesisi merupakan dugaan atau jawaban sementara atas permasalahan yang akan diteliti. Dikatakan sementara karena dugaan atau jawaban tersebut diberikan hanya berdasarkan teori- teori yang relevan dan belum berdasarkan data-data dan fakta- fakta dilapangan. Adapun hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan sebagai berikut: H0: Realisasi belanja modal berpengaruh positif terhadap

  Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di kabupaten Lombok Utara.

  H1: Realisasi belanja modal tidak berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia 9IPM) di kabupaten Lombok Utara.

Dokumen yang terkait

KAJIAN ARSITEKTUR REGIONALISME; SEBAGAI WA- CANA MENUJU ARSITEKTUR TANGGAP LINGKUN- GAN BERKELANJUTAN

0 2 12

Kebijakan Utang Jangka Panjang : Kajian Struktur Modal Entitas Terbuka Non Keuangan di Indonesia Yang Dikendalikan Keluarga

0 0 21

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol 8, No. 1 ISSN: 2085 - 4609 (Print) , e- ISSN 2549-4007 Journal homepage : http:ejournals.umn.ac.idindex.phpFIKOM Pengaruh Penerimaan Teknologi dengan Kebergunaan Web: Studi Kasus Portal Rumah Belajar Kemendikbud

0 0 24

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol 8, No. 1 ISSN: 2085 - 4609 (Print) , e- ISSN 2549-4007 Journal homepage : http:ejournals.umn.ac.idindex.phpFIKOM Kebijakan Redasional Majalah Gadis dalam Membuat Konten Digital

0 0 16

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol 8, No. 2 ISSN: 2085 - 4609 (Print), e- ISSN 2549-4007 Journal homepage : http:ejournals.umn.ac.idindex.phpFIKOM Analisis Penyebab Terjadinya Digital Addiction pada Remaja Ditinjau dari Teori Media Entertainment

0 0 25

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol 8, No. 2 ISSN: 2085 - 4609 (Print), e- ISSN 2549-4007 Journal homepage : http:ejournals.umn.ac.idindex.phpFIKOM Keterbukaan Diri dalam Membangun Hubungan Persahabatan Diadik Laki-Laki dan Perempuan

0 3 13

Marketing Communication Introduction - Marketing Communication 2015 R1

0 0 8

3. To prepare students with knowledge of the professional ethics of an Architectural Entrepreneur. Student Outcomes - FENG Architecture 2016 R1

0 0 7

1. Berbentuk serial yang berhubungan. - Pertemuan 11 Gender Televisi

0 1 7

2. Pendekatan Penelitian - PEDOMAN SKRIPSI 18 Juli 2017

0 1 27