MAKALAH HAKIKAT PENDIDIKAN BAGI MANUSIA

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

  (Hakikat Pendidikan Bagi Manusia) Aktivitas kerja pendidikan hanya dapat dilakukan oleh manusia yang memiliki lapangan dan jangkauan yang sangat luas mencakup semua pengalaman dan pemikiran manusia tentang pendidikan. Sebelum kita tinjau lebih lanjut apa yang dimaksud dengan pendidikan, terlebih dahulu perlu kiranya diterangkan dua istilah yang hampir sama bentuknya, yaitu paedagogie dan paedagogik. Paedagogie artinya pendidikan, sedangkan paedagogik artinya ilmu pendidikan.

  Paedagogik atau ilmu pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik. Paedagogik berasal dari bahasa Yunani paedagogia yang berarti pergaulan dengan anak-anak. Paedagogos ialah seorang pelayan atau bujang pada jaman Yunani Kuno yang pekerjaanya mengantar dan menjemput anak-anak ke dan dari sekolah. Paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing, memimpin). Perkataan paedagogos yang mulanya berarti rendah (pelayan, bujang), sekarang dipakai untuk pekerjaan yang mulia. Paedagoog (pendidik atau ahli didik) ialah seorang yang tugasnya membimbing anak dalam pertumbuhannya agar dapat berdiri sendiri. (Ngalim Purwanto, 1995 : 3).

  Rupert C. Lodge dalam Philosophy of education (1974 : 23) menyatakan bahwa dalam pengertian yang luas pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman. Dalam pengertian yang luas ini kehidupan adalah pendidikan dan pendidikan adalah kehidupan itu.

  Definisi pendidikan yang mungkin dirumuskan adalah definisi pendidikan dalam arti sempit. Marimba (1962 : 15), mendefinisikan: Pendidikan sebagai bimbingan atau

  

pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan ruhani si

terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.

  Kaitan Manusia dengan Pendidikan Islam Terkait dengan pendidikan Islam, yaitu

mencari tahu bagaimana Islam mengatur, mengarahkan dan mempraktikkan pola

pendidikan yang dapat melahirkan manusia-manusia muslim yang sempurna. Maka, ketika

akan membicarakan pendidikan Islam yang lebih dalam, yang harus didahulukan itu adalah

memahami inti manusia itu sendiri. Hal ini diakui oleh hampir seluruh pengkaji masalah

pendidikan, di mana pembahasan tentang hakikat manusia selalu didahulukan. Dengan

demikian, hampir seluruh pengkaji pendidikan, tidak melepaskan pembahasannya dari

penjelasan tentang hakikat manusia. Tidak terkecuali para filosof dan tokoh-tokoh Barat

  

seperti halnya Socrates [470-399 SM], Plato [meninggal tahun 347 SM], Rene Descartes

[1996-1650 SM], Thomas Hobbes [1588-1629], John Locke [1623-1704] dan Immanuel

Kant [1724-1804]. Adapun dalam pandangan Islam, sebagaimana dijelaskan al-Syaibani,

Abdul Fattah Jalal dan lain-lain disebutkan bahwa manusia itu terdiri atas unsur jasmani,

akal dan rohani yang ketiganya sama pentingnya untuk dikembangkan. Konsekuensinya,

pendidikan harus dipola (design) untuk mengembangkan ketiga unsur tersebut. Maka,

penting untuk dicermati pemenuhan terhadap kebutuhan geraknya badan/jasmani (riyadhat

al-abdân), kerjanya akal (riyadhat al-adzhân) dan olah rasa/hati (riyadhat al-nufûs), akan

memaksimalkan terhadap tujuan pendidikan itu sendiri. Artinya, keberhasilan dalam upaya

memanusiakan manusia sangat tergantung kepada sejauh mana kemampuan seseorang atau

kelompok (pendidik, penyelenggara dan pihak lain yang berwenang tentang pendidikan)

mampu memenuhi kebutuhan tiga unsur tadi.

  Teori dan pendidikan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan yang memiliki hubungan komplementer, yang saling mengisi satu sama lainnya. Praktik pendidikan seperti pelaksanaan pendidikan dalam lingkungan keluarga, pelaksanaan pendidikan di sekolah, pelaksanaan pendidikan di masyarakat, dapat dijadikan sumber dalam penyusunan suatu teori pendidikan. Suatu teori pendidikan dapat dijadikan sebagai suatu pedoman dalam melaksanakan praktik pendidikan. Gunning pernah berkata: “Teori tanpa praktik adalah baik pada kaum cerdik cendekiawan dan praktik tanpa teori hanya terdapat pada orang-orang gila dan para penjahat”. Teori pendidikan mutlak perlu dipelajari secara akademis, apalagi bagi mereka yang dipersiapkan untuk menjadi seorang pendidik. Teori pendidikan perlu dan harus kita pelajari, karena yang akan dihadapi adalah manusia, menyangkut nasib hidup dan kehidupan manusia, menyangkut harkat martabat manusia, serta hak asasinya.

  1. Manfaat teori pendidikan : a) Memberi arah serta tujuan mana yang akan dicapai.

  b) Untuk memperkecil kesalahan dalam praktik, atas dasar teori pendidikan, diketahui mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan.

  c) Berfungsi sebagai tolak ukur, sejauh mana kita telah berhasil melaksanakan tugas dalam pendidikan.

  2. Konsep Pendidikan

  a. Konsep Dasar Pendidikan Langeveld seorang ahli pedagogic dari Negeri Belanda mengemukakan batasan pengertian pendidikan, bahwa pendidikan adalah suatu bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai tujuan, yaitu kedewasaan. Dengan menggunakan istilah bimbingan, pendidikan merupakan suatu usaha yang disadari, bukan suatu perbuatan yang serampangan begitu saja, harus kita pertimangkan segala akibatnya dari perbuatan-perbuatan mendidik itu.

  Dalam GBHN 1973, dikemukakan pengertian pendidikan bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Konsep dasar tentang pendidikan :  Pendidikan berlangsung seumur hidup (life long education)  Tanggungjawab pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.  Pendidikan merupakan suatu keharusan, karena pendidikan, manusia akan memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang.

  b. Pendidikan Hanya Berlaku bagi Manusia Pendidikan menyangkut hati nurani, nilai-nilai, perasaan, pengetahuan, dan keterampilan. Dengan pendidikan manusia ingin atau berusaha untuk meningkatkan dan mengembangkan serta memperbaiki nilai-nilai, hati nuraninya, perasaannya, pengetahuannya, dan keterampilannya.

  c. Manusia Perlu Dididik (Memperoleh Pendidikan) Asumsi yang memungkinkan manusia itu perlu mendapatkan pendidikan: 1. Manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya.

  2. Manusia lahir tidak langsung dewasa.

  3. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial.

  4. Manusia pada hakikatnya dapat dididik dan dapat mendidik dirinya sendiri secara terus menerus sepanjang hayat.

  d. Pendidikan sebagai Suatu Proses Transformasi Nilai Pendidikan bertujuan untuk mencapai kepribadian individu yang lebih baik. Nilai- nilai yang akan ditransformasikan mencakup nilai-nilai religi, nilai-nilai kebudayaan, nilai-nilai pengetahuan, dan teknologi, serta nilai-nilai keterampilan.

  Nilai-nilai yang akan kita transformasikan tersebut dalam rangka mempertahankan, mengembangkan, bagkan kalau perlu mengubah kebudayaan yang akan dimiliki masyarakat.

  e. Tujuan Pendidikan Pendidikan mengemban tugas untuk menghasilkan generasi yang baik, manusia- manusia yang lebih berkebudayaan, manusia sebagai individu yang memiliki kepribadian yang lebih baik. Indikator dari manusia dewasa diantaranya: o Manusia yang mandiri, dapat hidup sendiri, mengambil putusan sendiri, tidak menggantungkan diri kepada orang lain. o Bertanggungjawab kepada perbuatannya, dan dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya tersebut. Lain dengan anak yang belum dewasa, ia tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya. o Telah mampu memahami norma-norma serta moral dalam kehidupan dan sekaligus berkesanggupan untuk melaksanakan norma serta moral tersebut dalam kehidupannya yang dimanifestasikan dalam kehidupan bersama.

  f. Pendidikan Berlangsung Sepanjang Hayat Pendidikan lebih luas daripada menyekolahkan anak. Pendidikan dimulai dari anak lahir bahkan sebelum anak lahir (pendidikan pre natal), dan akan berlangsung terus sampai manusia meninggal dunia, sepanjan ia mampu menerima pengaruh- pengaruh. Oleh karena itu proses pendidikan akan berlangsung dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.

  3. Ilmu Pendidikan sebagai Ilmu yang Bersifat Deskriptif Normatif Nilai yang dijunjung tinggi ini dijadikan norma untuk menentukan ciri-ciri manusia yang ingin dicapai melalui praktik pendidikan. Nilai-nilai ini tidak diperolah hanya dari prakti dan pengalaman mendidik, tetapi secara normative bersumber dari norma masyarakat, norma filsafat, dan pandangan hidup, bahkan juga dari keyakinan keagamaan yang dianut oleh seseorang.

  4. Ilmu Pendidikan sebagai Ilmu yang Bersifat Teoritis dan Praktis-Pragmatis Pendidikan memerlukan dimensi-dimensi sebagai berikut: 1) Pengetahuan dirinya sebagai pendidik.

  2) Pengetahuan tentang tujuan pendidikan. 3) Pengetahuan tentang anak didik.

  4) Setelah mempunyai pengetahuan tentang anak didik, dicarinya cara-cara mendidik yang sesuai dengan keadaan anak untuk membawa kea rah pencapaian tujuan. 5) Akhirnya kita perlu pengetahuan tentang martabat manusia pada umumnya pemikiran teoretis tentang martabat anak sebagai manusia. Pendidikan adalah sejenis perbuatan dengan sengaja. Jadi setiap pendidikan harus sadar dan melihat dengan jelas tujuan-tujuan yang hendak dicapai karena tujuan itu member corak terhadap setiap tindakan pendidikan.

  5. Pendidikan sebagai Suatu Sistem Definisi system yang terkait dengan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003, sebagaimana dinyatakan bahwa: “Sistem pendidikan nasinal adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional”. Di dalam suatu system terdapat: 1) Komponen-komponen yang dapat dikenali.

  2) Komponen-komponen tersebut saling terkait secara teratur. 3) Komponen-komponen tersebut saling ketergantungan satu sama lain. 4) Mekanisme antar komponen saling terkait dan merupakan satu kesatuan organisasi. 5) Kesatuan organisasi tersebut berfungsi dalam mencapai tujuan. 6) Unsur-unsur dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendidikan

  a. Peserta Didik Peserta didik tidak lagi dianggap sebagai sosok yang pasif menerima informasi yang datang dari pendidik belaka. Perbedaan yang dialami peserta didik tersebut menjadikan mereka berbeda pula perkembangannya secara individual, khususnya pada perkembangan psikisnya. Disamping itu, perbedaan individual juga terjadi akibat irama perkembangan dan faktor-faktor perkembangan yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik.

  b. Pendidik Pendidik pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : (1) pendidik menurut kodrat ( pendidik kodrati) yang dalam hal ini adalah orang tua, dan (2) pendidik menurut jabatan ( pendidik profesi ) yaitu guru. Jabatan guru harus memenuhi syarat-syarat, antara lain: (a) Berijazah guru (lulusan LPTK). (b) Berjiwa Pancasila, religious, dan berkebudayaan kebangsaan Indonesia. (c) Menghormati setiap aliran agama dan keyakinan hidup.

  (d) Susila dan cakap, demokratis serta bertanggungjawab. (e) Menguasai bahasa Indonesia. (f) Sehat jasmani dan rohani termasuk juga tidak mempunyai cacat fisik dan mental yang dapat mengganggu tugasnya sebagai seorang guru.

  Alat pendidikan yang normative yang dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: alat pendidikan preventif, dan alat pendidikan represif.  Alat Pendidikan Preventif Alat pendidikan preventif adalah alat pendidikan yang bersifat pencegahan. Tujuan alat-alat pendidikan preventif ini untuk menjaga agar hal-hal yang dapat menghambat atau mengganggu kelancaran dari proses pendidikan dapat dihindarkan. Termasuk dalam alat-alat pendidikan preventif yaitu : Tata tertib, Anjuran dan perintah, Larangan dan ancaman, Paksaan, dan Disiplin.

   Alat Pendidikan Represif Alat pendidikan represif disebut juga alat pendidikan kuaratif atau alat pendidikan korektif (perbaikan). Alat pendidikan represif bertujuan menyadarkan anak kembali pada hal-hal yang benar, yang baik dan yang tertib. Termasuk dalam alat-alat pendidikan represif yaitu : Pemberitahuan, Teguran, Peringatan, Hukuman (“punishment”), Ganjaran/penghargaan (“reward”).

  c. Tujuan Pada saat peserta didik mengalami perkembangan, pendidik memiliki tujuan agar peserta didik: (1) pandai berbicara, membaca dan menulis, berhitung dan sebagainya, (2) bertambah cerdas, rajin, teliti, berani, dan sebagainya, (3) berbudi pekerti luhur, cinta bangsa dan tanah air, dan sebagainya.

  1) Tujuan Umum Tujuan umum disebut pula tujuan universal/tujuan lengkap/tujuan akhir/tujuan sempurna. Tujuan umum ialah tujuan didalam pendidikan yang seharusnya menjadi tujuan orang tua atau pendidik. 2) Tujuan Tidak Sempurna

  Yang dimaksud dengan tujuan tidak sempurna atau tidak lengkap adalah tujuan yang menyangkut segi-segi tertentu, seperti kesusilaan, keagamaan, kemasyarakatan, keindahan, seksual, dan lain-lain. 3) Tujuan Sementara

  Disebut sebagai tujuan sementara, karena merupakan tempat pemberhentian sementara belajar berbicara, membaca dan menulis, dan sebagainya dalam rangka mencapai tujuan sementara yang lebih tinggi dalam perkembangan anak lebih lanjut ialah belajar berkomunikasi dalam kehidupannya.

  4) Tujuan Perantara Tujuan ini dinamakan juga “intermediair”. Tujuan ini ditentukan dalam rangka mencapai tujuan sementara. 5) Tujuan Insidental

  Tujuan ini hanya merupakan peristiwa-peristiwa yang terlepas saat demi saat dalam proses menuju pada tujuan umum. 6) Tujuan Khusus

  Tujuan ini adalah pengkhususan dari tujuan umum, misalnya sehubungan gender, maka diselenggarakan sekolah SMKK (khusus putrid) dan STM (khusus putra)

  d. Isi Pendidikan Yang termasuk isi pendidikan ialah segala sesuatu yang oleh pendidik langsung diberikan kepada peserta didik dan diharapkan untuk dikuasai peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Adapun syarat-syarat yang dimaksud adalah: (1) materi harus sesuai dengan tujuan pendidikan, dan (2) materi harus sesuai dengan peserta didik. 1) Materi Sesuai dengan Tujuan Pendidikan.

  Nilai-nilaiyang dimaksud adalah nilai material, nilai formal, nilai praktis/fungsional, nilai sosial,nilai etis, dan nilai estetis. 2) Materi Sesuai dengan Peserta Didik.

  Materi yang akan diberikan harus dapat disesuaikan dengan kemampuan, menarik perhatian, kenis kelamin, umur, bakat dan pembawaan, minat dan perhatian, latar belakang, dan pengalaman peserta didik.

  e. Metode Interaksi yang terjadi dapat berlangsung secara edukatif, efisien dan efektif dalam mencapai tujuan, maka diperlukan metode yang tepat, disamping itu diperlukan pula pemilihan materi yang sesuai. Salah satu kriterium utama yang menentukan dalam penggunaan metode adalah tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu, penggunaan metode banyak tergantung pada kemampuan guru yang bersangkutan.

  f. Lingkungan Situasi lingkungan yang dimaksud meliputi: lingkungan social budaya, lingkungan fisik (teknik, bangunan, gedung, dan lain-lain), dan lingkungan alam fisis (cuaca, musim, dan lain-lain). Sebagai salah satu unsure pendidikan, situasi lingkungan seara potensial dapat menunjang atau menghambat usaha pendidikan. Pada hal-hal tertentu yaitu situasi lingkungan tersebut berpengaruh negative terhadap pendidikan, maka situasi lingkungan tersebut menjadi pembatas. Dibawah ini adalah salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pendidikan :

  1. Lingkungan Keluarga Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan bahwa keluarga merupakan bagian dari lembaga pendidikan informal. Selain itu, kelurga juga disebut sebagai satuan pendidikan luar sekolah. Pentingnya pembahasan tentang keluarga ini mengingat bahwa keluarga memiliki peranan penting dan paling pertama dalam mendidik setiap anak. Bahkan Ki Hajar Dewantara, seperti yang dikutip oleh Abuddin Nata, menyebutkan bahwa keluarga itu buat tiap-tiap orang adalah alam pendidikan yang permulaan. Dalam hal ini, orang tua bertindak sebagai pendidik, dan si anak bertindak sebagai anak didik. Oleh karena itu, keluarga mesti menciptakan suasana yang edukatif sehingga anak didiknya tumbuh dan berkembang menjadi manusia sebagaimana yang menjadi tujuan ideal dalam pendidikan Islam.

  2. Lingkungan Sekolah Sekolah atau dalam Islam sering disebut madrasah, merupakan lembaga pendidikan formal, juga menentukan membentuk kepribadian anak didik yang Islami. Bahkan sekolah bisa disebut sebagai lembaga pendidikan kedua yang berperan dalam mendidik peserta didik. Hal ini cukup beralasan, mengingat bahwa sekolah merupakan tempat khusus dalam menuntut berbagai ilmu pengetahuan.

  Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati menyebutkan bahwa disebut sekolah bila mana dalam pendidikan tersebut diadakan di tempat tertentu, teratur, sistematis, mempunyai perpanjangan dan dalam kurun waktu tertentu, berlangsung mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, dan dilaksanakan berdasarkan aturan resmi yang telah ditetapkan.

  3. Lingkungan Masyarakat Dalam proses pendidikan, tetapi tidak mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat. Masyarakat yang terdiri dari sekelompok atau beberapa individu yang beragam akan mempengaruhi pendidikan peserta didik yang tinggal di sekitarnya. Oleh karena itu, dalam pendidikan Islam, masyarakat memiliki tanggung jawab dalam mendidik generasi muda tersebut. Menurut an-Nahlawi, tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan tersebut hendaknya melakukan beberapa hal, yaitu: pertama, menyadari bahwa Allah menjadikan masyarakat sebagai penyuruh kebaikan dan pelarang kemungkaran/amar ma’ruf nahi munkar (Qs. Ali Imran/3: 104); kedua, dalam masyarakat Islam seluruh anak-anak dianggap anak sendiri atau anak saudaranya sehingga di antara saling perhatian dalam mendidik anak-anak yang ada di lingkungan mereka sebagaimana mereka mendidik anak sendiri; ketiga, jika ada orang yang berbuat jahat, maka masyarakat turut menghadapinya dengan menegakkan hukum yang berlaku, termasuk adanya ancaman, hukuman, dan kekerasan lain dengan cara yang terdidik; keempat, masyarakat pun dapat melakukan pembinaan melalui pengisolasian, pemboikotan, atau pemutusan hubungan kemasyarakatan sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Nabi; dan kelima, pendidikan kemasyarakatan dapat dilakukan melalui kerja sama yang utuh karena masyarakat muslim adalah masyarakat yang padu. Ibn Qayyim mengemukakan istilah tarbiyah ijtimaiyah atau pendidikan kemasyarakatan. Menurutnya tarbiyah ijtimaiyah yang membangun adalah yang mampu menghasilkan individu masyarakat yang saling mencintai sebagian dengan sebagian yang lainnya, dan saling mendoakan walaupun mereka berjauhan. Antara anggota masyarakat harus menjalin persaudaraan. Dalam hal ini, ia mengingatkan dengan perkataan hikmah “orang yang cerdik ialah yang setiap harinya mendapatkan teman dan orang yang dungu ialah yang setiap harinya kehilangan teman”.