Faktor-Faktor Yang Menjadi Kendala Dalam Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Pada Pemerintah Kota Binjai

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI KENDALA DALAM PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN (SAP)

PADA PEMERINTAH KOTA BINJAI

OLEH :

NAMA : CITRA DAMANIK

NIM : 070503240

DEPARTEMEN : AKUNTANSI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

MEDAN 2011


(2)

PERNYATAAN

“Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Pada Pemerintah Kota Binjai”

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi program S-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya. Dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar. Saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara

Medan, Februari 2011 Yang Membuat Pernyataan

CITRA DAMANIK 070503240


(3)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Menjadi Kendala Dalam Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Pada Pemerintah Kota Binjai

SAP merupakan persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum dalam upaya peningkatan kualitas laporan keuangan pemerintah di Indonesia, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 24 pada bagian Pengantar Standar Akuntansi Pemerintahan, “Standar Akuntansi Pemerintahan adalah prinsip-prinsip Akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintahan”. Bahwa “ rata-rata pemerintah daerah belum dapat menyusun laporan keuangan daerah sesuai dengan ketentuan yang ada yaitu PP. No.24 Tahun 2005, mengenai Standar Akuntasi Pemerintahan (SAP)”. Sehubungan dengan penyusunan laporan keuangan daerah yang sesuai dengan SAP, maka perlu diperhatikan faktor pemahaman terhadap SAP agar hasil dari laporan keuangan daerah dapat dipertanggungjawabkan.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian assosiatif kausal yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala penerapan standar akuntasi pemerintahan sebagai variabel dependen.

Hasil analisis regresi secara keseluruhan menunjukkan R sebesar 0.604 yang berarti bahwa korelasi/hubungan antara sumber daya manusia. Komitmen dan perangkat pendukung dengan kendala penerapan SAP mempunyai hubungan yang kuat sebesar 60.4% Dikatakan kuat karena angka tersebut diatas 0.5 atau diatas 50%. Sedangkan nilai R Square atau nilai koefisien determinasi sebesar 0.365 yang berarti bahwa variable dependen kendala penerapan SAP mampu dijelaskan oleh variable independent (sumber daya manusia. Komitmen dan perangkat pendukung) sebesar 36.5% (100% - 36.5% = 63.5%) dapat dijelaskan oleh faktor– faktor lain yang tidak diikut sertakan dalam penelitian ini.


(4)

ABSTRACT

This study aims to determine Factors Obstacles Become Governmental Accounting Standard Implementation In Binjai City.

SAP is a requirement that has the force of law in efforts to improve the quality of financial reports of government in Indonesia, in accordance with Government Regulation No. 24 on the Introduction to Government Accounting Standards, ‘’government Accounting Standards are accounting principles applied in preparing and presenting financial statements in accounting with the existing provisions of PP. No.24 of 2005, regarding the Government Accounting with the SAP area, it is necessary to consider factors understanding SAP for the result of the financial district is accountable.

Type of research is the associative causal research is research that aims to find out the relationship between two variables or more. This research was conducted to determine the factors that become obstacles implementation of government accounting standards as the dependent variable.

Regression analysis showed overall R of 0604, which means that the correlation / relationship between human resources. Commitment and support tools with SAP implementation constraints have a strong relationship for 60.4% said that strong because the number above 0.5 or above 50% While the R Square value or the value of coefficient of determination for 0365, which means that the dependent variable constraints SAP implementation can be explained by the independent variable (human resource. The commitment and support tools), amounting to 36.5% (100% - 36.5% = 63.5%) can be explained by factors–other factors not Included in this study.


(5)

KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt, yang telah memberikan karunia kesehatan dan juga kelapangan berpikir kepada penulis sehingga tulisan ilmiah dalam bentuk skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Shalawat dan salam penulis haturkan keharibaan Rasullullah saw, semoga kita mendapat safa' at beliau di akhirat kelak Amin.

Penulisan skripsi ini pada dasarnya adalah untuk memenuhi kewajiban akhir dari perkuliahan penulis di Fakultas Ekonomi Sumatera Utara untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi. Adapun judul yang penulis ajukan sehubungan dengan Penyusunan skripsi ini adalah : Faktor-Faktor yang menjadi Kendala dalam Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) pada Pemerintah Kota Binjai.

Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang ikut membantu dan menyita waktu mereka, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi terutama kepada :

1. Kedua orang tua penulis Ayahanda H.M. Dirin Damanik dan Ibunda Dra. Hj. Nurlena Siregar, MM, dan adik Perkasa Damanik serta Tante Kherawati Siregar, yang tercinta yang telah memberikan kasih sayang dan juga memberikan dorongan kepada penulis untuk belajar sehingga penulis dapat


(6)

menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Ekonomi Ekonomi USU, beserta kepada seluruh Keluarga Besar Penulis yang tersayang.

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku Ketua Progran Studi S-1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Sekretaris Progran Studi S-1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Drs. Rustam, MSi, Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, waktu dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini

5. Bapak Wahyu Ario Pratomo selaku Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, waktu dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini

6. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, MSi, Ak selaku Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, waktu dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini

7. Bapak Walikota dan Wakil Walikota, Sekretaris Daerah, Bapeda, Inspektorat, Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, penulis ucapkan terima kasih atas izin untuk meneliti di instansi pemerintahan kota Binjai

8. Kepada seluruh pegawai dan staff administrasi FE. USU, penulis ucapkan terima kasih.


(7)

9. Buat Bripda M. Rizky Prayogie, SH, terima kasih buat motivasi yang luar biasa dan doanya yang tiada henti.

10.Buat seluruh teman-teman, Mira, Desi, Sherly, Hilda, Nia, Heni, Agung, Yudha, TM, Andika, Kiki, Suren, Nico, terima kasih atas kebersamaannya selama ini.

Sebagai manusia yang penuh kekurangan, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna baik isi maupun bahasannya, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Semua berakhir dalam harapan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua pihak.

Medan, 15 Januari 2011 Penulis

CITRA DAMANIK


(8)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Batasan Masalah... 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

E. Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Standar Akuntasi Pemerintah (SAP) ... 10

1. Pengertian SAP ... 10

2. Sejarah SAP ... 12

3. Komponen pernyataan SAP ... 16

B. Pendidikan dan Pelatihan ... 20

1. Pengertian Pendidikan ... 23

2. Pengertian pelatihan ... 24


(9)

4. Tahap – tahap pendidikan dan pelatihan ... 29

5. Metode pelaksana program dan pelatihan ... 31

C. Latar Belakang Pendidikan ... 35

D. Tinjauan Peneliti Terdahulu ... 35

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 38

B. Populasi dan Sampel penelitian ... 38

C. Defenisi Operasional ... 38

D. Jenis dan Teknik pengumpulan Data ... 42

E. Pengujian Kualilitas Data ... 44

F. Pengujian Asumsi Klasik ... 45

G. Metode Analisis Data ... 47

H. Pengujian Hipotesis ... 48

I. Jadwal dan Lokasi Penelitian ... 49

BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Pemerintah Kota Binjai ... 50

1. Sejarah Ringkas Pemerintah Kota Binjai ... 50

2. Struktur Organisasi Pemerintah Kota Binjai ... 55

B. Analisis Hasil Penelitian ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 36

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran ... 39

Tabel 4.1. Hasil Statistik Deskriptif ... 61

Tabel 4.2. Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Variabel Pemahaman (X2) ... 63

Tabel 4.3. Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Variabel Pendidikan dan Pelatihan (X2) ... 64

Tabel 4.4. Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Variabel Pemahaman (X2) ... 64

Tabel 4.5. Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Variabel Pendidikan dan Pelatihan (X3) ... 65

Tabel. 4.6. One Sample Kolmogrov-Smirnov Test ... 66

Tabel 4.7. Hasil Uji Gejala Multikolinearitas ... 59

Tabel. 4.8 Varibel entered/removedb ... 68

Tabel 4.9. Hasil Uji F Hitung ... 70

Tabel 4.10 Hasil Uji T – Hitung ... 70


(11)

DAFTAR GAMBAR


(12)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Menjadi Kendala Dalam Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Pada Pemerintah Kota Binjai

SAP merupakan persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum dalam upaya peningkatan kualitas laporan keuangan pemerintah di Indonesia, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 24 pada bagian Pengantar Standar Akuntansi Pemerintahan, “Standar Akuntansi Pemerintahan adalah prinsip-prinsip Akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintahan”. Bahwa “ rata-rata pemerintah daerah belum dapat menyusun laporan keuangan daerah sesuai dengan ketentuan yang ada yaitu PP. No.24 Tahun 2005, mengenai Standar Akuntasi Pemerintahan (SAP)”. Sehubungan dengan penyusunan laporan keuangan daerah yang sesuai dengan SAP, maka perlu diperhatikan faktor pemahaman terhadap SAP agar hasil dari laporan keuangan daerah dapat dipertanggungjawabkan.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian assosiatif kausal yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala penerapan standar akuntasi pemerintahan sebagai variabel dependen.

Hasil analisis regresi secara keseluruhan menunjukkan R sebesar 0.604 yang berarti bahwa korelasi/hubungan antara sumber daya manusia. Komitmen dan perangkat pendukung dengan kendala penerapan SAP mempunyai hubungan yang kuat sebesar 60.4% Dikatakan kuat karena angka tersebut diatas 0.5 atau diatas 50%. Sedangkan nilai R Square atau nilai koefisien determinasi sebesar 0.365 yang berarti bahwa variable dependen kendala penerapan SAP mampu dijelaskan oleh variable independent (sumber daya manusia. Komitmen dan perangkat pendukung) sebesar 36.5% (100% - 36.5% = 63.5%) dapat dijelaskan oleh faktor– faktor lain yang tidak diikut sertakan dalam penelitian ini.


(13)

ABSTRACT

This study aims to determine Factors Obstacles Become Governmental Accounting Standard Implementation In Binjai City.

SAP is a requirement that has the force of law in efforts to improve the quality of financial reports of government in Indonesia, in accordance with Government Regulation No. 24 on the Introduction to Government Accounting Standards, ‘’government Accounting Standards are accounting principles applied in preparing and presenting financial statements in accounting with the existing provisions of PP. No.24 of 2005, regarding the Government Accounting with the SAP area, it is necessary to consider factors understanding SAP for the result of the financial district is accountable.

Type of research is the associative causal research is research that aims to find out the relationship between two variables or more. This research was conducted to determine the factors that become obstacles implementation of government accounting standards as the dependent variable.

Regression analysis showed overall R of 0604, which means that the correlation / relationship between human resources. Commitment and support tools with SAP implementation constraints have a strong relationship for 60.4% said that strong because the number above 0.5 or above 50% While the R Square value or the value of coefficient of determination for 0365, which means that the dependent variable constraints SAP implementation can be explained by the independent variable (human resource. The commitment and support tools), amounting to 36.5% (100% - 36.5% = 63.5%) can be explained by factors–other factors not Included in this study.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab sejak tahun 2001, orientasi penyelenggaraan pemerintah daerah telah bergeser dari ketergantungan pada pemerintah pusat kepada kemampuan pemerintah daerah itu sendiri dalam membangun daerah menuju kesejahteraan masyarakat.

Implementasi otonomi daerah telah memasuki era baru, pemerintah dan DPR sepakat untuk mengesahkan Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Dalam pelaksanaan otonomi daerah terletak pada pemerintah kabupaten/kota yang merupakan tingkat pemerintahan yang langsung berhadapan dengan masyarakat, fungsi utama pemerintah kabupaten / kota pada hakekatnya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun dibalik adanya sisi positif atas penerapan otonomi daerah tersebut, tetap saja terdapat adanya sisi negatif atas penerapan otonomi daerah tersebut. Dengan adanya otonomi daerah ini akan mengakibatkan kekhawatiran munculnya ‘desentralisasi masalah’ dan ‘desentralisasi kemiskinan’. Artinya pelimpahan beberapa wewenang dari pusat di daerah juga disertai dengan pelimpahan masalah dan kemiskinan yang selama ini tidak mampu ditangani dan diselesaikan oleh pemerintah pusat. Menurut UU No.32/2004 (2004:5) Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan


(15)

oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia’’.

Menurut UU No. 32/2004 (2004:4), ‘’Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang–undangan’’. Dari pengertian tersebut di atas maka akan tampak bahwa daerah diberi hak otonom oleh pemerintah pusat untuk mengatur dan mengurus kepentingan sendiri.

Otonomi daerah identik dengan tuntutan akuntabilitas, good governance, dan sebagainya. Pemerintahan yang baik adalah pemerintah yang dapat mempertanggung jawabkan kepercayaan masyarakatnya secara jujur (Enho, 2008:2).

Dengan tuntutan good governance, maka salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparasi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggung jawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntasi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Hal tersebut diatur dalam Undang–Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mewajibkan Presiden dan Gubernur / Bupati / Walikota untuk menyampaikan laporan pertanggung jawaban dalam bentuk dan isi laporan pertanggung jawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntasi Pemerintahan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.


(16)

Di bidang peraturan perundang–undangan, pemerintah dengan persetujuan DPR-RI telah menetapkan satu paket undang–undang di bidang keuangan negara, yaitu UU No.17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara, UU No.1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara, dan UU No.15 Tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan Tanggung jawab Keuangan (financial management). Kemudian pemerintah melalui UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbedaharaan Negara selanjutnya mengamanatkan tugas penyusunan standar tersebut kepada suatu komite standar yang independent yang ditetapkan dengan suatu keputusan presiden tentang komite Standar Akuntasi Pemerintahan. Hal ini juga diperkuat oleh Presiden RI untuk menyusun suatu Standar Akuntasi Pemerintahan melalui Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2004 tentang Komite standar Akuntasi Pemerintahan (KSAP), sebagaimana diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2005.

Penelitian ini merupakan penelitian replikasi. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Enho (2008), meneliti tentang Pengaruh Pemahaman SAP, Pendidikan dan Pelatihan, serta Latar Belakang Pendidikan dalam penyusunan Laporan Keuangan Daerah pada Pemerintah Kota Medan.

Salah satu upaya konkrit yang dilakukan dalam rangka mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang baik adalah dengan penyampaian laporan pertanggung jawaban keuangan pemerintah yang baik dan benar dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan yang telah diterima secara umum.

Dalam era globalisasi, reformasi dan tuntutan transparansi yang semakin meningkat, peran akuntasi semakin dibutuhkan. Tidak saja untuk kebutuhan pihak


(17)

manajemen suatu entitas, tetapi juga untuk kebutuhan pertanggung jawaban (accountability) kepada banyak pihak yang memerlukan. Hal ini ditunjang oleh semakin berkembangnya teknologi informasi yang memungkinkan suatu entitas lain. Untuk itu, tuntutan penyediaan informasi termasuk keuangan dan akuntasi semakin dibutuhkan.

Dalam rangka penyusunan dan penghasilan laporan keuangan pemerintah yang baik dan benar, yaitu yang memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan presiden dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005, tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang disingkat dengan SAP, tanggal 13 Juni 2005

SAP merupakan persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum dalam upaya peningkatan kualitas laporan keuangan pemerintah di Indonesia, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 24 pada bagian Pengantar Standar Akuntansi Pemerintahan (2005:2), “ Standar Akuntansi Pemerintahan adalah prinsip-prinsip Akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintahan”. Namun Roesyanto (2007:3), menyatakan bahwa “rata-rata pemerintah daerah belum dapat menyusun laporan keuangan daerah sesuai dengan ketentuan yang ada yaitu PP. No.24 Tahun 2005, mengenai Standar Akuntasi Pemerintahan (SAP)”. Sehubungan dengan penyusunan laporan keuangan daerah yang sesuai dengan SAP, maka perlu diperhatikan faktor pemahaman terhadap SAP agar hasil dari laporan keuangan daerah dapat dipertanggungjawabkan.

Selain pemahaman terhadap SAP, faktor lain yang perlu diperhatikan adalah pendidikan terhadap perangkat yang ada pada Satuan Kerja Perangkat


(18)

Daerah (SKPD). Pendidikan yang dimaksud dilihat dari dua sisi, yaitu latar belakang pendidikan dan strata pendidikan. Dengan memperhatikan pendidikan dari perangkat SKPD, maka akan berhubungan dengan tingkat pemahaman terhadap SAP, sehingga akan membantu dalam penyusunan laporan keuangan daerah. Hal ini sejalan dengan fenomena atas penelitian oleh King dalam Effendi (2005) tentang Penempatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dibeberapa daerah seperti Kota/Kab di Indonesia, menyimpulkan bahwa : “Penempatan PNS sering tidak sesuai dengan kapasitas pegawai yang bersangkutan”. Sejalan dengan hal tersebut menurut Menpan (2006) “Tingkat Pendidikan Birokrasi Negara Indonesia sebagaian besar berpendidikan SLTA kebawah dan rendah tingkat pendidikan ini sangat mempengaruhi inovasi dan kreatifitasnya dalam mengambil keputusan”. Hal ini tentu sangat memprihatikan di mana seharusnya dalam penyusunan laporan keuangan dibutuhkan sumber daya yang benar-benar berkualitas.

Selain itu perlu juga diperhatikan faktor pelatihan dalam mendukung perangkat SKPD dalam penyusunan laporan keuangan. Pelatihan ini dimaksudkan agar perangkat SKPD tidak mengalami kesulitan dalam menyusun laporan keuangan daerah karena telah terbiasa melalui adanya pelatihan. Hal tersebut senada dengan pendapat Latoirner dalam Saksono (1993) bahwa para pegawai dapat berkembang lebih pesat dan lebih baik serta bekerja lebih efsien apabila sebelum bekerja mereka menerima latihan di bawah bimbingan dan pengawasan seorang instruktur yang ahli” serta Dessler (1995) yang menyatakan bahwa kebutuhan pendidikan dan pelatihan (training need) bagi suatu organisasi pada hakekatnya muncul dikarenakan adanya masalah-masalah yang menggangu


(19)

kinerja organisasi itu seperti penurunan prestasi”. Begitu juga dengan Simanjuntak (1983:226) dalam Kurnia (2005) yang menyatakan bahwa “Pendidikan membentuk dan menambah pengetahuan seseorang untuk mengerjakan sesuatu dengan lebih cepat dan tepat”. Namun Menpan (2005) menyatakan “pendidikan dan pelatihan pegawai yang berlaku dewasa ini bersifat formalitas guna memenuhi persyaratan jabatan”. Akhirnya pendidikan dan pelatihan yang dilakukan kurang efektif dan efisien.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui faktor yang menghambat penerapan SAP dalam sebuah skripsi dengan judul ‘’ Faktor–Faktor Yang Menjadi Kendala Dalam Penerapan

Standard Akuntasi Pemerintahan (SAP) pada Pemerintah Kota Binjai’’

B. Perumusan Masalah

Dengan adanya latar belakang serta fakta-fakta di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut “Apakah Faktor-Faktor Yang Menjadi Kendala Dalam Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) pada Pemerintah Kota Binjai”

C. Batasan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dan beberapa pertimbangan lainnya, maka penulis melakukan beberapa batasan atas masalah yang akan di teliti, yaitu antara lain :


(20)

a. Penelitian ini dibatasi oleh aspek akuntansi sektor publik untuk menjelaskan faktor-faktor yang menjadi kendala dalam Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)

b. Penelitian ini hanya mengambil lokasi pada Pemerintah Kota Binjai

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala dalam penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) pada Pemerintah Kota Binjai.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Bagi peneliti, melalui penelitian ini diharapkan dapat memperdalam pengetahuan peneliti tentang faktor-faktor yang menjadi kendala penerapan SAP.

b. Bagi pemerintah daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pihak–pihak yang terkait di pemerintah daerah.

c. Bagi pihak lain, penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam penelitian–penelitian selanjutnya yang sejenis.


(21)

E. Kerangka Konseptual dan Hipotesis 1. Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis, dan tinjauan penelitian terdahulu, maka peneliti membuat kerangka konseptual sebagai berikut:

Sumber : Penulis 2011

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Sejalan dengan kerangka konseptual yang telah dibuat seperti di atas, maka dapat dijelaskan bahwa faktor–faktor yang menjadi kendala penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) antara lain, yaitu Pemahaman SAP, pendidikan dan pelatihan, serta latar belakang pendidikan merupakan contoh variabel yang berpengaruh penyusunan pada Pemerintah Kota Binjai. Dengan kata lain, pemahaman terhadap Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pendidikan dan pelatihan, serta latar belakang pendidikan merupakan variabel independen. Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa faktor yang menghambat penerapan Standar

Pemahaman SAP (X1)

Pendidikan dan Pelatihan

(X2)

Latar Belakang Pendidikan

(X3)

Faktor yang menjadi Kendala Penerapan SAP


(22)

Akuntasi Pemerintahan (SAP) dalam hal ini merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel lainnya atau dengan kata lainnya adalah variabel dependen.

2. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual di atas, maka hipotesis dari penelitian ini sebagai berikut :”Faktor Pemahaman SAP, Pendidikan dan Pelatihan serta Latar Belakang Pendidikan yang menjadi Kendala Dalam Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berpengaruh pada Pemerintah Kota Binjai


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Standar Akuntasi Pemerintahan (SAP)

1. Pengertian Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)

Pengertian akuntasi pemerintahan tidak terlepas dari pengertian akuntasi secara umum. Akuntasi didefiniskan sebagai aktivitas pemberian jasa (service

activity) untuk menyediakan informasi keuangan kepada para pengguna (users)

dalam rangka pengambilan Keputusan.Untuk aktivitas tersebut, dilakukan suatu proses pencatatan, pengklasifikasian, dan pengikhtisaran suatu transaksi keuangan yang timbul dari kegiatan suatu organisasi untuk menghasilkan informasi keuangan berupa posisi keuangan pada waktu tertentu, hasil kegiatan untuk periode yang berakhir pada waktu tertentu, disertai dengan suatu penafsiran atas informasi keuangan tersebut.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka akuntasi pemerintahan dapat didefinisikan menjadi suatu aktivitas pemberian jasa untuk menyediakan informasi keuangan pemerintah berdasarkan proses pencatatan, pengklasikasian, pengikhtisaran suatu transaksi keuangan pemerintah serta penafsiran atas informasi keuangan tersebut.

Dengan demikian, secara umum pengertian tersebut tidak berbeda dengan akuntasi, dan perbedaan terletak pada jenis transaksi yang dicatat dan penggunanya. Jenis yang dicatat di dalam akuntasi pemerintahan adalah transaksi keuangan pemerintah yang sebagian akan memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan transaksi dalam akuntasi bisnis.


(24)

Penguna informasi keuangan pemerintah antara lain rakyat secara umum yang diwakili oleh lembaga legislative, pemerintah sendiri, kreditor seperti Bank Dunia, International Monetary Fund (IMF), Asian Development Bank (ADB), dan lainnya.

Akuntasi pemerintahan merupakan bagian dari disiplin ilmu perkembangan akuntasi pemerintahan secara umum di seluruh negara juga sudah berkembang meskipun tidak sepakat perkembanga akuntasi bisnis.

Di dalam sejarah akuntasi, akuntasi pemerintahan lebih dahulu muncul sebelum adanya akuntasi bisnis. Adanya tulis–menulis dan angka di dalam peradapan manusia, serta adanya sistem bilangan desimal di Arab semakin mempercepat akuntasi pemerintahan tumbuh di dalam angka administrasi keuangan penguasa di beberapa negara saat itu.

Berdasarkan peraturan pemerintah No.24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntasi Pemerintahan, ‘’Standar Akuntasi pemerintahan adalah prinsip-prinsip akuntasi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah’’. SAP diterapkan di lingkup pemerintahan, yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah, jika menurut peraturan perundang–undangan satuan organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan.

Lingkungan akuntasi pemerintahan sebagaimana yang terungkap di dalam Standar Akuntasi Pemerintahan :

a. Lingkungan operasional organisasi pemerintah berpengaruh terhadap karakteristik tujuan akuntasi dan pelaporan keuangan.


(25)

b. Ciri–ciri penting lingkungan pemerintahan yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan tujuan akuntasi dan pelaporan keuangan adalah sebagai berikut :

1. Ciri utama struktur pemerintahan dan pelayanan yang diberikan : a) Bentuk umum pemerintahan dan pemisahan kekuasaan;

b) Sistem pemerintahan otonomi dan transfer pendapatan antar pemerintah;

c) Adanya pengaruh proses politik;

d) Hubungan antara pembayaran pajak dengan pelayanan pemerintah.

2. Ciri keuangan pemerintah yang penting bagi pengendalian:

a) Anggaran sebagai pernyataan kebijakan publik target–target fiskal, dan sebagai alat pengendalian;

b) Investasi dalam asset yang tidak langsung menghasilkan pendapatan

c) Kemungkinan penggunaan akuntasi dana untuk tujuan pengendalian.

2. Sejarah SAP

a. Latar Belakang Terbitnya SAP

Pada tahun 2002 Menteri Keuangan membentuk Komite Standar Akuntasi Pemerintahan Pusat dan Daerah yang bertugas menyusun konsep standar akuntasi pemerintahan pusat daerah yang tertuang dalam KMK 308/KMK.012/2002. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara


(26)

mengamatkan bahwa laporan pertanggung jawaban APBN/APBD harus disusun oleh suatu komite standar yang independent dan ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

b. Proses Penyiapan SAP

Komite standar yang dibentuk oleh Menteri keuangan sampai dengan tahun pertengahan tahun 2004 telah menghasilkan draf Standar Akuntasi Pemerintahan yang terdiri dari kerangka konseptual dan 11 pernyataan standar, kesemuanya telah disusun melalui due process

Dalam pengantar SAP (2005:5) dijelaskan tahap–tahap penyiapan SAP sebagai berikut :

a) Identifikasi Topik untuk Dikembangkan menjadi Standar

Tahap ini merupakan proses pengidentifikasian topik–topik akuntasi dan pelaporan yang berkembang yang memerlukan pengaturan dalam bentuk pernyataan Standar Akuntasi Pemerintahan (SAP).

b) Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) di dalam KSAP

KSAP dapat membentuk pokja yang bertugas membahas topik– topik yang telah disetujui. Keanggotaan pokja ini berasal dari berbagai instansi yang kompeten di bidangnya.

c) Riset Terbatas oleh Kelompok Kerja

Untuk pembahasan suatu topik, pokja melakukan riset terbatas terhadap literatur–literatur, standar akuntasi yang berlaku di berbagai negara, praktik–praktik akuntasi yang sehat (best


(27)

practices), peraturan–peraturan, dan sumber–sumber lainnya yang

berkaitan dengan topik yang akan dibahas. d) Penulisan Draf SAP oleh Kelompok Kerja

Berdasarkan hasil riset terbatas dan acuan lainnya, Pokja menyusun draf SAP.

Draf yang telah selesai disusun selanjutnya di bahas oleh pokja secara mendalam.

e) Pembahasan Draf oleh Komite Kerja

Draf yang telah disusun oleh Pokja tersebut dibahas oleh anggota Komite Kerja. Pembahasan II lebih diutamakan pada substansi dan implikasi penerapan standar. Dengan pendekatan ini diharapkan draf tersebut menjadi standar akuntasi yang berkualitas. Dalam pembahasan ini tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan– perubahan dari draf awal yang diusulkan oleh pokja. Pada tahap ini, Komite Konsultatif untuk pengambilan keputusan peluncuran draf publikasian SAP.

f) Pengambilan Keputusan Draf untuk Dipublikasikan

Komite kerja berkonsultasi dengan Komite Konsultatif untuk pengambilan keputusan peluncuran draf publikasian SAP.

g) Peluncuran Draf publikasian SAP (Exposure Draft)

KSAP melakukan peluncuran draf SAP dengan mengirimkan draf SAP kepada stakeholders, antara lain masyarakat, Legislatif,


(28)

lembaga pemeriksa, dan instansi terkait lainnya untuk memperoleh tanggapan.

h) Dengan pendapatan terbatas (Limited Hearing) dan dengar pendapatan publik (public Hearings)

Dengan pendapatan dilakukan dua tahap, yaitu dengan pendapat terbatas dan dengan pendapat publik. Dengan pendapat terbatas dilakukan dengan mengundang pihak–pihak dari kalangan akademis, praktisi, pemerhati akuntasi pemerintahan untuk memperoleh tanggapan/masukan dalam rangka penyempurnaan draf publikasian

i) Pembahasan Tanggapan dan Masukan Terhadap Draf Publikasian KSAP melakukan pembahasan atas tanggapan / masukan yang diperoleh dari dengar pendapat terbatas, dengar pendapat publik dan masukan lainnya dari berbagai pihak untuk menyempurnakan draf publikasian.

j) Finalisasi Standar

Dalam rangka finalisasi draf SAP, KSAP memperhatikan pertimbangan dari BPK. Disamping itu, tahap ini merupakan tahap akhir penyempurnaan subtansi, konsistensi, koherensi maupun bahasa. Finalisasi setiap PSAP oleh seluruh anggota KSAP.

c. Penetapan Standar

Proses penetapan PP. SAP berjalan dengan koordinasi antara Sekretariat Negara, Departemen keuangan, dan Departemen Hukum dan


(29)

HAM, serta pihak terkait lainnya hingga penandatanganan peraturan Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntasi Pemerintahan oleh presiden pada tanggal 13 Juni 2005.

d. Sosialisasi Awal SAP

KSAP melakukan sosialisasi awal standar kepada para pengguna. Bentuk sosialisasi awal yang dilakukan berupa seminar/diskusi dengan para pengguna, program pendidikan professional berkelanjutan, training of

trainers (TOT), dan lain–lain. 3. Komponen pernyataan SAP

Berdasarkan peraturan pemerintah No 24 Tentang Standar Akuntasi Pemerintahan memuat sebelas pernyataan, yaitu :

a. Penyajian Laporan Keuangan

Tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur penyajian laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) dalam rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik terhadap anggaran, antar periode, maupun antar entitas. Laporan keuangan, pedoman struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimum isi laporan keuangan. Laporan keuangan disusun dengan menerapkan basis akrual untuk pengukuran pos–pos pendapatan, belanja dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengukuran pos–pos asset, kewajiban dan akuitas dana. Pengukuran dan pengungkapan transaksi–transaksi spesifik dan peristiwa–peristiwa yang lain, diatur dalam standar akuntasi pemerintahan lainnya.


(30)

b. Laporan Realisasi Anggaran

Tujuan pernyataan standar ini adalah menetapkan dasar–dasar penyajian Laporan Realisasi Anggaran untuk pemerintah dalam rangka memenuhi tujuan akuntabilitas sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundang–undangan. Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah memberikan informasi tentang realisasi dan anggaran entitas pelaporan secara tersanding. Penyandingan antara anggaran dan realisasinya menunjukan tingkat ketercapaian target–target yang telah disepakati antara legislatif dan eksekutif sesuai dengan peraturan perundang– undangan.

c. Laporan Arus Kas

Tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur penyajian laporan arus kas yang memberikan informasi historis mengenai perubahan kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi asset non keuangan, pembiayaan dan non anggaran selama satu periode akuntasi. Tujuan pelaporan arus kas adalah memberikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu periode akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. Informasi ini disajikan untuk pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan.


(31)

d. Catatan Atas Laporan Keuangan

Tujuan pernyataan standar ini mengatur penyajian dan penangkapan yang diperlukan pada catatan pertanggungjawaban atas laporan keuangan.

e. Akuntansi Persediaan

Tujuan pernyataan standar ini adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk persediaan dan informasi lainnya yang dianggap perlu disajikan dalam laporan keuangan.

f. Akuntansi Investasi

Tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur perlakuan akuntansi untuk investasi dan penangkapan informasi penting lainnya yang harus disajikan dalam laporan keuangan.

g. Akuntansi Asset Tetap

Tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur perlakuan akuntansi untuk asset tetap. Masalah utama akuntansi untuk asset tetap adalah saat pengakuan asset, penentuan nilai tercatat (crrying value) asset tetap. Pernyataan standar ini memenuhi defenisi dan kriteria pengakuan suatu asset dalam kerangka konseptual akuntansi pemerintahan.

h. Akuntansi konstruksi dalam pengerjaan

Tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur perlakuan akuntansi untuk konstruksi dalam pengerjaan dengan metode nilai historis. Masalah utama akuntansi untuk konstruksi dalam pengerjaan adalah


(32)

jumlah biaya yang diakui sebagai asset yang harus dicatat sampai dengan konstruksi tersebut selesai dikerjakan.

Pernyataan standar ini memberikan panduan untuk

1) Identifikasi pekerjaan yang dapat diklasifikasikan sebagai konstruksi dalam pengerjaan

2) Penetapan besarnya biaya yang dikapitalisasi dan disajikan di neraca

3) Penetapan basis pengakuan dan pengungkapan biaya konstruksi i. Akuntansi Kewajiban

Tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur perlakuan akuntansi kewajiban meliputi saat pengakuan, penentuan nilai tercatat, amortisasi dan biaya pinjaman yang dibebankan terhadap kewajiban tersebut. j. Koreksi kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi dan peristiwa luar

biasa tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur perlakuan akuntansi atas koreksi kesalahan, perubahan, kebijakan akuntansi dan peristiwa luar biasa.

k. Laporan Keuangan Konsolidasi

Tujuan pernyataan standar ini adalah untuk mengatur penyusunan laporan keuangan konsolidasi pada unit-unit pemerintahan dalam rangka laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose

financial statement). Demi meningkatkan kualitas dan kelengkapan

laporan keuangan dimaksud. Dalam standar ini, yang dimaksud dengan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan termasuk


(33)

lembaga legislatif sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang–undangan.

B. Pendidikan dan Pelatihan

Sumber daya manusia yang ada didalam suatu organisasi perlu pengembangan sampai pada taraf tertentu sesuai dengan perkembangan organisasi. Apabila organisasi ingin berkembang seyogyanya diikuti oleh pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan sumber daya manusia ini dapat dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan atau dapat disebut peningkatan human capital (Estiningsih, 2008)

Pendidikan dan pelatihan merupakan upaya untuk pengembangan SDM, terutama untuk pengembangan kemampuan intelektual dan kepribadian. Pendidikan pada umumnya berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga yang digunakan oleh suatu organisasi, sedangkan pelatihan lebih berkaitan dengan peningkatan kemampuan atau keterampilan pekerja yang sudah menduduki suatu jabatan atau tugas tertentu.

Tjiptono dan Diana (1995) mengemukakan alasan–alasan atau faktor– faktor penyebab kebutuhan pendidikan dan pelatihan :

a. Kualitas angkatan kerja yang ada

Perhatian terhadap angkatan kerja di sini adalah orang-orang yang berharap (calon) menjadi Pegawai Negeri Sipil. Tugas– tugas/pekerjaan–pekerjaan baru yang menjadi beban bagi aparat/birokrasi pemerintah akan dipenuhi oleh angkatan kerja tersebut. Oleh karenanya, kualitas angkatan kerja merupakan hal yang


(34)

penting. Kualitas angkatan kerja kesiapsediaan dan potensi yang dimilikinya.

b. Persaingan global

Semua organisasi, baik sektor privat maupun sektor publik, pada saat ini harus menyadari bahwa mereka tengah menghadapi era baru, globalisasi. Dalam konteks suatu bangsa, pada era ini dimana persaingan yang begitu ketat akan menjadi kendala bagi kemajuan atau bahkan menemui kehancurannya. Agar dapat mampu bersaing dan memenangkan persaingan itu, suatu bangsa harus mempersiapkan diri di semua sektor. Satu hal penting yang menjadi senjata paling ampuh dalam mengantisipasi kecenderungan itu adalah sumber daya manusia (SDM) yang unggul. Disini peran pendidikan dan pelatihan sangat dibutuhkan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki.

c. Perubahan yang cepat dan terus menerus

Perubahan yang berlangsung dalam lingkungan organisasi (birokrasi) pada saat ini begitu cepat dan dinamis. Pengetahuan dan keterampilan sebagai sarana pendukung kinerja organisasi telah berkembang terus– menerus tanpa ada yang dapat menghalangi. Dalam lingkungan seperti ini sangat memperbaharui kemampuan pegawai secara konstan. Organisasi yang tidak memahami perlunya pendidikan dan pelatihan tidak akan mungkin dapat mengikuti perubahan tersebut.


(35)

d. Masalah–masalah alih teknologi

Alih teknologi adalah perpindahan atau transfer teknologi dari satu objek ke objek yang lain. Ada dua tahap dalam proses alih teknologi. Tahap pertama, komersialisasi teknologi baru yang dikembagkan di laboratorium riset atau penemu individu. Tahap ini merupakan perkembangan bisnis dan tidak melibatkan pendidikan dan pelatihan. Tahap kedua, difusi teknologi, dimana terjadi proses pemindahan teknologi yang baru dikomersialkan ke dunia kerja untuk meningkatkan produktivitas, kualitas dan daya saing. Difusi teknologi memerlukan pendidikan dan pelatihan.

e. Perubahan keadaan demografi

Perubahan keadaan demografi menyebabkan pendidikan dan pelatihan menjadi semakin penting dewasa ini. Kerjasama ini akan menjadi penghalang bila keadaan ini tidak tertanggulangi dalam pelaksaan tugas organisasi. Oleh karena itu, pendidikan dan pelatihan dibutuhkan untuk melatih karyawan yang berbeda latar belakangnya agar dapat bekerjasama secara harmonis. Untuk mengatasi perbedaan budaya, sosial dan jenis kelamin dibutuhkan pendidikan dan pelatihan, komitmen dan perhatian.

Estiningsih (2008) menyatakan bahwa untuk pendidikan dan pelatihan ini, langkah awalnya perlu dilakukan analisis kebutuhan atau need assessment, yang menyangkut tiga aspek, yaitu :


(36)

a. Analisis organisasi, untuk menjawab pertanyaan : ‘’bagaimana organisasi melakukan pelatihan bagi pekerjanya’’,

b. Analisis pekerjaan, dengan pertanyaan : ‘’Apa yang harus diajarkan atau dilatihkan agar pekerja mampu melaksanakan tugas atau pekerjaanya’’dan,

c. Analisis pribadi, menekankan ‘’Siapa membutuhkan pendidikan dan pelatihan apa’’. Hasil analisis ketiga aspek tersebut dapat memberikan gambaran tingkat kemampuan atau kinerja pegawai yang ada di organisasi tersebut.

1. Pengertian Pendidikan

Ada beberapa yang dapat digunakan mendefinisikan pelatihan (training), diantaranya adalah :

a. Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Mahyuddin (2005), ‘’pendidikan adalah proses penguasaan sikap dan tata kelakuan seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan atau proses perbuatan cara mendidik’’

b. Menurut Notoadmodjo (1992), ‘’pendidikan di dalam suatu organisasi adalah suatu proses pengembangan kemampuan kearah yang diinginkan oleh organisasi yang bersangkutan’’.

c. Menurut Undang–Undang Sistem Pendidikan Nasional dalam Kurnia (2005), ‘’pendidikan adalah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta


(37)

didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang’’.

d. Menurut Miarso dalam Maydina (2007), ‘’pendidikan adalah pembentukan sikap, pengusaan keterampilan, dan perolehan pengetahuan sebelum memasuki dunia kerja’’.

2. Pengertian Pelatihan

Peningkatan SDM melalui pelatihan (training) sangat penting untuk meningkatkan serta mempertahankan profesionalisme para pegawai (Roesyanto, 2005:13). Dalam jangka pendek pelatihan merupakan suatu cara yang cukup strategis dalam membantu upaya peningkatan SDM suatu organisasi baik di pabrik maupun dikantor. Program pelatihan yang direncanakan dan kesinambungan dapat mendorong para pegawai untuk meningkatakan serta mempertahankan profesionalismenya, dan pada akhirnya akan berdampak pada kinerja mereka dan pada akhirnya akan dapat peningkatan dan performa pegawai. Untuk lebih memahami pengertian dari pelatihan maka terdapat beberapa pengertian yang dapat digunakan mendefinisikan pelatihan (training), diantaranya adalah :

a. Menurut Ruky (2001) dalam Estiningsih (2008), “pelatihan adalah suatu untuk meningkatkan atau memperbaiki kinerja karyawan dalam pekerjaanya sekarang dan dalam pekerjaan lain yang terkait dengan yang sekarang dijabatnya, baik secara individu maupun sebagai bagian dari sebuah team kerja’’.


(38)

b. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), ‘’pelatihan adalah proses melatih; kegiatan atau pekerjaan’’.

c. Menurut Cross dalam Maydina (2007), ‘’pelatihan (training) diukur dari apa yang dapat kamu lakukan setelah kamu menyelesaikan masa pelatihan itu. Training adalah melakukan. Training meningkatkan

performance’’.

d. Menurut Jacius dalam Estiningsih (2008),’’ Training adalah setiap proses dalam mengembangkan bakat, keterampilan dan kemampuan pegawai agar dapat menyelesaikan pekerjan–pekerjaan tertentu’’. e. Menurut Notoadmodjo (1992), ‘’pelatihan merupakan bagian dari

suatu proses pendidikan, yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan khusus seseorang atau kelompok orang‘’.

f. Menurut Otto dan Glasser dalam Martoyo (1992),’’ pelatihan

(training) adalah usaha-usaha peningkatan pengetahuan maupun

keterampilan pegawai, sehingga didalamnya sudah menyangkut pengertian pendidikan (education)’’.

g. Menurut Sikula (1976) dalam Muhandar (1978), ‘’Training adalah proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir, dimana tenaga kerja non- manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan–tujuan tertentu’’.


(39)

h. Menurut Westerman dan Donoghue (1992), ‘’pelatihan sebagai pengembangan secara sistimatis pola sikap/pengetahuan/keahlian yang diperlukan oleh seseorang untuk melaksanakan tugas atau pekerjaannya secara memadai’’.

i. Menurut Miarso dalam Maydina (2007),’’pelatihan adalah peningkatan kemampuan secara khusus dalam suatu lingkungan kerja’’.

Selain pengertian dari masing–masing bagian, terdapat beberapa pengertian dari beberapa ahli mengenai pendidikan dan pelatihan secara bersama– sama atau disebut dengan diklat, yaitu :

a. Menurut Campbell, Dunnette, Lawler and Weick (1970) dalam Waxley dan Yukl (1976). ‘’Developing focuses more on improving the

decision–making and human relations skills of middle and upper level management, while training involves lower level employees and presentation of a more factual and narrow subyect matter’’.

b. Menurut Notoatmodjo (1992), ‘’Pendidikan dan pelatihan adalah merupakan upaya untuk pengembangan sumber daya manusia, terutama untuk pengembangan aspek kemampuan intelektual dan kepribadian manusia’’.

c. Menurut peraturan pemerintah No.101/2000, “Pendidikan dan pelatihan jabatan pegawai negeri sipil adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan pegawai negeri sipil’’.


(40)

d. Menurut Wexley dan Yukl (1976).’’ Training and development are

terms referring to planed efforts designedte facilitate the acquisition of relevant skills, knowledge, and attitudes by or organizational members’’.

Martoyo (1992) menyatakan bahwa meskipun ada perbedaan–perbedaan antara pengertian pendidikan dengan pelatihan, namun perlu disadari bersama bahwa baik latihan (training) maupun pengembangan/pendidikan (development), kedua–duanya menekankan peningkatan keterampilan ataupun kemampuan dalam

human relation.

3. Jenis – jenis Pendidikan dan pelatihan

Jenis–jenis pendidikan dan pelatihan sebagaimana terungkap dalam Peraturan Pemerintah No.101/2000 :

a. Diklat prajabatan

Diklat prajabatan adalah diklat yang dilaksanakan sebagai syarat pengangkatan calon PNS menjadi PNS. Diklat prajabatan dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan dalam rangka pembentukan wawasan kebangsaan, kepribadian, dan etika PNS, di samping pengetahuan dasar tentang sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara, bidang tugas, dan budaya organisasi agar mampu melaksanakan tugas dan perannya sebagai pelayanan masyarakat. Diklat prajabatan terdiri atas : 1) Diklat prajabatan golongan I untuk menjadi PNS golongan I; 2) Diklat prajabatan golongan II untuk menjadi PNS golongan II 3) Diklat prajabatan golongan III untuk menjadi PNS golongan III.


(41)

b. Diklat dalam jabatan

Diklat dalam jabatan adalah diklat yang dilaksanakan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap PNS agar dapat melaksanakan tugas–tugas pemerintahan dan pembangunan dengan sebaik–baiknya. Diklat dalam jabatan terdiri atas :

1) Diklat kepemimpinan (Diklatpim), yaitu diklat yang dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi kepemimpinan aparatur pemerintah yang sesuai dengan jenjang jabatan struktural. Diklatpim terdiri atas :

a) Diklatpim tingkat IV. yaitu diklatpim untuk jabatan struktural eselon IV;

b) Diklatpim tingkat III. yaitu diklatpim untuk jabatan struktural eselon III;

c) Dilatpim tingkat II, yaitu diklatpim untuk jabatan struktual eselon II; dan

d) Diklatpim tingkat I, yaitu diklatpim untuk jabatan struktural eselon I.

2) Diklat fungsional, yaitu diklat yang dilaksanakan untuk mencapai persyaratan Kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang jabatan fungsional masing–masing

3) Diklat teknis, yaitu diklat yang dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas PNS. Kedua diklat tersebut (fungsional dan teknis) untuk


(42)

masing–masing jabatan ditetapkan oleh instansi Pembina jabatan fungsional dan instansi teknis yang bersangkutan.

4. Tahap–tahap pendidikan dan pelatihan

Dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan program pendidikan dan pelatihan PNS, maka salah satu prasyarat yang perlu dipedomani adalah melakukan prinsip–prinsip pendidikan dan pelatihan dengan senantiasa menerapkan pendekatan sistem melalui penerapan manajemen diklat yang efektif dan efisien (Najamudin, 2004), Menurut Najamudin (2004) terdapat 4 tahap dalam pendidikan dan pelatihan, yaitu perencanaan, pengorganisasian, penyelenggaraan, monitoring dan evaluasi.

a. Perencanaan

Sebagai tahap awal dan dalam perencanaan pendidikan dan pelatihan adalah melakukan analisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan (training needs

assessment) dengan mengidentifikasi dan mengukur adanya kesenjangan

kemampuan yang seharusnya dikuasai aparatur dalam melaksanakan tugas– tugasnya. Dengan Training Needs Assesment dapat diketahui jenis pendidikan dan pelatihan apa yang sesungguhnya sangat dibutuhkan yang sesuai dengan kebutuhan daerah dan merupakan tuntutan tugas pokok dan fungsi tanggung jawab birokrasi di daerah (Revida, 2007)

Dessler (1995) membagi dua teknik utama dalam menentukan kebutuhan pendidikan dan pelatihan, yaitu analisis tugas dan analisis prestasi.


(43)

1) Analisis tugas merupakan suatu studi pekerjaan yang terperinci untuk menentukan jenis keterampilan khusus yang diperlukan pegawai,

2) Analisis prestasi adalah upaya memverifikasi fakta adanya kemunduran itu harus diatasi melalui pendidikan dan pelatihan atau dengan cara lain, misalnya mengganti perangkat/peralatan atau memindahkan pegawai yang bersangkutan.

b. Pengorganisasian

Hasil dari analisis kebutuhan diklat tersebut selanjutnya menjadi acuan dalam menyusun desain program pendidikan dan pelatihan mulai dari penetapan tujuan pelatihan, penetapan kurikulum/silabi, penetapan metode, penetapan peserta dan tenaga pengajar, strategi, evaluasi, maupun sarana dan prasarana yang diperlukan.

c. Penyelenggaraan

Setelah selesainya penyusunan desain program pendidikan dan pelatihan, maka program pendidikan dan pelatihan dapat diselenggarakan. Dengan demikian dapat diharapkan program pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan benar–benar merupakan proses transformasi untuk membentuk aparatur menjadi professional, memiliki pengetahuan, sikap atau nilai etika pemerintahan yang baik (good governance) dan keahlian yang diperlukan dalam meningkatkan kualitas kinerja pelayanan publik.


(44)

d. Monitoring dan evaluasi

Kegiatan evaluasi terhadap hasil sebuah program pendidikan dan pelatihan menjadi penting untuk dilakukan sehingga dapat diketahui apakah tujuan sebuah program diklat yang telah dilaksanakan tercapai atau tidak. Hasil evaluasi tersebut selanjutnya dapat menjadi umpan balik dalam penyusunan rencana program pendidikan dan pelatihan selanjutnya.

5. Metode pelaksana program dan pelatihan

Estiningsih (2008) menyatakan ada dua strategi pendidikan / pelatihan yang dapat dilakukan organisasi, yaitu metode di luar pekerjaan (off the job side) dan metode di dalam pekerjaan (on the job side)

a. Metode di luar pekerjaan (off the jon side)

Pada metode ini pegawai yang mengikuti pendidikan atau pelatihan keluar Sementara dari pekerjaannya, mengikuti pendidikan dan pelatihan secara intensif, metode ini terdiri dari 2 teknik, yaitu :

1) Teknik presentasi imformasi, yaitu menyampaikan informasi yang tujuannya mengintroduksikan pengetahuan, sikap dan keterampilan baru kepada peserta. Teknik ini dapat dilakukan melalui ceramah biasa, teknik diskusi, teknik pemodelan perilaku (behavioral

modeling), metode kelompok T, yaitu mengirim pekerja ke

organisasi yang lebih maju untuk dipelajari teori dan mempraktikkannya.

2) Teknik simulasi, simulasi adalah meniru perilaku tertentu sedemikian rupa sehingga peserta pendidikan dan latihan


(45)

merealisasikan seperti keadaan sebenarnya, Teknik ini seperti : simulator alat 0 alat kesehatan, studi kasus (case study), permainan

peran (role playing), dan teknik dalam keranjang (in basket), yaitu

dengan cara memberikan bermacam–macam masalah dan peserta diminta untuk memecahkan masalah tersebut sesuai dengan teori dan pengalamanya.

b. Metode di dalam pekerjaan (on the jon side)

Pelatihan ini berbentuk penguasa pekerja baru, yang dibimbing oleh pegawai yang berpengalaman atau senior (Wilson, 1983 ; Sloane dan Witney, 1988). Pekerja yang senior yang bertugas membimbing pekerja baru diharapkan memperlihatkan contoh–contoh pekerjaan yang baik, dan memperlihatkan penanganan suatu pekerjaan yang jelas.

Selain kedua metode di atas, Estiningsih (2008) menyatakan bahwa terdapat beberapa metode lain yang dapat dilakukan dalam organisasi, sesuai dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan, organisasi langsung di tempat kerja, yaitu belajar sendiri (self- learning), tutorial, studi kasus, gugus kendali mutu.

a. Self – Learning ( belajar sendiri )

Belajar secara mandiri merupakan suatu pembelajaran melalui

modul, yaitu materi yang berisi langkah–langkah proses belajar yang

sistematis, Modul disusun sedemikian rupa, sehingga peserta atau pembaca modul dapat dengan mudah dituntut untuk mempelajarinya langkah demi langkah. Peserta harus mengikuti langkah–langkah atau


(46)

tahapan yang ada dalam modul tersebut. Dalam menggunakan modul, diperlukan adanya narasumber atau instruktur yang dapat memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta, setelah mengikuti pembelajaran melalui modul, biasanya diikuti dengan lembar evaluasi, untuk menilai seberapa jauh para peserta dapat memahami isi modul tersebut.

Kelebihan dari cara pembelajaran ini adalah menjamin kemampuan belajar tiap peserta, dapat menjangkau banyak peserta serta dengan cepat dapat dapat menilai kecakapannya.

Sedangkan kelemahannya, memerlukan banyak waktu dalam menyusul modul biaya pembuatan moduk tinggi. Dalam hal ini diperlukan motivasi yang kuat dari peserta untuk belajar.

b. Tutorial

Tutorial adalah suatu metode dalam proses pembelajaran dengan cara memberikan tugas pada suatu kelompok dengan topik tertentu yang kemudian didiskusikan dalam kelompok tersebut. Tujuan dari cara ini adalah memantapkan pemahaman peserta terhadap materi. Untuk tercapainya tujuan tersebut diperlukan referensi atau buku–buku dan waktu yang cukup untuk pembahasan, tutor/nara sumber, dalam sistem ini peserta berinteraksi melalui diskusi ilmiah berdasarkan referensi yang tersedia dan hasilnya disusun dalam suatu makalah untuk kemudian dipresentasikan. Kelebihan metode ini adalah analisis suatu topik dibahas secara mendalam, sehingga menjamin dasar ilmiahnya dan terjadinya interaksi dalam kelompok.


(47)

c. Studi Kasus

Studi kasus adalah suatu metode pembelajaran dengan mengajak peserta menganalisis masalah dan memilih alternatif–alternatif pemecahan masalah. Metode ini bertujuan untuk membantu peserta mengembangkan daya intelektualnya dan keterampilan berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan, dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah, kasus yang dibahas harus memberikan pengalaman yang realistik, aktual, praktis, dan mempunyai keterkaitan dengan ruang lingkup pekerjaannya. Pemilihan kasus perlu mempertimbangkan latar belakang pendidikan peserta, penggunaan metode ini didahului dengan penjelasan mengenai prinsip–prinsip pendekatan dan pemecahan masalah, sehingga peserta dapat mengembangkan kemampuannya untuk menganalisis suatu permasalahan.

d. Gugus kendali Mutu

Gugus Kendali Mutu merupakan proses perbaikan kinerja staf secara terus–menerus, melalui suatu wadah yang melibatkan staf pada tingkat pelaksana dalam kelompok kecil (3 – 8 orang) dan berada dalam satu lingkup kerja yang sama. Tujuan dari gugus kendali mutu ini adalah untuk menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan semua staf berperan serta dalam memecahkan masalah di tempat kerjanya, guna meningkatkan mutu dan produktifitas kerja.


(48)

C. Latar Belakang Pendidikan

Menurut Badan pemeriksa keuangan (BPK) (2006) dalam TOR (2008), ‘’jumlah SDM Aparatur yang berlatar belakang akuntasi pada satuan kerja pengelola keuangan baik di pusat maupun daerah, jumlahnya sangat terbatas’’. Kondisi tersebut berdampak pada ketidakuratan proses pencatatan, keterbatasan dalam penyajian laporan, dan penerapan sistem akuntasi yang benar (BPK) (2006) dalam TOR (2008),

Menurut Nasution (2007) dalam Antara (2007),’’Kualitas sumber daya manusia dalam menyusun laporan keuangan masih terbatas karena sebagian besar sumber daya manusia saat ini masih memiliki latar belakang pendidikan di luar akuntansi’’.

D. Tinjauan Peneliti Terdahulu

Penelitian mengenai faktor–faktor yang menghambat penerapan SAP secara bersama–sama belum pernah dilakukan. Namun, peneliti mengenai pengaruh pemahaman terhadap SAP, pendidikan dan pelatihan, latar belakang pendidikan secara parsial pernah dilakukan.

Penelitian yang dilakukan oleh Enho (2008) pada pemerintah Kota Medan menunjukkan bahwa pemahaman SAP, pendidikan dan pelatihan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan serta memiliki hubungan yang negatif, serta latar belakang pendidikan mempunyai hubungan positif namun tidak mempunyai pengaruh yang signifisikan terhadap penyusunan laporan keuangan.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah variabel independent yaitu pemahaman SAP, pendidikan dan pelatihan, serta latar belakang pendidikan


(49)

memberikan hasil yang signifikan dengan objek penelitian Pemerintah Kota Binjai. Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis regresi berganda linier dengan variabel independent dan satu variabel dependen.

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti (Tahun Penelitian) Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian

1 Indah (2008) Pengaruh semester daya manusia dan perangkat pendukungnya terhadap keberhasilan penerapan peraturan pemerintah No. 24 Tahun 2005 pada pemerintah kota medan Independent variabel sumber daya dan perangkat pendukung dependen variable keberhasilan penerapan pemerintah No. 24 Tahun 2005

Sumber daya dan perangkat pendukung dependen variable keberhasilan penerapan pemerintah No. 24 Tahun 2005

2 Yohannes (2008) Pengaruh Pengalaman SAP Pendidikan Independent variabel pemahaman SAP Pemahaman Sap Pendidikan Dan Pelatihan Serta


(50)

Dan Pelatihan Serta Latar Belakang Pendidikan Dalam Penyusunan Laporan Keuangan Daerah Pada Pemerintah Kota Medan pendidikan dan pelatihan serta latar belakang pendidikan dependen variabel penyusunan laporan keuangan Latar Belakang Pendidikan Variabel Penyusunan Laporan Keuangan

3 Junita P. Rajana Hrp Pengaruh Pemahaman SAP, Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Penyusunan Laporan Keuangan SKPD Kota Pematang Siantar Independent variabel Pengaruh Pemahaman SAP, Pendidikan dan Pelatihan dependen Penyusunan Laporan Keuangan SKPD Kota Pematang Siantar Pengaruh Pemahaman SAP, Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Penyusunan Laporan Keuangan SKPD Kota Pematang Siantar


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan dikembangkan suatu pengetahuan sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang bisnis (Sugiyono, 2007:4)

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian assosiatif kausal yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2007 : 11). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala penerapan standar akuntasi pemerintahan sebagai variabel dependen.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dapat diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2007:72).

Sampel dapat diartikan sebagai bagian dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2007 : 73).

Penelitian ini akan dilakukan di Kota Binjai, dimana yang menjadi populasi penelitian adalah kepala SKPD dan staf PPK SKPD yang terlibat dalam


(52)

proses penyusunan laporan keuangan daerah pada pemerintah Kota Binjai. Jumlah populasi penelitian ini yaitu sebanyak 36 SKPD. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel secara sampling jenuh atau sensus. Samping jenuh atau sensus adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2007 : 78). Berdasarkan pengertian di atas, maka semua populasi penelitian dijadikan sampel dalam penelitian ini.

C. Definisi Operasional dan Pengakuan Variabel Tabel 3.1.

Definisi Operasional dan Pengakuan Variabel Variabel Penelitian Definisi Operasional Pengukuran Variabel Skala Penelitian Idenpenden Variabel Penyusunan laporan Keuangan daerah Penyusunan Laporan Keuangan Daerah adalah melaporkan upaya – upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan

terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan dalam suatu

Laporan Keuangan

Penyusunan laporan

Keuangan daerah diukur berdasarkan kemampuan kepala SKPD dan staf SKPD dalam memahami dan mengetahui partisipasi dan tanggung

jawabnya dalam penyusunan Laporan keuangan. Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur

sikap dengan mengatakan setuju atau tidak setuju terhadap pertanyaan yang diajukan dengan skor 5 (SS=sangat setuju), skor 4 (S=setuju), skor 3 (TT=tidak tahu), skor 2 (TS= tidak setuju), dan skor 1 (STS = sangat tidak Setuju)


(53)

Independen Variabel Pemahaman terhadap SAP Pendidikan dan pelatihan Pemahaman terhadap SAP adalah yaitu pemahaman atas standar akuntasi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. Laporan keuangan pemerintah. Laporan keuangan daerah menurut SAP terdiri atas Laporan

Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, serta

Catatan atas Laporan keuangan.

Lingkup Keuangan. Pemahaman SAP juga terkait dengan

pemahaman atas lingkup SAP serta 11 pernyataan dalam SAP

Latar belakang pendidikan adalah tingkatan pendidikan yang ditempuh oleh perangkat kerja daerah terkait dengan Penyusunan Laporan Keuangan Daerah. Pemahaman terhadap SAP diukur berdasarkan kemampuan kepala SKPD dan staf SKPD dalam memahami SAP untuk menyusun laporan keuangan daerah. Variabel ini diukur dengan sekala likert yaitu mengukur sikap dengan

mengatakan setuju terhadap pertanyaan yang diajukan dengan skor 5 (SS=sangat setuju), skor 4 (S=setuju), skor 3 (TT=tidak tahu), skor 2 (TS= tidak setuju), dan skor 1 (STS = sangat tidak Setuju)

Pendidikan dan pelatihan diukur berdasarkan seberapa sering perangkat kerja mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam penyusunan laporan keuangan daerah. Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan mengatakan setuju atau tidak setuju terhadap pertanyaan yang diajukan dengan skor 5 5 (SS=sangat setuju), skor 4

Interval


(54)

Latar Belakang Pendidikan Latar belakang pendidikan adalah tingkatan pendidikan yang ditempuh oleh perangkat kerja daerah terkait dengan penyusunan laporan keuangan daerah.

(S=setuju), skor 3 (TT=tidak tahu), skor 2 (TS= tidak setuju), dan skor 1 (STS = sangat tidak Setuju)

Latar belakang pendidikan diukur berdasarkan tingkat pendidikan yang ditempuh oleh

perangkat kerja daerah terkait dengan

tugasnya dalam menyusun laporan keuangan daerah. Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan mengatakan setuju atau tidak setuju terhadap pertanyaan yang diajukan dengan skor 5 5 (SS=sangat setuju), skor 4 (S=setuju), skor 3 (TT=tidak tahu), skor 2 (TS= tidak setuju), dan skor 1 (STS = sangat tidak Setuju)


(55)

D. Jenis dan Teknik pengumpulan Data 1. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan berupa data kualitatif yaitu :

a. Data primer, yaitu berupa data yang belum diolah yang diperoleh dari jawaban kuisioner yang telah diisi oleh kepala SKPD dan staf SKPD yang terlibat dalam penyusunan Laporan Keuangan Daerah, dan hasil wawancara berupa tanya jawab langsung maupun diskusi dengan pihak– pihak yang terkait. Instrumen dalam kuesioner untuk pemahaman terhadap SAP, Pendidikan dan pelatihan, latar belakang pendidikan, serta penyusunan laporan keuangan daerah adalah kuensioner yang dirancang sendiri oleh peneliti yang mengikuti prinsip dalam penulisan angket, yaitu prinsip penulisan, pengukuran, dan penampilan fisik (Sekarang (1992) dalam Sugiyono (2007 : 135).

b. Data sekunder, yaitu berupa data yang telah diolah yang diperoleh dari perusahaan seperti sejarah ringkas struktur organisasi Pemerintah Kota Binjai.

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan melalui :

a. Teknik Dokumentasi, yakni dengan melakukan pengamatan secara tidak langsung terhadap obyek yang diteliti. Dalam hai ini peneliti melakukan penelitian terhadap data sekunder yang telah diperoleh dari Pemerintah Kota Binjai.


(56)

b. Studi survey, yakni metode pengumpulan data primer yang diperoleh langsung dari sumber asli. Dengan teknik yaitu :

1) Teknik pengumpulan data menggunakan instrument kuisioner. a) Kuesioner dikirim kepada semua anggota populasi,

b) Setelah 1 minggu, peneliti mengumpulkan kuisioner yang telah diisi responden,

c) Jika ada responden yang belum mengembalikan daftar pertanyaan tersebut, maka kepada mereka diberi waktu 1 minggu lagi,

d) Setelah batas waktu yang telah ditetapkan dan kuisioner telah dikembalikan oleh responden, maka peneliti akan mengolah data jika jumlah data yang terkumpul telah lebih dari 30; tetapi jika data belum mencukupi, maka akan dicoba lagi untuk mengirimkan kuisioner kepada responden yang belum mengembalikan kuisioner tersebut.

2) Teknik wawancara, yaitu peneliti melakukan serangkaian tanya jawab atau wawancara langsung dengan pihak–pihak yang terkait.

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan alat bantu program statistik.


(57)

E. Pengujian Kualitas Data 1. Pengujian Reliabilitas Data

Uji reliabilitas menurut Riyadi (2000) dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh hasil pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat pengukur yang sama.

Untuk melihat reliabilitas masing–masing instrument yang digunakan, maka peneliti menggunakan koefisien cronbach alpha. Suatu instrument dikatakan reliable jika memiliki nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,5 (Nunnaly, 1967)

2. Pengujian Validitas Data

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat validitas atau kesahihan suatu instrument, sebuah instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang ingin diukurnya (Ancok, 1998 : 120). Menurut Hakim (1999) dalam Widyastuti (2000), ‘’Faktor–faktor yang mengurangi validitas data antara lain ketidakpatuhan responden mengikuti petunjuk pengisian kuesioner dan tidak tepatnya formulasi alat pengukur yaitu bentuk dan isi kuesioner’’.

Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan alat bantu program statistik, dengan kriteria sebagai berikut :

a. Jika r hitung > r table maka butir pertanyaan tersebut valid.

b. Jika r hitung negative atau r hitung < r table, maka butir pertanyaan tersebut

tidak valid.


(58)

F. Pengujian Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi, maka diperlukan asumsi klasik yang meliputi pengujian : 1. Normalitas, 2 Multikolinearitas, dan 3. Heterokedastisitas

1. Uji Normalitas

Tujuan uji Normalitas adalah ingin mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal, yaitu distribusi data dengan bentuk lonceng (bell shaped). Data yang baik adalah data yang mempunyai pola seperti distribusi normal.

Pedoman pengambilan keputusan dengan uji Kolmogorov–Smirnov tentang data tersebut mendekati atau merupakan distribusi nomal dapat dilihat dari:

a. Nilai Sig. Atau signifikan atau probabilitas < 0,05, maka distribusi data adalah tidak normal.

b. Nilai Sig. Atau signifikan atau probabilitas >0,05, maka distribusi data adalah normal.

2. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah situasi adanya korelasi variabel–variabel independent antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini kita sebut variabel–variabel bebas ini yang memiliki nilai korelasi diantara sesamanya sama dengan nol.

Jika terjadi korelasi sempurna diantara sesama variabel bebas, naka konsekuensinya adalah :


(59)

a. Koefisien–koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir.

b. Nilai standar error setiap koefisien regrasi menjadi tak terhingga.

Pengujian ini bermaksud untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independent. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat problem multikolinieritas. Ada dua cara yang dapat dilakukan jika terjadi multikolinieritas, yaitu :

a. Mengeluarkan salah satu variabel, misalnya variabel independent A dan B saling berkolerasi dengan kuat, maka bias dipilih A atau B yang

dikeluarkan dari model regresi.

b. Menggunakan metode lanjut seperti Regresi Bayesian atau Regresi Ridge. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor) dari model penelitian, jika nilai VIF diatas 2 (Hair, 1998 ; 99), maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi gejala multikolinearitas dalam model penelitian.

3. Uji Heterokedastisitas

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan kepengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan kepengamatan lainnya tetap, maka disebut Homodskedastitas. Dan jika varians berbeda, maka disebut heteroskedtitas. Deteksi ada tidaknya gejala heteroskedastisitas adalah dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot di sekitar nila X1, X2, X3, dan Y.


(60)

Jika ada pola tertentu, maka telah terjadi gejala heterokedastisitas. Uji asumsi klasik yang digunakan hanya terbatas pada ketiga uji di atas, sedangkan uji autokorelasi tidak digunakan. Hal ini dikarenakan uji autokorelasi yang bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t – 1 atau sebelumnya muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun yang berkaitan satu dengan lainnya. Maka uji autikorelasi ini sering ditemukan pada time series, sedangkan data yang dikumpulkan oleh penulis ada data crossection. Maka masalah autokoresi relative tidak terjadi.

G. Metode Analisis Data

Untuk menentukan hubungan yang berlaku antara pemahaman terhadap SAP, pendidikan dan pelatihan, serta latar belakang pendidikan yang berpengaruh terhadap penyusunan laporan keuangan daerah pada pemerintah Kota Binjai, maka analisis statisik yang digunakan adalah persamaan Regresi Linear Berganda. Model persamaannya adalah sebagai berikut :

Y = a = b1X1 + b2X2 + b3X3 = ∑

Dimana :

Y = Penyusunan laporan Keuangan daerah X1 = Pemahaman terhadap SAP

X2 = Pendidikan dan pelatihan


(61)

a = Konstanta

b1 = Koefisien regresi pemahaman terhadap SAP

b2 = Koefesien regresi pendidikan dan pelatihan

b3 = Koefesien regresi Latar Belakang

∑ = tingkat kesalahan pengganggu

H. Pengujian Hipotesis

1. Pengujian Signifikan Simultan (Uji – F)

Uji ini dasarnya menunjukan apakah semua variabel independent yang dimasukkan dalam model ini mempunyai pengaruh secara bersama–sama terhadap variabel dependen.

Bentuk pengujiannya :

Ho : b1 = b2 = 0, artinya variabel independent secara simultan tidak

berpengaruh terhadap variabel dependen.

Ha : b1, b2 ≠ 0, artinya semua variabel independent secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen.

Criteria pengambilan keputusan :

Jika probabilitas <0.10, maka Ha diterima

Jika probabilitas >0.10, maka Ha ditolak 2. Pengujian Simultan Parsial ( Uji – t )

Uji statistic t disebut sebagai uji signifikasi individual. Uji ini menunjukkan seberapa jauh pengaruh variabel independent secara parsial terhadap variabel dependen.


(62)

Bentuk pengujiaanya adalah :

Ho : b1 = 0, artinya suatu variabel independent secara parsial tidak

berpengaruh terhadap variabel dependen.

Ha : b1≠ 0, artinya variabel independent secara parsial berpengaruh terhadap

variabel dependen.

Kriteria pengambilan keputusan :

Jika probabilitas < 0.10, maka Ha diterima

Jika probabilitas > 0.10,maka Ha ditolak

3. Koefisien Determinan ( R2)

Pengujian koefesien determinan (R2) digunakan untuk mengukur proporsi atau persentase sumbangan variabel independent yang diteliti terhadap variasi naik turunnya variabel dependen (Ghozali, 2005 : 83). Selanjutnya, Ghozali (2005 : 83) menerangkan bahwa koefisien determinan berkisar antara nol sampai dengan satu (0 ≤ R2 ≤ 1). Hal ini berarti bila R2 = 0 menunjukan tidak adanya pengaruh antara variabel independent terhadap variabel dependen, bila R2 semakin besar mendekati 1 menunjukan semakin kuatnya pengaruh variabel independent terhadap variabel dependen dan bila R2 semakin kecil mendekati nol maka dapat dikatakan semakin kecilnya pengaruh variabel independent terhadap variabel dependen.

I. Jadwal dan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di Pemerintah Kota Binjai dengan alamat Jl. Jend. Sudirman No. 6 Binjai


(63)

BAB IV

ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Pemerintah Kota Binjai 1. Sejarah Ringkas Pemerintah Kota Binjai

Kota Binjai terletak antara 30 31’40’2’’lintang Utara dan 980 27’3’’-980 32’32’’ Bujur Timur dengan luas wilayah ± 9.023,62 Ha terbagi atas 5 (lima) kecamatan dan 37 (tiga puluh tujuh) kelurahan.

Secara umum topografi Kota Binjai adalah mendatar dari bergelombang, dengan ketinggian sekitar ± 28 meter di atas permukaan laut dengan rata–rata kemiringan 5 %.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 10 Tahun 1986, wilayah Kota Binjai berbatasan dengan :

1) Sebelah Utara dengan Kecamatan Binjai (Kabupaten Langkat) dan kecamatan Hamparan perak (Kabupaten Deli Serdang);

2) Sebelah Selatan dengan Kecamatan Sei Bingei (Kabupaten Langkat) dan Kecamatan Kutalimbaru (Kabupaten Deli Serdang)

3) Sebelah Barat dengan Kecamatan Selesai (Kabupaten Langkat)

Temperatur udara rata–rata 1 (satu) tahun adalah 23,30C s.d 31.40 C dengan Kelembapan antara 81 CH dan 83 CH dan curah hujan sebesar 2.195 mm/tahun.

Berdasarkan kondisi umum Kota Binjai terdapat beberapa hal yang dinilai strategis dapat dikembangkan dalam penyelenggaraan pembangunan kota di berbagai bidang meliputi :


(64)

1. Hidrologi

Ditengah Kota Binjai, mengalir 3 (tiga) buah sungai yaitu sungai Binjei, sungai Mencirim dan Sungai Bangkatan menyatu dengan sungai mencimin di kelurahan setia kecamatan Binjei Kota, sedangkan sungai Bingei dan

sungai Mencirim memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan galian C. Air Sungai Bingei dipakai sebagai bahan baku air PDAM

Tirtasari.

2. Kondisi Land Use Kota Binjai

Pola tata guna tanah dari tahun ke tahun terus mengalami perubahan, dalam hal ini penggunaan untuk permukiman terus bertambah sedangkan lahan sawah dan perkebunan cenderung semakin berkurang.

3. Posisi Regional dalam pembangunan.

Kota Binjai berada pada lintasan jalan Negara antara Banda Aceh dengan Kota Medan dan Daerah Wisata Bukit Lawang dan berada pada wilayah pembangunan Medan Metropolitan Area yang dikelilingi oleh perkebunan rakyat.

4. Demografi.

Berdasarkan hasil registrasi penduduk akhir Tahun 2009 penduduk kota Binjai berjumlah 257.105 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 2.849 jiwa per KM terdiri dari 127.621 jiwa laki–laki dan 129.484 jiwa perempuan.

Perkembangan penduduk Kota Binjai mengalami peningkatan dari Tahun ke tahun. Pada tahun 2008 penduduk Kota Binjai sebanyak 252.652 jiwa.


(65)

Walaupun jumlah penduduk meningkat, akan tetapi laju pertumbuhan penduduk menurun dari 1,74% di tahun 2008 menjadi 1,73% di tahun 2009.

Urusan Pemerintah Kota Binjai ditentukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintahan Daerah provinsi dan Pemerintahan Kabupaten / kota, yang kemudian ditetapkan dalam peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 20 Tahun 2008 tentang urusan pemerintahan yang menjadi kewenagan pemerintahan Daerah Kota Binjai.

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan Daerah Kota Binjai, terdiri dari :

- Urusan wajib sebanyak 26 urusan;dan - Urusan pilihan sebanyak 5 urusan. Urusan wajib yaitu :

1. pendidikan; 2. kesehatan;

3. lingkungan hidup; 4. pekerjaan umum; 5. penataan Ruang;

6. perencanaan pembangunan; 7. Perumahan;

8. Kepemudaan dan Olah Raga; 9. Penanaman Modal;


(66)

11.Kependudukan dan Catatan Sipil; 12.Ketenagakerjaan;

13.Ketahanan pangan;

14.Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; 15.Keluarga Berencana dan keluarga Sejahtera;

16.Perhubungan;

17.Komunitas dan informatika; 18.Pertahanan;

19.Kesatuan Bangsa dan Politik dalam Negeri;

20.Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, perangkat Daerah. Kepegawaian dan Persandian;

21.Pemberdayaan Masyarakat; 22.Sosial;

23.Kebudayaan; 24.Statistik; 25.Kearsipan;dan 26.Perpustakaan Urusan pilihan yaitu ;

1. Perikanan; 2. Pertanian; 3. Pariwisata; 4. Industri; 5. Perdagangan;


(67)

Urusan pemerintahan lainnya meliputi urusan pemerintahan yang diluar yang diselenggarakan oleh pemerintahan daerah sepanjang menjadi kewenangan daerah. Urusan pemerintahan tersebut di atas tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari peraturan Daerah tersebut di bawah ini :

1. Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 17 tahun 2007 tentang Organisasi Sekretariat Daerah Kota Binjai, Sekretariat Dewan perwakilan Rakyat Daerah Kota Binjai dan staf Ahli Walikota Binjai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 4 Tahun 2009 tentang Organisasi Sekretariat Daerah Kota Binjai, Sekretariat Dewan perwakilan Rakyat Daerah Kota Binjai dan staf Ahli Walikota Binjai.

2. Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 18 Tahun 2007 tentang Dinas– Dinas Daerah Pemerintahan Kota Binjai.

3. Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 19 Tahun 2007 tentang Organisasi Lembaga Teknis Daerah pemerintah Kota Binjai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2007 tentang Organisasi Lembaga Teknis Daerah Pemerintah Kota Binjai.

4. Peraturan Derah Kota Binjai Nomor 20 Tahun 2007 tentang Organisasi Kecamatan Pemerintahan Kota Binjai.

5. Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 21 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kelurahan Pemerintahan Kota Binjai.


(1)

Ltr.BlkgPend Ltr.BlkgPend

Lampiran 1

Reliabilitas Pemahaman sebelum dibuang variabel I

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha Based no

Cronbach's Standardized

Alpha Items N of Items

,770 ,769 5

Validitas Pemahaman sebelum dibuang variabel I

Item-total Statistics

Scale Corrected Squared Cronbach's

Scale Mean if Variance if Item-Total Multiple Alpha if Item Item Deleted Item Deleted Correlation Correlation Deleted

x1 11,64 12,409 ,507 ,308 ,740

x2 11,17 11,229 ,609 ,418 ,703

x3 11,25 11,964 ,581 ,368 ,714

x4 10,56 13,568 ,478 ,256 ,749


(2)

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha Based no

Cronbach's Standardized

Alpha Items N of Items

,749 ,748 4

Validitas Pemahaman sesudah dibuang variabel I

Item-total Statistics

Scale Corrected Squared Cronbach's

Scale Mean if Variance if Item-Total Multiple Alpha if Item Item Deleted Item Deleted Correlation Correlation Deleted

P.SAP 7,61 7,533 ,613 ,410 ,649

P.SAP 7,89 8,444 ,532 ,302 ,697

P.SAP 7,69 8,618 ,518 ,338 ,704


(3)

Lampiran 2

Reliabilitas Pendidikan dan Pelatihan sebelum dibuang variabel I

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha Based no

Cronbach's Standardized

Alpha Items N of Items

,751 ,752 4

Validitas Pendidikan dan Pelatihan sebelum dibuang variabel I

Item-total Statistics

Scale Corrected Squared Cronbach's

Scale Mean if Variance if Item-Total Multiple Alpha if Item Item Deleted Item Deleted Correlation Correlation Deleted Pend&

Pelatihan 10,78 5,721 ,331 ,164 ,606

Pend&

Pelatihan 11,08 4,250 ,780 ,641 ,555

Pend&

Pelatihan 11,38 4,294 ,825 ,536 6,46

Pend&


(4)

Reliabilitas Pendidikan dan Pelatihan sesudah dibuang variabel 1,4

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha Based no

Cronbach's Standardized

Alpha Items N of Items

,751 ,752 4

Validitas Pendidikan sesudah dibuang variabel 1,4

Item-total Statistics

Scale Corrected Squared Cronbach's

Scale Mean if Variance if Item-Total Multiple Alpha if Item Item Deleted Item Deleted Correlation Correlation Deleted Pend&

Pelatihan 3,47 1,113 ,729 ,532 ,a

Pend&

Pelatihan 3,75 ,879 ,729 ,532 ,a

a. The value is negative due to a negative average covariance among items. This volates reliability model assumptions. You may want to check item codings.


(5)

Lampiran 3

Reliabilitas Latar Belakang Pendidikan

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha Based no

Cronbach's Standardized

Alpha Items N of Items

,898 ,903 4

Validitas latar belakang pendidikan

Item-total Statistics

Scale Corrected Squared Cronbach's

Scale Mean

if Variance if Item-Total Multiple Alpha if Item Item Deleted Item Deleted Correlation Correlation Deleted

Ltr.BlkgPend 11,42 9,050 ,690 ,527 ,906

Ltr.BlkgPend 11,06 8,911 ,812 ,666 ,854

Ltr.BlkgPend 10,97 8,999 ,863 ,807 ,836

Ltr.BlkgPend 10,64 10,237 ,760 ,729 ,877


(6)

KECAMATAN (Perda No. Tahun 2007) 1. Kecamatan Binjai Kota 2. Kecamatan Binjai Utara 3. Kecamatan Binjai Timur 4. Kecamatan Binjai Selatan 5. Kecamatan Binjai Barat

KELURAHAN (Perda No. 21 Tahun 2007)

SEKRETARIS DAERAH (Perda No. 17 Thn dan Thn 2009)

SEKRETARIS DPRD (Perda No. 17 Thn dan Thn 2009) DINAS DAERAH

(Perda No. 18 Tahun 2007) 1. Dinas Pendidikan Dan Pengajaran

2. Dinas Pemuda dan Olahraga

3. Dinas Kesehatan

4. Dinas Sosial 5. Dinas Tenaga Kerja

6. Dinas Perhubungan

7. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 8. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

9. Dinas Pekerjaan Umum

10. Dinas Tata Ruang, Perumahan dan Perlukiman 11. Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 12. Dinas Pertanian

13. Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pasar 14. Dinas Kebersihan dan Pertamanan

15. Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah

LEMBAGA TEKNIS DAERAH (Perda No. 19 Thn 2007 dan 5 Thn 2009)

1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

2. Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Linmas

3. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

4. Badan Keluarga Berencana (KB) dan Pembangunan

Keluarga Sejahtera (PKS) 5. Badan Pendidikan dan Pelatihan

6. Badan Pelaksanaan Penyuluhan dan Ketahanan Pangan

7. Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah

8. Kantor Pemberdayaan Perempuan

9. Kantor Pemberdayaan Masyarakat

10. Kantor Penelitian dan Pengembangan

11. Badan Kepegawaian Daerah

12. Inspektorat

13. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).Dr.R.M. Djoelham

14. Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu 15. Kantor Satuan Polisi Pamong Praja