Analisis Akuntansi Pendapatan Perpajakan Dalam Rangka Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual (Studi Kasus : KPP Pratama Medan Kota)

(1)

SKRIPSI

ANALISIS AKUNTANSI PENDAPATAN PERPAJAKAN DALAM RANGKA PENERAPAN AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL

(STUDI KASUS : KPP PRATAMA MEDAN KOTA)

OLEH

T.QIVI HADY DAHOLI 110522029

PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Akuntansi Pendapatan Perpajakan Dalam Rangka Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual (Studi Kasus : KPP Pratama Medan Kota)” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, April 2013

110522029


(3)

ABSTRAK

ANALISIS AKUNTANSI PENDAPATAN PERPAJAKAN DALAM RANGKA PENERAPAN AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL

(STUDI KASUS : KPP PRATAMA MEDAN KOTA)

Laporan keuangan pemerintah disusun untuk menyediakan informasi yang relevan tentang posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas dalam lingkungan pemerintahan selama satu periode pelaporan. Dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan pemerintah diterapkan prinsip prinsip akuntansi yang disebut Standar Akuntansi Pemerintahan yang diatur dalam PP 71 tahun 2010. Salah satu poin utama dalam PP 71 tahun 2010 adalah penerapan basis akrual di lingkungan akuntansi pemerintahan. Penerapan basis akrual terutama akan berpengaruh pada akuntansi pendapatan dan belanja pemerintah. Pendapatan dari sektor perpajakan merupakan komponen penyumbang pendapatan yang memiliki porsi terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Republik Indonesia. Oleh sebab itu implementasi tentang kebijakan, sistem, dan prosedur akuntansi pendapatan perpajakan merupakan hal yang sangat penting dan material dalam penyusunan Laporan keuangan pemerintah.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proyeksi penerapan basis akrual pada akuntansi pendapatan perpajakan berdasarkan PP 71 tahun 2010 dan dengan mempertimbangkan standar akuntansi sektor publik internasional.

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data dokumenter dan data kuantitatif dengan menggunakan sumber data primer dan sekunder. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi dan wawancara. Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskripsi.

Hasil penelitian setelah dilakukan simulasi penerapan basis akrual pada akuntansi pendapatan perpajakan adalah pendapatan perpajakan diakui ketika munculnya hak pemerintah atas pendapatan perpajakan atau masuknya penerimaan kas di Rekening Kas Umum Negara yang harus didasarkan pada dokumen pendukung sesuai aturan yang berlaku. Untuk itu diperlukan aturan yang lebih detail terkait titik pengakuan pendapatan perpajakan berbasis akrual. Penelitian ini juga berkesimpulan dalam pencatatan pendapatan perpajakan dengan basis akrual, akan dibutuhkan sistem pencatatan triple entry untuk mengakomodir keperluan pencatatan pendapatan perpajakan berbasis akrual sekaligus realisasi penerimaan perpajakan.

Kata kunci : Standar Akuntansi pemerintahan basis akrual, akuntansi pemerintahan berbasis akrual, akuntansi pendapatan perpajakan berbasis akrual


(4)

ABSTRACT

ANALYSIS OF TAX REVENUE ACCOUNTING IN ORDER TO ACRUAL BASIS ACCOUNTING APPLICATION

(CASE STUDY : MEDAN KOTA SMALL TAX OFFICE)

Government Financial Statement prepared to provide relevant information of financial position and whole transaction by one entity in governmental environment for one reporting period. In preparing and presenting government financial statement, applied accounting principles referred to Government Accounting Standard that regulated in PP 71 Tahun 2010. One of main point in PP 71 Tahun 2010 is the application of accrual basis in governmental accounting. The application of accrual basis mainly will effect to governmental revenue and expenditure accounting. Revenue from taxation is the biggest component in State Revenue portion as stated in Republik Indonesia’s State Revenue and Expenditure Budget (APBN). Therefore the implementation of policy, system, and accounting procedure related with Tax Revenue Accounting is one of the most important and material in preparing Government financial statement.

The main purpose of this research was to know how the projection will be in applying accrual basis to tax revenue accounting based on PP 71 tahun 2010, and also considering International Public Sector Accounting Standard.

This research used descriptive method. The type of data used was documentary and quantitative data by using primary and secondary data source. The technique for collecting data used documentation and interview technique. The data analysis method used was descriptive analysis method.

The result of this research after making simulation of accrual basis in tax revenue accounting was tax revenue recognised when government’s right in tax revenue raised or payment received by government that must be based on legal supporting document. Therefore it was needed detailed regulation related with recognition point of accrual tax revenue. This research also result in recording tax revenue with accrual basis, will be needed triple entry system for accomodating the need of recording accrual tax revenue and realisation of tax receipt at once.

Keyword : Accrual basis governmental accounting standard, Accrual basis governmental accounting, Accrual basis tax revenue accounting.


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil Alamin, Segala puji dan syukur hanya bagi Allah Jalla Wa A’la, Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, serta Rabb semesta alam. Hanya atas limpahan berkah, kasih sayang, dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Akuntansi Pendapatan Perpajakan Dalam Rangka Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual : Studi Kasus KPP Pratama Medan Kota”.

Sesungguhnya penulis sadar bahwa segala usaha yang telah penulis lakukan selama masa perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini tidak akan berhasil dan berarti tanpa pertolongan dan kasih sayang Allah Azza Wa Jalla kemudian keluargaku tercinta, Mamakku Herdiana Tumanggor dan Bapakku T. Rabullah, serta kedua adikku T. Kasa Rullah Adha dan T. Widya Naralia, atas segala kasih sayang tak bertepi, didikan tanpa pamrih, segala macam dukungan serta do’a yang tulus yang terus dipanjatkan untuk penulis. Selain itu penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec. Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak selaku Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, dan Bapak Drs. Hotmal Jafar, M.M, Ak selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak selaku Ketua Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Ibu Dra. Mutia


(6)

Ismail, M.M, Ak selaku Sekretaris Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs Arifin Hamzah, MM, Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan waktu dan perhatiannya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, serta Bapak Drs. Rasdianto, M.Si, Ak selaku Dosen Pembaca yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis hingga skripsi ini dapat disempurnakan.

5. Para guru sekaligus teman saya, Mas Fajar Amin, Bramastia Chandra, M Arief Rahman Simabua, Robby Pramana, Kak Andi “Doank”, dan Harapon Angun Kasogi atas inspirasi ide, kuliah singkat, dan bahan-bahan untuk referensi. Juga Pak Oman Rusmana, Mas Danang Prasetya serta Mas Validita Kurniawan yang telah memberi izin untuk merujuk hasil penulisan mereka. 6. Para Pegawai KPP Pratama Medan Kota terutama Pak Yan Santoso Purba

yang telah mengizinkan penelitian ini dilakukan serta Ibu Anieka Komarioseli yang telah memberikan banyak bantuan dan pengertiannya kepada penulis dalam pengerjaan skripsi ini

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis dalam pengetahuan dan pengulasan skripsi. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis sendiri dan semua pihak yang menggunakannya.

Medan, April 2013 T. Qivi Hady Daholi NIM : 110522029


(7)

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN ……….. i

ABSTRAK ………. ii

ABSTRACT ……… iii

KATA PENGANTAR……… iv

DAFTAR ISI ………. vi

DAFTAR TABEL ………. x

DAFTAR GAMBAR ……… xi

DAFTAR LAMPIRAN ………. xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian.……….... 1

1.2 Perumusan Masalah ……….. 7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian….……… 7

1.3.1 Tujuan Penelitian……….. 7

1.3.2 Manfaat Penelitian ………... 8

1.4 Batasan Penelitian ……….. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Standar Akuntansi Pemerintahan………..…. 10

2.1.1 Pengertian Akuntansi Pemerintahan……….……… 10

2.1.2 Dasar Hukum ………. 11

2.1.2.1 Ruang Lingkup Peraturan….….………. 14

2.1.2.2 Definisi Standar Akuntansi Pemerintahan….. ... 14

2.1.3 Basis Standar Akuntansi Pemerintahan……….….. …… 14

2.1.3.1 Perbandingan Basis Akrual Dan Basis Kas Menuju Akrual………... 15

2.2 Tren, Isu, dan Langkah Penerapan Akuntansi Akrual Di Dunia Internasional ……….. 19

2.2.1 Tren Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual Di Dunia Internasional………... ……... 19

2.2.2 Isu Penerapan Akuntansi Akrual Di Dunia Internasional ………... 22

2.2.3 Langkah Implementasi akrual menurut IPSASB... .. 27

2.2.4 Penerapan Akuntansi Sektor Publik Berbasis Akrual di Beberapa Negara…..……….... 29

2.2.4.1 Penerapan Akuntansi Akrual Di Selandia Baru……….. 30

2.2.4.2 Penerapan Akuntansi Akrual Di Swedia.……... 31

2.2.4.3 Penerapan Akuntansi Akrual Di Australia…... 32

2.3 Pengakuan, Pengukuran, dan Pengungkapan Pendapatan Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan dan Standar Akuntansi Internasional……… 33 2.3.1 Pengakuan, Pengukuran, dan Pengungkapan


(8)

Pemerintahan………..………. 34

2.3.1.1 Basis Akuntansi Pendapatan………. 35

2.3.1.2 Definisi Pendapatan ……… 36

2.3.1.3 Pengakuan Pendapatan ……….. 36

2.3.1.4 Pengukuran Pendapatan ……… 37

2.3.1.5 Pengungkapan Pendapatan ……… 38

2.3.2 Pengakuan, Pengukuran, dan Pengungkapan Pendapatan Menurut Standar Akuntansi Sektor Publik Internasional (IPSAS) No. 23…..…………. 39

2.3.2.1 Basis Akuntansi dan Ruang Lingkup…….……... 39

2.3.2.2 Definisi Pendapatan ……… 40

2.3.2.3 Pengakuan Pendapatan ..……….. 40

2.3.2.4 Pengukuran Pendapatan……… 41

2.3.2.5 Pengungkapan Pendapatan……… 41

2.4 Standar Akuntansi Pendapatan Perpajakan…. ……… 42

2.4.1 Pengertian Pajak ……… 42

2.4.2 Sistem dan Cara Pemungutan Pajak….. ………. 43

2.4.3 Jenis Penerimaan Pajak ……… 46

2.4.3.1 Pajak Penghasilan (PPh)……… 46

2.4.3.2 Pajak Pertambahan Nilai(PPN)………. 48

2.4.3.3 Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ……….. 50

2.4.4 Penetapan Jumlah Pajak Terutang dan Piutang Pajak ………. 50

2.4.5 Pengakuan Pendapatan Pajak….………. 52

2.4.6 Pencatan Pendapatan Pajak………. 52

2.4.7 Pelaporan Pendapatan Pajak…..………. 55

2.4.8 Pengungkapan Informasi Akrual Berdasarkan Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. 62 Tahun 2009……….………. 55

2.4.8.1 Pendapatan yang masih harus diterima ….……... 56

2.4.8.2 Pendapatan diterima di muka……… 58

2.5 Tinjauan Penelitian Terdahulu……….………. 59

2.6 Kerangka Konseptual….……….. 60

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian………. 61

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian….………. 61

3.2.1 Tempat Penelitian..………. 61

3.2.2 Waktu Penelitian ..……….. 61

3.3 Definisi Operasional………. 62

3.4 Jenis dan Sumber Data …..……….. 64

3.5 Metode Pengumpulan Data …..………... 65


(9)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil KPP Pratama Medan Kota………….……….... 67 4.1.1 Sejarah Singkat KPP Pratama Medan Kota ……….. 67 4.1.2 Tugas dan Fungsi KPP Pratama Medan Kota ……..……. 68 4.1.3 Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Kota………….. 69 4.1.4 Mandat dan Wilayah Kerja KPP Pratama

Medan Kota ……….. 71 4.1.5 Pendekatan Penyusunan Laporan Keuangan…..………… 72 4.1.5.1 Sistem Akuntansi Keuangan (SAK)………... 72 4.1.5.2 Sistem Informasi dan Manajemen

Akuntansi Barang Milik Negara

(SIMAK-BMN) ……….. 74 4.1.6 Kebijakan Akuntansi Pendapatan Pajak……….. 75 4.1.7 Sistem Akuntansi Pendapatan Pajak….……….. 77 4.1.8 Gambaran Umum Pendapatan Pajak

KPP Pratama Medan Kota….………. 79 4.2 Pembahasan Hasil Penelitian….. ………. 80

4.2.1 Pengakuan Pendapatan Perpajakan Berbasis

Kas Menuju Akrual di KPP Pratama Medan Kota……….. 80 4.2.2 Analisis Pengakuan Pendapatan Perpajakan

Berbasis Akrual ……… 82 4.2.2.1 Pengakuan Pendapatan Perpajakan

Dalam PP 71 Tahun 2010 ……….. 82 4.2.2.2 Pengakuan Pendapatan Perpajakan

Dalam IPSAS No 23 …….……….. 85 4.2.2.3 Pengakuan Pendapatan Perpajakan

Di Negara Australia …….……….. 91 4.2.2.4 Wacana Pengakuan Pendapatan Perpajakan Secara

Akrual Menurut Penulis……… 94 4.2.3 Pengukuran Pendapatan Perpajakan KPP Pratama

Medan Kota Berdasarkan Basis Kas Menuju Akrual

dan Basis Akrual ……….. 96 4.2.4 Pencatatan Pendapatan Perpajakan Berbasis Kas

Menuju Akrual di KPP Pratama Medan Kota………. 97 4.2.4.1 Penganggaran target penerimaan pajak…..…….. 98 4.2.4.2 Penerimaan pajak/Realisasi pendapatan….…….. 98 4.2.4.3 Penerbitan SKPKB, SKPKBT, STP

dan SKPLB….……….………….. 99 4.2.4.4 Pengembalian Pendapatan Pajak……….….. 99 4.2.4.5 Jurnal Penutup Pendapatan Perpajakan…...……. 100 4.2.5 Analisis Pencatatan Pendapatan Perpajakan

Berbasis Akrual (Triple Entry) ……… 102 4.2.5.1 Penganggaran target penerimaan pajak…..…….. 103 4.2.5.2 Penjurnalan Perolehan Pendapatan


(10)

4.2.5.3 Koreksi atas kesalahan penjurnalan atau penyajian

pendapatan perpajakan………... ………….. 109

4.2.5.4 Jurnal Penutup Pendapatan Perpajakan…...……. 116

4.2.6 Pelaporan Pendapatan Perpajakan Berbasis Kas Menuju Akrual di KPP Pratama Medan Kota….. ……….. 118

4.2.7 Perhitungan dan Pelaporan Proyeksi Nilai Pendapatan Pajak KPP Pratama Medan Kota dengan Basis Akrual berdasarkan PER-62/PB/2009…... 119

4.2.7.1 Pendapatan Perpajakan yang Masih Harus Diterima (Piutang Pajak)……… ………. 120

4.2.7.2 Pendapatan Perpajakan Diterima di Muka …..…. 121

4.2.8 Analisis Pelaporan Pendapatan Perpajakan Berbasis Akrual ……… 123

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan……….…..……… 125

5.2 Saran………...……….. 129

DAFTAR PUSTAKA ……… 131


(11)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Timeline strategi penerapan SAP berbasis akrual 12

2.2 Basis Akuntansi di Berbagai Negara 20

2.3 Jenis Pajak Penghasilan 47

2.4 Daftar Penelitian Terdahulu 59

4.1 RReeaalliissaassiiPPeennddaappaattaannMMeennuurruuttJJeenniissPPeennddaappaattaann y

yaannggbbeerraakkhhiirr3311DDeesseemmbbeerr22001111

80 4.2 PPeennggaakkuuaann PPeennddaappaattaann PPeerrppaajjaakkaann IInnddoonneessiiaa DDeennggaann

M

MeennggaaddooppssiiIIPPSSAASS

87 4.3 RReeaalliissaassiiPPeenneerriimmaaaannPPeerrppaajjaakkaannDDaallaammNNeeggeerrii

y

yaannggbbeerraakkhhiirr3311DDeesseemmbbeerr22001111

118 4.4 Penyesuaian Pendapatan Perpajakan Akrual Berdasarkan

PER-62/PB/2009

122 4.5 Laporan Operasional Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai

Dengan 31 Desember 2010 dan 2011


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

4.1 Diagram Alur Pengakuan Pendapatan Perpajakan Melalui MPN


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1. Pokok-pokok Perbedaan Dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Kas Menuju Akrual dengan Akuntansi Berbasis Akrual

135

2. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Kota 140 3. Format Laporan Realisasi Anggaran Berdasarkan PP 71

Tahun 2010

141 4. Format Laporan Operasional Berdasarkan PP 71 Tahun

2010


(14)

ABSTRAK

ANALISIS AKUNTANSI PENDAPATAN PERPAJAKAN DALAM RANGKA PENERAPAN AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL

(STUDI KASUS : KPP PRATAMA MEDAN KOTA)

Laporan keuangan pemerintah disusun untuk menyediakan informasi yang relevan tentang posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas dalam lingkungan pemerintahan selama satu periode pelaporan. Dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan pemerintah diterapkan prinsip prinsip akuntansi yang disebut Standar Akuntansi Pemerintahan yang diatur dalam PP 71 tahun 2010. Salah satu poin utama dalam PP 71 tahun 2010 adalah penerapan basis akrual di lingkungan akuntansi pemerintahan. Penerapan basis akrual terutama akan berpengaruh pada akuntansi pendapatan dan belanja pemerintah. Pendapatan dari sektor perpajakan merupakan komponen penyumbang pendapatan yang memiliki porsi terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Republik Indonesia. Oleh sebab itu implementasi tentang kebijakan, sistem, dan prosedur akuntansi pendapatan perpajakan merupakan hal yang sangat penting dan material dalam penyusunan Laporan keuangan pemerintah.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proyeksi penerapan basis akrual pada akuntansi pendapatan perpajakan berdasarkan PP 71 tahun 2010 dan dengan mempertimbangkan standar akuntansi sektor publik internasional.

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data dokumenter dan data kuantitatif dengan menggunakan sumber data primer dan sekunder. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi dan wawancara. Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskripsi.

Hasil penelitian setelah dilakukan simulasi penerapan basis akrual pada akuntansi pendapatan perpajakan adalah pendapatan perpajakan diakui ketika munculnya hak pemerintah atas pendapatan perpajakan atau masuknya penerimaan kas di Rekening Kas Umum Negara yang harus didasarkan pada dokumen pendukung sesuai aturan yang berlaku. Untuk itu diperlukan aturan yang lebih detail terkait titik pengakuan pendapatan perpajakan berbasis akrual. Penelitian ini juga berkesimpulan dalam pencatatan pendapatan perpajakan dengan basis akrual, akan dibutuhkan sistem pencatatan triple entry untuk mengakomodir keperluan pencatatan pendapatan perpajakan berbasis akrual sekaligus realisasi penerimaan perpajakan.

Kata kunci : Standar Akuntansi pemerintahan basis akrual, akuntansi pemerintahan berbasis akrual, akuntansi pendapatan perpajakan berbasis akrual


(15)

ABSTRACT

ANALYSIS OF TAX REVENUE ACCOUNTING IN ORDER TO ACRUAL BASIS ACCOUNTING APPLICATION

(CASE STUDY : MEDAN KOTA SMALL TAX OFFICE)

Government Financial Statement prepared to provide relevant information of financial position and whole transaction by one entity in governmental environment for one reporting period. In preparing and presenting government financial statement, applied accounting principles referred to Government Accounting Standard that regulated in PP 71 Tahun 2010. One of main point in PP 71 Tahun 2010 is the application of accrual basis in governmental accounting. The application of accrual basis mainly will effect to governmental revenue and expenditure accounting. Revenue from taxation is the biggest component in State Revenue portion as stated in Republik Indonesia’s State Revenue and Expenditure Budget (APBN). Therefore the implementation of policy, system, and accounting procedure related with Tax Revenue Accounting is one of the most important and material in preparing Government financial statement.

The main purpose of this research was to know how the projection will be in applying accrual basis to tax revenue accounting based on PP 71 tahun 2010, and also considering International Public Sector Accounting Standard.

This research used descriptive method. The type of data used was documentary and quantitative data by using primary and secondary data source. The technique for collecting data used documentation and interview technique. The data analysis method used was descriptive analysis method.

The result of this research after making simulation of accrual basis in tax revenue accounting was tax revenue recognised when government’s right in tax revenue raised or payment received by government that must be based on legal supporting document. Therefore it was needed detailed regulation related with recognition point of accrual tax revenue. This research also result in recording tax revenue with accrual basis, will be needed triple entry system for accomodating the need of recording accrual tax revenue and realisation of tax receipt at once.

Keyword : Accrual basis governmental accounting standard, Accrual basis governmental accounting, Accrual basis tax revenue accounting.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Laporan keuangan pemerintah disusun untuk menyediakan informasi yang relevan tentang posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.

Tujuan umum penyajian informasi yang disajikan dalam laporan keuangan adalah untuk memenuhi kebutuhan informasi dari semua kelompok pengguna. Laporan keuangan pemerintah berperan sebagai wujud akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, karena itu komponen laporan yang disajikan setidak tidaknya mencakup jenis laporan dan elemen informasi yang diharuskan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, karena pajak merupakan sumber utama pendapatan pemerintah, maka ketentuan laporan keuangan yang memenuhi kebutuhan informasi para pembayar pajak perlu mendapat perhatian.

Kebutuhan informasi mengenai kegiatan operasional pemerintahan serta posisi kekayaan dan kewajiban dapat dipenuhi dengan lebih baik dan memadai jika didasarkan pada basis akrual, yaitu berdasarkan pengakuan munculnya hak dan kewajiban, bukan berdasarkan pada arus kas semata. Namun, apabila terdapat ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengharuskan penyajian suatu


(17)

laporan keuangan dengan basis kas, maka laporan keuangan dimaksud wajib disajikan demikian.

Akuntansi berbasis akrual akan menghasilkan informasi yang lebih akuntabel, andal, dan transparan dibandingkan dengan akuntansi berbasis kas. Akuntansi berbasis akrual dapat menyediakan pengukuran yang lebih baik, pengakuan yang tepat waktu, dan pengungkapan kewajiban di masa mendatang. Informasi berbasis akrual dapat menyediakan informasi mengenai penggunaan sumber daya ekonomi yang sebenarnya.

Dalam studi No 14 yang dikeluarkan oleh International Public Sector Accounting Standard Board (IPSASB) di Januari 2011, manfaat akuntansi berbasis akrual dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Menilai akuntabilitas semua sumber daya yang dikendalikan entitas dan penyebaran sumber daya tersebut.

2. Menilai posisi keuangan,kinerja keuangan, dan arus kas suatu entitas.

3. Pengambilan keputusan untuk menyediakan sumber daya untuk atau melakukan bisnis dengan, suatu entitas.

Untuk level yang lebih detail, pelaporan dengan basis akrual bermanfaat untuk: 1. Menunjukkan bagaimana suatu entitas membiayai aktivitasnya dan

memenuhi kebutuhan kasnya.

2. Membantu pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi keberlangsungan kemampuan pemerintah membiayai aktivitasnya dan memenuhi kewajiban serta komitmennya.


(18)

3. Menunjukkan posisi keuangan pemerintah dan perubahan posisi keuangan pemerintah.

4. Memberikan kesempatan pada entitas untuk menunjukkan keberhasilan pengelolaan sumber daya yang dikelolanya.

5. Berguna untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal biaya pelayanan, efisiensi, dan pencapaian atau prestasi.

Pendapatan dari sektor perpajakan merupakan komponen penyumbang pendapatan yang memiliki porsi terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Republik Indonesia. Berdasarkan alasan inilah implementasi tentang kebijakan, sistem, dan prosedur akuntansi pendapatan perpajakan merupakan hal yang sangat penting. Pendapatan perpajakan di Indonesia meliputi Pendapatan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Bea Meterai.

Pemerintah memiliki andil besar terhadap kebijakan, sistem, serta prosedur akuntansi yang dipakai dalam mengakui pendapatan perpajakan dalam kaitannya dalam menciptakan good governance. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia di bidang pengakuan dan pelaporan pendapatan perpajakan dalam rangka mencapai good governance adalah menerapkan akuntansi berbasis akrual dari yang semula menggunakan akuntansi berbasis kas menuju akrual terhadap akuntansi pendapatan perpajakan.

Selama ini pemerintah masih menggunakan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berbasis Kas Menuju Akrual yang berlandaskan pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005. Peraturan pemerintah ini mengatur


(19)

bahwa pendapatan perpajakan diakui ketika kas masuk ke rekening negara. Penerapan basis kas ini memudahkan pencatatan dan pelaporan pendapatan pajak karena hanya berdasarkan pada pendapatan pajak tahun fiskal tertentu tanpa memperhatikan kapan sebenarnya pendapatan tersebut dihasilkan. Namun, hal ini menimbulkan kelemahan karena pendapatan yang dilaporkan menjadi kurang merepresentasikan keadaan sebenarnya sehingga pelaporannya menjadi kurang andal dan akuntabel.

Demi menerapkan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual, pemerintah mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Ruang lingkup Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 meliputi SAP Berbasis Akrual dan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual boleh diterapkan bagi entitas yang belum siap menerapkan SAP berbasis akrual dengan batas waktu empat tahun sejak tanggal ditetapkan.

Langkah-langkah yang akan ditempuh dalam penerapan basis akrual terdiri atas langkah teknis dan praktis. Langkah teknis berupa melakukan proyeksi pendapatan dan belanja dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) yang berbasis kas ke dalam pendapatan dan beban dalam Laporan Operasional yang berbasis akrual. Untuk melakukan proyeksi pendapatan perpajakan dalam Laporan Operasional dilakukan melalui pos penampung estimasi pajak yang secara potensial akan diterima. Pos penampung tersebut adalah piutang pajak. Sedangkan langkah praktik ditempuh dengan mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten dalam lingkungan pemerintah.


(20)

Dalam pelaksanaan SAP berbasis akrual, khususnya dalam akuntansi pendapatan perpajakan tidaklah mudah karena terkendala oleh penerapan self assessment dimana wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Kendala lain yang mungkin muncul adalah sulitnya melakukan estimasi pendapatan pajak yang akurat. Estimasi pendapatan pajak ini akan berhubungan dengan cara pemungutan pajak di Indonesia yang menganut stelsel campuran (gabungan stelsel fiktif dan stelsel nyata). Keberadaan stelsel fiktif yang digunakan sebagai salah satu cara pemungutan pajak akan membutuhkan adanya estimasi terhadap pendapatan perpajakan. Keterbatasan sumber daya manusia dan sistem informasi juga merupakan kendala dalam menerapkan basis akrual tersebut. Oleh karena itu penerapan di negara berkembang, dalam konteks ini Indonesia, harus direncanakan secara praktis dan realistis sesuai dengan SDM dan kapasitas yang tersedia.

Penelitian yang dilatarbelakangi pengalaman negara-negara lain dalam menerapkan SAP berbasis akrual menyimpulkan bahwa keberhasilan penerapan basis akrual didukung oleh strategi penerapan yang baik, pengkomunikasian tujuan secara jelas, SDM yang mumpuni,dan sistem informasi yang memadai.

Salah satu instansi pemerintah yang melakukan administrasi terhadap penerimaan perpajakan adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan instansi vertikal dibawahnya. Dalam hal ini, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) merupakan unit terkecil yang melakukan administrasi terhadap penerimaan perpajakan. Kantor Pelayanan Pajak juga merupakan entitas pelaporan sekaligus entitas


(21)

akuntansi yang menyajikan laporan keuangan pemerintah yang terdiri atas Neraca, Laporan Realisasi Anggaran dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Salah satu kantor pelayanan pajak yang terdapat di Kota Medan adalah KPP Pratama Medan Kota. Kantor ini merupakan instansi vertikal DJP di bawah pembinaan Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I.

Pada tahun 2011, KPP Pratama Medan Kota telah menghimpun penerimaan pajak sebesar Rp 543.370.109.038 dan apabila dengan memperhitungkan pengembalian penerimaan sebesar Rp 22.790.189.719 maka realisasi penerimaan bersih sebesar Rp 520.579.919.319. Angka penerimaan pajak ini telah dituangkan dalam Laporan Realisasi Anggaran KPP Pratama Medan Kota tahun 2011. Namun penyajian angka penerimaan pajak ini menggunakan basis kas yang masih diakomodir oleh PP 71 tahun 2010. Untuk melakukan konversi nilai penerimaan pajak yang berbasis kas menjadi pendapatan perpajakan yang berbasis akrual dibutuhkan beberapa tahapan yang akan dijelaskan pada skripsi ini.

Dengan mempertimbangkan landasan teori akuntansi pendapatan berbasis akrual dalam PP 71 tahun 2010, penerapan akuntansi akrual dalam pengakuan, pengukuran, pencatatan, dan pelaporan pendapatan perpajakan dibeberapa negara lain serta proyeksi penerapan SAP akrual di Indonesia, maka penulis tertarik membahas lebih dalam penerapan SAP berbasis akrual pada pendapatan perpajakan di Indonesia beserta beberapa permasalahan yang mungkin dihadapi dalam implementasinya. Berdasarkan apa yang diuraikan diatas, penulis tertarik untuk menulis skripsi dan melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS AKUNTANSI PENDAPATAN PERPAJAKAN DALAM RANGKA


(22)

PENERAPAN AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL (STUDI KASUS : KPP PRATAMA MEDAN KOTA)”.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya adalah bagaimana pengakuan, pengukuran, pencatatan dan pengungkapan pendapatan perpajakan dalam basis akrual sesuai PP 71 tahun 2010? Apakah kendala yang mungkin terjadi dalam penerapan SAP tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan diatas adalah:

a. Untuk mengetahui gambaran umum pelaksanaan akuntansi pendapatan perpajakan dalam lingkungan pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini penulis mengambil contoh pada pelaksanaan administrasi penerimaan pajak di KPP Pratama Medan Kota.

b. Mengetahui perbedaan penggunaan SAP berbasis Kas Menuju Akrual dan berbasis akrual dalam pengakuan pendapatan

c. Mengetahui bagaimana proyeksi penerapan basis akrual dalam penyajian pendapatan perpajakan di laporan keuangan pemerintah

d. Mengetahui tantangan yang mungkin menghambat kelancaran penerapan basis akrual.


(23)

e. Diharapkan penulis dapat memberikan saran yang mungkin dapat membantu pelaksanaan penerapan SAP berbasis akrual di lapangan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, yaitu:

a. Bagi peneliti.

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai proyeksi penerapan SAP akrual di Indonesia.

b. Bagi Direktorat Jenderal Pajak dan KPP

Memberikan masukan bagi Direktorat Jenderal Pajak pada umumnya dan KPP pada khususnya terkait wacana penerapan akuntansi pendapatan perpajakan berbasis akrual sesuai dengan PP 71 tahun 2010 dan praktek yang telah berlaku di negara lain yang telah mengadopsi akuntansi berbasis akrual untuk lingkungan pemerintah.

c. Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian sejenis di masa yang akan datang.

1.4 Batasan Penelitian

Atas pertimbangan-pertimbangan efisiensi, minat, keterbatasan waktu dan tenaga, serta pengetahuan peneliti, maka peneliti melakukan beberapa pembatasan konsep terhadap penelitian yang akan diteliti:


(24)

2. Pendapatan Perpajakan yang dibahas adalah Pendapatan Pajak Penghasilan (PPH), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn BM) dan Pendapatan dari Bunga Penagihan PPh dan PPN saja, kecuali dinyatakan lain. Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Pendapatan dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tidak dibahas karena pengelolaan BPHTB telah dialihkan ke pemerintah daerah sejak awal tahun 2011 dan pengelolaan PBB telah dialihkan ke pemerintah daerah sejak awal tahun 2012.

3. Penelitian ini dibatasi hanya satu tahun yaitu tahun 2011 berdasarkan ketersediaan data yang ada.

4. Pembahasan karya tulis ini dibatasi pada penerapan SAP Kas Menuju Akrual selama ini, proyeksi penerapan SAP akrual di Indonesia serta tantangan yang mungkin dihadapi.

5. Topik pembahasan adalah pengakuan, pengukuran, pencatatan dan pelaporan pendapatan perpajakan.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Standar Akuntansi Pemerintahan

2.1.1 Pengertian Akuntansi Pemerintahan

Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), pemerintah memerlukan informasi yang memadai atas pengelolaan aset dan sumber daya keuangan yang mampu menunjang transparansi serta akuntabilitas pengelolaannya. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui sistem pencatatan, pengikhtisaran dan pelaporan yang handal dan memadai. Proses maupun sistem dalam pemerintahan tersebut seringkali disebut sebagai akuntansi pemerintahan. Akuntansi pemerintahan digolongkan juga ke dalam akuntansi sektor publik.

Adapun mengenai pengertian Akuntansi Pemerintahan menurut Baswir (1998,7) adalah “Akuntansi Pemerintahan (termasuk di dalamnya akuntansi untuk lembaga-lembaga yang tidak bertujuan mencari laba lainnya), adalah bidang akuntansi yang berkaitan dengan lembaga pemerintahan dan lembaga-lembaga yang tidak bertujuan mencari laba”.

Kemudian Bastian (2001):6) menjelaskan tentang pengertian Akuntansi Sektor Publik adalah “… mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen di bawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial, maupun pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta.”


(26)

Berdasarkan pengertian diatas, akuntansi pemerintahan adalah akuntansi yang digunakan dalam suatu organisasi pemerintahan/lembaga yang tidak bertujuan untuk mencari laba, dan merupakan suatu bagian dari disiplin ilmu akuntansi yang utuh.

2.1.2 Dasar Hukum

Penerapan akuntansi pada pemerintahan sebelum adanya reformasi di bidang Keuangan Negara adalah dengan penerapan sistem single entry. Pada sistem pencatatan ini pencatatan transaksi ekonomi dilakukan dengan mencatat satu kali, yaitu transaksi yang menyebabkan bertambahnya kas dicatat di sisi penerimaan dan transaksi yang menyebabkan berkurangnya kas dicatat di sisi pengeluaran. Hasilnya pemerintah tidak memiliki catatan tentang piutang, utang, apalagi tentang aset tetap dan ekuitas.

Setelah pemerintah melakukan reformasi keuangan negara, maka ditetapkanlah Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Tidak berhenti sampai disitu, pemerintah pun menetapkan lagi Undang-Undang No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pada Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa akuntansi keuangan negara diselenggarakan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.

Dalam menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan PP No. 24 tahun 2005 yang mengatur tentang Sistem Akuntansi Pemerintahan (SAP). Namun, peraturan pemerintah tersebut masih menggunakan basis kas menuju


(27)

akrual, yaitu basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana.

Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003 pasal 36 ayat (1) tentang keuangan negara dinyatakan bahwa penerapan basis kas menuju akrual masih bersifat sementara. Pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual menurut Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dilaksanakan paling lambat 5 (lima) tahun, yang berarti paling lambat tahun 2008. Sejak tahun 2008 pemerintah pun mencanangkan reformasi di bidang akuntansi berupa keharusan penerapan akuntansi berbasis akrual yang merupakan best practice di dunia internasional pada setiap instansi pemerintahan baik pusat maupun daerah. Hasilnya ditetapkanlah PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan untuk mengganti PP No. 24 Tahun 2005.

Meskipun penerapan akuntansi berbasis akrual telah dicanangkan, PP 71 tahun 2010 masih memberikan ruang bagi untuk menerapkan akuntansi berbasis kas menuju akrual. Penerapan SAP berbasis akrual akan dilakukan secara bertahap, mulai dari penerapan SAP berbasis kas menuju akrual menjadi penerapan SAP berbasis akrual pada tahun 2015. Timeline strategi penerapan SAP berbasis akrual yang direncanakan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1. Timeline strategi penerapan SAP berbasis akrual Tahun Strategi penerapan SAP akrual

2010

• Penerbitan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual • Mengembangkan framework Akuntansi Berbasis Akrual dan


(28)

• Sosialisasi Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis Akrual

2011

• Penyiapan aturan pelaksanaan akuntansi

• Pengembangan sistem akuntansi dan teknologi informasi bagian pertama (proses bisnis dan detail requirement).

• Pengembangan kapasitas SDM

2012

• Pengembangan sistem akuntansi dan teknologi informasi • Pengembangan kapasitas SDM (lanjutan)

2013

• Piloting beberapa Kementerian/Lembaga dan Bendahara Umum Negara

• Review, evaluasi dan penyempurnaan sistem • Pengembangan kapasitas SDM (lanjutan)

2014

Parallel run dan konsolidasi seluruh LK • Review, evaluasi dan penyempurnaan sistem • Pengembangan kapasitas SDM (lanjutan)

2015

• Implementasi penuh

• Pengembangan kapasitas SDM (lanjutan)

Sumber : Rakhman, Azwar.dkk. Penyajian LKPP berdasarkan SAP Berbasis Akrual

PP No. 71 tahun 2010 telah menegaskan bahwa basis akuntansi yang digunakan adalah basis akrual. Basis akrual digunakan untuk pengakuan pendapatan, beban, aset, kewajiban, dan ekuitas. Perbedaan yang mencolok antara PP No. 71 Tahun 2010 dan PP No. 24 Tahun 2005 adalah adanya tambahan unsur laporan keuangan yang disebut Laporan Operasional. Penggunaan basis akrual


(29)

menyebabkan dibutuhkan adanya pelaporan mengenai arus sumber daya yang diterima dan beban yang menjadi tanggungan dalam proses kegiatan rutin dimana dalam sektor privat/komersial disebut Laporan Laba/Rugi. Laporan inilah yang disebut dengan Laporan Operasional. Selain itu, dibutuhkan juga pelaporan mengenai surplus atau defisit anggaran yang akan menambah atau mengurangi kekayaan bersih suatu entitas sesuai dengan basis akrual yang telah ditetapkan.

2.1.2.1 Ruang Lingkup Peraturan

Ruang lingkup dari PP 71 tahun 2010 meliputi SAP berbasis akrual dan SAP berbasis kas menuju akrual. SAP berbasis akrual berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat segera diterapkan oleh setiap entitas paling lambat di tahun 2015, sedangkan SAP berbasis kas menuju akrual berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum siap untuk menerapkan SAP berbasis akrual dengan batas waktu paling lama lima tahun. Walaupun untuk sementara masih diperkenankan menerapkan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual, setiap entitas diharapkan dapat segera menerapkan SAP Berbasis Akrual.

2.1.2.2 Definisi Standar Akuntansi Pemerintahan

Berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010, definisi Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat SAP, adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. 2.1.3 Basis Standar Akuntansi Pemerintahan

Saat ini ada dua SAP yang mungkin diterapkan oleh entitas pelaporan yaitu SAP berbasis kas menuju akrual dan SAP berbasis akrual. Berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010, pengertian kedua SAP tersebut adalah:


(30)

a. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual

SAP berbasis kas menuju akrual atau disebut juga cash toward accrual

(CTA) adalah SAP yang mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan berbasis kas, serta mengakui aset, utang, dan ekuitas dana berbasis akrual.

Laporan keuangan pokok yang wajib terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Selain laporan keuangan pokok tersebut, entitas pelaporan diperkenankan menyajikan Laporan Kinerja Keuangan dan Laporan Perubahan Ekuitas.

b. SAP Berbasis Akrual

SAP berbasis akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD.

Dalam penerapan basis akrual nantinya, pemerintah diwajibkan untuk menyusun tujuh laporan keuangan, yakni Laporan realisasi Anggaran (LRA), Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Arus Kas (LAK), Laporan Operasional (LO), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Perbedaan mendasar antara basis CTA dengan basis akrual terletak pada LRA dan LO.

2.1.3.1 Perbandingan Basis Akrual Dan Basis Kas Menuju Akrual Terdapat beberapa perbedaan antara basis akrual dengan basis kas menuju akrual (cash toward accrual), yaitu :


(31)

1. Basis Akuntansi

Dalam basis akrual, dasar yang digunakan dalam semua laporan keuangan pemerintah adalah basis akrual penuh. Berbeda dengan basis kas menuju akrual yang menggunakan basis kas pada pengakuan pos pendapatan, belanja dan pembiayaan dan hanya menggunakan basis akrual pada pengakuan pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas dana.

Selain itu, pada basis akrual setiap entitas pelaporan wajib menggunakan basis akrual secara penuh sedangkan pada basis kas menuju akrual, penggunaan basis akrual secara penuh sifatnya adalah opsional.

Dampaknya yaitu pada basis kas menuju akrual, pendapatan diakui saat diterima dan belanja diakui saat dibayarkan sedangkan pada basis akrual baik pendapatan maupun belanja diakui pada saat terjadinya sehingga akuntansi berbasis akrual lebih mampu mencerminkan keadaan yang sebenarnya atas adanya tambahan atau penurunan kekayaan yang terjadi.

2. Perubahan Definisi

Perbedaan saat pengakuan pendapatan dan beban pada basis akrual dengan basis kas menuju akrual menimbulkan adanya perbedaan beberapa definisi istilah-istilah bagan akun yang digunakan dalam basis kas menuju dengan basis akrual. Perbedaannya adalah adanya istilah baru pada basis akrual penuh yang tidak terdapat pada basis kas menuju akrual atau adanya perubahan makna dari istilah yang ada pada basis kas menuju akrual.

Berikut beberapa istilah yang mengalami perubahan definisi : a) Pendapatan


(32)

Dikarenakan pada basis kas menuju akrual, pendapatan diakui dengan basis kas maka pendapatan didefinisikan sebagai semua penerimaan rekening kas umum negara/daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.

Pada basis akrual, pendapatan dikategorikan menjadi dua, yaitu: • Pendapatan - LRA

Semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.

• Pendapatan - LO

Hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai penambah ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali. b) Belanja

Pada basis kas menuju akrual belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.

Pada basis akrual, terdapat pembedaan istilah belanja dengan beban sehingga definisi masing-masing istilah menjadi:


(33)

Semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.

• Beban

Penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau konsumsi aset atau timbulnya kewajiban.

c) Surplus/Defisit,

Definisi surplus/defisit pada basis kas menuju akrual adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode pelaporan dan pada basis akrual, surplus/defisit dikategorikan menjadi dua, yaitu:

• Surplus/Defisit-LRA,

Selisih lebih/kurang antara pendapatan-LRA dan belanja selama satu periode pelaporan.

• Surplus/Defisit-LO,

Selisih antara pendapatan-LO dan beban selama satu periode pelaporan, setelah diperhitungkan surplus/ defisit dari kegiatan non operasional dan pos luar biasa.

d) Pos Luar Biasa

Istilah pos luar biasa hanya terdapat pada basis akrual. Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa / beban luar biasa yang terjadi karena kejadian atau


(34)

transaksi yang bukan merupakan operasi biasa, tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau pengaruh entitas bersangkutan.

3. Kerangka Konseptual

Untuk perbedaan dalam kerangka konseptual, dapat dilihat pada tabel di Lampiran I.

2.2 Tren, Isu, dan Langkah Penerapan Akuntansi Akrual Di Dunia Internasional

Penerapan akuntansi berbasis akrual pada sektor publik tidaklah berlangsung lancar. Dalam perjalanan implementasi sistem akuntansi tersebut, terdapat tren-tren yang terjadi di negara-negara yang telah menerapkan sistem akuntasi berbasis akrual, isu-isu yang beredar serta langkah-langkah penerapan selama proses implementasinya

2.2.5 Tren Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual Di Dunia Internasional Sejak tahun 1990, perpindahan ke basis akrual telah menjadi salah satu pilar utama dalam melakukan reformasi di bidang keuangan publik yang bertujuan untuk meningkatkan transparansi, kinerja dan akuntabilitas. Penggunaan basis akrual telah menjadi salah satu ciri dari praktik menuju manajemen keuangan modern.

Basis akrual telah banyak digunakan dalam akuntansi pemerintahan di sebagian besar negara maju, dengan setiap negara menetapkan standar akuntansi pemerintahan dan sistem yang sesuai untuk kondisi ekonomi dan politik negara masing-masing. Meskipun sejauh ini hanya sedikit negara yang telah sukses menerapkan akuntansi berbasis akrual penuh, negara-negara lain, mulai dari Eropa


(35)

hingga Negara berkembang di Timur tengah telah mempertimbangkan transisi dan menunjukkan tren untuk mengadopsi reformasi akuntansi berbasis akrual.

Dibawah ini adalah daftar standar akuntansi yang telah diterapkan di beberapa Negara (data 2009):

Tabel 2.2 Basis Akuntansi di Berbagai Negara

Negara

Basis Kas (penuh)

Basis Kas Menuju Akrual

Basis Akrual (penuh)

Australia x

Austria x

Belgia x

Kamboja x

Kanada x

Colombia x

Republik Ceko x

Finlandia x

Prancis x

Jerman x

Yunani x

Hongaria x

Islandia x

Indonesia x


(36)

Negara

Basis Kas (penuh)

Basis Kas Menuju Akrual

Basis Akrual (penuh)

Israel x

Yordania x

Kenya x

Meksiko x

Maroko x

Belanda x

Selandia Baru x

Norwegia x

Rep. Slovakia x

Slovenia x

Suriname x

Swedia x

Turki x

Inggris x

Amerika Serikat x

Sumber : Abdul Khan and Stephen Mayes, Transition to Accrual Accounting

Lebih maju lagi, beberapa negara (seperti Australia, Selandia Baru, dan Inggris) bahkan telah memperkenalkan sebuah anggaran berbasis akrual. Anggaran berbasis akrual berarti dalam penyusunan anggaran yang merupakan dokumen kunci dari manajemen sektor publik (pemerintah) dan akuntabilitas. Pemerintah dan legislatif (DPR/DPRD) tidak hanya fokus pada sumber daya yang


(37)

berbasis kas, tapi juga pada sumber daya lain yang berpotensi memberikan manfaat ekonomi di masa depan. Hanya saja, di negara-negara lain terutama Negara anggota OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) penggunaan basis akrual lebih banyak diterima untuk pelaporan keuangan dari pada untuk tujuan penganggaran.

2.2.6 Isu Penerapan Akuntansi Akrual Di Dunia Internasional

Dalam proses transisi menuju basis akrual bagi lingkungan pemerintahan, Khan dan Meyes dalam studi Transition to Accrual Accounting telah mengumpulkan beberapa isu sebagai berikut:

a. Perumusan kebijakan akuntansi

Basis kas relatif mudah dioperasikan, namun basis kas gagal untuk memberikan informasi penting tentang transaksi non kas. Akuntansi akrual adalah sistem akuntansi yang lebih komprehensif dan membutuhkan sistem pencatatan yang lebih terintegrasi. Pengakuan dan pengukuran nilai dari transaksi yang kompleks (seperti sewa guna usaha, partnership pemerintah dan swasta, dan transaksi pada aset tak berwujud) seringkali membutuhkan persyaratan kemampuan teknis dan pertimbangan yang lebih tinggi karena mengandung risiko kesalahan dan salah saji yang tinggi. Salah satu isu terpenting adalah pemerintah harus menentukan pada pengaplikasian kebijakan akuntansi yang cocok dan konsisten dengan standar akuntansi yang relevan. Ketika standar yang sudah ada tidak bisa mengakomodir kondisi khusus, pertimbangan harus dilakukan untuk memilih kebijakan akuntansi mana yang akan menghasilkan informasi keuangan yang relevan dan andal.


(38)

b. Adanya gap dengan Standar Akuntansi Internasional

International Public Sektor Accounting Standards Board (IPSASB), merupakan bagian dari International Federation of Accountants (IFAC), adalah lembaga yang bertanggung jawab mengeluarkan International Public Sektor Accounting Standards (IPSAS) yang merupakan standar internasional untuk akuntansi sektor publik. Saat ini telah terdapat sekitar dua puluh standar yang dapat diaplikasikan untuk akuntansi berbasis akrual. Standar yang telah dikeluarkan IPSAS telah di desain untuk memfasilitasi generalisasi bentuk laporan keuangan pemerintah yang berkualitas dengan tingkat keterbandingan secara internasional.

Hanya saja masih ada gap (celah) antara standar akuntansi sektor publik internasional dengan standar yang diterapkan pemerintah suatu Negara, misalnya dalam hal pengakuan dan pengukuran pendapatan non pertukaran (misal pajak dan transfer), pengakuan dan pengukuran akuntansi untuk kebijakan sosial, aset bersejarah, dan partnership pemerintah-swasta. Untuk itu, pemerintah suatu negara perlu memformulasikan standar atau pedoman akuntansinya sendiri pada aspek tertentu.

c. Informasi kas dalam kerangka kerja akrual

Transisi ke basis akrual tidak berarti penghilangan terhadap basis kas. Sebaliknya, manajemen kas adalah bagian integral dari manajemen keuangan berbasis akrual. Misalnya saja, standar dalam IPSAS tetap mewajibkan dilaporkannya laporan arus kas secara terpisah untuk mengidentifikasi penerimaan dan pembayaran kas terkait aktivitas operasi, investasi, dan pembiayaan.


(39)

d. Sinkronisasi antara akuntansi akrual dengan anggaran

Terdapat beberapa pihak yang berpendapat bahwa konsep akuntansi dan anggaran haruslah disamakan agar terdapat basis yang jelas dan transparan dalam pembandingan antara apa yang direncanakan pemerintah dan hasil keuangan yang aktual. Oleh karena itu jika penerapan basis akrual dilakukan, maka penganggaran juga harus menggunakan basis akrual.

Anggaran berbasis akrual akan menyajikan sumber daya secara utuh dan implikasi dari aktivitas yang direncanakan pemerintah. Oleh sebab itu anggaran harus menyajikan pendapatan dan beban secara akrual, penerimaan dan pengeluaran kas, serta estimasi dampak kegiatan pemerintah terhadap aset dan kewajiban pemerintah.

Hanya saja, secara teknik pemerintah dapat menerapkan basis akuntansi akrual tanpa membuat perubahan kerangka penganggaran yang berbasis kas. Dengan demikian, dalam pelaporan akuntansi berbasis akrual pertanggungjawaban anggaran berbasis kas akan tetap disusun.

e. Klasifikasi anggaran dan Bagan Akun Atandar (BAS)

Klasifikasi anggaran memberikan standar penyajian anggaran untuk pendapatan, belanja, dan item-item keuangan. Dalam penganggaran berbasis kas, klasifikasi anggaran tidak akan memasukkan jumlah aset dan kewajiban. Bagan Akun Standar (BAS) adalah kerangka susunan kode yang membentuk dasar pencatatan transaksi akuntansi dan buku besar yang merupakan prisip dari perekaman akuntansi dari suatu entitas.


(40)

Pada sistem yang sudah didesain dengan baik, BAS akan mengakomodir item-item dalam klasifikasi anggaran. Hal ini berarti selain akun yang dinyatakan dalam klasifikasi anggaran, BAS akan juga mencakup akun untuk keperluan pencatatan dan pelaporan keuangan. Contohnya, jika BAS memiliki akun untuk aset dan kewajiban, walaupun umumnya akun aset dan kewajiban tidak akan diumpai pada klasifikasi anggaran berbasis kas.

Isu yang penting dalam hal ini adalah jika pemerintah melakukan transisi menuju akuntansi dan anggaran berbasis akrual, maka klasifikasi antara BAS dengan anggaran akan sama. Namun bila pemerintah tetap menjalankan anggaran berbasis kas sekaligus akuntansi yang berbasis akrual, akan terdapat perbedaan yang signifikan antara klasifikasi dalam BAS dan anggaran. Oleh karena itu, BAS harus dirancang agar dapat menjembatani perbedaan antara kebutuhan penanggaran dengan kebutuhan pelaporan keuangan.

f. Pembentukan Neraca awal

Identifikasi dan penilaian aset dan kewajiban pada saat tanggal penerapan akuntansi akrual adalah langkah yang sangat esensial dalam transisi menuju akuntansi akrual. Neraca awal harus didukung informasi yang cukup dan penjelasan yang dibutuhkan saat dilakukan audit. Hal ini bisa menjadi sangat riskan dan memakan waktu. Konsep materialitas dapat digunakan dalam membuat pertimbangan tentang aset dan kewajiban yang harus mendapatkan perhatian lebih selama penerapan basis akrual.


(41)

g. Proses keuangan yang tersentralisasi atau terdesentralisasi

Sebuah keputusan struktural penting yang harus dibuat sehubungan dengan fungsi akuntansi adalah: haruskah akuntansi yang rinci dan proses pelaporan dilakukan oleh Kementerian Keuangan atau kementerian teknis dan lembaga? Pertanyaan berikutnya adalah jika tanggung jawab diserahkan pada kementerian teknis dan lembaga, haruskah mereka mengembangkan dan memelihara sistem keuangan mereka sendiri, atau sebaiknya mereka memiliki akses online untuk satu sistem yang dikelola oleh Kementerian Keuangan?

h. Konsolidasi Laporan Keuangan.

Terlepas dari apakah pemerintah mengadopsi model sentralisasi atau desentralisasi, adalah penting membuat laporan konsolidasi untuk sektor pemerintah secara umum atau sektor publik, dimana semua transaksi antar instansi telah diidentifikasi secara terpisah di masing-masing akun entitas untuk memudahkan eliminasi saat melakukan konsolidasi.

i. Item yang “terkendali” dan “dikelola”

Manfaat utama dari kerangka kerja akuntansi basis akrual adalah bahwa ia menyediakan informasi yang utuh tentang biaya pelayanan yang dilakukan oleh kementerian dan lembaga. Namun, untuk memfasilitasi tercapainya tujuan tersebut, perlu untuk membedakan mana item yang “dikendalikan” oleh kementerian/lembaga (misalnya : gaji, pembelian barang dan jasa) dan item yang hanya “dikelola” oleh kementerian/badan atas nama pemerintah (subsidi, hibah, manfaat sosial).


(42)

2.2.7 Langkah Implementasi akrual menurut IPSASB

Dalam proses transisi, langkah dan tempo yang dibutuhkan akan bervariasi di antara tiap entitas. Berbagai macam metode pendekatan transisi dapat diterapkan. Berikut ini adalah langkah implementasi akrual menurut IPSASB dalam studi No 14 di Januari 2011

a. Analisa Gap

Sebelum mempertimbangkan alternatif langkah transisi yang akan ditempuh, dibutuhkan kesamaan pengertian tentang adanya gap atau celah antara sistem pelaporan yang diterapkan saat ini dengan sistem pelaporan yang seharusnya, apakah basis akrual penuh atau basis kas. Dewasa ini, tim yang dibentuk oleh Bank Dunia telah menciptakan sebuah alat diagnosa yang disebut “Analisis Gap” yang memfasilitasi pembandingan antara standar akuntansi sektor publik yang diterapkan disuatu Negara dan standar audit serta praktek di dunia internasional. Negara di Asia Selatan telah mulai menggunakan alat ini untuk pesiapan rencana transisi menuju akuntansi berbasis akrual. Alat analisis ini juga telah digunakan di Azerbaijan, India, Indonesia,dan Tajikistan

b. Penerapan Reformasi Akuntansi dalam Entitas Pemerintah

Reformasi akutansi dapat diterapkan di semua aspek sektor publik dalam lingkungan pemerintah atau dibatasi pada entitas tertentu saja. Sebagai contoh, implementasi akuntansi berbasis akrual dapat diterapkan dengan basis sektor per sektor atau dengan basis per daerah otonom.

Proses transisi menuju akuntansi berbasis akrual dapat diwajibkan secara langsung pada entitas tertentu atau diberikan pilihan untuk menerapkan akuntansi


(43)

akrual atau tidak pada periode waktu tertentu. Oleh karena itu dimungkinkan untuk menerapkan rancangan yang berbeda pada tiap entitas, bergantung pada tipe dan ukuran masing entitas. Tiap entitas memiliki pendekatan masing-masing dalam penerapan akuntansi berbasis akrual.

c. Laporan Pemerintah Secara Keseluruhan

Ketika pemerintah menentukan untuk mengimplementasikan Laporan Pemerintah secara keseluruhan, terdapat beberapa langkah yang dapat ditempuh. Laporan pemerintah yang pertama berbasis akrual bisa saja dibutuhkan pada saat yang sama dengan kebutuhan akan laporan akrual yang pertama sekali dibentuk masing-masing entitas. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan adanya jeda waktu antara penerapan akuntansi akrual di tiap entitas dengan penerapan akuntansi akrual pemerintah secara keseluruhan.

d. Penganggaran berbasis akrual

Jika penganggaran akrual telah dinyatakan sebagai bagian dari reformasi (dalam beberapa kasus, penganggaran akrual tidak diadopsi) perubahan dalam proses penganggaran akan terjadi pada saat yang sama ketika adopsi pelaporan keuangan menggunakan basis akrual. Meksipun demikian, di beberapa aturan, implementasi penganggaran akrual dapat terjadi setelah beberapa waktu implementasi basis akrual untuk pelaporan keuangan.

e. Periode Reformasi

Biasanya, sumber daya yang tersedia atau keberadaan komitmen politik akan menentukan rentang waktu reformasi akuntansi berbasis akrual. Lamanya periode dapat bervariasi, tergantung yurisdiksi yang berlaku di Negara


(44)

masing-masing. Reformasi dapat berlangsung dalam waktu pendek (satu sampai tiga tahun), menengah (empat sampai enam tahun), atau panjang (lebih dari enam tahun).

Transisi menuju akuntansi berbasis akrual merupakan proyek utama di kebanyakan pemerintahan dunia. Sebagaimana proyek besar lainnya, transisi ini membutuhkan perencanaan yang hati-hati dan manajemen yang baik. Transisi akan berjalan dengan mulus jika tersedia hal-hal berikut:

a. Mandat yang jelas b. Komitmen politik

c. Komitmen entitas pusat dan pejabat kunci

d. Sumber daya yang andal (manusia dan keuangan); e. Struktur manajemen proyek yang efektif

f. Kapasitas teknologi dan sistem informasi yang memadai g. Penggunaan undang-undang

2.2.8 Penerapan Akuntansi Sektor Publik Berbasis Akrual di Beberapa Negara

Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, transisi menuju akuntansi sektor publik berbasis akrual merupakan salah satu prioritas dalam reformasi keuangan di banyak Negara. Dalam proses penerapan akuntansi sektor publik berbasis akrual terdapat beberapa sikap yang berbeda yang diambil masing-masing Negara. Menurut Widjajarso (2010,5) terdapat tiga sikap yang umumnya diambil, yaitu:

1. Basis akrual untuk akuntansi dan anggaran. Negara-negara Kanada, Italia, Inggeris, dan Selandia Baru adalah contoh negara yang


(45)

menerapkan basis akrual baik untuk akuntansi maupun anggarannya. Negara-negara tersebut ingin menerapkan secara total basis akrual, baik dalamakuntansinya maupun dalam penganggarannya, karena sistem yang dikembangkan akan disinkronisasikan antara perlakuan akuntansi sejak dari hulu (penganggarannya).

2. Basis akrual untuk akuntansi dan basis kas untuk anggaran. Amerika Serikat dan Spanyol adalah contoh negara yang menerapkan basis akrual untuk akuntansinya, meskipun belum seluruh state & local governments

menerapkan basis akrual untuk anggarannya. Dalam kelompok ini, masih terdapat variasi penyikapan lain, yakni negara-negara ini telah menerapkan basis akrual hanya untuk kementerian/lembaga,tetapi belum laporan konsolidasian, misalnya Jepang, Portugal dan Swiss. Negara-negara tersebut diatas merasa bahwa masalah akuntansi dapat dilepaskan dengan masalah penganggaran, sehingga dalam anggaran dirasa tidak perlu berbasis akrual.

3. Basis Kas untuk akuntansi dan untuk anggaran. Negara-negara dalam kelompok ini belum menerapkan basis akrual yang ternyata masih cukup banyak, seperti misalnya Jerman, Austria, Ceko, Luxemburg, Meksiko, Norwegia, Slovakia, dan Turki. Negara-negara tersebut masih menerapkan basis kas baik untuk akuntansinya maupun untuk anggarannya, karena mereka berprinsip bahwa operasional kegiatan pemerintahan tertuju pada peningkatan pelayanan, bukan pada operasional sistem, sehingga apa pun pilihannya disesuaikan dengankondisi masing-masing negara. Standar yang dikembangkan oleh lembaga internasional pun, seperti IPSASB memberikan pilihan.

Pada bagian ini, penulis akan memaparkan beberapa pengalaman Negara lain dalam penerapan akuntansi berbasis akrual serta beberapa hal yang dapat diadopsi oleh pemerintah Indonesia dalam proses penerapan basis akrual.

2.2.4.1 Penerapan Akuntansi Akrual Di Selandia Baru

Selandia Baru merupakan salah satu Negara yang paling awal dalam melakukan reformasi akuntansi menuju basis akrual. Reformasi akuntansi di Selandia Baru tergolong berhasil karena adanya usaha dan komitmen yang tinggi dari mulai level tertinggi (strategis) hingga level terendah (operasional).


(46)

Keberhasilan reformasi ini membawa perubahan positif, terutama dari segi keuangan yang terbukti dengan terciptanya surplus anggaran (1994-1995) setelah Selandia Baru mengalami defisit selama 20 tahun.

Dalam menerapkan basis akrual Selandia Baru menyiapkan aturan dan menjalankannya dalam beberapa fase. Fase yang dijalani Selandia Baru dalam penerapan akuntansi sektor publik berbasis akrual yaitu:

1. Fase marketisasi (1986-1991). Pada fase ini akuntansi serta penganggaran sektor publik berbasis akrual diperkenalkan. Hasilnya pada tahun 1991, semua departemen di Selandia Baru menggunakan akuntansi , biaya, dan anggaran dengan basis akrual penuh.

2. Fase strategi kolektif (1992-1996). Pada fase ini, Selandia Baru menjadi negara pertama yang berhasil membuat laporan keuangan seluruh instansi pemerintahan dengan basis akrual penuh. Fase ini juga ditandai dengan adanya diskusi terbuka dalam pembuatan kebijakan anggaran sehingga dapat ditentukan anggaran yang paling sesuai dengan kebutuhan tahun tersebut.

3. Fase Fase Kapasitas Adaptif (1997-Sekarang). Pada fase ini dilakukan evaluasi proses reformasi sistem akuntansi pemerintahan Selandia Baru serta dilakukan penguatan kapasitas stratejik.

2.2.4.2 Penerapan Akuntansi Akrual Di Swedia

Swedia juga termasuk Negara pionir dalam penerapan akuntansi berbasis akrual. Hal ini terbukti dengan penerapan basis akrual di tingkat kementerian pada tahun 1993, dan tingkat konsolidasi setahun setelahnya. Pengembangan dan


(47)

penerapan akuntansi berbasis akrual berjalan mulus karena tidak ada perdebatan di pemerintah dan tidak ada penolakan dari kementerian.

Menurut Simanjuntak (2010,3) standar akuntansi berbasis akrual di Swedia memiliki beberapa karakteristik, yaitu:

1. Standar akuntansi berbasis akrual mencakup pemerintah (secara keseluruhan) dan kementerian/lembaga.

2. Standar akuntansi berbasis akrual yang diterapkan dapat dikelompokkan sebagai relatively full accrual accounting. Pengecualian hanya terhadap perlakuan aset bersejarah (heritage asset) dan pajak.

3. Penggunaan nilai historis.

4. Setiap kementerian/lembaga menyiapkan Laporan Operasional, Neraca, Laporan Dana dan Catatan atas Laporan Keuangan.

Penganggaran akrual tidak diterapkan di Swedia meskipun keinginan penerapan akrual telah ada sejak 1960. Setelah dilakukan berbagai studi, Departemen Keuangan Swedia memutuskan untuk membatalkan penerapan penganggaran berbasis akrual dengan alasan penerapan dual system (sistem akuntansi berbasis akrual dan penganggaran berbasis kas) telah sesuai dengan perkembangan internasional.

2.2.4.3 Penerapan Akuntansi Akrual Di Australia

Seperti halnya Selandia Baru, Australia juga telah lama menerapkan akuntansi akrual untuk lingkungan pemerintahan. Hanya saja reformasi akuntansi akrual di Australia lebih sederhana daripada Selandia Baru. Penerapan akuntansi akrual telah dimulai sejak 1995 dimana akuntansi akrual telah diimplementasikan di tingkat kementerian/lembaga. Dilanjutkan di tahun 1997 dalam penerapan laporan konsolidasian akrual.


(48)

1. Periode 1989-1992. Periode ini ditandai dengan penerapan akuntansi modifikasi kas.

2. Periode 1992-1994. Periode adalah periode dimana pemerintah menerapkan akuntansi akrual penuh. Pada periode ini menteri keuangan Australia mengumumkan agar setiap kementerian melaporkan dengan basis akrual paling lambat 30 Juni 1995. Pada periode ini juga dikeluarkan peraturan mengenai pedoman baru untuk laporan berbasis akrual yang diterapkan secara progresif mulai 1993.

3. Periode 1995 – setelahnya. Pada periode ini proses peralihan menuju akuntansi berbasis akrual penuh telah berlangsung stabil dan terukur. Implementasi akuntansi akrual penuh ditetapkan untuk tahun berakhir 30 Juni 1995.

Keberhasilan ketiga Negara di atas dalam menerapkan akuntansi berbasis akrual dalam lingkungan pemerintah tak lepas dari komintmen politik yang tinggi, SDM yang mumpuni, serta teknologi informasi yang memadai. Ketiga persyaratan ini merupakan hal utama yang menjadi pendukung kesuksesan reformasi akuntansi akrual. Hal ini dapat diadopsi pemerintah Indonesia dalam reformasi akuntansi akrual secara penuh hingga akhir 2015 nanti.

2.3 Pengakuan, Pengukuran,dan Pengungkapan Pendapatan Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan dan Standar Akuntansi Internasional.

Pada bagian ini akan dijelaskan tentang pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan pendapatan berdasarkan SAP menurut PP 71 tahun 2010. Selain itu juga akan dijelaskan tentang pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan pendapatan berdasarkan standar akuntansi sektor publik yang diterbitkan oleh


(49)

IPSASB yang merupakan lembaga yang bertanggung jawab mengeluarkan

International Publik Sektor Accounting Standards (IPSAS) yang merupakan standar internasional untuk akuntansi sektor publik.

2.3.1 Pengakuan, Pengukuran, dan Pengungkapan Pendapatan Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan

Dalam PP 71 tahun 2010 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual paragraf 84-86, definisi pengakuan dan penjelasan tentang manfaat ekonomi adalah sebagai berikut

(84) Pengakuan dalam akuntansi adalah proses penetapan terpenuhinya kriteria pencatatan suatu kejadian atau peristiwa dalam catatan akuntansi sehingga akan menjadi bagian yang melengkapi unsur aset, kewajiban, ekuitas, pendapatan-LRA, belanja, pembiayaan, pendapatan-LO, dan beban, sebagaimana akan termuat pada laporan keuangan entitas pelaporan yang bersangkutan. Pengakuan diwujudkan dalam pencatatan jumlah uang terhadap pos-pos laporan keuangan yang terpengaruh oleh kejadian atau peristiwa terkait.

(85) Kriteria minimum yang perlu dipenuhi oleh suatu kejadian atau peristiwa untuk diakui yaitu :

1. Terdapat kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan kejadian atau peristiwa tersebut akan mengalir keluar dari atau masuk ke dalam entitas pelaporan yang bersangkutan;

2. Kejadian atau peristiwa tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur atau dapat diestimasi dengan andal.

(86) Dalam menentukan apakah suatu kejadian/peristiwa memenuhi kriteria pengakuan, perlu dipertimbangkan aspek materialitas.

(87) Dalam kriteria pengakuan pendapatan, konsep kemungkinan besar manfaat ekonomi masa depan terjadi digunakan dalam pengertian derajat kepastian tinggi bahwa manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan pos atau kejadian/peristiwa tersebut akan mengalir dari atau ke entitas pelaporan. Konsep ini diperlukan dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan operasional pemerintah. Pengkajian derajat kepastian yang melekat dalam arus manfaat ekonomi masa depan dilakukan atas dasar bukti yang dapat diperoleh pada saat penyusunan laporan keuangan.

Sedangkan penjelasan tentang pengukuran dapat ditemukan di PP 71 tahun 2010 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual paragraf 98-99 sebagaimana berikut


(50)

(98) Pengukuran adalah proses penetapan nilai uang untuk mengakui dan memasukkan setiap pos dalam laporan keuangan. Pengukuran pos-pos dalam laporan keuangan menggunakan nilai perolehan historis.

(99) Pengukuran pos-pos laporan keuangan menggunakan mata uang rupiah. Transaksi yang menggunakan mata uang asing dikonversi terlebih dahulu dan dinyatakan dalam mata uang rupiah.

Kriteria pengakuan umumnya didasarkan pada nilai uang akibat peristiwa atau kejadian yang dapat diandalkan pengukurannya. Namun terkadang pengakuan didasarkan pada hasil estimasi yang layak. Apabila pengukuran berdasarkan biaya dan estimasi yang layak tidak mungkin dilakukan, maka pengakuan transaksi demikian cukup diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan. Penundaan pengakuan suatu pos atau peristiwa dapat terjadi apabila kriteria pengakuan baru terpenuhi setelah terjadi atau tidak terjadi peristiwa atau keadaan lain di masa mendatang

2.3.1.1 Basis Akuntansi Pendapatan

Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah berdasarkan PP 71 tahun 2010 pada dasarnya menganut basis akuntansi akrual sebagaimana disebutkan dalam pasal 4. Namun untuk masalah penganggaran disusun dan dilaksanakan berdasar basis kas. Oleh karena itu, terdapat dua jenis pelaporan yang melaporkan penggunaan sumber daya ekonomis suatu entitas, yaitu Laporan Operasional (LO) untuk melaporkan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah dengan basis akrual dan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) untuk melaporkan ikhtisar sumber, alokasi dan pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola oleh pemerintah dengan basis kas. Karena adanya pembagian pelaporan tersebut, maka pendapatan dibagi menjadi dua, yaitu Pendapatan LO dan Pendapatan LRA


(51)

2.3.1.2 Definisi Pendapatan

Berdasarkan PP 71 tahun 2010, definisi pendapatan LRA adalah sebagai berikut:

Pendapatan-LRA adalah penerimaan oleh Bendahara Umum Negara/Bendahara Umum Daerah atau oleh entitas pemerintah lainnya yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah (Lampiran I.01 Kerangka konseptual akuntansi pemerintahan paragraf 62). Pendapatan-LRA juga dapat didefinisikan sebagai semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah (Lampiran I.02 PSAP 01 Penyajian Laporan Keuangan paragraf 8)

Sedangkan definis pendapatan LO adalah sebagaimana berikut:

Pendapatan-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih (Lampiran I.01 Kerangka konseptual akuntansi pemerintahan paragraf 79). Pendapatan-LO juga dapat didefinisikan sebagai hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai penambah ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali (Lampiran I.02 PSAP 01 Penyajian Laporan Keuangan paragraf 8).

2.3.1.3 Pengakuan pendapatan 1. Pendapatan LRA

Berdasarkan PP 71 tahun 2010, pendapatan-LRA diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Umum Negara/Daerah (Lampiran I.03 PSAP No 02 LRA Berbasis Kas paragraf 21). Hal ini berarti berarti bahwa pendapatan dan penerimaan pembiayaan diakui pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan. Namun demikian, bilamana anggaran disusun dan dilaksanakan berdasarkan basis akrual, maka LRA disusun berdasarkan basis akrual.


(52)

2. Pendapatan LO

Untuk pendapatan LO, PP 71 tahun 2010 menyatakan dalam Lampiran I.13 PSAP 12 Laporan Operasional paragraf 19 bahwa Pendapatan-LO diakui pada saat:

a) Timbulnya hak atas pendapatan;

b) Pendapatan direalisasi, yaitu adanya aliran masuk sumber daya ekonomi. Hal ini berarti bahwa pendapatan diakui pada saat hak untuk memperoleh pendapatan telah terpenuhi walaupun kas belum diterima di Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan.

Penjelasan berikutnya tentang saat pengakuan pendapatan LO dapat dilihat pada paragraf 20-22 Lampiran I.13 PSAP 12 sebagaimana berikut

(20)Pendapatan-LO yang diperoleh berdasarkan peraturan perundang undangan diakui pada saat timbulnya hak untuk menagih pendapatan.

(21) Pendapatan-LO yang diperoleh sebagai imbalan atas suatu pelayanan yang telah selesai diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan, diakui pada saat timbulnya hak untuk menagih imbalan.

(22) Pendapatan-LO yang diakui pada saat direalisasi adalah hak yang telah diterima oleh pemerintah tanpa terlebih dahulu adanya penagihan

2.3.1.4 Pengukuran Pendapatan

Berdasarkan PP 71 tahun 2010 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual paragraf 99 dinyatakan “Pengukuran pos-pos dalam laporan keuangan menggunakan nilai perolehan historis. Pengukuran pos-pos laporan keuangan menggunakan mata uang rupiah. Transaksi yang menggunakan mata uang asing dikonversi terlebih dahulu dan dinyatakan dalam mata uang rupiah”


(53)

2.3.1.5 Pengungkapan Pendapatan 1. Pendapatan LRA

Aturan dalam pengungkapan pendapatan LRA berdasarkan Lampiran I.03 PSAP 02 PP 71 tahun 2010 paragraf 22-29 adalah sebagai berikut:

(22) Pendapatan-LRA diklasifikasikan menurut jenis pendapatan

(24 )Akuntansi pendapatan-LRA dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran)

(25) Dalam hal besaran pengurang terhadap pendapatan-LRA bruto (biaya) bersifat variabel terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat dianggarkan terlebih dahulu dikarenakan proses belum selesai, maka asas bruto dapat dikecualikan

(27) Pengembalian yang sifatnya sistemik (normal) dan berulang (recurring) atas penerimaan pendapatan-LRA pada periode penerimaan maupun pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan-LRA

(28) Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non recurring) atas penerimaan pendapatan-LRA yang terjadi pada periode penerimaan pendapatan-LRA dibukukan sebagai pengurang pendapatan- LRA pada periode yang sama

(29) Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non recurring) atas penerimaan pendapatan-LRA yang terjadi pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang Saldo Anggaran Lebih pada periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut

2. Pendapatan LO

Aturan dalam pengungkapan pendapatan LO berdasarkan Lampiran I.13 PSAP 12 PP 71 tahun 2010 paragraf 23-31 adalah sebagai berikut:

(23) Pendapatan-LO diklasifikasikan menurut sumber pendapatan

(26) Akuntansi pendapatan-LO dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan pendapatan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran)

(27) Dalam hal besaran pengurang terhadap pendapatan-LO bruto (biaya) bersifat variabel terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat di estimasi terlebih dahulu dikarenakan proses belum selesai, maka asas bruto dapat dikecualikan


(54)

(29)Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang (recurring) atas pendapatan-LO pada periode penerimaan maupun pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan

(30) Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non recurring) atas pendapatan-LO yang terjadi pada periode penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode yang sama

(31) Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non recurring) atas pendapatan-LO yang terjadi pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang ekuitas pada periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut.

2.3.2 Pengakuan, Pengukuran, dan Pengungkapan Pendapatan Menurut Standar Akuntansi Sektor Publik Internasional (IPSAS) No. 23

Pada standar IPSAS, terdapat dua jenis pendapatan, yaitu pendapatan dari transaksi pertukaran (Revenue from exchange transaction) yang diatur dalam IPSAS No.9, dan pendapatan dari transasksi non pertukaran (revenue from non exchange transaction) yang diatur dalam IPSAS No. 23. Contoh dari pendapatan transaksi pertukaran adalah pendapatan dari penjualan asset Negara atau dari pemberian jasa. Sedangkan contoh dari pendapatan dari transaksi non pertukaran adalah pajak dan transfer. Karena pendapatan perpajakan masuk dalam kategori pendapatan non pertukaran, maka dalam skripsi ini standar internasional yang akan dibahas adalah standar dalam IPSAS No.23,khususnya tentang pendapatan perpajakan.

2.3.2.1 Basis akuntansi dan Ruang Lingkup

Basis akuntansi yang digunakan pada standar ini adalah basis akuntansi akrual. Standar akuntansi ini diterapkan pada seluruh entitas pemerintah kecuali BUMN. Standar akuntansi ini tidak berlaku untuk entitas kombinasi yang melakukan transaksi non pertukaran. Pendapatan yang diatur dalam standar ini


(55)

adalah pendapatan non pertukaran, seperti pajak dan transfer, termasuk hibah, penghapusan utang, pemberian, dan hadiah.

2.3.2.2 Definisi Pendapatan Berdasarkan IPSAS No.23:

1. Revenue comprises gross inflows of economic benefits or service potential received and receivable by the reporting entity, which represents an increase in net assets/equity, other than increases relating to contributions from owners (paragraf 12).

2. Non-exchange transactions are transactions that are not exchange transactions. In a non-exchange transaction, an entity either receives value from another entity without directly giving approximately equal value in exchange, or gives value to other entity without directly receiving approximately equal value in exchange (paragraf 7).

3. Taxes are economic benefits or service potential compulsorily paid or payable to public sector entities, in accordance with laws and or regulations, established to provide revenue to the government. Taxes do not include fines or other penalties imposed for breaches of the law (paragraf 7).

4. Transfers are inflows of future economic benefits or service potential from non-exchange transactions, other than taxes. (paragraf 7).

2.3.2.3 Pengakuan Pendapatan

Kriteria pengakuan pendapatan diatur dalam IPSAS No 23 paragraf 31 yaitu

An inflow of resources from a non-exchange transaction, other than services in-kind, that meets the definition of an asset shall be recognized as an asset when, and only when:

(a) It is probable that the future economic benefits or service potential associated with the asset will flow to the entity; and

(b) The fair value of the asset can be measured reliably.

Jadi pendapatan akan diakui jika ada kemungkinan besar bahwa aliran manfaat ekonomi atau potensi layanan terkait aliran asset ke entitas dan nilai wajar dari asset dapat diukur secara andal. Sebuah aliran sumber daya dari transaksi non-pertukaran yang diakui sebagai aset diakui sebagai pendapatan, kecuali terdapat kewajiban yang juga diakui sehubungan dengan aliran yang sama.


(56)

2.3.2.4 Pengukuran Pendapatan

Pengukuran pendapatan diatur dalam IPSAS No 23 paragraf 48, yaitu “Revenue from non-exchange transactions shall be measured at the amount of the increase in net assets recognized by the entity”. Pendapatan transaksi non pertukaran harus diukur pada jumlah kenaikan aktiva bersih yang diakui oleh entitas. Ketika, sebagai hasil dari transaksi non-pertukaran, suatu entitas mengakui aset, maka juga harus mengakui pendapatan yang ekivalen dengan jumlah aset yang diukur,kecuali entitas tersebut juga harus mengakui adanya kewajiban.

2.3.2.5 Pengungkapan Pendapatan

Berdasarkan IPSAS No 23 paragraf 106 dinyatakan informasi yang harus diungkapkan oleh entitas baik di muka, atau dalam catatan atas laporan keuangan:

An entity shall disclose either on the face of, or in the notes to, the general purpose financial statements:

(a) The amount of revenue from non-exchange transactions recognized during the period by major classes showing separately:

(i) Taxes, showing separately major classes of taxes; and

(ii) Transfers, showing separately major classes of transfer revenue.

(b) The amount of receivables recognized in respect of non-exchange revenue; (c) The amount of liabilities recognized in respect of transferred assets subject to conditions;

(d) The amount of assets recognized that are subject to restrictions and the nature of those restrictions;

(e) The existence and amounts of any advance receipts in respect of non-exchange transactions; and

(f) The amount of any liabilities forgiven.

Selain itu, Berdasarkan IPSAS No 23 paragraf 107 Entitas harus mengungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan:

(a) The accounting policies adopted for the recognition of revenue from non-exchange transactions;

(b) For major classes of revenue from non-exchange transactions, the basis on which the fair value of inflowing resources was measured;


(1)

Kas Menuju Akrual Akrual c) Laporan Kinerja Keuangan

Laporan realisasi pendapatan (basis akrual) dan belanja (basis akrual) – bersifat OPSIONAL

d) Laporan Perubahan Ekuitas

Kenaikan dan penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan tahun sebelumnya – bersifat OPSIONAL e) Laporan Arus Kas

• Penerimaan Kas • Pengeluaran Kas f) CaLK (paragraf 57-77) a) Neraca • Aset • Kewajiban • Ekuitas

b) Laporan Operasional (LO) • Pendapatan - LO • Beban

• Transfer • Pos Luar Biasa

c) Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)

Menyajikan kenaikan dan penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan sebelumnya

d) Laporan Arus Kas • Penerimaan Kas • Pengeluaran Kas g) CaLK

(paragraf 60-83) 8. Pengakuan Unsur Laporan Keuangan

Pengakuan pendapatan a) Menurut basis akrual

Diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan tersebut atau ada aliran masuk sumber daya ekonomi

b) Menurut basis kas

Diakui pada saat kas diterima di rekening kas umum negara/daerah atau oleh entitas pelaporan (paragraf 88)

Pengakuan Belanja a) Menurut basis akrual

Diakui saat timbulnya kewajiban atau saat diperoleh manfaat

b) Menurut basis kas

Diakui saat terjadinya pengeluaran dari rekening kas umum

8.Pengakuan Unsur Laporan Keuangan

Pengakuan pendapatan

a) Pendapatan LO diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan tersebut atau ada aliran masuk sumber daya ekonomi.

b) Pendapatan LRA diakui pada saat kas diterima di rekening kas umum negara/daerah atau oleh entitas pelaporan

Pengakuan Belanja dan Beban a) Beban diakui saat timbulnya

kewajiban, terjadinya konsumsi aset, atau terjadinya

penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa.


(2)

Kas Menuju Akrual Akrual Negara/daerah atau entitas pelaporan

(paragraph 89)

b) Belanja diakui berdasarkan terjadinya pengeluaran dari rekening kas umum Negara/daerah atau entitas pelaporan (paragraph 96-97) 9. Pengakuan Unsur Laporan Keuangan

Menggunakan nilai perolehan historis. Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas atau sebesar nilai wajar dari imbalan yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut.

Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal (Paragraf 90)

9.Pengakuan Unsur Laporan Keuangan

Menggunakan nilai perolehan historis. Aset dicatat sebesar pengeluaran/penggunaan sumber daya ekonomi atau sebesar nilai wajar dari imbalan yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut Kewajiban dicatat sebesar nilai wajar sumber daya ekonomi yang digunakan pemerintah untuk memenuhi kewajiban yang bersangkutan (Paragraf 98)

Sumber : Tanjung (2012,22) : Akuntansi Pemerintahan Daerah Berbasis Akrual Pendekatan Teknis Sesuai PP No.71/2010


(3)

(4)

(5)

(6)