BAB 2 TINJUAN PUSTAKA 2.1 Air - Analisa Kadar Fosfat Pada Beberapa Air Sungai Di Kota Medan Secara Spektrofotometri UV-Visible

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA

2.1 Air

  Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik, dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, antara lain menyebabkan penurunan kualitas air (Effendi, 2003).

  Air dipermukaan bumi terdiri atas 97 % air asin di lautan 2 % masih berupa es, 0,0009 % berupa danau, 0,00009 % merupakan air tawar di sungai dan sisanya merupakan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup manusia, tumbuhan dan hewan yang hidup di daratan. Oleh sebab itu, air merupakan barang langka yang paling dominan dibutuhkan di permukaan bumi ini.

  Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorang pun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan membersihkan kotoran yang ada disekitar rumah. Air juga digunakan untuk keperluan industri, pertanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi, transportasi, dan lain-lain (Chandra, 2006).

  Suatu perairan merupakan suatu ekosistem yang kompleks sekaligus merupakan habitat dari berbagai jenis makhluk hidup, baik yang berukuran besar seperti ikan dan berbagai jenis makhluk hidup berukuran kecil (mikroba) yang hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop.

  Seiring dengan meningkatnya kemajuan di sektor industri, semakin meningkat pula masalah pencemaran di Indonesia. Masuknya limbah industri ke dalam suatu perairan dapat menyebabkan menurunnya kualitas perairan tersebut ( Nugroho, 2006).

2.2 Sumber air

  Mengingat pentingnya peranan air, sangat diperlukan adanya sumber air yang dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas dan kualitas nya. Beberapa sumber air, yaitu : a.

  Air Permukaan (Surface Water) Air Permukaan meliputi air sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya. Air yang jatuh sebagai hujan tidak semuanya dapat mencapai permukaan tanah, sebagai tertahan oleh vegetasi dan bangunan. Sebagaian air yang mencapai permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah dan menjadi air tanah melalui proses infiltrasi, sebagaian lagi mengalir ke badan air sebagai air permukaan.

  Air hujan yang jatuh ke bumi dan menjadi air permukaan memiliki kadar bahan- bahan terlarut atau unsur hara yang sangat sedikit. Air hujan biasanya bersifat asam, dengan nilai pH sekitar 4,2. Hal ini disebabkan air hujan melarutkan gas- gas yang terdapat di atmosfer, misalnya gas karbondioksida (CO

  2 ), sulfur (S), dan nitrogen oksida (NO 2 ) yang dapat membentuk asam lemah.

  b.

  Air Tanah (Ground Water) Air tanah (ground water) merupakan air yang berada di bawah permukaan tanah. Air tanah ditemukan pada akifer. Pergerakan air tanah sangat lambat,

  • 10

  kecepatan arus berkisar antara 10 m/detik dan kuantitas air yang mampu diserap oleh tanah tergantung pada kondisi fisik tanah, misalnya bobot isi (bobot tanah tiap satuan volume tanah), permeabilitas (daya tanah melalukan air), infiltrasi (daya tanah meresapkan air), porositas (jumlah volume udara yang terkandung dalam tanah). Sebelum mencapai jenuh, air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan dialirikan sebagai limpasan permukaan (surface run off ) ke badan air. Air yang masuk ke dalam tanah akan mencapai akifer (Effendi,2003).

  2.3 Kegunaan Air

  Air dibutuhkan untuk bermacam-macam keperluan. Kualitas air untuk keperluan minum berbeda dengan untuk keperluan industri. Kegunaan air dirinci menjadi golongan sebagai berikut : Gol. I : Air minum yang dapat digunakan langsung tanpa pengolahan Gol II: Air untuk minum rumah tangga dan keperluan lainnya tapi tidak untuk golongan I.

  Gol. III : Air untuk keperluan perikanan, peternakan dan keperluan lainnya tetapi tidak sesuai golongan I dan II Gol. IV : Air untuk keperluan pertanian, usaha industri listrik tenaga air, lalu lintah air dan keperluan lainnya tapi tidak sesuai I, II, dan III Gol. V : Air yang tidak sesuai untuk golongan I, II, III, dan IV (Gintings. P, 1992)

  2.4 Sifat-Sifat Air

  Air memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh senyawa kimia yang lain. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Air memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh senyawa kimia yang lain. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut :pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni 0° C (32° F)

  • – 100° C, air berwujud cair. Suhu 0°C merupakan titik beku (freezing point) dan pada suhu 100°C merupakan titik didih (boiling point) air. Tanpa sifat tersebut, air yang terdapat di laut, sungai, danau, dan badan air yang lain akan berada dalam bentuk gas atau padatan, sehingga tidak akan terdapat kehidupan di muka bumi ini, karena sekitar 60 % - 90 % bagian sel makhluk hidup adalah air.

  2. Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat penyimpan panas yang sangat baik. Sifat ini memungkinkan air tidak menjadi panas ataupun dingin dalam seketika. Perubahan suhu air yang lambat mencegah terjadinya stresspada makhluk hidup karena adanya perubahan suhu yang mendadak dan memelihara suhu bumi agar sesuai bagi makhluk hidup. Sifat ini juga menyebabkan air sangat baik digunakan sebagai pendingin mesin.

3. Air memerlukan panas yang tinggi dalam proses penguapan. Penguapan

  (evaporasi) adalah proses perubahan air menjadi uap air. Proses ini memerlukan energi panas dalam jumlah yang besar. Sebaliknya, proses ini perubahan uap air menjadi cairan (kondensasi) melepaskan energi panas yang besar. Pelepasan energi ini merupakan salah satu penyebab mengapa kita kita merasa sejuk pada saat berkeringat. Sifat ini juga merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya penyebaran panas secara baik di bumi.

  4. Air merupakan pelarut yang sangat baik. Air mampu melarutkan berbagai jenis senyawa kimia. Air hujan mengandung senyawa kimia dalam jumlah yang sangat sedikit, sedangkan air laut dapat mengandung senyawa kimia hingga

  35.000 mg/liter. Sifat ini memungkinkan unsur hara (nutrien) terlarut diangkut keseluruh jaringan tubuh makhluk hidup dan memungkinkan air digunakan sebagai pencuci yang baik dan pengencer bahan pencemar (polutan) yang masuk kedalam badan air.

  5. Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi. Suatu cairan dikatakan memiliki tegangan permukaan yang tinggi jika tekanan antar - molekul cairan tersebut tinggi. Tegangan permukaan yang tinggi juga memungkinkan terjadinya sistem kapiler, yaitu kemampuan untuk bergerak dalam pipa kapiler dan sifat sebagai pelarut yang baik, air dapat membawa nutrien dari dalam tanah ke jaringan tumbuhan (akar, batang, dan daun). Adanya tegangan permukaan memungkinkan beberapa organisme, misalnya jenis- jenis insekta, dapat menyerap di permukaan air.

  6. Air merupakan satu-satunya senyawa yang merenggang ketika membeku. Pada saat membeku, air merenggang sehingga es memiliki nilai densitas (massa/volume) yang lebih rendah daripada air. Dengan demikian, es akan mengapung di air. Sifat ini mengakibatkan danau-danau di daerah yang beriklim dingin hanya membeku pada bagian permukaan (bagian di bawah permukaan masih berupa cairan) sehingga kehidupan organisme akuatik tetap berlangsung.

2.4.1. Parameter Fisika

  Parameter fisika umumnya dapat diidentifikasi dari kondisi fisik air tersebut. Parameter fisika meliputi bau, kekeruhan, rasa, suhu, warna dan jumlah zat padat terlarut (TDS). Air yang baik idealnya tidak berbau. Air yang berbau busuk tidak menarik dipandang dari sudut estetika.

  Air yang baik idealnya harus jernih. Air yang keruh mengandung partikel padat tersuspensi yang dapat berupa zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan.

  Disamping itu air yang keruh sulit didesinfeksi, karena mikroba patogen dapat terlindungi oleh partikel tersebut.

  Air yang baik idealnya juga tidak memiliki rasa/tawar. Air yang tidak tawar mengindikasikan adanya zat-zat tertentu di dalam air tersebut. Rasa asin disebabkan adanya garam-garam tertentu di dalam air, begitu juga rasa asam disebabkan adanya asam di dalam air dan rasa pahit disebabkan adanya basa di dalam air tersebut.

  Padatan terlarut total (Total Dissolved Solid-TDS) adalah bahan bahan

  6 -6 -3

  terlarut (Diameter < 10 ) dan koloid (diameter 10 - 10 mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain. Bila TDS bertambah maka kesadahan akan naik. Kesadahan yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya endapan/kerak pada sistem perpipaan.

2.4.2. Parameter Kimia

  Parameter kimiawi dikelompokkan menjadi kimia anorganik dan kimia organik. Dalam standard air minum di Indonesia zat kimia anorganik dapat berupa logam, zat reaktif, zat-zat berbahaya dan beracun serta derajat keasaman (pH). Sedangkan zat kimia organik dapat berupa insektisida dan herbisida, Volatile

  organic chemicals (zat kimia organik mudah menguap) zat-zat berbahaya dan beracun maupun zat pengikat oksigen.

  Sumber logam dalam air dapat berasal dari industri, pertambangan ataupun proses pelapukan secara alamiah. Korosi dari pipa penyalur air minum dapat juga menyebabkan kehadiran logam dalam air minum.

2.5. Fosfat

  Fosfat terdapat dalam air alam atau air limbah sebagai senyawa ortofosfat,

  • polifosfat, dan fosfat organis. Ortofosfat adalah senyawa monomer seperti H

  2 PO 4 , 2- 3-

  HPO , dan PO , sedangkan polifosfat (juga disebut

  4 4 “condensed phosphates”) 3- 5-

  merupakan senyawa polimer seperti (PO

  3 ) 6 (heksametafosfat), P

  3 O

  10 4-

  (tripolifosfat) dan P

2 O 7 (pirofosfat); fosfat organis adalah P yang terikat dengan senyawa-senyawa organis sehingga tidak berada dalam larutan secara terlepas.

  Dalam air alam atau buangan, fosfor P yang terlepas dan senyawa P selain yang disebutkan di atas hampir tidak ditemui (Alaerts, G. dan Sri Sumestri, S. 1984).

  Kandungan fosfat yang tinggi menyebabkan suburnya algae dan organisme lainnya. Fosfat kebanyakan berasal dari bahan pembersih yang mengandung senyawa fosfat. Dalam industri kegunaan fosfat terdapat pada ketel uap untuk mencegah kesadahan. Maka pada saat penggantian air ketel, buangan ketel menjadi sumber fosfat.

  Pengukuran kandungan fosfat dalam air limbah berfungsi untuk mencegah tingginya kadar fosfat sehingga tidak merangsang pertumbuhan tumbuh- tumbuhan dalam air. Sebab pertumbuhan subur akan menghalangi kelancaran arus air. Pada danau suburnya tumbuh-tumbuhan air mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut karena berkurangnya intensitas cahaya yang masuk ke perairan dan kesuburan tanaman lainnya (Gintings, 1992).

  Air biasanya mengandung fosfat anorganik terlarut. Fitoplankton dan tanaman lain akan mengabsorbsi fosfat ini membentuk senyawa misalnya adenosin trifosfat, ATP. Fosfor juga merupakan faktor pembatas. Perbandingan fosfor dengan unsur lain dalam ekosistem air lebih kecil daripada dalam tubuh organisme hidup. Diduga bahwa fosfor merupakan nutrien pembatas dalam eutrofikasi, artinya air dapat mempunyai misalnya konsentrasi nitrat yang tinggi tanpa percepatan eutrofikasi asalkan fosfat sangat rendah. Fosfor ternyata merupakan pendorong kegiatan pengikatan nitrogen bagi ganggang biru (Sastrawijaya, 1991).

  Didalam suatu perairan sumber nutrien dapat berupa unsur hara makro (C, O, H, N, P, Mg, Ca, Na dan Cl) dan unsur hara mikro (Fe, Mn, Cu, Zn, B, Co).

  Diantara unsur hara tersebut, yang dianggap sangat esensial untuk produksi yaitu nitrogen (N) dan fosfor (P) karena dapat dibentuk melalui proses fotosintesis.

  Selain itu, N dan P merupakan faktor pembatas pertumbuhan fitoplankton di perairan alami. Namun demikian, N dan P dapat menjadi pemicu blooming alga apabila jumlahnya berlebihan.

Tabel 1.1. Kategori Kesuburan Perairan berdasarkan Kandungan Fosfat

  Kandungan P (mg/L) Kesuburan Perairan 0,000 Rendah

  • – 0,020 0,021 Cukup – 0,050

  0,051 Baik

  • – 0,100 0,101 Baik sekali
  • – 0,200 >0,201 Sangat baik sekali

  (Nugroho, 2006) Air limbah yang berasal dari rumah tangga (setempat) sangat kaya akan senyawa-senyawa fosfor. Kadar fosfor anorganik biasanya berkisar antara 2 sampai 3 mg/L; bagian- bagian yang anorganik bervariasi dari 0,4 hingga 1 mg/L. Hal kebanyakan tergantung pada kebiasaan makanan penduduk yang memberi sumbangan, dimana jumlah fosfor yang dilepaskan merupakan suatu fungsi pemasukan protein. Tetapi pada saat ini, karena pemakaian detergen sintetik yang meningkat, kadar fosfor air limbah rumah tangga dengan cepat meningkat.

  Semua air limbah mengandung fosfor dalam jumlah yang memadai, cukup untuk tujuan- tujuan pemupukan. Jumlah fosfor dalam tumbuh-tumbuhan tidaklah besar dibandingkan dengan jumlah-jumlah nitrogen dan kalium. Air limbah rumah tangga bahkan sekarang sangat kaya akan senyawa fosfor, tapi sejumlah fosfor yang lebih besar barangkali akan harus diberikan pada tanah dikemudian hari selama dialiri dengan irigasi air limbah, karena meningkatnya penggunaan detergen sintetik. Sekali pun, jika sejumlah besar fosfor dibawa dalam kombinasi- kombinasi organik, senyawa-senyawa semacam itu mudah disederhanakan oleh jasad-jasad renik. Fosfor organik dimineralisasi dan muncul dalam larutan tanah dalam kombinasi anorganik, yang bentuk khususnya tergantung dari pH tanah (Mahida, U. N. 1984).

  Polusi air yang disebabkan oleh penggunaan detergen terutama menyangkut masalah surfaktan atau bahan pembentuk. Penanganan terhadap polusi surfaktan telah banyak dilakukan, sedangkan penanganan terhadap polusi bahan pembentuk baru akhir-akhir ini banyak dibicarakan dan dipraktekkan. Surfaktan yang banyak digunakan pada saat ini berbeda dengan yang digunakan beberapa tahun yang lalu. Perbedaan utama adalah karena yang digunakan pada saat ini mempunyai sifat dapat dipecah secara biologis (biodegradable), yaitu dapat dipecah menjadi senyawa-senyawa sederhana oleh bakteri yang terdapat dilingkungan, sedangkan surfaktan yang digunakan sebelum tahun 1965 tidak dapat dipecah oleh bakteri sehingga terdapat dalam bentuk tetap tidak berubah dalam jangka waktu lama di lingkungan.

  Setelah perang dunia kedua penggunaan detergen semakin meningkat untuk berbagai keperluan, dan masalah utama yang timbul bukan karena racunnya, tetapi busanya yang mengganggu lingkungan di sekitarnya. Surfaktan yang digunakan dalam detergen sebelum tahun 1965 tidak dapat dipecah dengan cepat sehingga mengumpul di tempat buangan atau sungai disekitarnya. Masalah ini kemudian dapat dipecahkan dengan cara mengubah struktur molekul komponen secara kimia sehingga lebih mudah dipecah oleh bakteri. Perubahan struktur surfaktan dari yang bersifat

  “nonbiodegradable” menjadi “biodegradable”

  dilakukan sejak tahun 1965 dan ternyata dapat memecahkan masalah utama tersebut. Bahan pembentuk utama di dalam detergen adalah natrium tripolifosfat (Na

5 P

  3 O 10 ). Senyawa ini tidak merupakan masalah dalam dekomposisinya di

  • 5

  lingkungan sebab ion P O akan mengalami reaksi hidrolisis perlahan di dalam

  3

  10 lingkungan untuk memproduksi ortofosfat yang tidak beracun.

  Reaksinya adalah sebagai berikut:

  • 5 -2 -

  P

  3 O 10 + 2H

  2 4 + H

  2 PO

  4 O → 2HPO (Fardiaz, S. 1992).

2.6. Pemilihan Titik Pengambilan Sampel

  Kecepatan aliran dalam sungai, saluran dan sebagainya tidaklah merata, di dalam danau dan kolam, sifat-sifat air pun tidak homogan, tetapi berada dalam lapisan-lapisan dengan sifat yang berbeda. Maka bila diperlukan data-data mengenai badan air tersebut secara keseluruhan titik pengambilan sampel harus dipilih agar sampel dapat dianggap mewakili seluruh badan air dan tidak hanya satu bagian dengan karakteristik yang kebetulan dapat diselidiki. Berikut beberapa usulan dan anjuran yang dapat dikemukakan, namun diharapkan adanya pemikiran bahwa setiap pengambilan sampel, merupakan suatu kasus yang tersendiri.

  Bila sampel diambil dari seluruh saluran, sungai dan sebagainya yang kedalamannya tidak lebih dari 5 meter, dan alirannya cukup turbulen bagi air

  1

  2

  tersebut untuk menjadi homogen, sampel sebaiknya diambil kira-kira / sampai /

  2

  3

  tinggi penampang basah dari bawah permukaan air. Dekat dasar sungai air mengandung terlalu banyak zat tersuspensi yang mengendap atau yang dapat tergerus oleh aliran air. Dekat lapisan permukaan air, ada resiko bahwa lapisan tersebut mengandung banyak zat yang ringan seperti lumut, minyak dan lemak, dan sebagainya.Sampel tidak boleh diambil terlalu dekat dengan tepi penampang sungai atau tepi saluran yang tidak diplester dengan baik karena air di daerah tersebut kurang mewakili seluruh badan air, namun untuk saluran yang diplester dengan baik sampel dapat diambil ± 10 cm dari tepi saluran.

  Bila sampel diambil dari saluran atau sungai yang terdiri dari aliran- aliran yang terpisah, misalnya pada musim kering, sampel harus diambil dari aliran bagian yang paling besar dan yang dapat dianggap bersifat sama dengan keadaan asli sungai tersebut. Bila penampang sungai tidak teratur (irreguler) sampel harus diambil (bila mungkin) ditengah aliran utama, yaitu di mana tinggi penampang basah terbesar dan alirannya tidak terganggu. Bila sampel diambil dari saluran atau anak sungai yang bermuara di dalam sungai maupun laut, harus diingat bahwa tinggi permukaan sungai atau laut tersebut dapat berubah pada waktu hujan atau air pasang. Untuk mengindari hal tersebut, titik pengambilan sampel harus dipilih cukup jauh dari muara, dimana aliran anak sungai atau saluran tidak terganggu.

  Pada umumnya, titik pengambilan sampel dipilih agar sampel benar- benar dapat mewakili badan air tersebut, debit dapat diukur secara cukup teliti, dan daerah drainase yang menyebabkan pencemaran dapat diketahui secara lengkap. Daerah tersebut terdiri dari sumber pencemaran setempat (point source) dan sumber pencemaran yang tersebar (disperse source). Termasuk sumber pencemaran setempat adalah pabrik, rumah sakit dan sebuah kampung yang seluruh air buangannya ditampung oleh satu saluran drainase atau anak sungai termasuk sumber pencemaran yang tersebar adalah saluran- saluran dan anak sungai yang mengandung air buangan penduduk dan bermuara di dalam induk sungai di berbagai tempat sepanjang induk sungai tersebut, atau air irigasi yang keluar dari sawah-sawah dan dibuang ke dalam induk sungai di tempat- tempat yang berbeda ( Alaerts, G. dan Sri Sumestri, S. 1984).

2.7. Spektrofotometri

  Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi, spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating ataupun celah optis.

  Pada fotometer filter, sinar dengan panjang gelombang yang diinginkan diperoleh dengan berbagai filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek panjang gelombang tertentu. Pada fotometer filter, tidak mungkin diperoleh panjang gelombang yang benar- benar monokromatis, melainkan suatu trayek panjang gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada spektrofotometer, panjang gelombang yang benar- benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blanko ataupun pembanding.

  1. Sumber

  Sumber yang biasa digunakan pada spektroskopi absorpsi adalah lampu

  η

  wolfram. Arus cahaya tergantung pada tegangan lampu, i= K V , i = arus cahaya , V= tegangan, n= eksponen (3-4 pada lampu wolfram), variasi tegangan masih dapat diterima 0,2 % pada suatu sumber DC, misalnya : baterai. Lampu hidrogen atau lampu deuterium digunakan untuk sumber pada daerah UV.

  2. Monokromator

  Digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma ataupun grating. Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian ini dapat digunakan celah. Jika celah posisinya tetap, maka prisma atau gratingnya yang dirotasikan untuk mendapatkan

  λ yang diinginkan. Ada dua tipe prisma, yaitu susunan Cornu dan susunan littrow. Secara umum tipe Cornu menggunakan sudut 60°, sedangkan tipe littrow menggunakan prisma dimana pada sisinya tegak lurus dengan arah sinar yang berlapis aluminium serta mempunyai sudut optik 30°.

  3. Sel Absorpsi

  Pada pengukuran didaerah tampak kuvet kaca atau kuvet corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada dearah UV kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvet adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan.

  Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder dapat juga digunakan. Kita harus menggunakan kuvet yang bertutup untuk pelarut organik.

  Sel yang baik adalah kuarsa atau gelas hasil leburan serta seragam keseluruhannya.

  4. Detektor

  Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang. Pada spektrofotometer, tabung pengganda elektron yang digunakan prinsip kerjanya telah diuraiakan.

2.7.1. Cara Kerja Spektrofotometer

  Cara kerja spektrofotometer dimulai dengan dihasilkannya cahaya monokromatik dari sumber sinar. Cahaya tersebut kemudian menuju ke kuvet (tempat sampel/sel). Banyaknya cahaya yang diteruskan maupun yang diserap oleh larutan akan dibaca oleh detektor yang kemudian menyampaikan ke layar pembaca. Larutan yang akan diamati melalui spektrofotometer harus memiliki warna tertentu. Hal ini dilakukan supaya zat di dalam larutan lebih mudah menyerap energi cahaya yang diberikan. Secara kuantitatif, besarnya energi yang diserap oleh zat akan identik dengan jumlah zat di dalam larutan tersebut. Secara kualitatif, panjang gelombang dimana energi dapat diserap akan menunjukkan jeniszatnya.

  Cara kerja spektrofotometer secara singkat adalah sebagai berikut.Tempatkan larutan pembanding, misalnya blanko dalam sel pertama sedangkan larutan yang akan dianalisis pada sel kedua. Kemudian pilih fotosel yang cocok 200 nm - 650 nm (650 nm

  • – 1100 nm) agar daerah λ yang diperlukan dapat terliputi. Dengan ruang fotosel dalam keadaan tertutup “ nol “ galvanometer dengan menggunakan tombol dark- current. Pilih yang diinginkan, buka fotosel dan lewatkan berkas cahaya pada blanko dan “nol” galvanometer didapat dengan memutar tombol sensitivitas. Dengan menggunakan tombol sensitivitas, kemudian atur besarnya pada 100 %. Lewatkan berkas cahaya pada larutan sampel yang akan dianalisis. Skala absorbansi menunjukkan absorbansi larutan sampel (Khopkar, S. M, 2002).