BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Standar Akuntansi Pemerintahan 2.1.1 Pengertian Akuntansi Pemerintahan - Analisis Akuntansi Pendapatan Perpajakan Dalam Rangka Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual (Studi Kasus : KPP Pratama Medan Kota)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Standar Akuntansi Pemerintahan

2.1.1 Pengertian Akuntansi Pemerintahan

  Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good

  

governance ), pemerintah memerlukan informasi yang memadai atas pengelolaan

  aset dan sumber daya keuangan yang mampu menunjang transparansi serta akuntabilitas pengelolaannya. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui sistem pencatatan, pengikhtisaran dan pelaporan yang handal dan memadai. Proses maupun sistem dalam pemerintahan tersebut seringkali disebut sebagai akuntansi pemerintahan. Akuntansi pemerintahan digolongkan juga ke dalam akuntansi sektor publik.

  Adapun mengenai pengertian Akuntansi Pemerintahan menurut Baswir (1998,7) adalah “Akuntansi Pemerintahan (termasuk di dalamnya akuntansi untuk lembaga-lembaga yang tidak bertujuan mencari laba lainnya), adalah bidang akuntansi yang berkaitan dengan lembaga pemerintahan dan lembaga-lembaga yang tidak bertujuan mencari laba”.

  Kemudian Bastian (2001):6) menjelaskan tentang pengertian Akuntansi Sektor Publik adalah “… mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen di bawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial, maupun pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta.”

  Berdasarkan pengertian diatas, akuntansi pemerintahan adalah akuntansi yang digunakan dalam suatu organisasi pemerintahan/lembaga yang tidak bertujuan untuk mencari laba, dan merupakan suatu bagian dari disiplin ilmu akuntansi yang utuh.

2.1.2 Dasar Hukum

  Penerapan akuntansi pada pemerintahan sebelum adanya reformasi di bidang Keuangan Negara adalah dengan penerapan sistem single entry. Pada sistem pencatatan ini pencatatan transaksi ekonomi dilakukan dengan mencatat satu kali, yaitu transaksi yang menyebabkan bertambahnya kas dicatat di sisi penerimaan dan transaksi yang menyebabkan berkurangnya kas dicatat di sisi pengeluaran. Hasilnya pemerintah tidak memiliki catatan tentang piutang, utang, apalagi tentang aset tetap dan ekuitas.

  Setelah pemerintah melakukan reformasi keuangan negara, maka ditetapkanlah Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

  Tidak berhenti sampai disitu, pemerintah pun menetapkan lagi Undang-Undang No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pada Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa akuntansi keuangan negara diselenggarakan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.

  Dalam menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan PP No.

  24 tahun 2005 yang mengatur tentang Sistem Akuntansi Pemerintahan (SAP). Namun, peraturan pemerintah tersebut masih menggunakan basis kas menuju akrual, yaitu basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana.

  Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003 pasal 36 ayat (1) tentang keuangan negara dinyatakan bahwa penerapan basis kas menuju akrual masih bersifat sementara. Pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual menurut Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dilaksanakan paling lambat 5 (lima) tahun, yang berarti paling lambat tahun 2008. Sejak tahun 2008 pemerintah pun mencanangkan reformasi di bidang akuntansi berupa keharusan penerapan akuntansi berbasis akrual yang merupakan best practice di dunia internasional pada setiap instansi pemerintahan baik pusat maupun daerah.

  Hasilnya ditetapkanlah PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan untuk mengganti PP No. 24 Tahun 2005.

  Meskipun penerapan akuntansi berbasis akrual telah dicanangkan, PP 71 tahun 2010 masih memberikan ruang bagi untuk menerapkan akuntansi berbasis kas menuju akrual. Penerapan SAP berbasis akrual akan dilakukan secara bertahap, mulai dari penerapan SAP berbasis kas menuju akrual menjadi penerapan SAP berbasis akrual pada tahun 2015. Timeline strategi penerapan SAP berbasis akrual yang direncanakan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1. Timeline strategi penerapan SAP berbasis akrual

  Tahun Strategi penerapan SAP akrual

  • Penerbitan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual 2010
  • Mengembangkan framework Akuntansi Berbasis Akrual dan

  BAS (Badan Akun Standar)

  • Sosialisasi Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis Akrual • Penyiapan aturan pelaksanaan akuntansi
  • Pengembangan sistem akuntansi dan teknologi informasi bagian 2011 pertama (proses bisnis dan detail requirement).
  • Pengembangan kapasitas SDM
  • Pengembangan sistem akuntansi dan teknologi informasi 2012
  • Pengembangan kapasitas SDM (lanjutan)
  • Piloting beberapa Kementerian/Lembaga dan Bendahara Umum Negara 2013
  • Review, evaluasi dan penyempurnaan sistem
  • Pengembangan kapasitas SDM (lanjutan)
  • Parallel run dan konsolidasi seluruh LK 2014
  • Review, evaluasi dan penyempurnaan sistem
  • Pengembangan kapasitas SDM (lanjutan)
  • Implementasi penuh 2015
  • Pengembangan kapasitas SDM (lanjutan) Sumber : Rakhman, Azwar.dkk. Penyajian LKPP berdasarkan SAP Berbasis

  Akrual

  PP No. 71 tahun 2010 telah menegaskan bahwa basis akuntansi yang digunakan adalah basis akrual. Basis akrual digunakan untuk pengakuan pendapatan, beban, aset, kewajiban, dan ekuitas. Perbedaan yang mencolok antara PP No. 71 Tahun 2010 dan PP No. 24 Tahun 2005 adalah adanya tambahan unsur laporan keuangan yang disebut Laporan Operasional. Penggunaan basis akrual menyebabkan dibutuhkan adanya pelaporan mengenai arus sumber daya yang diterima dan beban yang menjadi tanggungan dalam proses kegiatan rutin dimana dalam sektor privat/komersial disebut Laporan Laba/Rugi. Laporan inilah yang disebut dengan Laporan Operasional. Selain itu, dibutuhkan juga pelaporan mengenai surplus atau defisit anggaran yang akan menambah atau mengurangi kekayaan bersih suatu entitas sesuai dengan basis akrual yang telah ditetapkan.

  2.1.2.1 Ruang Lingkup Peraturan

  Ruang lingkup dari PP 71 tahun 2010 meliputi SAP berbasis akrual dan SAP berbasis kas menuju akrual. SAP berbasis akrual berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat segera diterapkan oleh setiap entitas paling lambat di tahun 2015, sedangkan SAP berbasis kas menuju akrual berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum siap untuk menerapkan SAP berbasis akrual dengan batas waktu paling lama lima tahun. Walaupun untuk sementara masih diperkenankan menerapkan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual, setiap entitas diharapkan dapat segera menerapkan SAP Berbasis Akrual.

  2.1.2.2 Definisi Standar Akuntansi Pemerintahan

  Berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010, definisi Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat SAP, adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah.

2.1.3 Basis Standar Akuntansi Pemerintahan

  Saat ini ada dua SAP yang mungkin diterapkan oleh entitas pelaporan yaitu SAP berbasis kas menuju akrual dan SAP berbasis akrual. Berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010, pengertian kedua SAP tersebut adalah:

  a. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual

  SAP berbasis kas menuju akrual atau disebut juga cash toward accrual (CTA) adalah SAP yang mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan berbasis kas, serta mengakui aset, utang, dan ekuitas dana berbasis akrual.

  Laporan keuangan pokok yang wajib terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Selain laporan keuangan pokok tersebut, entitas pelaporan diperkenankan menyajikan Laporan Kinerja Keuangan dan Laporan Perubahan Ekuitas.

  b. SAP Berbasis Akrual

  SAP berbasis akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD.

  Dalam penerapan basis akrual nantinya, pemerintah diwajibkan untuk menyusun tujuh laporan keuangan, yakni Laporan realisasi Anggaran (LRA), Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Arus Kas (LAK), Laporan Operasional (LO), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Perbedaan mendasar antara basis CTA dengan basis akrual terletak pada LRA dan LO.

2.1.3.1 Perbandingan Basis Akrual Dan Basis Kas Menuju Akrual

  Terdapat beberapa perbedaan antara basis akrual dengan basis kas menuju akrual (cash toward accrual), yaitu :

  1. Basis Akuntansi Dalam basis akrual, dasar yang digunakan dalam semua laporan keuangan pemerintah adalah basis akrual penuh. Berbeda dengan basis kas menuju akrual yang menggunakan basis kas pada pengakuan pos pendapatan, belanja dan pembiayaan dan hanya menggunakan basis akrual pada pengakuan pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas dana.

  Selain itu, pada basis akrual setiap entitas pelaporan wajib menggunakan basis akrual secara penuh sedangkan pada basis kas menuju akrual, penggunaan basis akrual secara penuh sifatnya adalah opsional.

  Dampaknya yaitu pada basis kas menuju akrual, pendapatan diakui saat diterima dan belanja diakui saat dibayarkan sedangkan pada basis akrual baik pendapatan maupun belanja diakui pada saat terjadinya sehingga akuntansi berbasis akrual lebih mampu mencerminkan keadaan yang sebenarnya atas adanya tambahan atau penurunan kekayaan yang terjadi.

  2. Perubahan Definisi Perbedaan saat pengakuan pendapatan dan beban pada basis akrual dengan basis kas menuju akrual menimbulkan adanya perbedaan beberapa definisi istilah- istilah bagan akun yang digunakan dalam basis kas menuju dengan basis akrual. Perbedaannya adalah adanya istilah baru pada basis akrual penuh yang tidak terdapat pada basis kas menuju akrual atau adanya perubahan makna dari istilah yang ada pada basis kas menuju akrual.

  Berikut beberapa istilah yang mengalami perubahan definisi :

  a) Pendapatan

  Dikarenakan pada basis kas menuju akrual, pendapatan diakui dengan basis kas maka pendapatan didefinisikan sebagai semua penerimaan rekening kas umum negara/daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.

  Pada basis akrual, pendapatan dikategorikan menjadi dua, yaitu:

  • Pendapatan - LRA

  Semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.

  • Pendapatan - LO

  Hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai penambah ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali.

  b) Belanja

  Pada basis kas menuju akrual belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.

  Pada basis akrual, terdapat pembedaan istilah belanja dengan beban sehingga definisi masing-masing istilah menjadi:

  • Belanja

  Semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.

  • Beban Penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau konsumsi aset atau timbulnya kewajiban.

  c) Surplus/Defisit,

  Definisi surplus/defisit pada basis kas menuju akrual adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode pelaporan dan pada basis akrual, surplus/defisit dikategorikan menjadi dua, yaitu:

  • Surplus/Defisit-LRA,

  Selisih lebih/kurang antara pendapatan-LRA dan belanja selama satu periode pelaporan.

  • Surplus/Defisit-LO,

  Selisih antara pendapatan-LO dan beban selama satu periode pelaporan, setelah diperhitungkan surplus/ defisit dari kegiatan non operasional dan pos luar biasa.

  d) Pos Luar Biasa

  Istilah pos luar biasa hanya terdapat pada basis akrual. Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa / beban luar biasa yang terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa, tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau pengaruh entitas bersangkutan.

3. Kerangka Konseptual

  Untuk perbedaan dalam kerangka konseptual, dapat dilihat pada tabel di Lampiran I.

  

2.2 Tren, Isu, dan Langkah Penerapan Akuntansi Akrual Di Dunia

Internasional

  Penerapan akuntansi berbasis akrual pada sektor publik tidaklah berlangsung lancar. Dalam perjalanan implementasi sistem akuntansi tersebut, terdapat tren-tren yang terjadi di negara-negara yang telah menerapkan sistem akuntasi berbasis akrual, isu-isu yang beredar serta langkah-langkah penerapan selama proses implementasinya

2.2.5 Tren Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual Di Dunia Internasional

  Sejak tahun 1990, perpindahan ke basis akrual telah menjadi salah satu pilar utama dalam melakukan reformasi di bidang keuangan publik yang bertujuan untuk meningkatkan transparansi, kinerja dan akuntabilitas. Penggunaan basis akrual telah menjadi salah satu ciri dari praktik menuju manajemen keuangan modern.

  Basis akrual telah banyak digunakan dalam akuntansi pemerintahan di sebagian besar negara maju, dengan setiap negara menetapkan standar akuntansi pemerintahan dan sistem yang sesuai untuk kondisi ekonomi dan politik negara masing-masing. Meskipun sejauh ini hanya sedikit negara yang telah sukses menerapkan akuntansi berbasis akrual penuh, negara-negara lain, mulai dari Eropa hingga Negara berkembang di Timur tengah telah mempertimbangkan transisi dan menunjukkan tren untuk mengadopsi reformasi akuntansi berbasis akrual.

  Dibawah ini adalah daftar standar akuntansi yang telah diterapkan di beberapa Negara (data 2009):

Tabel 2.2 Basis Akuntansi di Berbagai Negara Basis Kas Basis Kas Basis Akrual Negara (penuh) Menuju Akrual (penuh)

  Australia x

  Austria x Belgia x Kamboja x Kanada x

  Colombia x

  Republik Ceko x Finlandia x Prancis x

  Jerman x Yunani x Hongaria x Islandia x Indonesia x Irlandia x

  Basis Kas Basis Kas Basis Akrual Negara (penuh) Menuju Akrual (penuh)

  Israel x

  Yordania x Kenya x Meksiko x Maroko x Belanda x Selandia Baru x

  Norwegia x Rep. Slovakia x Slovenia x Suriname x Swedia x Turki x Inggris x

  Amerika Serikat x

  Sumber : Abdul Khan and Stephen Mayes, Transition to Accrual Accounting Lebih maju lagi, beberapa negara (seperti Australia, Selandia Baru, dan Inggris) bahkan telah memperkenalkan sebuah anggaran berbasis akrual.

  Anggaran berbasis akrual berarti dalam penyusunan anggaran yang merupakan dokumen kunci dari manajemen sektor publik (pemerintah) dan akuntabilitas.

  Pemerintah dan legislatif (DPR/DPRD) tidak hanya fokus pada sumber daya yang berbasis kas, tapi juga pada sumber daya lain yang berpotensi memberikan manfaat ekonomi di masa depan. Hanya saja, di negara-negara lain terutama Negara anggota OECD (Organisation for Economic Co-operation and

  

Development ) penggunaan basis akrual lebih banyak diterima untuk pelaporan

keuangan dari pada untuk tujuan penganggaran.

2.2.6 Isu Penerapan Akuntansi Akrual Di Dunia Internasional

  Dalam proses transisi menuju basis akrual bagi lingkungan pemerintahan, Khan dan Meyes dalam studi Transition to Accrual Accounting telah mengumpulkan beberapa isu sebagai berikut:

a. Perumusan kebijakan akuntansi

  Basis kas relatif mudah dioperasikan, namun basis kas gagal untuk memberikan informasi penting tentang transaksi non kas. Akuntansi akrual adalah sistem akuntansi yang lebih komprehensif dan membutuhkan sistem pencatatan yang lebih terintegrasi. Pengakuan dan pengukuran nilai dari transaksi yang kompleks (seperti sewa guna usaha, partnership pemerintah dan swasta, dan transaksi pada aset tak berwujud) seringkali membutuhkan persyaratan kemampuan teknis dan pertimbangan yang lebih tinggi karena mengandung risiko kesalahan dan salah saji yang tinggi. Salah satu isu terpenting adalah pemerintah harus menentukan pada pengaplikasian kebijakan akuntansi yang cocok dan konsisten dengan standar akuntansi yang relevan. Ketika standar yang sudah ada tidak bisa mengakomodir kondisi khusus, pertimbangan harus dilakukan untuk memilih kebijakan akuntansi mana yang akan menghasilkan informasi keuangan yang relevan dan andal.

  b. Adanya gap dengan Standar Akuntansi Internasional International Public Sektor Accounting Standards Board (IPSASB),

  merupakan bagian dari International Federation of Accountants (IFAC), adalah lembaga yang bertanggung jawab mengeluarkan International Public Sektor

  

Accounting Standards (IPSAS) yang merupakan standar internasional untuk

  akuntansi sektor publik. Saat ini telah terdapat sekitar dua puluh standar yang dapat diaplikasikan untuk akuntansi berbasis akrual. Standar yang telah dikeluarkan IPSAS telah di desain untuk memfasilitasi generalisasi bentuk laporan keuangan pemerintah yang berkualitas dengan tingkat keterbandingan secara internasional.

  Hanya saja masih ada gap (celah) antara standar akuntansi sektor publik internasional dengan standar yang diterapkan pemerintah suatu Negara, misalnya dalam hal pengakuan dan pengukuran pendapatan non pertukaran (misal pajak dan transfer), pengakuan dan pengukuran akuntansi untuk kebijakan sosial, aset bersejarah, dan partnership pemerintah-swasta. Untuk itu, pemerintah suatu negara perlu memformulasikan standar atau pedoman akuntansinya sendiri pada aspek tertentu.

  c. Informasi kas dalam kerangka kerja akrual Transisi ke basis akrual tidak berarti penghilangan terhadap basis kas.

  Sebaliknya, manajemen kas adalah bagian integral dari manajemen keuangan berbasis akrual. Misalnya saja, standar dalam IPSAS tetap mewajibkan dilaporkannya laporan arus kas secara terpisah untuk mengidentifikasi penerimaan dan pembayaran kas terkait aktivitas operasi, investasi, dan pembiayaan.

d. Sinkronisasi antara akuntansi akrual dengan anggaran

  Terdapat beberapa pihak yang berpendapat bahwa konsep akuntansi dan anggaran haruslah disamakan agar terdapat basis yang jelas dan transparan dalam pembandingan antara apa yang direncanakan pemerintah dan hasil keuangan yang aktual. Oleh karena itu jika penerapan basis akrual dilakukan, maka penganggaran juga harus menggunakan basis akrual.

  Anggaran berbasis akrual akan menyajikan sumber daya secara utuh dan implikasi dari aktivitas yang direncanakan pemerintah. Oleh sebab itu anggaran harus menyajikan pendapatan dan beban secara akrual, penerimaan dan pengeluaran kas, serta estimasi dampak kegiatan pemerintah terhadap aset dan kewajiban pemerintah.

  Hanya saja, secara teknik pemerintah dapat menerapkan basis akuntansi akrual tanpa membuat perubahan kerangka penganggaran yang berbasis kas.

  Dengan demikian, dalam pelaporan akuntansi berbasis akrual pertanggungjawaban anggaran berbasis kas akan tetap disusun.

  e. Klasifikasi anggaran dan Bagan Akun Atandar (BAS)

  Klasifikasi anggaran memberikan standar penyajian anggaran untuk pendapatan, belanja, dan item-item keuangan. Dalam penganggaran berbasis kas, klasifikasi anggaran tidak akan memasukkan jumlah aset dan kewajiban. Bagan Akun Standar (BAS) adalah kerangka susunan kode yang membentuk dasar pencatatan transaksi akuntansi dan buku besar yang merupakan prisip dari perekaman akuntansi dari suatu entitas.

  Pada sistem yang sudah didesain dengan baik, BAS akan mengakomodir item-item dalam klasifikasi anggaran. Hal ini berarti selain akun yang dinyatakan dalam klasifikasi anggaran, BAS akan juga mencakup akun untuk keperluan pencatatan dan pelaporan keuangan. Contohnya, jika BAS memiliki akun untuk aset dan kewajiban, walaupun umumnya akun aset dan kewajiban tidak akan diumpai pada klasifikasi anggaran berbasis kas.

  Isu yang penting dalam hal ini adalah jika pemerintah melakukan transisi menuju akuntansi dan anggaran berbasis akrual, maka klasifikasi antara BAS dengan anggaran akan sama. Namun bila pemerintah tetap menjalankan anggaran berbasis kas sekaligus akuntansi yang berbasis akrual, akan terdapat perbedaan yang signifikan antara klasifikasi dalam BAS dan anggaran. Oleh karena itu, BAS harus dirancang agar dapat menjembatani perbedaan antara kebutuhan penanggaran dengan kebutuhan pelaporan keuangan.

f. Pembentukan Neraca awal

  Identifikasi dan penilaian aset dan kewajiban pada saat tanggal penerapan akuntansi akrual adalah langkah yang sangat esensial dalam transisi menuju akuntansi akrual. Neraca awal harus didukung informasi yang cukup dan penjelasan yang dibutuhkan saat dilakukan audit. Hal ini bisa menjadi sangat riskan dan memakan waktu. Konsep materialitas dapat digunakan dalam membuat pertimbangan tentang aset dan kewajiban yang harus mendapatkan perhatian lebih selama penerapan basis akrual.

  g. Proses keuangan yang tersentralisasi atau terdesentralisasi

  Sebuah keputusan struktural penting yang harus dibuat sehubungan dengan fungsi akuntansi adalah: haruskah akuntansi yang rinci dan proses pelaporan dilakukan oleh Kementerian Keuangan atau kementerian teknis dan lembaga? Pertanyaan berikutnya adalah jika tanggung jawab diserahkan pada kementerian teknis dan lembaga, haruskah mereka mengembangkan dan memelihara sistem keuangan mereka sendiri, atau sebaiknya mereka memiliki akses online untuk satu sistem yang dikelola oleh Kementerian Keuangan?

  h. Konsolidasi Laporan Keuangan.

  Terlepas dari apakah pemerintah mengadopsi model sentralisasi atau desentralisasi, adalah penting membuat laporan konsolidasi untuk sektor pemerintah secara umum atau sektor publik, dimana semua transaksi antar instansi telah diidentifikasi secara terpisah di masing-masing akun entitas untuk memudahkan eliminasi saat melakukan konsolidasi.

i. Item yang “terkendali” dan “dikelola”

  Manfaat utama dari kerangka kerja akuntansi basis akrual adalah bahwa ia menyediakan informasi yang utuh tentang biaya pelayanan yang dilakukan oleh kementerian dan lembaga. Namun, untuk memfasilitasi tercapainya tujuan tersebut, perlu untuk membedakan mana item yang “dikendalikan” oleh kementerian/lembaga (misalnya : gaji, pembelian barang dan jasa) dan item yang hanya “dikelola” oleh kementerian/badan atas nama pemerintah (subsidi, hibah, manfaat sosial).

2.2.7 Langkah Implementasi akrual menurut IPSASB

  Dalam proses transisi, langkah dan tempo yang dibutuhkan akan bervariasi di antara tiap entitas. Berbagai macam metode pendekatan transisi dapat diterapkan. Berikut ini adalah langkah implementasi akrual menurut IPSASB dalam studi No 14 di Januari 2011

  a. Analisa Gap

  Sebelum mempertimbangkan alternatif langkah transisi yang akan ditempuh, dibutuhkan kesamaan pengertian tentang adanya gap atau celah antara sistem pelaporan yang diterapkan saat ini dengan sistem pelaporan yang seharusnya, apakah basis akrual penuh atau basis kas. Dewasa ini, tim yang dibentuk oleh Bank Dunia telah menciptakan sebuah alat diagnosa yang disebut “Analisis Gap” yang memfasilitasi pembandingan antara standar akuntansi sektor publik yang diterapkan disuatu Negara dan standar audit serta praktek di dunia internasional. Negara di Asia Selatan telah mulai menggunakan alat ini untuk pesiapan rencana transisi menuju akuntansi berbasis akrual. Alat analisis ini juga telah digunakan di Azerbaijan, India, Indonesia,dan Tajikistan

  b. Penerapan Reformasi Akuntansi dalam Entitas Pemerintah

  Reformasi akutansi dapat diterapkan di semua aspek sektor publik dalam lingkungan pemerintah atau dibatasi pada entitas tertentu saja. Sebagai contoh, implementasi akuntansi berbasis akrual dapat diterapkan dengan basis sektor per sektor atau dengan basis per daerah otonom.

  Proses transisi menuju akuntansi berbasis akrual dapat diwajibkan secara langsung pada entitas tertentu atau diberikan pilihan untuk menerapkan akuntansi akrual atau tidak pada periode waktu tertentu. Oleh karena itu dimungkinkan untuk menerapkan rancangan yang berbeda pada tiap entitas, bergantung pada tipe dan ukuran masing-masing entitas. Tiap entitas memiliki pendekatan masing- masing dalam penerapan akuntansi berbasis akrual.

  c. Laporan Pemerintah Secara Keseluruhan

  Ketika pemerintah menentukan untuk mengimplementasikan Laporan Pemerintah secara keseluruhan, terdapat beberapa langkah yang dapat ditempuh.

  Laporan pemerintah yang pertama berbasis akrual bisa saja dibutuhkan pada saat yang sama dengan kebutuhan akan laporan akrual yang pertama sekali dibentuk masing-masing entitas. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan adanya jeda waktu antara penerapan akuntansi akrual di tiap entitas dengan penerapan akuntansi akrual pemerintah secara keseluruhan.

  d. Penganggaran berbasis akrual

  Jika penganggaran akrual telah dinyatakan sebagai bagian dari reformasi (dalam beberapa kasus, penganggaran akrual tidak diadopsi) perubahan dalam proses penganggaran akan terjadi pada saat yang sama ketika adopsi pelaporan keuangan menggunakan basis akrual. Meksipun demikian, di beberapa aturan, implementasi penganggaran akrual dapat terjadi setelah beberapa waktu implementasi basis akrual untuk pelaporan keuangan.

  e. Periode Reformasi

  Biasanya, sumber daya yang tersedia atau keberadaan komitmen politik akan menentukan rentang waktu reformasi akuntansi berbasis akrual. Lamanya periode dapat bervariasi, tergantung yurisdiksi yang berlaku di Negara masing- masing. Reformasi dapat berlangsung dalam waktu pendek (satu sampai tiga tahun), menengah (empat sampai enam tahun), atau panjang (lebih dari enam tahun).

  Transisi menuju akuntansi berbasis akrual merupakan proyek utama di kebanyakan pemerintahan dunia. Sebagaimana proyek besar lainnya, transisi ini membutuhkan perencanaan yang hati-hati dan manajemen yang baik. Transisi akan berjalan dengan mulus jika tersedia hal-hal berikut: a.

  Mandat yang jelas b.

  Komitmen politik c. Komitmen entitas pusat dan pejabat kunci d.

  Sumber daya yang andal (manusia dan keuangan); e. Struktur manajemen proyek yang efektif f. Kapasitas teknologi dan sistem informasi yang memadai g.

  Penggunaan undang-undang

  

2.2.8 Penerapan Akuntansi Sektor Publik Berbasis Akrual di Beberapa

Negara

  Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, transisi menuju akuntansi sektor publik berbasis akrual merupakan salah satu prioritas dalam reformasi keuangan di banyak Negara. Dalam proses penerapan akuntansi sektor publik berbasis akrual terdapat beberapa sikap yang berbeda yang diambil masing- masing Negara. Menurut Widjajarso (2010,5) terdapat tiga sikap yang umumnya diambil, yaitu:

1. Basis akrual untuk akuntansi dan anggaran. Negara-negara Kanada,

  Italia, Inggeris, dan Selandia Baru adalah contoh negara yang menerapkan basis akrual baik untuk akuntansi maupun anggarannya. Negara-negara tersebut ingin menerapkan secara total basis akrual, baik dalamakuntansinya maupun dalam penganggarannya, karena sistem yang dikembangkan akan disinkronisasikan antara perlakuan akuntansi sejak dari hulu (penganggarannya).

2. Basis akrual untuk akuntansi dan basis kas untuk anggaran. Amerika

  Serikat dan Spanyol adalah contoh negara yang menerapkan basis akrual untuk akuntansinya, meskipun belum seluruh state & local governments menerapkan basis akrual untuk anggarannya. Dalam kelompok ini, masih terdapat variasi penyikapan lain, yakni negara-negara ini telah menerapkan basis akrual hanya untuk kementerian/lembaga,tetapi belum laporan konsolidasian, misalnya Jepang, Portugal dan Swiss. Negara- negara tersebut diatas merasa bahwa masalah akuntansi dapat dilepaskan dengan masalah penganggaran, sehingga dalam anggaran dirasa tidak perlu berbasis akrual.

  3. Basis Kas untuk akuntansi dan untuk anggaran. Negara-negara dalam kelompok ini belum menerapkan basis akrual yang ternyata masih cukup banyak, seperti misalnya Jerman, Austria, Ceko, Luxemburg, Meksiko, Norwegia, Slovakia, dan Turki. Negara-negara tersebut masih menerapkan basis kas baik untuk akuntansinya maupun untuk pemerintahan tertuju pada peningkatan pelayanan, bukan pada operasional sistem, sehingga apa pun pilihannya disesuaikan dengankondisi masing-masing negara. Standar yang dikembangkan oleh lembaga internasional pun, seperti IPSASB memberikan pilihan.

  Pada bagian ini, penulis akan memaparkan beberapa pengalaman Negara lain dalam penerapan akuntansi berbasis akrual serta beberapa hal yang dapat diadopsi oleh pemerintah Indonesia dalam proses penerapan basis akrual.

2.2.4.1 Penerapan Akuntansi Akrual Di Selandia Baru

  Selandia Baru merupakan salah satu Negara yang paling awal dalam melakukan reformasi akuntansi menuju basis akrual. Reformasi akuntansi di Selandia Baru tergolong berhasil karena adanya usaha dan komitmen yang tinggi dari mulai level tertinggi (strategis) hingga level terendah (operasional). Keberhasilan reformasi ini membawa perubahan positif, terutama dari segi keuangan yang terbukti dengan terciptanya surplus anggaran (1994-1995) setelah Selandia Baru mengalami defisit selama 20 tahun.

  Dalam menerapkan basis akrual Selandia Baru menyiapkan aturan dan menjalankannya dalam beberapa fase. Fase yang dijalani Selandia Baru dalam penerapan akuntansi sektor publik berbasis akrual yaitu: 1.

  Fase marketisasi (1986-1991). Pada fase ini akuntansi serta penganggaran sektor publik berbasis akrual diperkenalkan. Hasilnya pada tahun 1991, semua departemen di Selandia Baru menggunakan akuntansi , biaya, dan anggaran dengan basis akrual penuh.

  2. Fase strategi kolektif (1992-1996). Pada fase ini, Selandia Baru menjadi negara pertama yang berhasil membuat laporan keuangan seluruh instansi pemerintahan dengan basis akrual penuh. Fase ini juga ditandai dengan adanya diskusi terbuka dalam pembuatan kebijakan anggaran sehingga dapat ditentukan anggaran yang paling sesuai dengan kebutuhan tahun tersebut.

  3. Fase Fase Kapasitas Adaptif (1997-Sekarang). Pada fase ini dilakukan evaluasi proses reformasi sistem akuntansi pemerintahan Selandia Baru serta dilakukan penguatan kapasitas stratejik.

2.2.4.2 Penerapan Akuntansi Akrual Di Swedia

  Swedia juga termasuk Negara pionir dalam penerapan akuntansi berbasis akrual. Hal ini terbukti dengan penerapan basis akrual di tingkat kementerian pada tahun 1993, dan tingkat konsolidasi setahun setelahnya. Pengembangan dan penerapan akuntansi berbasis akrual berjalan mulus karena tidak ada perdebatan di pemerintah dan tidak ada penolakan dari kementerian.

  Menurut Simanjuntak (2010,3) standar akuntansi berbasis akrual di Swedia memiliki beberapa karakteristik, yaitu: 1.

  Standar akuntansi berbasis akrual mencakup pemerintah (secara keseluruhan) dan kementerian/lembaga.

  2. Standar akuntansi berbasis akrual yang diterapkan dapat dikelompokkan sebagai relatively full accrual accounting. Pengecualian hanya terhadap perlakuan aset bersejarah (heritage asset) dan pajak.

  3. Penggunaan nilai historis.

  4. Setiap kementerian/lembaga menyiapkan Laporan Operasional, Neraca, Laporan Dana dan Catatan atas Laporan Keuangan.

  Penganggaran akrual tidak diterapkan di Swedia meskipun keinginan penerapan akrual telah ada sejak 1960. Setelah dilakukan berbagai studi, Departemen Keuangan Swedia memutuskan untuk membatalkan penerapan akuntansi berbasis akrual dan penganggaran berbasis kas) telah sesuai dengan perkembangan internasional.

2.2.4.3 Penerapan Akuntansi Akrual Di Australia

  Seperti halnya Selandia Baru, Australia juga telah lama menerapkan akuntansi akrual untuk lingkungan pemerintahan. Hanya saja reformasi akuntansi akrual di Australia lebih sederhana daripada Selandia Baru. Penerapan akuntansi akrual telah dimulai sejak 1995 dimana akuntansi akrual telah diimplementasikan di tingkat kementerian/lembaga. Dilanjutkan di tahun 1997 dalam penerapan laporan konsolidasian akrual.

  Penerapan akutansi akrual di Australia juga melalui beberapa tahap, yaitu:

1. Periode 1989-1992. Periode ini ditandai dengan penerapan akuntansi modifikasi kas.

  2. Periode 1992-1994. Periode adalah periode dimana pemerintah menerapkan akuntansi akrual penuh. Pada periode ini menteri keuangan Australia mengumumkan agar setiap kementerian melaporkan dengan basis akrual paling lambat 30 Juni 1995. Pada periode ini juga dikeluarkan peraturan mengenai pedoman baru untuk laporan berbasis akrual yang diterapkan secara progresif mulai 1993.

  3. Periode 1995 – setelahnya. Pada periode ini proses peralihan menuju akuntansi berbasis akrual penuh telah berlangsung stabil dan terukur. Implementasi akuntansi akrual penuh ditetapkan untuk tahun berakhir 30 Juni 1995.

  Keberhasilan ketiga Negara di atas dalam menerapkan akuntansi berbasis akrual dalam lingkungan pemerintah tak lepas dari komintmen politik yang tinggi, SDM yang mumpuni, serta teknologi informasi yang memadai. Ketiga persyaratan ini merupakan hal utama yang menjadi pendukung kesuksesan reformasi akuntansi akrual. Hal ini dapat diadopsi pemerintah Indonesia dalam reformasi akuntansi akrual secara penuh hingga akhir 2015 nanti.

2.3 Pengakuan, Pengukuran,dan Pengungkapan Pendapatan Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan dan Standar Akuntansi Internasional.

  Pada bagian ini akan dijelaskan tentang pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan pendapatan berdasarkan SAP menurut PP 71 tahun 2010. Selain itu juga akan dijelaskan tentang pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan pendapatan berdasarkan standar akuntansi sektor publik yang diterbitkan oleh IPSASB yang merupakan lembaga yang bertanggung jawab mengeluarkan

  

International Publik Sektor Accounting Standards (IPSAS) yang merupakan

standar internasional untuk akuntansi sektor publik.

  

2.3.1 Pengakuan, Pengukuran, dan Pengungkapan Pendapatan Menurut

Standar Akuntansi Pemerintahan

  Dalam PP 71 tahun 2010 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual paragraf 84- 86, definisi pengakuan dan penjelasan tentang manfaat ekonomi adalah sebagai berikut

  (84) Pengakuan dalam akuntansi adalah proses penetapan terpenuhinya

  kriteria pencatatan suatu kejadian atau peristiwa dalam catatan akuntansi sehingga akan menjadi bagian yang melengkapi unsur aset, kewajiban, ekuitas, pendapatan-LRA, belanja, pembiayaan, pendapatan-LO, dan beban, sebagaimana akan termuat pada laporan keuangan entitas pelaporan yang bersangkutan. Pengakuan diwujudkan dalam pencatatan jumlah uang terhadap pos-pos laporan keuangan yang terpengaruh oleh kejadian atau

  (85) Kriteria minimum yang perlu dipenuhi oleh suatu kejadian atau

  peristiwa untuk diakui yaitu : 1.

  Terdapat kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan kejadian atau peristiwa tersebut akan mengalir keluar dari atau masuk ke dalam entitas pelaporan yang bersangkutan; 2. Kejadian atau peristiwa tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur atau dapat diestimasi dengan andal.

  (86) Dalam menentukan apakah suatu kejadian/peristiwa memenuhi kriteria pengakuan, perlu dipertimbangkan aspek materialitas. (87) Dalam kriteria pengakuan pendapatan, konsep kemungkinan besar

  manfaat ekonomi masa depan terjadi digunakan dalam pengertian derajat kepastian tinggi bahwa manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan pos atau kejadian/peristiwa tersebut akan mengalir dari atau ke entitas pelaporan. Konsep ini diperlukan dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan operasional pemerintah. Pengkajian derajat kepastian yang melekat dalam arus manfaat ekonomi masa depan dilakukan atas dasar bukti yang dapat diperoleh pada saat penyusunan laporan keuangan. Sedangkan penjelasan tentang pengukuran dapat ditemukan di PP 71 tahun 2010 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual paragraf 98-99 sebagaimana berikut

  (98) Pengukuran adalah proses penetapan nilai uang untuk mengakui dan

  memasukkan setiap pos dalam laporan keuangan. Pengukuran pos-pos dalam laporan keuangan menggunakan nilai perolehan historis.

  (99) Pengukuran pos-pos laporan keuangan menggunakan mata uang rupiah.

  Transaksi yang menggunakan mata uang asing dikonversi terlebih dahulu dan dinyatakan dalam mata uang rupiah.

  Kriteria pengakuan umumnya didasarkan pada nilai uang akibat peristiwa atau kejadian yang dapat diandalkan pengukurannya. Namun terkadang pengakuan didasarkan pada hasil estimasi yang layak. Apabila pengukuran berdasarkan biaya dan estimasi yang layak tidak mungkin dilakukan, maka pengakuan transaksi demikian cukup diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan. Penundaan pengakuan suatu pos atau peristiwa dapat terjadi apabila kriteria pengakuan baru terpenuhi setelah terjadi atau tidak terjadi peristiwa atau keadaan lain di masa mendatang

  Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah berdasarkan PP 71 tahun 2010 pada dasarnya menganut basis akuntansi akrual sebagaimana disebutkan dalam pasal 4. Namun untuk masalah penganggaran disusun dan dilaksanakan berdasar basis kas. Oleh karena itu, terdapat dua jenis pelaporan yang melaporkan penggunaan sumber daya ekonomis suatu entitas, yaitu Laporan Operasional (LO) untuk melaporkan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah dengan basis akrual dan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) untuk melaporkan ikhtisar sumber, alokasi dan pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola oleh pemerintah dengan basis kas. Karena adanya pembagian pelaporan tersebut, maka pendapatan dibagi menjadi dua, yaitu Pendapatan LO dan Pendapatan LRA

  2.3.1.2 Definisi Pendapatan

  Berdasarkan PP 71 tahun 2010, definisi pendapatan LRA adalah sebagai berikut: Pendapatan-LRA adalah penerimaan oleh Bendahara Umum Negara/Bendahara Umum Daerah atau oleh entitas pemerintah lainnya yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah (Lampiran I.01 Kerangka konseptual akuntansi pemerintahan paragraf 62). Pendapatan-LRA juga dapat didefinisikan sebagai semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah (Lampiran I.02 PSAP 01 Penyajian Laporan Keuangan

  paragraf 8) Sedangkan definis pendapatan LO adalah sebagaimana berikut: Pendapatan-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih (Lampiran I.01 Kerangka konseptual akuntansi pemerintahan paragraf 79). Pendapatan-LO juga dapat didefinisikan sebagai periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali (Lampiran I.02 PSAP 01 Penyajian Laporan Keuangan paragraf 8).

  2.3.1.3 Pengakuan pendapatan 1.

  Pendapatan LRA Berdasarkan PP 71 tahun 2010, pendapatan-LRA diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Umum Negara/Daerah (Lampiran I.03 PSAP No 02 LRA

  Berbasis Kas paragraf 21). Hal ini berarti berarti bahwa pendapatan dan penerimaan pembiayaan diakui pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan. Namun demikian, bilamana anggaran disusun dan dilaksanakan berdasarkan basis akrual, maka LRA disusun berdasarkan basis akrual.

2. Pendapatan LO

  Untuk pendapatan LO, PP 71 tahun 2010 menyatakan dalam Lampiran

  I.13 PSAP 12 Laporan Operasional paragraf 19 bahwa Pendapatan-LO diakui pada saat: a)

  Timbulnya hak atas pendapatan;

b) Pendapatan direalisasi, yaitu adanya aliran masuk sumber daya ekonomi.

  Hal ini berarti bahwa pendapatan diakui pada saat hak untuk memperoleh pendapatan telah terpenuhi walaupun kas belum diterima di Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan.

  Penjelasan berikutnya tentang saat pengakuan pendapatan LO dapat dilihat pada paragraf 20-22 Lampiran I.13 PSAP 12 sebagaimana berikut

  (20)Pendapatan-LO yang diperoleh berdasarkan peraturan perundang (21) Pendapatan-LO yang diperoleh sebagai imbalan atas suatu pelayanan

  yang telah selesai diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan, diakui pada saat timbulnya hak untuk menagih imbalan.

  (22) Pendapatan-LO yang diakui pada saat direalisasi adalah hak yang telah

  diterima oleh pemerintah tanpa terlebih dahulu adanya penagihan

2.3.1.4 Pengukuran Pendapatan

  Berdasarkan PP 71 tahun 2010 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual

  paragraf 99 dinyatakan “Pengukuran pos-pos dalam laporan keuangan menggunakan nilai perolehan historis. Pengukuran pos-pos laporan keuangan menggunakan mata uang rupiah. Transaksi yang menggunakan mata uang asing dikonversi terlebih dahulu dan dinyatakan dalam mata uang rupiah”

2.3.1.5 Pengungkapan Pendapatan 1.

  Pendapatan LRA Aturan dalam pengungkapan pendapatan LRA berdasarkan Lampiran I.03

  PSAP 02 PP 71 tahun 2010 paragraf 22-29 adalah sebagai berikut:

  (22) Pendapatan-LRA diklasifikasikan menurut jenis pendapatan (24 )Akuntansi pendapatan-LRA dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu

  dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran)

  (25) Dalam hal besaran pengurang terhadap pendapatan-LRA bruto (biaya)

  bersifat variabel terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat dianggarkan terlebih dahulu dikarenakan proses belum selesai, maka asas bruto dapat dikecualikan

  (27) Pengembalian yang sifatnya sistemik (normal) dan berulang (recurring)

  atas penerimaan pendapatan-LRA pada periode penerimaan maupun pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan-LRA

  (28) Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non recurring ) atas penerimaan pendapatan-LRA yang terjadi pada periode

  LRA pada periode yang sama

  (29) Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non recurring)

  atas penerimaan pendapatan-LRA yang terjadi pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang Saldo Anggaran Lebih pada periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut 2.

  Pendapatan LO Aturan dalam pengungkapan pendapatan LO berdasarkan Lampiran I.13

  PSAP 12 PP 71 tahun 2010 paragraf 23-31 adalah sebagai berikut:

  (23) Pendapatan-LO diklasifikasikan menurut sumber pendapatan (26) Akuntansi pendapatan-LO dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu

  dengan membukukan pendapatan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran)

  (27) Dalam hal besaran pengurang terhadap pendapatan-LO bruto (biaya)

  bersifat variabel terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat di estimasi terlebih dahulu dikarenakan proses belum selesai, maka asas bruto dapat dikecualikan

  (29) Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang (recurring) atas

  pendapatan-LO pada periode penerimaan maupun pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan

  (30) Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non recurring ) atas pendapatan-LO yang terjadi pada periode penerimaan

  pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode yang sama (31) Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non

  recurring ) atas pendapatan-LO yang terjadi pada periode sebelumnya

  dibukukan sebagai pengurang ekuitas pada periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut.

  

2.3.2 Pengakuan, Pengukuran, dan Pengungkapan Pendapatan Menurut

Standar Akuntansi Sektor Publik Internasional (IPSAS) No. 23

  Pada standar IPSAS, terdapat dua jenis pendapatan, yaitu pendapatan dari transaksi pertukaran (Revenue from exchange transaction) yang diatur dalam

  IPSAS No.9, dan pendapatan dari transasksi non pertukaran (revenue from non

  

exchange transaction ) yang diatur dalam IPSAS No. 23. Contoh dari pendapatan

  transaksi pertukaran adalah pendapatan dari penjualan asset Negara atau dari pemberian jasa. Sedangkan contoh dari pendapatan dari transaksi non pertukaran adalah pajak dan transfer. Karena pendapatan perpajakan masuk dalam kategori pendapatan non pertukaran, maka dalam skripsi ini standar internasional yang akan dibahas adalah standar dalam IPSAS No.23,khususnya tentang pendapatan perpajakan.

2.3.2.1 Basis akuntansi dan Ruang Lingkup

  Basis akuntansi yang digunakan pada standar ini adalah basis akuntansi akrual. Standar akuntansi ini diterapkan pada seluruh entitas pemerintah kecuali BUMN. Standar akuntansi ini tidak berlaku untuk entitas kombinasi yang melakukan transaksi non pertukaran. Pendapatan yang diatur dalam standar ini adalah pendapatan non pertukaran, seperti pajak dan transfer, termasuk hibah, penghapusan utang, pemberian, dan hadiah.

2.3.2.2 Definisi Pendapatan

  Berdasarkan IPSAS No.23: 1.

   Revenue comprises gross inflows of economic benefits or service potential received and receivable by the reporting entity, which represents an increase in net assets/equity, other than increases relating to contributions from owners (paragraf 12).

Dokumen yang terkait

Analisis Akuntansi Pendapatan Perpajakan Dalam Rangka Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual (Studi Kasus : KPP Pratama Medan Kota)

21 110 158

Faktor-Faktor Yang Menjadi Kendala Dalam Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Pada Pemerintah Kota Binjai

14 141 101

Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Terhadap Retribusi Izin Mendirikan Bangunan pada Dinas Pendapatan Kabupaten Karo

2 47 94

Perkembangan Standar Akuntansi Pemerintahan PP Nomor 24 Tahun 2005 Menjadi Standar Akuntansi Pemerintahan PP Nomor 71 Tahun 2010

0 46 136

Kesiapan Pemerintah Daerah Dalam Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual (Studi Kasus Pada Badan Keuangan Provinsi Gorontalo)

0 0 15

Standar Akuntansi Pemerintahan Tanggal

0 1 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan Pemerintah Daerah - Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan dan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daer

0 0 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akuntansi Forensik - Penerapan Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif dalam Mendeteksi Fraud di Lingkungan Pemerintahan Pada PDAM Tirtanadi Sumatera Utara

0 1 46

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem 2.1.1 Pengertian Sistem - Analisis Pengaruh Penerapan Sistem Akuntansi Pemerintahan Daerah dan Kompetensi Sumber Daya Manusia terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintahan Daerah di Provinsi Sumatera Utara

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Standar Akuntansi Pemerintahan 2.1.1 Pengertian Standar Akuntansi Pemerintahan - Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Kinerja Karyawan Pada Pt. Sucofindo Kantor Cabang Medan

0 1 23